1

loading...

Rabu, 19 Juni 2019

MAKALAH ILMU PENGETAHUAN ALAM " HAKIKAT DAN FUNGSI IPA"


MAKALAH ILMU PENGETAHUAN ALAM " HAKIKAT DAN FUNGSI IPA" 
BAB I
PENDAHULUAN 
A.        Latar Belakang
Ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Menurut Fowler (Trianto, 2010), Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi. Sedangkan menurut Wahaya (Trianto, 2010), mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Ilmu pengetahuan alam diajarkan melalui kegiatan pembelajaran yang aktif dan menekankan pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa. Dalam suatu kegiatan pembelajaran menurut Dimyani dan Mudjiono (Rahayu, 2014) siswa dapat dikatakan belajar, apabila proses perubahan perilaku terjadi pada dirinya sebagai hasil dari suatu pengalaman. Untuk itu, tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah secara operasional adalah membelajarkan siswa agar mampu memproses dan memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi dirinya sendiri. Pembelajaran tidak dapat berlangsung dengan baik apabila siswa tidak memahami hakikat pembelajaran IPA itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa itu hakikat ipa
2.    Apa saja fungsi ipa

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui hakikat ipa
2.      Untuk mmengetahui fungsi ipa
BAB II
PEMBAHASAN

A.           Hakikat Ipa
Ilmu Pengetahuan Alam diterjemahkan dari bahasa Inggris ‘natural science’,secara singkat disebut Science. IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda alam dan mengungkapkan gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler (Usman Samatowa, 2006) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.
Dalam hal ini, IPA sejatinya merupakan proses penemuan pengetahuan dan sikap ilmiah sehingga bukan hanya kumpulan pengetahuan yang merupakan produk dari kegiatan ilmiah. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah kumpulan pengetahuan berupa teori-teori mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dan telah diuji kebenarannya, melalui proses metode ilmiah dari pengamatan, studi, dan pengalaman disertai sikap ilmiah di dalamnya.
Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen antara lain:
1.        IPA sebagai produk, merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan para ilmuan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang dapat menjelaskan dan memahami alam serta berbagai fenomena di dalamnya.
2.        Proses dalam hal ini adalah proses dalam mendapatkan ilmu pengetahuan alam melalui metode ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud dalam pembelajaran IPA untuk siswa Sekolah Dasar yaitu metode ilmiah yang dikembangkan dan diajarkan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga siswa nantinya dapat melakukan penelitian sederhana (Darmodjo, 1992). Menurut Patta Bundu (2010) IPA sebagai proses merupakan sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam sebagai proses Sains dalam mendapatkan pengetahuan Sains tersebut, meliputi kemampuan observasi, klasifikasi, kuantifikasi, inferensi, komunikasi, interpretasi, prediksi, hipotesis, mengendalikan variabel, merencanakan dan melaksanakan penelitian. Jadi, pada hakikatnya dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan alam diperlukan beberapa keterampilan dasar tersebut.
3.        IPA sebagai sikap ilmiah, merupakan sikap ilmiah yang biasa ditunjukan dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan dari objektif terhadap fakta secara hati-hati, kritis dan sebagainya. Hal ini memberi penekanan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya kumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif penemuan menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Menurut Wynne Harlen (Darmodjo, 1992) setidaknya ada sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah Dasar yaitu:
a.         Sikap ingin tahu (curiousity), dalam hal ini suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya.
b.         Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality), sikap ini bertitik tumpu dari kesadaran bahwa jawaban yang telah diperoleh dari rasa ingin tahu tidak bersifat mutlak, namun hanya bersifat sementara.
c.          Sikap kerja sama (cooperation), dalam hal ini kerja sama adalah sikap untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak secara bersama-sama atau berkelompok.
d.        Sikap tidak putus asa (perseverance), sikap ini perlu ditanamkan kepada siswa Sekolah Dasar agar tidak mudah putus asa jika mengalami kegagalan dalam menggali ilmu.
e.         Sikap terbuka untuk menerima (open-mindedness)
f.          Sikap mawas diri (self critism), seorang ilmuwan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Objektivitas tidak hanya ditunjukkan diluar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. sikap tersebut haruslah dikembangkan sejak dini khususnya pada siswa Sekolah Dasar agar memiliki sikap jujur tehadap dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran, dan berani mengoreksi dirinya sendiri.
g.         Sikap bertanggung jawab (responsibility), dalam hal ini seseorang harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat. sikap tersebut harus dikembangkan sejak usia SD misalnya membuat dan melaporkan hasil pengamatan atau kerja yang telah dilakukan secara jujur.
h.         Sikap berpikir bebas (independence in thinking), dalam ilmu pengetahuan diperlukan objektifitas karena hal tersebut merupakan salah satu kriteria kebenaran suatu ilmu pengetahuan.
i.           Sikap kedisiplinan diri (self discipline), menurut Morse dan Wingo ( Darmodjo, 1992), mengatakan bahwa kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan sesorang untuk dapat mengontrol atau mengatur dirinya sendiri menuju tingkah laku yang dikehendaki dan diterima oleh masyarakat.
Hal ini menekankan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam bukan hanya sekumpulan pengetahuan fakta untuk dihafal, tetapi ada proses aktif menemukan sesuatu menggunakan pikiran dan sikap dalam mempelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran IPA untuk tingkat Sekolah Dasar, berorientasi pada pencapaian Sains dari segi produk, proses dan sikap keilmuannya (Patta Bundu, 2010). Segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep Sains berupa fakta, konsep, prinsip, hukum maupun teori dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari; dari proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan dalam proses untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan masalah dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; dari segi sikap dan nilai siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di lingkungannya, bersikap ingin tahu,tekun, kritis, mawas diri, bertanggungjawab dapat bekerja sama dan mandiri serta memupuk rasa cinta terhadap alam sekitar.

B.            Fungsi Ilmu Pengetahuan Alam
          Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (Depdikbud 1993) Mata Pelajaran IPA berfungsi untuk:
a.       Memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan keadaan lingkungan alam dan lingkungan buatan yang berkaiatan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
b.      Mengembangkan keterampilan proses.     
c.       Mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
d.      Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi dengan keadaan lingkungan di sekitarnya dan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
e.       Mengembangkan kemajuan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
Adapun secara rinci fungsi mata pelajaran IPA dijelaskan dalam Sumaji (2006) antara lain ialah:
a.       Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep IPA.
c.       Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
d.      Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahanya sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan Pencipta-Nya.
e.       Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.
f.       Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bidang IPTEK.
g.      Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA

BAB III
PENUTUP


A.           Kesimpulan
IPA secara harafiah dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan alam atau yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam (Srini M Iskandar, 1996/1997). Sedangkan Patta Bundu (2006) menyatakan bahwa IPA adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut. Hal ini mengandung makna bahwa IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan, tetapi merupakan proses pencarian yang sistematis dan berisi berbagai strategi dimana menghasilkan kumpulan pengetahuan yang dinamis. Secara garis besar Ilmu Pengetahuan Alam memiliki tiga komponen yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai Proses, dan IPA sebagai sikap ilmiah.

B.            Saran
Berdasarkan penulisan makalah ini, maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
1.        Mahasiswa hendaknya dapat menguasai dan memahami hakikat pembelajaran IPA
2.        Mahasiswa sebaiknya mengambil materi dari sumer-sumber terpercaya baik berupa buku, jurnal maupun website yang  jelas dalam penulisan setiap makalah maupun karya ilmiah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Darmodjo,  Hendro dan Jenny R.E Kaligis. (1992/1993). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat  Jendral Pendidikan Tinggi.
Patta Bundu. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran Sains-SD. Jakarta: depdiknas.
Srini M. Iskandar. 1996/1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Usman Samatowa. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Tinggi

MAKALAH FILSAFAT NASIONAL

MAKALAH FILSAFAT NASIONAL 

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

Ajaran filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan manusia, yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajara-ajaran filsafat. Dengan demikian, kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Manusia sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara, hidup dalam ruang sosial-budaya. Aktivitas pewarisan dan pengembangan sosial budaya itu tidak lain melalui pendidikan. Dan untuk menjamin pendidikan itu benar dengan proses yang efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Pancasila dalam pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.

B.  Rumusan Masalah
1.        Apa Pengertian Filsafat nasional ?
2.        Apa Saja Fungsi Utama Filsafat Nasional ?
3.        Siapa saja Tokoh Pemikir Filsafat nasional ?

C.  Tujuan Penulisan
1.        Memenuhi tugas mata kuliah
2.        Memahami knsep filsafat Nasional
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Filsafat
     Kata filsafat berasal dari bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy sedangkan dalam bahasa Yunani philein atau philos dan sofein atau sophi. Ada pula yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah, yang artinya al-hikmah. Philos, arinya cinta sedangkan sophia,  artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanna atau al-hikmah.” Orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaraan disebut dengan filsuf. Filsuf selalu mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas.[1]
     Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
     Pancasila dalam pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.
1.      Filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berpikir. Dengan demikian, kebenaran berpikir yang rasional, logis, sistematis,kritis, radikal, dan universal.
2.      Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segalah hal yang menyangkut keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofi tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tidak mengenal pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun, kebenarannya masih di ragukan. Dikatakan mengenal kata puas karena kebenaran akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan pengetahuan.
Di Indonesia, Pancasila digolongkan sebagai filsafat Nasional dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dala arti praktis. Hal ini berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia dimanapun mereka berada.
Pancasila sebagai sistem filsafat nasional yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia.

B.  Fungsi Utama Filsafat Nasional
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera. Dari kenyataan inilah maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi: [2]
a.       Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia
b.      Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c.       Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
d.      Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
e.       Pancasila sebagai perjanjian luhur Indonesia
f.       Pancasila sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia
g.      Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
h.      Pancasila sebagai moral pembangunan
i.        Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila

C.  Tokoh Pemikir Filsafat Nasional
a.         M. Yamin
Menurut Muh. Yamin (1957; 26) untuk menyusun filsafat sejarah nasional banyak kita petik dari pujangga baru dari timur dan barat. Mereka itu antara lain; Herodotus, Ibn Khaldun, prapanca, Giovanni Battista Vico, Immanuel Kant, Hegel, Karl Max, karl Jaspers, Durant dan Arnold J. Toynbee (W.H. Frederick dan S. Soeroto dalam R.E Tamburaka, 2002;168).
Filsafat sejarah nasional mempunyai empat dasar kajian yaitu :
1.    Kebenaran
Kebenaran itu tersembunyi dalam dunia kebatinan dibelakang kejadian-kejadian sejarah di zaman yang lampau sebagai kelahiran masyarakat manusia. Walaupun kebenaran itu tidak dimiliki oleh ahli pemikir sejarah, tetapi ddengan meninjau atau menafsirkan segala kejadian itu dia telah dan selalu berkeyakinan secara subjektif bahwa tafsiannya ialah kesungguhan dari kebenaran secara objektif.
2.    Sejarah Indonesia
Yang menjadi objek filsafat sejarah atau yang ditafsirkannya ialah sejarah Indonesia. Dalam hal ini maka sejarah adalah ilmu pengetahuan yang dipahamkan dan telah dirumuskan secara ilmiah dengan bernama demikian.oleh karena objek itulah filsafat itu menjadi filsafat sejarah, sehingga kejadian-kejadian sebagai kelahiran masyarakat di zaman yang lampau membatasi filsafat khusus, sedangkan cara menafsirkan dan hubungan kejadian itu adalah dlam taraf yang umum dan universal.
3.    Sintesis
Tafsiran sintesis menjamin penulisan sejarah yang sempurna dan Historiorafi yang demikian memang jauh lebih sulit dari penulisan sejarah berdasarkan suatu macam tafsiran saja. Uraian dan penyelidikan tentang penafsiran sejarah memberi hasil kepada kita, bahwa tafsiran sintesislah yang harus dilakukan untuk mendapat Historiografi Indonesia yang baik dan yang dapat dipertanggungjawabkan bagi penulis buku sejarah yang berisi uraian panjang apalagi sebagai buku pelajaran disekolah dan untuk dibaca oleh rakyat diluar dinding gedung perguruan.
4.    Nasionalisme Indonesia
Pertama ; yang menjadi objek tafsirannya adalah sejarah nasional Indonesia, yang berbeda cara menulis dari sejarah Indonesia sebelum proklamasi, karena yang menjadi dasar kepada penulisan sejarah Indonesia sesudah tahun 1945 ialah adanya kemerdekaan Bangsa Indonesia yang menjadi syarat mutlak bagi segala ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh hikmah manusia bebas.
Corak kedua ; cara menafsirkan kejadian sejarah adalah sesuai dengan jalan pikiran orang atau bangsa Indonesia yang telah bebas merdeka, dan tak terikat rasa rendah atau berpemandangan sempit didalam ruangan pikiran terbatas.
Corak ketiga ; uraian dengan lisan atau menuliskan sejarah Indonesia memenuhi syarat para pengarang supaya secara subjektif sesuai dengan susila perjuangan kemerdekaan; memenuhi syarat susila pada karangan penulisan dan memnuhi syarat ilmu jiwa dan pendidikan pada si pembaca dan si pendengar, supaya rasa nasionalisme Indonesia merdeka menjadi kebanggaan yang jangan mudah tersinggung, malahn supaya menjadikan sejarah indonesi sumber inspirasi dan ilmu pengetahuan untuk kehidupan bangsa yang ingin berjiwa besar dan luas.
b.        Soedjatmoko
Sudah menjadi ciri manusia yang berpikir bahwa ia hendak menyusun pengetahuannya sedemikian rupa, sehingga pengetahuan itu dapat dicukupi oleh satu atau dua asas pokok dan prinsip saja. Demikian jugalah manusia, dalam menghadapi fakta-fakta sejarah, sejak dahulu telah mencoba untuk merumuskan suatu filsafat sejarah yang mencukupi segala sesuatu yang diketahuinya di dalam lapangan sejarah itu, dibawah satu atau beberapa prinsip orang, sehingga makna dari sejarah untuk manusia itu menjadi terang. Agustinus dalam “De Civitate Dei” telah menggambarkan sejarah berbagai pembeberan daripada kemauan Tuhan mulai awal penciptaan alam sampai hari kiamat. Kita sendiri telah menyaksikan runtuhnya impian jepang fasis yang menganggap dirinya sebagai sesuatu bangsa yang mempunyai asal serta panggilan tersendiri di dunia.[3]
c.         Prof. Sartono Kartodirjo
Menurut Prof. Sartono Kartodirjo filsafat sejarah adalah adalah suatu bagian filsafat yang berusaha memberikan jawaban terhadap pernyataan mengenai makna dari suatu proses peristiwa sejarah.manusia budaya tidak puas dengan pengetahuan sejarah,dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian sejarah.dicarinya hubungan fakta-fakta dan sampai kepada asal dan tujuannya.kekuatan apakah yang akan menggerakkan sejarah kearah tujuannya.[4]
Sartono Kartodirdjo mengubah dan memperkenalkan sudut pandang dalam penulisan Sejarah Indonesia, dari sudut pandang  Neerkando-sentrisme/Eropa-sentrisme diubah menjadi sudut pandang Indonesia-sentrisme. Menurut Sartono seharusnya penulisan sejarah tidak hanya terfokus pada orang-orang besar dan atau negara, namun dalam rekontruksi sejarah yang ditulis oleh Sartono Kartodirdjo juga memperhatikan dan melibatkan peranan “wong cilik” yang ada di dalamnya.















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Filsafat nasional Pancasila adalah  tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia Indonesia seutuhnya terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.
B.  Saran
Setelah kita membahas dan menyimpulkan makalah ini, maka kami menyarankan agar memperhatikan dan memahami semua permasalahan ini. Hendaknya kita mengaplikasikan semua apa yang telah kita bahas itu ke dalam kehidupan sehari-hari.












DAFTAR PUSTAKA

Agus Sutono. 2015. “Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan
Nasional”. Jurnal Ilmiah Civis, volume 5, Nomor 1, Januari 2015.
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Sartono Kartodirdjo, 1987. Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif
Sejarah:Kumpulan Karangan , Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press


[1] Agus Sutono. 2015. “Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan  Nasional”. Jurnal Ilmiah Civis, volume 5, Nomor 1, Januari 2015.
[2] Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
[3] Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
[4] Sartono Kartodirdjo, 1987. Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah:Kumpulan Karangan , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press