BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ajaran
filsafat yang komprehensif telah menduduki status tinggi dalam kebudayaan
manusia, yakni sebagai ideologi bangsa dan negara. Seluruh aspek kehidupan
suatu bangsa diilhami dan berpedoman ajara-ajaran filsafat. Dengan demikian,
kehidupan sosial, politik, ekonomi, pendidikan dan kebudayaan, bahkan kesadaran
atas nilai-nilai hukum dan moral bersumber dari ajaran filsafat.
Manusia
sebagai individu, sebagai masyarakat, sebagai bangsa dan negara, hidup dalam
ruang sosial-budaya. Aktivitas pewarisan dan pengembangan sosial budaya itu
tidak lain melalui pendidikan. Dan untuk menjamin pendidikan itu benar dengan
proses yang efektif, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilmiah sebagai
asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Pancasila
dalam pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai
pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai
refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara
Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari
sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya
pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa Pengertian Filsafat nasional ?
2.
Apa Saja Fungsi Utama Filsafat
Nasional ?
3.
Siapa saja Tokoh Pemikir Filsafat
nasional ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Memenuhi
tugas mata kuliah
2.
Memahami
knsep filsafat Nasional
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat
Kata filsafat berasal
dari bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy sedangkan dalam bahasa Yunani
philein atau philos dan sofein atau sophi. Ada pula yang mengatakan bahwa
filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah,
yang artinya al-hikmah. Philos, arinya
cinta sedangkan sophia, artinya kebijaksanaan. Dengan demikian,
filsafat dapat diartikan “cinta kebijaksanna atau al-hikmah.” Orang yang
mencintai atau mencari kebijaksanaan atau kebenaraan disebut dengan filsuf. Filsuf
selalu mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas.[1]
Sebagai falsafah negara, tentu
Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar
dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia
di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta
sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang
jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik
Indonesia.
Pancasila
dalam pendekatan filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai
pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai
refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara
Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan berangkat dari
sila-sila tersebut kita cari intinya, hakekat dari inti dan selanjutnya
pokok-pokok yang terkandung di dalamnya.
1.
Filsafat adalah
proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran
secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang digunakan
untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berpikir.
Dengan demikian, kebenaran berpikir yang rasional, logis, sistematis,kritis,
radikal, dan universal.
2.
Filsafat adalah
pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa sekalian
alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segalah hal yang menyangkut
keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian kebenaran filosofi
tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tidak mengenal pemutlakan kebenaran.
Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun, kebenarannya masih di
ragukan. Dikatakan mengenal kata puas karena kebenaran akan mengikuti situasi
dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan pengetahuan.
Di Indonesia, Pancasila
digolongkan sebagai filsafat
Nasional
dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat dala arti
praktis. Hal ini berarti Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman
dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia
dimanapun mereka berada.
Pancasila sebagai sistem filsafat nasional yaitu
suatu konsep tentang dasar negara yang terdiri dari lima sila sebagai unsur
yang mempunyai fungsi masing-masing dan satu tujuan yang sama untuk mengatur
dan menyelenggarakan kehidupan bernegara di Indonesia.
B. Fungsi Utama Filsafat Nasional
Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa itu
sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkannya menjadi negara yang sejahtera. Dari kenyataan inilah
maka fungsi dan peranan Pancasila meliputi: [2]
a.
Pancasila
sebagai jiwa bangsa Indonesia
b.
Pancasila
sebagai kepribadian bangsa Indonesia
c.
Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia
d.
Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia
e.
Pancasila
sebagai perjanjian luhur Indonesia
f.
Pancasila
sebagai pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia
g.
Pancasila sebagai
cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia
h.
Pancasila
sebagai moral pembangunan
i.
Pembangunan
nasional sebagai pengamalan Pancasila
C. Tokoh Pemikir Filsafat Nasional
a.
M. Yamin
Menurut Muh.
Yamin (1957; 26) untuk menyusun filsafat sejarah nasional
banyak kita petik dari pujangga baru dari timur dan barat. Mereka itu antara lain; Herodotus,
Ibn Khaldun, prapanca, Giovanni Battista
Vico, Immanuel Kant, Hegel, Karl Max, karl Jaspers, Durant dan Arnold J. Toynbee (W.H.
Frederick dan S. Soeroto dalam R.E
Tamburaka,
2002;168).
Filsafat sejarah
nasional mempunyai empat
dasar kajian yaitu :
1.
Kebenaran
Kebenaran itu
tersembunyi dalam dunia kebatinan dibelakang kejadian-kejadian sejarah di zaman
yang lampau sebagai kelahiran masyarakat manusia. Walaupun kebenaran itu tidak
dimiliki oleh ahli pemikir sejarah, tetapi ddengan meninjau atau menafsirkan
segala kejadian itu dia telah dan selalu berkeyakinan secara subjektif bahwa
tafsiannya ialah kesungguhan dari kebenaran secara objektif.
2.
Sejarah
Indonesia
Yang menjadi
objek filsafat sejarah atau yang ditafsirkannya ialah sejarah Indonesia. Dalam
hal ini maka sejarah adalah ilmu pengetahuan yang dipahamkan dan telah
dirumuskan secara ilmiah dengan bernama demikian.oleh karena objek itulah
filsafat itu menjadi filsafat sejarah, sehingga
kejadian-kejadian sebagai kelahiran masyarakat di zaman yang lampau membatasi
filsafat khusus, sedangkan cara menafsirkan dan hubungan kejadian itu adalah
dlam taraf yang umum dan universal.
3.
Sintesis
Tafsiran
sintesis menjamin penulisan sejarah yang sempurna dan Historiorafi yang
demikian memang jauh lebih sulit dari penulisan sejarah berdasarkan suatu macam
tafsiran saja. Uraian dan penyelidikan tentang penafsiran sejarah memberi hasil
kepada kita, bahwa tafsiran sintesislah yang harus dilakukan untuk mendapat
Historiografi Indonesia yang baik dan yang dapat dipertanggungjawabkan bagi
penulis buku sejarah yang berisi uraian panjang apalagi sebagai buku pelajaran
disekolah dan untuk dibaca oleh rakyat diluar dinding gedung perguruan.
4.
Nasionalisme
Indonesia
Pertama
; yang menjadi objek tafsirannya adalah sejarah nasional Indonesia, yang
berbeda cara menulis dari sejarah Indonesia sebelum proklamasi, karena yang
menjadi dasar kepada penulisan sejarah Indonesia sesudah tahun 1945 ialah
adanya kemerdekaan Bangsa Indonesia yang menjadi syarat mutlak bagi segala ilmu
pengetahuan yang dikembangkan oleh hikmah manusia bebas.
Corak kedua
; cara menafsirkan kejadian sejarah adalah sesuai dengan jalan pikiran orang
atau bangsa Indonesia yang telah bebas merdeka, dan tak terikat rasa rendah
atau berpemandangan sempit didalam ruangan pikiran terbatas.
Corak ketiga
; uraian dengan lisan atau menuliskan sejarah Indonesia memenuhi syarat para
pengarang supaya secara subjektif sesuai dengan susila perjuangan kemerdekaan;
memenuhi syarat susila pada karangan penulisan dan memnuhi syarat ilmu jiwa dan
pendidikan pada si pembaca dan si pendengar, supaya rasa nasionalisme Indonesia
merdeka menjadi kebanggaan yang
jangan mudah tersinggung, malahn supaya menjadikan sejarah indonesi sumber
inspirasi dan ilmu pengetahuan untuk kehidupan bangsa yang ingin berjiwa besar
dan luas.
b.
Soedjatmoko
Sudah
menjadi ciri manusia yang berpikir bahwa ia hendak menyusun pengetahuannya
sedemikian rupa, sehingga pengetahuan itu dapat dicukupi oleh satu atau dua
asas pokok dan prinsip saja. Demikian jugalah manusia, dalam menghadapi
fakta-fakta sejarah, sejak dahulu telah mencoba untuk merumuskan suatu filsafat
sejarah yang mencukupi segala sesuatu yang diketahuinya di dalam lapangan
sejarah itu, dibawah satu atau beberapa prinsip orang, sehingga makna dari
sejarah untuk manusia itu menjadi terang. Agustinus dalam “De Civitate Dei”
telah menggambarkan sejarah berbagai pembeberan daripada kemauan Tuhan mulai
awal penciptaan alam sampai hari kiamat. Kita sendiri telah menyaksikan
runtuhnya impian jepang fasis yang menganggap dirinya sebagai sesuatu bangsa
yang mempunyai asal serta panggilan tersendiri di dunia.[3]
c.
Prof. Sartono Kartodirjo
Menurut Prof.
Sartono Kartodirjo filsafat sejarah adalah adalah suatu bagian filsafat yang
berusaha memberikan jawaban terhadap pernyataan mengenai makna dari suatu
proses peristiwa sejarah.manusia budaya tidak puas dengan pengetahuan
sejarah,dicarinya makna yang menguasai kejadian-kejadian sejarah.dicarinya
hubungan fakta-fakta dan sampai kepada asal dan tujuannya.kekuatan apakah yang
akan menggerakkan sejarah kearah tujuannya.[4]
Sartono Kartodirdjo mengubah
dan memperkenalkan sudut pandang dalam penulisan Sejarah Indonesia, dari sudut
pandang Neerkando-sentrisme/Eropa-sentrisme diubah menjadi sudut pandang
Indonesia-sentrisme. Menurut Sartono seharusnya penulisan sejarah tidak hanya
terfokus pada orang-orang besar dan atau negara, namun dalam rekontruksi
sejarah yang ditulis oleh Sartono Kartodirdjo juga memperhatikan dan melibatkan
peranan “wong cilik” yang ada di dalamnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat
nasional Pancasila adalah tuntutan formal yang fungsional dari kedudukan
dan fungsi dasar negara Pancasila sebagai sistem Kenegaraan Republik Indonesia.
Kesadaran memiliki dan mewarisi sistem kenegaraan Pancasila adalah dasar
pengamalan dan pelestariannya, sedangkan jaminan utamanya ialah subjek manusia
Indonesia seutuhnya terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai
oleh filsafat pendidikan Pancasila.
B. Saran
Setelah
kita membahas dan menyimpulkan makalah ini, maka kami menyarankan agar
memperhatikan dan memahami semua permasalahan ini. Hendaknya kita mengaplikasikan
semua apa yang telah kita bahas itu ke dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sutono.
2015. “Meneguhkan Pancasila Sebagai
Filsafat Pendidikan
Nasional”. Jurnal Ilmiah
Civis, volume 5, Nomor 1, Januari 2015.
Kaelan.
1996. Filsafat Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma.
Sartono Kartodirdjo, 1987. Kebudayaan
Pembangunan Dalam Perspektif
Sejarah:Kumpulan
Karangan , Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
[1]
Agus
Sutono. 2015. “Meneguhkan Pancasila
Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional”. Jurnal Ilmiah
Civis, volume 5, Nomor 1, Januari 2015.
[2]
Kaelan.
1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma.
[4]
Sartono Kartodirdjo, 1987. Kebudayaan
Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah:Kumpulan Karangan , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
No comments:
Post a Comment