1

loading...

Sabtu, 07 September 2019

MAKALAH HUKUM HIBAH DAN WASIAT“KEDUDUKAN HIBAH DAN WASIAT”


MAKALAH HUKUM HIBAH DAN WASIATKEDUDUKAN HIBAH DAN WASIAT



BAB  I
PENDAHUAN
                               
A. Latar  Belakang  Masalah                                                             
Wasiat, hibah merupakan instrumen penting dalam perancangan harta menurut undang-undang Islam. Wasiat ialah pemberian harta yang berlaku selepas kematian pewasiat. Hibah ialah pemberian harta yang berlaku semasa hidup pemberi hibah.   
Kedua  instrumen  ini digalakkan dalam Islam, di mana sekiranya ia dilakukan dengan betul dan selaras dengan kehendak syarak maka ia boleh mengelakkan berlaku pertikaian dan perebutan harta. Melalui wasiat, hibah  juga dapat membantu kaum kerabat yang memerlukan bantuan.
Hibah wasiat termasuk salah satu perbuatan hukum yang sudah lama dikenal sebelum Islam,walaupun pada sebagian periode sejarah ia sempat disalah gunakan untuk berbuat kezaliman.Pada masyarakat Romawi, umpamanya, wasiat pernah digunakan untuk melegitimasi pengalihan atau pengurangan hak kaum kerabat terhadap sesuatu harta dengan jalan mewasiatkan   harta   itu   untuk   diberikan   kepada pihak   lain   yang   tidak mempunyai hubungan nasab dengan pihak yang berwasiat. Akibatnya, ahli waris mendapat bagian harta warisan yang amat kecil, dan bahkan boleh jadi tidak beroleh bagian sama sekali.Dalam masyarakat Arab jahiliah,wasiat juga diberikan kepada orang "asing" yang tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan pihak yang berwasiat serta mengesampingkan kaum kerabatnya yang miskin yang amat memerlukan bantuan.
Sayuti Thalib merumuskan wasiat sebagai pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya sesudah dia meninggal kelak.Sedangkan menurut ulama mazhab Hanafi, wasiat adalah memberikan milik yang disandarkan kepada keadaan setelahmati dengan cara sedekah atau derma. Demikian pulau lama penganutan mazhab Maliki menerangkan,wasiatyaitu suatu akad perjanjian yang menimbulkan suatu hak dalam memperoleh sepertiga harta orang yang memberikan janji tersebut yang bisa berlangsung setelah kematiannya. 
B.Rumusan Masalah
1.      Kedudukan Hibah dan wasiat dalam hukum islam,KHI, dan KUHPerdata
2.      Hukum Hibah Dan Wasiat Menurut HI dan KUHPerdata
3.      Ketentuan Hibah Dan Wasiat
4.      Hikmah Hibah Dan Wasiat
C.Tujuan Masalah
1.      Untuk  mengetahui kedudukan Hibah Dan Wasiat tersebut
2.      Untuk mengetahui hukum hibah dan wasiat tersebut
3.      Untuk mengetahui ketentuan-kententuan hibah dan wasiat tersebut
4.      Untuk mengetahui hikmah-hikmah Hibah dan Wasiat tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kedudukan Hibah Dan Wasiat
1.      Kedudukan hibah dan wasiat dalam hukum Islam
Hibah dalam hukum Islam dipakai untuk memberikan sesuatu kepada orang lain baik pemberian itu berupa harta, maupun selain dari harta,hibah juga diartikan pula sebagai suatu pemberian barang tanpa nilai pertukaran serta tidak ada sebabnya hibah itu diberikan. Dan dapat pula memiliki arti akad ,pemberian harta milik dari pemilik harta kepada orang lain yang berakibat hukum perpindahan hak milik tanpa imbalan apapun, dimana baik pemberian hibah maupun penerima hibah masih dalam keadaan hidup. Hibah identik dengan sedekah dan hadiah. Ketiganya memiliki kesamaan sebagai suatu pemberian barang tanpa nilai tukar ekonomis. Hibah dan hadiah rata-rata ditunjukan sebagai bentuk penghargaan dan memuliakan orang yang diberi hadiah.
Wasiat dalam hukum islam merupakan suatu satu kesatuan yang umumnya tidak dapat dipisahkan dari hukum waris.wasiat sendiri merupakan hukum di mana seseorang memberikan suatu pernyataan dari kehendaknya sebelum meninggal untuk dilaksanakan ketika meninggal.
2.      Kedudukan Hibah dan Wasiat dalam KHI
Sebagian ulama menafsirkan batasan hibah sama dengan wasiiatt ridak bolehh melebihi 1/3 dari  harta warisP. Oleh karena itu lahh, KHI mengatur batasan hibah sama dengan wasiat, yakni maksimal 1/3. pasal 171 huruf ‘g’ kompiilasi hukum iislam (KHI) memberikan pengertian hibah sebagai pemberian sesuatu secara sukarela dan tanpa imbalan kepada orang lain yang masih hidup.
wasiat yang diatur oleh KHI dapat berupa orang-perorangan  atau lembaga.
3.      Kedudukan Hibah dan Wasiat dalam KUHPerdata
     Sedangkan didalam Hukum Posistif, perihal hibah atau hadiah hampir memiliki pengertian yang sama dan diatur secara jelas didalam KUHPerdata.Didalam Pasal 1666 sd 1693 KUHPerdata diatur persoalan hibah. Pengertian didalam KUHPerdata tersebut, bahwa hibah adalah persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma tanpa dapat menariknya kembali untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu, penghibahan tersebut adalah bagi kepentingan para pihak yang masih hidup
Yang juga penting diperhatikan dalam hibah menurut Hukum Positif adalah bahwa hibah dilakukan oleh orang yang sdh dewasa (bisa benda tetap maupun benda bergerak) dan diberikan kepada orang dewasa atau anak kecil (dengan perantaraan wali/orang tua) dan dicatat dinotaris. Bahkan ketentuan didalam KUHPerdata, tentang pencatatan harta hibah diperkuat dengan PP No. 24/1997 tentang pemberian harta hibah tanah dan bangunan harus dilakukan dengan akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan dihadiri oleh dua orang saksi. Ketentuan ini sangat jelas karena telah terjadi peralihan hak dan dengan demikian maka hibah (atas benda tetap) menurut Hukum Positif tidak dapat dilakukan secara diam-diam. Bahkan pemberian berupa hibah yang menyebabkan “terdzolimi” hak ahli waris dapat dibatalkan (Lihat pasal 881) KUHPerdata. Hak ahli waris masuk kedalam kategori “legitieme portie” yaitu bagian mutlak atas warisan yang sudah ditetapkan menjadi hak ahli waris dan dilindungi oleh Undang Undang (didalam Hukum Islam pemberian Hibah dibatasi yaitu tidak boleh lebih dari 1/3 harta yang ada—ini bertujuan untuk melindungi hak ahli waris dan jika melebihi ketentuan yang ada maka ahli waris dapat mengugat untuk membatalkan hibah dimaksud-Lihat Quran Al Ahzab/QS 33: 4-5 dan Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam/KHI). Untuk menghindari gugatan dikemudian hari, biasanya notaris meminta persetujuan para ahli waris terhadap hibah yang akan dibuatkan aktanya.


Haramnya Meminta Kembali Sesuatu yang Sedekahkan Atau Dihibahkan

Hadits Muslim 3048

حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى الرَّازِيُّ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَا أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الَّذِي يَرْجِعُ فِي صَدَقَتِهِ كَمَثَلِ الْكَلْبِ يَقِيءُ ثُمَّ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ فَيَأْكُلُهُ و حَدَّثَنَاه أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ أَخْبَرَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ يَذْكُرُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ و حَدَّثَنِيهِ حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا حَرْبٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ ابْنُ أَبِي كَثِيرٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو أَنَّ مُحَمَّدَ ابْنَ فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَهُ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَ حَدِيثِهِم
Permisalan orang yang mengambil kembali sedekahnya, seperti seekor anjing yang muntah kemudian ia menjilat dan memakan kembali muntahannya. Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Ala telah mengabarkan kepada kami Ibnu Mubarak dari Al Auza’i dia berkata, Saya pernah mendengar Muhammad bin Ali bin Husain menyebutkan dengan sanad, seperti hadits tersebut. Dan telah menceritakan kepadaku Hajjaj bin Sya’ir telah menceritakan kepada kami Abdus Shamad telah menceritakan kepada kami Harb telah menceritakan kepada kami Yahya -yaitu Ibnu Abu Katsir- telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Amru bahwa Muhammad bin Fatimah binti Rasulullah telah menceritakan kepadanya dengan sanad ini, seperti hadits mereka.

Hadits Muslim No.3048 Secara Lengkap

[Telah menceritakan kepadaku [Ibrahim bin Musa Ar Razi] dan [Ishaq bin Ibrahim] keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami [Isa bin Yunus] telah menceritakan kepada kami [Al Auza’i] dari [Abu Ja’far Muhammad bin Ali] dari [Ibnu Musayyab] dari [Ibnu Abbas], bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Permisalan orang yang mengambil kembali sedekahnya, seperti seekor anjing yang muntah kemudian ia menjilat dan memakan kembali muntahannya.” Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib Muhammad bin Al 'Ala] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Mubarak] dari [Al Auza'i] dia berkata, "Saya pernah mendengar [Muhammad bin Ali bin Husain] menyebutkan dengan sanad, seperti hadits tersebut." Dan telah menceritakan kepadaku [Hajjaj bin Sya'ir] telah menceritakan kepada kami [Abdus Shamad] telah menceritakan kepada kami [Harb] telah menceritakan kepada kami [Yahya] -yaitu Ibnu Abu Katsir- telah menceritakan kepadaku [Abdurrahman bin Amru] bahwa [Muhammad bin Fatimah binti Rasulullah] shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepadanya dengan sanad ini, seperti hadits mereka.]
Penejelasan :
‘Athiyyah artinya pemberian, baik berupa hibah atau hadiah, atau sedekah. Apabila pemberian diserahkan kepada penerima , maka telah menjadi milik si penerima.
            Matsalun, suatu perumpamaan yang menjelaskan keburukan perbuatan mencabut kembali pemberian.[1]

Orangtua Menarik Kembali Pemberian Kepada Anaknya

Hadits Nasai 3630

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَالَ حَدَّثَنِي طَاوُسٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ وَابْنِ عَبَّاسٍ يَرْفَعَانِ الْحَدِيثَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ يُعْطِي عَطِيَّةً ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا إِلَّا الْوَالِدَ فِيمَا يُعْطِي وَلَدَهُ وَمَثَلُ الَّذِي يُعْطِي عَطِيَّةً ثُمَّ يَرْجِعُ فِيهَا كَمَثَلِ الْكَلْبِ أَكَلَ حَتَّى إِذَا شَبِعَ قَاءَ ثُمَّ عَادَ فِي قَيْئِهِ
Tidak halal bagi seseorang yang memberi suatu pemberian kemudian mengambilnya kembali, kecuali orang tua atas apa yang ia berikan kepada anaknya. Dan permisalan orang yang memberi suatu pemberian kemudian mengambilnya kembali seperti anjing yg makan hingga kenyang dan muntah kemudian ia memakan muntahannya kembali.

Hadits Nasai No.3630 Secara Lengkap

Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] berkata; telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu 'Adi] dari [Husain] dari ['Amru bin Syu'aib] berkata; telah menceritakan kepadaku [Thawus] dari [Ibnu Umar] dan [Ibnu Abbas] mereka berdua memarfu'kan hadits tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidak halal bagi seseorang yang memberi suatu pemberian kemudian mengambilnya kembali, kecuali orang tua atas apa yang ia berikan kepada anaknya. Dan permisalan orang yang memberi suatu pemberian kemudian mengambilnya kembali seperti anjing yang makan hingga kenyang dan muntah kemudian ia memakan muntahannya kembali."]]]
Penejelasan :
Menelan kembali muntah yang telah dikeluarkan merupakan perbuatan yang buruk dan menjijikkan. Dan perumpamaan dengan memakai anjing yang merupakan hewan paling rendah dalam keadaannya yang paling rendah pula, hal ini merupakan gambaran lain yang menambah buruknya perumpamaan. Hal tersebut merupakan perumpamaan bagi orang yang menarik kembali hibahnya. Gambaran seperti ini lebih mengena daripada ungkapan, “Jangan lah kalian menarik hibah, karena menarik kembali hibah haram hukumnya.”Demikianlah menurut pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik.
Lain halnya dengan kalangan mazhab Hanafi, mereka berpendapat, bahwa menarik kembali hibah tidak haram melainkan hanya makruh, karena berdasarkan kepada hadits Abu Daud dan Nasai yang mengatakan, “ Orang yang memberi hibah lebih berhak terhadap hibahnya, terkecuali hibah orang tua baik ayah atau ibu kepada anaknya, baik laki-laki maupun perempuan, yaitu berupa sesuatu, maka orang tua boleh menarik kembali hibahnya itu sekalipun telah selang beberapa lama, karena sesungguhnya apa yang ada di tangan anaknya merupakan milik ayahnya juga.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ash-habus Sunan dengan sanad yang berpredikat sahih.[2]

Sesuatu yang Diperintahkan untuk Diwasiatkan

Hadits Abudaud 2478
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ
Tidaklah hak seorang muslim yang memiliki sesuatu yang diwasiatkan untuk bermalam selama dua malam melainkan wasiatnya telah tertulis di sisinya.
Hadits Abudaud No.2478 Secara Lengkap
[[[Telah menceritakan kepada kami [Musaddad bin Masarhad], telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari ['Ubaidullah], telah menceritakan kepadaku [Nafi'] dari [Abdullah bin Umar] dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau berkata: "Tidaklah hak seorang muslim yang memiliki sesuatu yang diwasiatkan untuk bermalam selama dua malam melainkan wasiatnya telah tertulis di sisinya."]]]
Penjelasan :
Pasal ini menerangkan tentang wasiat, anjuran untuk melakukannya dan peringatan agar jangan berlaku aniaya dalam wasiat ini. Yaitu hendaknya wasiat tidak lebih dari sepertiga harta peninggalan, dan tidak boleh diberikan kepada ahli waris, serta hukum-hukum lainnya yang menyangkut masalah wasiat.
Wasiat menurut istilah bahasa ialah menyambungkan, dikatakan demikian karena orang yang berwasiat berarti menghubungkan kebaikan dunianya dengan kebaikan akhiratnya. Sedangkan menurut istilah syara’ tabarru’ (amal sedekah) dengan barang yang hak yang dikaitkan kepada pahala sesudah mati. Dahulu wasiat diwajibkan atas kedua orang tua dan kaum kerabat, yaitu pada masa permulaan Islam. Kemudian hukum wajibnya dihapus hingga menjadi sunat pada mayoritasnya, terkecuali seseorang yang mempunyai yang mempunyai kewajiban zakat, atau haji, tau hak Adami tanpa saksi, maka ia harus mewasiatkan kepada kerabatnya untuk menunaikan hal tersebut. Wasiat adalah sejenis hibah, tetapi penerimaanya dilakukan sesudah orang yang bersangkutan meninggal dunia.
            Makna hadits, tidak layak bagi seorang muslim yang kaya  tinggal sekalipun dalam masa yang sedikit tanpa menuliskan wasiatnya dan membuat saksi untuk wasiatnya itu. Karena sebaik-baik perkara yang baik ialah harus disegerakan, karena hal itu akan terlewatkan jika ia mati.[3]



B.     Hukum Hibah Dan Wasiat
a.       Hibah
Dasar dan ketetapan hibah adalah tetapnya barang yang dihibahkan bagi mauhublah (penerima hibah) tanpa adanya pengganti. Dan dasar hukum pemberian hibah terdapat dalam firman Allah Qur’an surat Al-Baqarah ayat 177 yang menjelaskan bahwa dalam memberikan harta diberikan kepada orang yang dicintainya,yakni kerabatnya,anak-anak yatim,orang-orang yang miskin,musafir(orang yang memerlukan pertolongan,serta orang-orang yang meminta-minta). Keutamaan hibah terdapat dalam Qur’an Al-Baqarah ayat 195 yang inti dari pada isinya berisi tentang agar supaya melakukan kebaikan serta harta yang dimiliki hendaklah diinfakkan kejalan Allah SWT,agar jangan melakukan kehancuran yang dibuat oleh diri sendiri, karena Allah menyukai orang-orang yang selalu berbuat kebaikan. 

b.      Wasiat
Sebagaimana yang dijelaskan sebelum ini bahwa pada peringkat permulaan Islam hukum berwasiat adalah wajib yang terdapat dalam Qur’an surah Al-Baqarah ayat 180.
 
C.    Macam-Macam Hibah Dan Wasiat

a.       Hibah

1)      Hibah barang Ialah memberikan harta atau barang kepadda pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi(harapan) apapun.
2)      Hibah manfaat Ialah memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu,namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hiah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaaat itu si penerima  hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja.hibah manfaat sendiri terdiri dari:
a)      Hibah Muajjalah
b)      Hibah Ariyah
c)      Hibah Al-amri      
 
b.      Wasiat

Wasiat ada dua macam, yaitu:

1)      Wasiat harta benda

2)      Wasiat hak kekuasaan yang akan dijalankan sesudah ia meniinggal  yang dalam fiqih sering disebut ‘al-isa’ wasiat dalam bentuk tanggung jawa.

D.    Ketentuan Hibah Dan Wasiat
        Ketentuan hibah disebutkan surat Al-Baqoroh ayat 177 dan surat Al-Maidah ayat 2, sedangkan hadits adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim. Hibah dan wasiat sendiri pada dasarnya untuk tujuan yang baik, karena pada asasnya adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan pahala dari Allah SWT. Faktor yang paling dalam disyariatkan hibah dan wasiat ini adalah faktor kemanusiaan, keikhlasan dan ketulusan dari penghibah yang berwasiat. Kalapun akan di bedakannya hanya waktu pelaknasaannya, yaitu hibah dilaksanakan semasa penghibah masih hidup, sedang wasiat dilaksanakan setelah pewasiat wafat. Dikatakan hibah dan wasiat pada asanya adalah pemberian seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan pahala dari Allah SWT karena arti harfiah dari 2 (dua) kata ini mendekati arti yang sama. wasiat artinya menjadikan, menaruh belas kasihan, berpesan menyambung, memerintah, mewajibkan. Sedangkan hibah diartikan pemberian tanpa syarat tanpa mengharapkan pahala dari Allah SWT.
         Oleh karena itu oleh mazhab Maliki hibah sama dengan hadiah, hibah menurut mazhab Syafi’i adalah pemberian untuk menghormati atau memuliakan seseorang tanpa bermaksud mengharapkan pahala dari Allah SWT. Menurut mazhab Syafi’i hibah mengandung dua pengertian, yaitu pengertian umum dan khusus, pengertian umum mencakup hadiah dan sedekah dan pengertian khusus yang disebut hibah apabila pemberian tersebut tidak bermaksud menghormati atau memuliakan dan mengharapkan ridho Allah SWT. Jika pemberian(hadiah) tersebut bermaksud menghormati atau memuliakan yang diberi disebut hadiah, jika pemberian mengharapkan ridho Allah SWT atau menolong untuk menutupi kesusahannya disebut sedekah. Hibah dan wasiat dilihat dari Hikmatu Al-Tasyri (Filsafat Hukum Islam) adalah untuk memenuhi hasrat berbuat bagi umat islam yang beriman kepada Allah SWT (Al-Baqoroh ayat 177). Hibah dan wasiat adalah hak mutlak pemilik harta yang akan dihibahkan atau yang akan diwasiatkan karena hukum Islam mengakui hak bebas pilih  dan menjamin bagi setiap muslim dalam melakukan perbuatan hukum terhadap haknya (Khiyar Fil-kasab)
           Oleh karena itu apabila (misalnya) ayah atau ibu dari anak akan menghibahkan atau mewasiatkan hartanya, maka tidak seorangpun dapat menghalanginya, karena sedekat-dekatnya hubungan anak dengan ayanya masih lebih dekat ayahnya itu dengan dirinya sendiri, Syari’at Islam hanya menolong hak anak dengan menentukan jangan sampai hibah dan wasiat melebihi 1/3 (sepertiga) dari harta atau jangan sampai kurang 2/3 (dua pertiga) dari warisan ayah yang menjadi hak anak. Oleh karena itu pula wasiat selalu didahulukan dari pembagian waris, tingkat fasilitasnya sama dengan membayar zakat atau hutang (jika ada) berkenaan dengan perbuatan hukum dan peristiwa hukum elaksanaan hibah dan wasiat yang tampak sepele sehingga karena dianggap sepele cenderung dilakukan tanpa perlu dibuatkan akta sebagai alat bukti. Memang hukum hibah ansich tidak menimbulkan masalah hukum, karena hibah ansich adalah pemberian yang bersifat final yang tidak ada seorangpun yang ikut campur, namun apabila hibah dikaitkan dengan wasiat apabila wasiat behubungan dengan kewarisan, maka akan menimbulkan masalah hukum.Walaupun hibah dan wasiat berdasarkan hukum Islam merupakan salah satu tugas pokok atau wewenang Peradilan Agama(pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006), namun diantara perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama jarang sekali, bahkan hampir tidak ada yang diselesaikan melalui Pengadilan Agama dibandingkan dengan perkara perceraian dan yang assesoir dengan perkara perceraian, seperti pemeliharaan anak, nafkah anak, harta bersama dan lain-lain serta perkara kewarisan. hal ini mungkin karena hibah dan wasiat dianggap perbuatan baik, maka tidak diperlukan akta sebagai alat buktiatau nilai objek hibah dan wasiat tidak bernilai ekonomi tinggi, atau mungkin sudah dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku, dan kemungkinan lain karena tidak memiliki bukti (walaupun terjadi sengketa), maka tidak diselesaikan melalui Pengadilan Agama. Dengan demikian sulit mendapatkan putusan yang bernilai yurisprudensi (stare decicis) tentang penemuan hukum oleh hakim dibidang wasiat dan hibah ini untuk dianalisis dan kajian ilmia serta diuji dari metode dan teori hukum Islam.
E.     Hikmah Hibah Dan Wasiat

a)      Hibah

1.      Melunakan hati sesama manusia
2.      Menghilangkan rasa segan dan malu sesama jiran,kawan,kenalan,dan ahli masyarakat.
3.      Menghilangkan rasa dengki dan dendam sesama anggota masyarakat.
4.      Menimbulkan rasa hormat.
5.      Menumbuhkan rasa penghargaan dan baik sangka sesama manusia.
6.      Memudahkan aktiviti saling menasehati dan pesan-memesan dengan kebenaran dan kesabaran.
7.      Dapat membina jejambat perhubungan degan pihak  yang menerima hibah.
b)      Wasiat

1.      Menunjukkan ungkapa terimakasih dan balas budi orang yang berwasiiatt kepadaseseorang yang dianggap berjasa dalam membantu menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan si almarhum semasa hidupnya.
2.      Menambah kebaikan untuk keluarga yang meninggal da orang yang meninggal tersebut.
3.      Membesarkan jiwa serta melegakkan hati orang yang mendapat wasiat sehingga dengan wasiat tersebut seseorag dapat membebaskan persaannya yang negatif seperti rendah diri, dan lain sebagainya.
4.      Mendukung kelangsungan program orang yang berwasiat seahingga dapat dilanjutkan dengan baik oleh orang yang diberi wasiat.
5.      Mewujudkan keterrtiban dan kedamaian dalam masyarakat karea terwujudnya ketertiban dan kedamaian keluarga.
 BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan

Wasiat, hibah  merupakan dua instrumen penting dalam perancangan harta pusaka. Ketiganya mempunyai kedudukan yang tersendiri di dalam Islam dari segi hukum dan cara pelaksanaannya. Sekiranya ketiga instrumen ini diuruskan dengan teratur dan menepati kehendak syarak, maka nasib kaum kerabat terdekat yang memerlukan bantuan akan terbela. Begitu juga, ketiga  instrumen ini boleh digunakan ke atas anak angkat, anak susuan, bapak angkat, ibu angkat dan sebagainya yang mempunyai hubungan kasih sayang yang rapat tapi tidak berhak mendapat harta pusaka. Ketidakfahaman masyarakat mengenai ketiga instrumen ini sering kali timbul masalah terutama pihak yang memberi wasiat, hibah mengalami  kematian. Pertikaian ini berlanjutan sehingga menyukarkan penyelesaian harta pusaka dibuat. Sebagai umat Islam, kaedah dan cara-cara pengurusan yang betul mestilah menjadi amalan supaya tidak berlaku perpecahan dalam keluarga dan masyarakat hanya disebabkan oleh kejahilan menguruskan harta. Setiap orang ada haknya, jika kita menghormati hak orang lain maka hak kita juga akan dihormati, malah jika kita saling ridha meridhai dan bersedekah itu adalah lebih baik.

B.      SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi rekan-rekan atau pembaca berupa saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman,  Kompilasi  Hukum  Islam  di  Indonesia,  Jakarta:  Akademika
Presindo, 1992.
Indah Purbasari. 2017. Hukum Islam Sebagai Hukum Positif Di          Indonesia.Malang:Setara Press
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya,
1990.
Soedewi,SriMasjchoenSofwan,HukumPerdata:HukumBenda,Yogyakarta: Liberty, 2000.
Subekti, Pokok-Pokok  Hukum Perdata, Cet. 15, Jakarta: PT Intermasa, 1980. Suma,MuhammadAmin,HukumKeluargaIslamdiDuniaIslam,Jakarta:Raja
Grafindo Persada, 2004.
] Syekh Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah Saw., (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), hlm.724.
[2] Syekh Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah Saw., (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), hlm.724.

[3] Syekh Manshur Ali Nashif, Mahkota Pokok-Pokok Hadis Rasulullah Saw., (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), hlm.797.


MAKALAH ADMINISTRASI PENDIDIKAN


MAKALAH ADMINISTRASI PENDIDIKAN 

BAB I
PEMBAHASAN

     A.    Pengertian Administrasi Pendidikan
1.      Administrasi
Adminitrasi adalah usaha atau kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan untuk mencapai tujuan.
2.      Adminitrasi Pendidikan
Adminitrasi Pendidikan adalah sebuah proses kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melihat hubungan antar komponen pendidikan sehingga dapat memperbaiki system pendidikan dengan menggunakan perangkat yang mendukung kegiatan pembelajaran.[1]
     B.     Sasaran administrasi pendidikan
1.      Administrasi personel sekolah
Di dalam berlangsungnya kegiatan sekolah maka unsur manusia merupakan unsur penting, karena kelancaran jalannya pelaksanaan program sekolah sangat ditentukan oleh menusia-manusia yang menjalankannya. Untuk itu dalam bagian ini perlu dibahas secara lebih mendalam mengenai personel sekolah, karena bagaimanapun lengkap dan modernnya fasilitas yang berupa gedung, perlengkapan, alat kerja, metode-metode kerja, dan dukungan masyarakat akan tetapi apabila manusia-manusia yang bertugas menjalankan program sekolah itu kurang berpartisispasi, maka akan sulitlah untuk mencapai tujuan pendidikan yang dikemukakan.
2.      Administrasi kurikulum
Kurikulum dalam arti yang luas adalah yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah. Kurikulum berpengaruh penting terhadap maju mundurnya pendidikan. Kurikulum bersifat dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam faktor-faktor yang mendasarinya. Administrasi kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya teah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat.
3.      Administrasi sarana dan prasarana pendidikan
Secara etimologis (arti kata) prasarana berarti alat tiadak langsung untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan misalnya : lokasi/ tempat, bangunan sekolah, lpangan olahraga, uang dan sebagainya. Sedang sarana seperti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan. Misalnya : ruang, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya.
4.      Administrasi siswa
Administrasi siswa bertujuan untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan penalaran, pengembangan keterampilan dan pengembangan sikap siswa yang selaras dengan tujuan sekolah yang tertuang dalam kurikulum.
5.      Administrasi keuangan dan Pembiayaan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian administrasi pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama komponen-komponen lain.[2]

     C.    Hubungan Administrasi dengan Manajemen, Kepemimpinan dan Organisasi
Pengertian Administrasi dengan Manajemen, Kepemimpinan dan Organisasi
1.      Administrasi adalah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi, baik dalam pengertian luas maupun sempit di dalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.
2.      Manajemen adalah sebagai suatu proses dari serangakaian kegiatan yang diarahkan pada pencapaian tujuan dengan pemanfaatan semaksimal mungkin dari sumber-sumner yang serta manajemen sebagai fungsi.
3.      Kepemimpinan berperan untuk memimpin suatu kegiatan administrasi untuk mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasinya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan kinerja pegawai yang maksimal.
4.      Organisasi merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksanakan untuk dan mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
Dari keempat pengertian administrasi, manajemen, organisasi dan kepemimpinan dapat diketahui bahwa administrasi merupakan proses, organisasi merupakan wadah, manajemen merupakan pelaksanaannya yang satu sama lainnya saling berhubungan dan saling berkaitan sehingga tujuan dapat tercapai, sedangkan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi, contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian, administrasi terdiri dari organisasi dan manajemen, sedangkan inti manajemen adalah kepemimpinan. Oleh karena itu, kepemimpinan, manajemen, administrasi dan organisasi memiliki hubungan yang saling mendukung dalam sebuah lembaga pendidikan demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[3]

      D.    Proses Administrasi Pendidikan
1.      Perencanaan
Suatu perencanaan yang matang diperlukan dalam setiap kegiatan vang hendak dikerjakan. Tanpa perencanaan yang matang, kita tidak dapat mengharapkan kegiatan yang akan kita laksanakan akan berjalan lancar serta mencapai tujuan. Perencanaan merupakan suatu langkah persiapan ila iam pelaksanaan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan tertentu. Proses penyusunan rencana yang harus diperhatikan adalah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam mencapai tujuan, yaitu dengan mengumpulkan data, mencatat, dan menganalisis data serta merumuskan keputusan. Satu hal yang penting yang menentukan perencanaan adalah pembuatan keputusan yang merupakan proses yang mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam pembuatan perencanaan. Pola pengambilan keputusan yang dapat dilakukan adalah pengumpulan data yang diperoleh dari pencatatan dan penelitian pengembangan data, penganalisisan data,pengambilan Keputusan, pengoperasian data, dan penentuan data operasional.
2.      Pengorganisasian
Pada dasarnya, pengorganisasian termasuk dalam kegiatan penyusunan rencana untuk menciptakan hubungan kerja antar personal dalam suatu kegaiatan organisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa fungsi pengorganisasian merupakan fungsi perencanaan. Dalam perencanaan dilakukan pengelompokkan bidang-bidang kerja dalam ruang lingkup kegiatan tertentu.
3.      Pemberian Bimbingan
Pemberian bimbingan, khususnya dalam organisasi pendidikan di sekolah ditujukan agar setiap personal yang terlibat dalam sekolah dapat menjalankan kewajibannya sesuai dengan beban tugas yang diberikan kepada mereka. Kegiatan bimbingan ini biasanya dilakukan oleh pimpinan organisasi (dalam hal ini kepala sekolah) atau mereka yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam berorganisasi, dengan cara memberikan petunjuk kepada para anggotanya sehingga mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi perkembangan sekolah.
4.      Pengoordinasian
Pengoordinasian dibutuhkan untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pekerjaan, pelimpahan wewenang dan penyelesaian permasalahan yang ada dalam organisasi. Dengan demikian, dapat diciptakan hubungan serasi antar semua orang yang terlibat dalam organisasi. Dalam program pendidikan di sekolah terdapat berbagai jenis kegiatan yang harus saling menunjang sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Karena itu, diperlukan tindakan pengoordinasian yang efektif agar kegiatan yang ada tidak berdiri sendiri-sendiri. Satu jenis kegiatan tidak boleh lebih diutamakan deripada kegiatan lainnya karena semua kegiatan memberikan kontribusi yang sama besar dalam pencapaian tujuan. Pengoordinasian ini tidak hanya dibutuhkan dalam unit kegiatan yang ada, melainkan jugaantarpersonal yang terlibat di dalam unit kegiatan. Dengan adanya pengoordinasian yang efektif akan timbul kerja sama yang efektif sehingga tujuan yang diharapkan dapat segera tercapai.
5.      Pengomunikasian
Komunikasi memegang peranan penting dalam suatu organisasi, khususnya, organisasi sekolah. Setiap personal yang terlibat harus saling berkomunikasi agar permasalahan yang ada serta sejauh mana perkembangan organisasi dapat diketahui. Dengan demikian, dapat dilakukan langkah lebih lanjut. Selain itu, komunikasi mi juga sangat membantu dalam pembuatan keputusan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan pendapat-pendapat dari para personal untuk menemukan pendapatyang dapat menyumbangkan solusi yang tepat.
6.      Pengontrolan
Bagaimanapun baiknya kegiatan yang dilakukan dan teraturnya koordinasi yang dilakukan dalam kegiatan organisasi bila tidak dilakukan upaya pengontrolan maka tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai dengan sempurna. Kegiatan pengontrolan ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan semula di samping mengetahui hasil-hasil yang telah dicapai dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, tindakan pengontrolan juga dapat mengetahui kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan oleh anggota organisasi sehingga dapat dicarikan jalan pemecahannya. Fungsi kegiatan pengontrolan yang lainnya adalah menentukan data-data yang menjadi penyebab adanya penyimpangan dalam organisasi, data untuk meningkatkan pengembangan organisasi, dan data mengenai hambatan yang ditemui oleh seluruh anggota organisasi. Selain itu, fungsi kegiatan pengontrolan juga mengetahui sejauh mana tujuan organisasi yang telah tercapai. Pengontrolan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengontrolan yang dilakukan secara langsung dilakukan melalui kegiatan pengawasan ditempai Adapun pengontrolan yang dilakukan secara tidak langsung adalah pengontrolan yang dilakukan melalui kebijakan-kebijakan, pemberian instruksi melalui surat edaran, dan sebagainya.
7.      Penilaian
Proses terakhir dalam proses kegiatan administrasi adalah penilaian Itau evaluasi. Dengan melakukan penilaian, dapat diketahui efektivitas Ktiap kegiatan organisasi serta dapat diketahui kelemahan dan kelebihan r lama berlangsungnya proses administrasi. Kelemahan yang ada dapat dicarikan jalan keluarnya dan kelebihannya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Selain itu, dapat diketahui apakah seluruh rangkaian kegiatan dalam organisasi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, apakah seluruh proses administrasi telah berjalan dengan baik, apakah komunikasi nntarpersonal telah menciptakan kerja sama yang baik, dan apakah tujuan yang diharapkan telah tercapai. Penilaian sebaiknya dilakukan secara berkala sehingga dapat dijadikan landasan untuk melakukan perbaikan pada semua bidang administrasi. Penilaian ini juga harus didukung oleh fakta-fakta yang dapat membawa ke arah perubahan yang positif serta memberikan cara terbaik untuk membuat keputusan. Unsur objektivitas penilai juga turut berperan dalam memberikan penilaian. Selain itu, penilai harus memiliki pengetahuan tentang teknik-teknik penilaian yang baik, bersedia menerima kritikan konstruktif dari pihak lain.[4]

BAB II
PENUTUP

        A.    Kesimpulan
1.      Adminitrasi Pendidikan adalah sebuah proses kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melihat hubungan antar komponen pendidikan sehingga dapat memperbaiki system pendidikan dengan menggunakan perangkat yang mendukung kegiatan pembelajaran.
2.      Sasaran administrasi pendidikan yakni :Administrasi personel sekolah, Administrasi sarana dan prasarana pendidikan, Administrasi sarana dan prasarana pendidikan, Administrasi siswa, Administrasi keuangan dan Pembiayaan
3.      Administrasi merupakan proses, organisasi merupakan wadah, manajemen merupakan pelaksanaannya yang satu sama lainnya saling berhubungan dan saling berkaitan sehingga tujuan dapat tercapai, sedangkan kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi. Dengan demikian, administrasi terdiri dari organisasi dan manajemen, sedangkan inti manajemen adalah kepemimpinan. Oleh karena itu, kepemimpinan, manajemen, administrasi dan organisasi memiliki hubungan yang saling mendukung dalam sebuah lembaga pendidikan demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4.     Proses Administrasi Pendidikan yakni :Perencanaan, Pengorganisasian, Pemberian Bimbingan, Pengoordinasian, Pengomunikasian, Pengontrolan, Penilaian.



[1] Engkoswara, Dasar-dasar Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK. 1987). Hlm.42
[2] Hadari Nawawi, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1981), hlm.5
[3] Mohammad Fakry Gaffar, Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK. 1987). Hlm13
[4] Ibid. hlm.19

MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN DAKWAH


MAKALAH SEJARAH PERKEMBANGAN DAKWAH 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penulis menganalisis tema pada mata kuliah ilmu dakwah.Salah satu temanya adalah ‘Sejarah Perkembangan Ilmu Dakwah “.Hal ini penting karena Aktivitas dakwah sebenarnya telah ada sejak adanya upaya menyampaikan dan mengajak manusia ke jalan Allah, namun kajian akademik keilmuannya masih tertinggal dibandingkan dengan panjangnya sejarah dakwah yang ada.
     Ilmu dakwah dimaksudkan sebagai seperangkat keilmuan yang mempelajari tentang bagaimana dakwah atau proses pembumian islam dilakukan. Dalam hal ini, maka ilmu dakwah sebenarnya lebih dekat ke arah sebagai bagian dari ilmu- ilmu social.Salah satu hal yang masih perlu penyempurnaan adalah menyangkut factor akar sejarah yang jelas. Meskipun ilmu dakwah memiliki akar sejarah yang jelas, akan tetapi belum direkontruksi secara siestematis dengan tujuan akar kesejarahan tersebut mampu menjadi perspektif historis bagi ilmu dakwah tersebut. Di sinilah letak arti penting tulisan ini,yang diharapkan dengan tertorehkannya sejarah ilmu dakwah, maka dari kilasan sejarah tersebut akan mendapatkan gambaran yang jelas dan utuh tentang empat syarat berikutnya,sehingga secara sepintas memang langsung terlihat akan posisi keilmuan dakwah[1].
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian sejarah ilmu dakwah ?
2.Bagaimana urgensi sejarah ilmu dakwah ?
3. Bagaimana sejarah pemikiran dakwah ?
4. Bagaimanaperkembangan ilmu dakwah di Indonesia ?

1.3.Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian sejarah ilmu dakwah
2. Untuk mengetahui  urgensisejarah ilmu dakwah
3. Untuk mengetahui sejarah pemikiran dakwah
4.Untuk mengetahuiperkembangan ilmu dakwah di Indonesia 

 BAB II
PEMBAHASAN 

2.1. Sejarah Ilmu Dakwah

     Sejarah dakwah berasal dari dua kata,yaitu “sejarah” dan “dakwah”. Sejarah berasal dari bahasa arab “syajarah” yang berarti pohon. Salah satu alasan terpilihnya kata yang bermakna pohon ini, barangkali karena sejarah mengandung konotasi genealogi, yaitu pohon keluarga, yang menunjuk kepada asal usul sesuatu marga. Sedangkan “dakwah” secara etimologis berasal dari kata da’a,yad’u,da’watan. Kata da’a mengandung arti : menyeru,memanggil, dan mengajak.”dakwah” artinya seruan,panggilan, dan ajakan. Dakwah islam dapat dipahami sebagai seruan,panggilan, dan ajakan kepada islam. Dengan demikian,”sejarah dakwah” dapat diartikan sebagai peristiwa masa lampau umat manusia dalam upaya mereka menyeru,memanggil dan mengajak umat manusia kepada islam serta bagaimana reaksi umat yang diseur dan perubahan-perubahan apa yang terjadi setelah dakwah digulirkan, baik langsung maupun tidak langsung[2].
      Dakwah sebagai aktivitas muncul semenjak islam dihadirkan Allah swt. Atas manusia.Sementara ilmu dakwah akhirnya muncul dan berkembang, sehubungan dengan semakin berkembangnya area dakwah sebagai aktivitas yang harus dihadapi.Jadi, memang kemunculan dakwah sebagai ilmu bukanlah berangkat dari konsep ilmu murni dalam perspektif pengetahuan modern.Jika kemudian, dakwah sebagai aktivitas (praktik), dan harus membutukan ilmu sebagai pijakan, tentu bukanlah hal yang salah. Sehingga dalam hal ini,menjadi penting untuk membicarakan tahap-tahap khusus perkembaangan pemikiran dakwah, dan kemudian pentahapan sejarah perkembangan ilmu dakwah.

2.2. Urgensi Sejarah Ilmu Dakwah

     Dengan banyaknya dakwah yang disampaikan dengan bil hal (perbuatan), bil lisan (perkataan), bil qalam (tulisan-tulisan), bil kitabah (buku), dan lain-lain. Maka sangatlah penting bagi kita untuk mengembangkan ilmu dakwah itu sendiri yang memiliki fungsi mengubah lingkungan yang menanamkan nilai-nilai keadilan, persamaan, persatuan,  perdamaian, kebaikan, dan keindahan. Dan juga dalam misi mengemban amar ma‟ruf dan nahi mungkar[3].
Mengingat fungsi dan peran dakwah yang demikian penting dan menentukan, maka dakwah dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya harus dipahami secara tepat dan benar, sejalan dengan ketentuan al-Qur’an, sunnah rasul, dan, siroh nabawiyah yang berisikan petunjuk bagaimana dakwah itu dilakukan, sehingga menghasilkan pribadi-pribadi yang istiqomah dan tangguh dalam menyeru manusia kepada Agama Allah. Serta mampu melahirkan tatanan hidup masyarakat yang Islami.Disinilah letak perlunya seorang da’i untuk mengetahui dan mempelajari Ilmu Dakwah. Yakni Ilmu yang berisikan kumpulan kaidah-kaidah dan pokok-pokok ajaran yang digunakan untuk menyampaikan Islam, mengajarkan ajaran Islam serta mengamalkannya dalam kehidupan nyata, juga tununan dan cara-cara bagaimana seharusnya seorangn da’i menarik perhatian orang lain untuk menganut, menyetujui, dan melaksanakan ajaran agama Islam. Maka dengan mempelajari ilmu Dakwah seorang da’i diharapkan mengetahui hakekat konsep dakwah Islam yang semestinya; mengetahui ayat-ayat atau hadits Nabi SAW yang bertemakan dakwah; mengetahui berbagai metode dakwah dan perkembangannya; menjalankan kegiatan dakwah dengan memperhatikan metode dan tehnik dakwah yang tepat untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Dan tentunya dengan mengetahui ilmu dakwah seseorang da’i akan lebih mudah dalam melakukan dakwah yang efektif dengan tujuan utama demi mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat melalui penyebaran dan pengamalan ajaran agama islam.

2.3. Sejarah Pemikiran Dakwah

     Perkembangan pemikiran  dakwah perlu dikemukakan terlebih dahulu,karena hal ini juga memiliki pengaruh besar terhadap proses terbentuknya ilmu dakwah. Disamping itu, agar nantinya juga tampak nyata adanya perbedaan antara pemikiran dakwah dengan ilmu dakwah[4].
     Sejarah perkembangan pemikiran dakwah islam, sebagaimana dikemukakan oleh Syukriadi Sambas dapat dikategorikan menjadi beberapa periode, yakni : periode nubuwat, periode Khulafa, Tabi’in, Tabi’ al-tabi’in, dan modern.
     Periode pertamaadalah periode Nubuwat, dimana semua nabi memang mengemban tugas memanggil, menyeru, dan mengajak manusia kepada agama Allah swt. Pada periode ini materi seruan menyangkut tauhidullahyang menyebabkan manusia memiliki dua fungsi ganda :khalifatullah dan ‘abidullah. Selain itu, pesan utama tentang perjalanan hidup manusia, al-mabda’ (asal kehadiran manusia), al-wasath( keadaan  manusia di alam kesadaran duniawi) dan al-ma’ad( tempat kembali mempertanggungjawabkan tugas kefitriannya.
            Periode kedua, Khulafa’ al-Rasyidin.Kesinambungan aktivitas dakwah mulai merambah ke persoalan teoretis keilmuan pada masa ini.Pemikirah dakwah yang berekembang pada periode ini adalah metode al-naqldan al-‘aqlsecara seimbang yang diorientasikan kepada gerakan futurat di semenanjung Arabia. Pada masa ini, sifat islam masih menekankan pada praktik amaliah dari ajaran keagamaan.
     Periode ketiga,masa taba’i dengan rijal al-dakwah utama Said bin Musyyahab,Hasan al-Bashri, Umar bin Abd al-Aziz dan Abu Hanafiah. Keempat tokoh ini menekankan proses ihtisab dengan memulai perbaikan pada diri sendiri, keluarga, kemudian perbaiki umat, pengembangan dakwah dengan surat,membina perasaan takut kepada Allah swt.
     Periode keempat, masa tabi’i al-tabi’in pada masa tokoh-tokoh Malik bin Annas, Syafi’i dan Imam Ahmad. Periode inilah yang disebut periode salaf, yang kemudian menjadi periode transisi.
     Periode kelima, masa tabi’I al-tabi’in.era dimulainya era khalaf, seekitar 300 tahun setelah periode nubuwat berakhir. Pada masa inilah sudah terjadi munculnya aneka corak pemikiran di berbagai bidang kajian keislaman sebagai hasil dari akumulasi interaksi antara budaya dalam perjalanan aktivitas dakwah sebagai aktualisasi dari pemikiran filosofis dakwah.
     Periode keenam, era modern.Periode ini ditandai dengan semangat pemikiran untuk mengembalikan balance of power terhadap hegemoni barat.Pada era ini pulalah dakwah sebagai ilmu mandiri mulai menggeliat, dan muncul ke permukaan[5].

2.4. Perkembangan Ilmu Dakwah di Indonesia

     Di indonesia, keberadaan Ilmu Dakwah tidak bisa lepas dari lembaga pendidikan yang mencetak pendakwah, seperti madrasah, pesantren, dan perguruan tinggi islam. Sejak islam  pertama kali masuk di wilayah Nusantara, pala ulama dan sultan telah memikirkan upaya menyebarkan islam secara efektif. Untuk itu, kemudian dilakukan kederisasi melalui  pendidikan islam. A. Hasjmi (1974 : 383) menyebut Dayah Cot Kala yang didirikan oleh Muhammad Amin sebagai prguruan tinggi islam pertama di bangun di rantau Asia tenggara , Muhammad Amin behasil mengembangkan Dayah Cot Kala dalam mencetak pendakwah yang menyebarkan islan di penjuru nusantara. Para kiai jawa juga mengemban misi yang sama dengan para ulama aceh, yakni mencetak  pendakwah. Penting dicatat bahwa saat itu pendakwah lebih populer dari pad\a guru Agama. Sebagai pendakwah, para ulama banyak menghabiskan waktunya untuk berkelana menyebarkan agama islam. Kita mendapatkan informasi dakwah Wali Songo dari artefak yang di tinggalkan dan cerita rakyat secara lisan. Sebelum dakwah menjadi jurusan tersendiri, ia kerap dijadikan tema dalam perdebatan di media massa ilam maupun forum forum ilmiah, di padang sumatera barat, kaum modernis membuat sebuah majalah berbahasa melayu dengan nama Al-munir, majalah yang didirikan oleh Haji Abdullah Ahmad ini mengedepankan dakwah purifikatif (pemurnian tauhid) dan menyuarakan ide-ide metode pembaruan islam. Dari majalah Al-Munir tersebut, muncul beberapa majalah islam lainnya di indonesia. Sebelum kemerdekaan ilmiah tentang dakwah islam masih dilakukan secara informal.para ulama masih berkunjung untuk membicarakan masa depan umat islam indonesia. Dalam hal ini, belum ada institusi pendidikan islam yang memberikan fasilitas untuk mengadakan forum ilmiah tentang dakwah, setelah perguruan tinggi agama islam (PTAIN) di bentuk oleh pemerintah pada tanggal 26 september 1951, dakwah menjadi slah satu jurusannya selain jurusan tarbiyah, setelah PTAIN berganti nama menjadi IAIN dakwah masih menjadi sebuah jurusan dibawah fakultas ushuluddin pada tahun 1960 hingga 1968. Tahun 1967, rektor Ar-raniri Aceh dengan di dukung oleh yayasan pembina darusallam dan mentri kesejahteraan untuk mengusulkan status jurusan dakwah menjadi fakultas dakwah, usulan ini di penuhi SK. Mentri agama Agama Nomir `13 Tahun 1968, setelah menjadi sebuah fakultas tersendiri, ilmu dakwah di kembangkan menjadi leluasa hingga saat ini.

BAB III
PENUTUP 

3.1. Kesimpulan

Perkembangan ilmu dakwah mengalami kemajuan pesat pada awal abad ke-20 M. Dimana pertumbuhan ilmu dakwah sudah mulai dikaji sesuai dengan perkembangan dinamika keilmuan. Pada periode ini ilmu dakwah sudah mulai dikaji secara spesialisasi dan pembidangan ilmu, seperti metode dakwah, psikologi dakwah, manajemen dakwah, filsafat dakwah, komunikasi dakwah, sejarah dakwah, komjunikasi dakwah, dan lain-lain. Adapun dalam pendekatan kajian dakwah diperlukan pendekatan keilmuan lainnya untuk menunjang keberhasilan dakwah, seperti pendekatan edukatif, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan historis, pendekatan komunikasi, dan lain-lain sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran atau objek dakwah.

3.2. Saran

Dengan selesainya makalah ini, penulis berharap agar pembaca dapat mengambil sedikit hikmah dari kandungan yang ada didalamnya. Setiaip karya pasti indah, namun setiap keindahan itu belum tentu yang terbaaik. Maka penulis mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penulisan ataupun kandung pokok bahasan. Kritik dan saran akan kami terima, guna karya yang lebih baik kedepannya. 

DAFTAR PUSTAKA 

Aziz Ali, Moh. Ilmu Dakwah. Jakarta : Kencana. 2004
Sambas, Syukriadi.Perkembangan Pemikiran Dakwah. dalam Aep Kusnawan
Nurwahid, Hidayat,Pengantar Sejarah Dakwah,Jakarta: Prenadamedia
           Group.2007
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT.RajaGrafindo
           Persada.2012
Rahman, Fazlur.Islam. terj. Ahsin Mohammad.Bandung: Pustaka.1997


[1]Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,(Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,2012),hlm 156
[2]Hidayat Nurwahid,Pengantar Sejarah Dakwah,(Jakarta: Prenadamedia Group,2007),hlm 1
[3]Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah,(Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,2012),hlm 164
[4] Fazlur Rahman,Islam,terj. Ahsin Mohammad,(Bandung: Pustaka,1997),bab 1,3-10
[5]Syukriadi Sambas,Perkembangan Pemikiran Dakwah,dalam Aep Kusnawan,op.cit,hlm 33-38