1

loading...

Jumat, 29 November 2019

MAKALAH STRATIFIKASI SOSIAL


MAKALAH STRATIFIKASI SOSIAL 

BAB I
PENDAHULUAN

     A.    Latar Belakang
Manusia dalam perannya sebagai masyarakat terdiri dari bermacam-macam kelompok dan memiliki beberapa ciri-ciri pembeda, yakni jenis kelamin, umur, tempat tinggal, kepercayaan agama atau politik, warna kulit, tinggi badan, pendapatan atau pendidikan. Hal tersebut mau tidak mau selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, kenyataan itu adalah ketidaksamaan. Beberapa pendapat sosiologis  mengatakan dalam semua masyarakat dijumpai ketidaksamaan di berbagai bidang misalnya saja dalam dimensi ekonomi: sebagian anggota masyarakat mempunyai kekayaan yang berlimpah dan kesejahteraan hidupnya terjamin, sedangkan sisanya miskin dan hidup dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Dalam dimensi yang lain misalnya kekuasaan: sebagian orang mempunyai kekuasaan, sedangkan yang lain dikuasai. Suka atau tidak suka inilah realitas masyarakat, setidaknya realitas yang hanya bisa ditangkap oleh panca indera dan kemampuan berpikir manusia. Pembedaan anggota masyarakat ini dalam sosiologi dinamakan stratifikasi sosial.
Seringkali dalam pengalaman sehari-hari kita melihat fenomena sosial seperti seseorang yang tadinya mempunyai status tertentu di kemudian hari memperoleh status yang lebih tinggi daripada status sebelumnya. Hal demikian disebut mobilitas sosial. Sistem Stratifikasi menuruf sifatnya dapat digolongkan menjadi straifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup, contoh yang disebutkan diatas tadi merupakan contoh dari stratifikasi terbuka dimana mobilitas sosial dimungkinkan.
Suatu sistem stratifikasi dinamakan tertutup manakala setiap anggota masyarakat tetap pada status yang sama dengan orang tuanya, sedangkan dinamakan terbuka karena setiap anggota masyarakat menduduki status berbeda dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau lebih rendah. Mobilitas Sosial yang disebut tadi berarti perpindahan status dalam stratifikasi sosial. Banyak sebab yang dapat memungkinkan individu atau kelompok berpindah status, pendidikan dan pekerjaan misalnya adalah salah satu faktor yang mungkin dapat meyebabkan perpindahan status ini.
Perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat sejak jaman perbudakan sampai revolusi industri hingga sekarang secara mendasar dan menyeluruh telah memperlihatkan pembagian kerja dalam masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka diferensiasi sosial yang tidak hanya berarti peningkatan perbedaan status secara horizontal maupun vertical. Hal ini telah menarik para perintis sosiologi awal untuk memperhatikan diferensiasi sosial, yang termasuk juga stratifikasi sosial. Perbedaan yang terlihat di dalam masyarakat ternyata juga memiliki berbagai macam implikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Status yang diperoleh kemudian menjadi kunci akses kesegala macam hak-hak istimewa dalam masyarakat yang pada dasarnya hak istimewa tersebut merupakan hasil dari rampasan dan penguasaan secara paksa oleh yang satu terhadap yang lainya, mendominasi dan didominasi, yang pada akhirnya merupakan sumber dari ketidaksamaan di dalam masyarakat. Berbagai macam argumentasi pun diajukan guna menjelaskan ketidaksamaan ini yang kemudian berubah menjadi ketidakadilan.
   B.     Rumusan Masalah
1.           Apa pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan masyarakat)?
2.           Apa saja bentuk stratifikasi sosial itu?
3.           Apa faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial?
4.           Bagaimana kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial?
5.           Bagaimana dampak dari adanya stratifikasi sosial?
      C.    Tujuan Penulisan
1.       Untuk mengetahui pengertian dari stratifikasi sosial (pelapisan masyarakat).
2.       Untuk mengetahui  apa saja bentuk stratifikasi sosial.
3.       Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk stratifikasi sosial.
4.       Untuk mengetahui kaitan antara stratifikasi sosial dengan interaksi sosial.
5.       Untuk mengetahui dampak dari adanya stratifikasi sosial.

BAB II
ISI PEMBAHASAN

      A.    Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat.
Beberapa definisi stratifikasi sosial adalah Sebagai berikut:
·         Pitirim A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sosial Sebago perbedaan penduduk atau masyarak kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).
·         Max Weber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai penggolongan orang-orang yang termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege, Dan prestise.
·         Cuber mendefinisikan stratifikasi sosial Sebagai suatu pola yang di tempatkan diatas kategori dari hak-hak yang berbeda.
Sejak lahir seseorang memperoleh sejumlah status tanpa memandang perbedaan antar individu atau kemampuan. Berdasarkan status yang diperoleh dengan sendirinya itu, anggota masyarakat dibeda-bedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, hubungan kekerabatan, dan keanggotaan dalam kelompok tertentu, seperti kasta, dan kelas.
Bentuk-bentuk stratifikasi sosial (lapisan) masyarakat berbeda-beda dan banyak sekali. Lapisan-lapisan tersebut tetap ada, sekalipun dalam masyarakat kapitalis, demokratis, komunis dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat tadi, mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbendaan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Golongan buangan/budak dengan golongan dan bukan buangan/budak, pembagian kerja dan bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat.
Pada masyarakat-masyarakat kecil dan bersahaja, biasanya pembedaan kedudukan dan peranan bersifat minim, karena warganya sedikit dan orang-orang yang dianggap tinggi kedudukanya juga tak banyak baik macam maupun jumlahnya. Di dalam masyarakat yang sudah kompleks, pembedaan kedudukan dan peranan juga bersifat kompleks karena banyaknya orang dan aneka warna ukuran yang dapat diterapkan padanya.
Bentuk –bentuk konkrit lapisan masyarakat tersebut banyak. Akan tetapi secara prinsipil bentuk-bentuk tersebut dapat diklasifikasikan kedalam tiga macam yaitu yang ekonomis, politis, dan yang didasarkan kepada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.

     B.     Proses Terbentuknya Stratifikasi Sosial
a.      Secara Tidak Disengaja
Pelapisan sosial dapat terjadi dengan sendirinya, yaitu sesuai dengan kondisi anggota masyarakat karena aktif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan bernasib baik. Orang-orang semacam ini akan menempati pelapisan sosial atas. Sebaliknya, bagi anggota masyarakat yang malas dan nasibnya kurang menguntungkan, mereka biasanya akan menempati pelapisan sosial bawah. pelapisan sosial di masyarakat dapat terjadi disebabkan adanya kelas, status sosial, dan kekuasaan.
Pelapisan sosial yang terbentuk dengan sendirinya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a)      Pelapisan sosial terbentuk sejalan dengan perkembangan masyarakat yang bersangkutan.Perkembangan itu meliputi kehidupan ekonomi, sosial, dan politik.
b)      Pelapisan sosial terbentuk di luar kontrol masyarakat yang bersangkutan misalnya, suatu daerah pertanian diubah menjadi kawasan industri.
c)      Pelapisan sosial terjadi sesuai dengan kondisi sosial budaya di wilayah yang bersangkutan. Kenyataan ini terbukti dari beragamnya diferensiasi sosial antara suatu daerah dengan daerah lainnya.
d)     Kedudukan seseorang dalam suatu lapisan beserta hak dan kewajiban berlangsung secara otomatis. Misalnya turunan pembuka desa (wong baku) dalam masyarakat jawa otomatis mendapat tempat terhormat daripada turunan pendatang (kuli gondok atau lindung).
b.      Secara Disengaja
Pelapisan sosial semacam ini menunjukan pada diferensiasi sosial yang dibentuk oleh suatu kelompok sosial atau masyarakat dalam rangka mengejar tujuan tertentu. Uniknya kepribadian manusia mengandung konsekuensi tidak teraturnya tindakan dan interaksi sosial. kalau kondisi ini dibiarkan, kehidupan bersama akan terganggu. Untuk itulah, maka diperlukan upaya mempolakan tindakan dan interaksi sosial yang dapat diwujudkan dengan membentuk pelapisan sosial. Melalui pelapisan sosial, masing-masing warga kelompok sosial menduduki lapisan sosialnya masing-masing. Tiap-tiap warga mengetahui apa yang menjadi hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya.
Dalam kehidupan sehari-hari pelapisan sosial yang terbentuk secara disengaja berlaku dalam badan-badan resmi (organisasi formal) seperti pemerintahan, militer, pendidikan, perusahaan, dan koperasi.

2. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Terbentuknya stratifikasi sosial dalam masyarakat dikarenakan adanya sesuatu yang dihargai dan dianggap bernilai. Pada dasarnya sesuatu yang dihargai selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman dan teknologi. Keadaan ini menjadikan bentuk-bentuk stratifikasi sosial semakin beragam. Selain itu, semakin kompleksnya kehidupan masyarakat semakin kompleks pula bentuk-bentuk stratifikasi yang ada. Secara garis besar bentuk-bentuk stratifikasi sosial sebagai berikut.

a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Dalam stratifikasi ini dikenal dengan sebutan kelas sosial. Kelas sosial dalam ekonomi didasarkan pada jumlah pemilikan kekayaan atau penghasilan. Secara umum klasifikasi kelas sosial terdiri atas tiga kelompok sebagai berikut.
1) Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan banyak, yang dapat memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan. Golongan kelas ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang dijalankan, dan lain-lain.
2) Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang sudah dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya sandang, pangan, dan papan. Keadaan golongan kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan kelas atas.
3) Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang masih belum dapat memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah biasanya terdiri atas pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.

b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial adalah pembedaan anggota masyarakat ke dalam kelompok tingkatan sosial berdasarkan status sosialnya. Oleh karena itu, anggota masyarakat yang memiliki kedudukan sosial yang terhormat menempati kelompok lapisan tertinggi. Sebaliknya, anggota masyarakat yang tidak memiliki kedudukan sosial akan menempati pada lapisan lebih rendah. Contoh: seorang tokoh agama atau tokoh masyarakat akan menempati posisi tinggi dalam pelapisan sosial.

c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Apabila kita berbicara mengenai politik, maka pembicaraan kita berhubungan erat dengan sistem pemerintahan. Dalam stratifikasi sosial, media politik dapat dijadikan salah satu kriteria penggolongan. Orang-orang yang menduduki jabatan di dunia politik atau pemerintahan akan menempati strata tinggi. Mereka dihormati, disegani, bahkan disanjung-sanjung oleh warga masyarakat. Orang-orang yang menduduki jabatan di pemerintahan dianggap memiliki kelas yang lebih tinggi dibandingkan warga biasa. Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik menjadikan masyarakat terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok lapisan atas yaitu elite kekuasaan disebut juga kelompok dominan (menguasai) sedangkan kelompok lapisan bawah, yaitu orang atau kelompok masyarakat yang dikuasai disebut massa atau kelompok terdominasi (terkuasai).

d. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh seseorang dapat dijadikan sebagai dasar pembedaan dalam masyarakat. Seseorang yang bekerja di kantor dianggap lebih tinggi statusnya daripada bekerja kasar, walaupun mereka mempunyai gaji yang sama. Adapun penggolongan masyarakat didasarkan pada mata pencaharian atau pekerjaan sebagai berikut.
1) Elite yaitu orang kaya dan orang yang menempati kedudukan atau pekerjaan yang dinilai tinggi oleh masyarakat.
2) Profesional yaitu orang yang berijazah dan bergelar kesarjanaan serta orang dari dunia perdagangan yang berhasil.
3) Semiprofesional mereka adalah para pegawai kantor, pedagang, teknisi berpendidikan menengah, mereka yang tidak berhasil mencapai gelar, para pedagang buku, dan sebagainya.
4) Tenaga terampil mereka adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan teknik mekanik seperti pemotong rambut, pekerja pabrik, sekretaris, dan stenografer.
5) Tenaga tidak terdidik, misalnya pembantu rumah tangga dan tukang kebun.

e. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Pendidikan
Antara kelas sosial dan pendidikan saling memengaruhi. Hal ini dikarenakan untuk mencapai pendidikan tinggi diperlukan uang yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan juga motivasi, kecerdasan, dan ketekunan. Oleh karena itu, tinggi dan rendahnya  pendidikan akan berpengaruh pada jenjang kelas sosial.

f. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Budaya Suku Bangsa
Pada dasarnya setiap suku bangsa memiliki stratifikasi sosial yang berbeda-beda. Misalnya pada suku Jawa. Di Jawa terdapat stratifikasi sosial berdasarkan kepemilikan tanah sebagai berikut.
1) Golongan wong baku (cikal bakal), yaitu orangorang keturunan para pendiri desa. Mereka mempunyai hak pakai atas tanah pertanian dan berkewajiban memikul beban anak keturunan para cikal bakal tersebut. Kewajiban seperti itu disebut dengan gogol atau sikep.
2) Golongan kuli gandok (lindung), yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri, tetapi tidak mempunyai hak pakai atas tanah desa.
3) Golongan mondok emplok, yaitu orang-orang yang mempunyai rumah sendiri pada tanah pekarangan orang lain.
4) Golongan rangkepan, yaitu orang-orang yang sudah berumah tangga, tetapi belum mempunyai rumah dan pekarangan sendiri.
5) Golongan sinoman, yaitu orang-orang muda yang belum menikah dan masih tinggal bersama-sama dengan orang tuanya.

Selain itu, stratifikasi sosial pada masyarakat Jawa didasarkan pula atas pekerjaan atau keturunan, yaitu golongan priayi dan golongan wong cilik. Golongan priayi adalah orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai pemerintah serta kaum cendekiawan yang menempati lapisan atas. Sedangkan golongan wong cilik antara lain para petani, tukang, pedagang kecil, dan buruh yang menempati lapisan kelas bawah. Pada tahun 1960-an, Clifford Geertz seorang pakar antropolog Amerika membagi masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu santri, abangan, dan priayi. Menurutnya, kaum santri adalah penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara nominal atau menganut Kejawen, sedangkan kaum priayi adalah kaum bangsawan.
    C.    Sistem Stratifikasi Sosial
Menurut pelapisan berdasarkan kriteria sosial, masyarakat terdiri atas beberapa pelapisan berupa kelas sosial atau kasta. Istilah kelas sosial antara lain digunakan untuk pelapisan berdasarkan kriteria ekonomi maupun sosial. Sedangkan istilah kasta dipakai untuk pelapisan dalam masyarakat berkasta, seperti pada pelapisan masyarakat Hindu di Bali dan India.
Masyarakat Hindu di Bali dan India secara umum terbagi menjadi empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Kasta Brahmana, Ksatria dan Waisya disebut triwangsa, sedangkan kasta Sudra disebut jaba. Gelar-gelar tersebut diwariskan menurut garis keturunan ayah.
Nah, menurut Mac Iver, ada tiga pola umum sistem stratifikasi sosial, yaitu tipe kasta, oligarki, dan demokratis.
a.      Tipe Kasta
Tipe kasta memiliki sistem stratifikasi dengan garis pemisah yang kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta dan hampir tidak memungkinkan tiap individu untuk bergerak secara vertikal untuk naik kasta. Di tatanan paling atas ditempati penguasa tertinggi seperti raja. Di lingkup sekitarnya terdapat kaum bangsawan, tentara, dan para pemuka agama. Pelapisan kedua ditempati oleh kalangan pekerja seperti petani, dan pelapisan terendah terdiri atas para budak.

Dalam sistem kasta, pemuka agama termasuk dalam kasta tertinggi atau Brahmana.
(Sumber: kompas.com)

b.      Tipe Oligarki
Tipe oligarki memiliki tipe stratifikasi yang menggambarkan garis pemisah yang sangat tegas di antara strata. Akan tetapi, perbedaan antar strata satu dengan strata lain tidak begitu mencolok. Walaupun kedudukan para warga masyarakat masih banyak didasarkan kepada aspek keturunan, akan tetapi individu masih diberikan kesempatan untuk naik ke strata yang lebih atas. Contohnya bisa dilihat dari kelas menengah yang mempunyai warga paling banyak, seperti masyarakat di industri, perdagangan dan keuangan yang memegang peranan lebih penting di masyarakat. Ada bermacam-macam cara warga dari strata bawah naik ke strata yang lebih atas dan juga ada kesempatan bagi warga kelas menengah  untuk menjadi penguasa.
c.       Tipe demokratis
Tipe demokratis adalah tipe ketiga dengan garis pemisah antar lapisan yang sifatnya fleksibel. Faktor keturunan tidak menentukan kedudukan atau tinggi-rendahnya status seseorang, namun yang diutamakan adalah kemampuannya dan kadang-kadang juga ditambah dengan faktor keberuntungan.

    D.    Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial
            Menurut Herdiyanto (2005), Soerjono Soekanto membedakan lapisan sosial berdasarkan sifatnya, yaitu:
a.      Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contoh:
  Ø  Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana.
  Ø  Rasialis. Kulit hitam (negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
   Ã˜  Feodal. Kaum buruh tidak bisa pindah ke posisi juragan/majikan.

b.      Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh:
   Ã˜  Seorang miskin karena usahanya bisa menjadi kaya, atau sebaliknya.
  Ø  Seorang yang tidak/kurang pendidikan akan dapat memperoleh pendidikan asal ada niat dan usaha.

c.       Stratifikasi Sosial Campuran
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka. Misalnya, seorang Bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buruh, ia memperoleh kedudukan rendah. Maka, ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

   E.     Unsur – Unsur Stratifikasi Sosial

Selo Soemardjan (1964), seorang tokoh sosiologi Indonesia, menyatakan bahwa hal yang mewujudkan unsur-unsur dalam teorisosiologi tentang sistem berlapis lapis dalam masyarakat, adalah kedudukan (status) dan peranan (role) ; kedudukan dan peranan ini kecuali merupakan unsur-unsur baku dalam sistem berlapis-lapis, juga mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial masyarakat; Ralph Linton (1967) mengartikan sistem sosial itu sebagai pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antar individu dalam masyarakat dan antar individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu tersebut. Dalam hubungan-hubungan timbal balik tersebut, kedudukan dan peranan individu mempunyai arti yang penting, karena keberlangsungan hidup masyarakat tergantung daripada keseimbangan kepentingan kepentingan individu-individu termaksud (Moeis, 2008).
a.       Kedudukan (Status)
Kadang-kadang dibedakan antara pengertian-pengertian ‘kedudukan’ (status), dengan ‘kedudukan sosial’ (social status); kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Kedudukan, sebagaimana lazim dipergunakan, mempunyai dua arti :
   Ã˜  Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu; dengan demikian seseorang dikatakan memiliki beberapa kedudukan, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola-pola kehidupan. 
   Ã˜  Apabila dipisahkan dari individu yang memilikinya, kedudukan hanya merupakan kumpulan hak-hak dan kewajiban-kewajiban termaksud hanya dapat terlaksana melalui perantaraan individu-individu, maka agak sukar untuk memisahkannya secara tegas dan kaku.
Menurut Anonimous (2010), dalam masyarakat, sekurangnya ada tiga macam kedudukan, yaitu :
     1.       Ascribed Status
Merupakan status yang diperoleh seseorang secara alamiah, misalnya:
·         Status perbedaan usia (age stratification)
·         Stratifikasi berdasarkan jenis kelamin (gender) (sex stratification)
·         Status yang didasarkan pada sistem kekerabatan
·         Stratifikasi berdasarkan kelahiran (born stratification)
·         Stratifikasi berdasarkan kelompok tertentu (grouping stratification)
2.         Achieved Status
Merupakan status seseorang yang disandangnya karena diperoleh melalui perjuangan. Contoh model ini adalah:
·         Stratifikasi berdasarkan jenjang pendidikan (education stratification)
·         Stratifikasi berdasarkan senioritas (seniority stratification)
·         Stratifikasi di bidang pekerjaan (job stratification)
·         Stratifikasi di bidang ekonomi (economic stratification)
3.      Assigned Status
Yaitu status sosial yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang karena pemberian, akan tetapi dimasukkan ke dalam achieved status.
1)      Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan, dimana apabila seseorang melaksanakan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang itu telah menjalankan suatu peran. Peranan dan kedudukan itu saling melengkapi, kedua-duanya tidak dapat dipisahkan, oleh karena yang satu tergantung pada yang lain dan demikian sebaliknya. Yang membedakan dari keduanya adalah menyangkut proses, harus ada kedudukan terlebih dahulu baru kemudian ada peranan, keadaan ini tidak bisa terbalik. Pentingnya peranan adalah bahwa hal itu mengatur perikelakuan seseorang, dan juga bahwa peranan menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain, sehingga dengan demikian, orang yang bersangkutan akan dapat menyesuaikan perikelakuan sendiri dengan perikelakuan orang-orang sekelompoknya (Moeis, 2008).


MAKALAH FIQIH KONTEMPORER“BPJS”


MAKALAH FIQIH KONTEMPORER“BPJS”



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.  Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah.
Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta  kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah.
Pada tahun 2014 ini, tepatnya tanggal 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan telah beroperasi. BPJS Kesehatan merupakan program pemerintah Indonesia dalam rangka memberikan pelayanan dan jaminan kesehatan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Mulai 1 Januari 2014, pemerintah memberikan pelayanan kepada 140 juta peserta, antara lain untuk 86,4 juta jiwa kepesertaan Jamkesmas, 11 juta jiwa untuk Jamkesda, 16 juta peserta Askes, 7 juta peserta Jamsostek, dan 1,2 juta peserta unsur TNI dan Polri.[3
Hingga sekarang, BPJS Kesehatan sendiri sudah beroperasi hampir tiga bulan lamanya. Implementasi BPJS Kesehatan ini masih memiliki banyak kendala yang ditemukan di lapangan.Tentunya masalah pelayanan kesehtan harus terus ditingkatkan, dan hal ini perlu komitmen BPJS kesehatan untuk memperbaiki diri. Bila regulasi dan komitmen pelayanan tidak ditingkatkan maka BPJS Kesehatan akan terus menuai kritik dan akhirnya semangat baik yang ada di UU SJSN (UU 40/2004) dan UU BPJS (UU 24/2011) akan menjadi lenyap dan meninggalkan sejarah kegagalan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu BPJS Kesehatan?
2. Siapa saja peserta BPJS Kesehatan?
3. Apa saja Pelayanan BPJS Kesehatan?
4. Apa saja hukum BPJS?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui BPJS Kesehatan
2. Untuk mengetahui peserta BPJS Kesehatan
3. Untuk mengetahui Pelayanan BPJS Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Program BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Manfaat jaminan kesehatan yang bisa diperoleh dari sistem ini adalah bersifat pelayanan perseorangan yang mencakup dari pada pelayanan preventif, kuratif dan rehabilitative. Termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan. Dimana bagi para peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan dengan mengikuti prosedur pelayanan.

B. Peserta Program BPJS Kesehatan
Peserta BPJS kesehatan adalah seluruh warga negara indonesia, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) :
Terdiri dari fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI),
terdiri dari:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya: Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah, non Pegawai Negeri, Pegawai Swasta, dan termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6(enam) bulan.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya Investor, Pemberi Kerja, Penerima Pensiun (Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun, Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun, Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun, Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun, penerima pensiun lain, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak pensiun) veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja yang tidak termasuk diatas yang mampu membayar iuran

3. Hak Dan Kewajiban Peserta
1) Hak Peserta
a) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;
b) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
d) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
2) Kewajiban Peserta
a) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan,
c) perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I.
d) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.
e) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

4. Pendaftaran Menjadi Peserta
Proses pendaftaran menjadi peserta BPJS Kesehatan dapat dilakukan secara kolektif maupun perorangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pekerja Penerima Upah
a) Pendaftaran secara kolektif :
(1) Pendaftaran secara berkelompok kolektif disampaikan dalam bentuk format data yang disepakati.
(2) Mengisi dan menyerahkan Formulir Daftar Isian Peserta serta melampirkan Pas foto berwarna terbaru ukuran 3 cm x 4 cm masing-masing 1 (satu) lembar.
b) Pendaftaran secara perorangan untuk: Pemberi kerja penyelenggara Negara, terdiri dari : Penjabat Negara, PNS, PNS BUMN/BUMD, Anggota TNI dan POLRI, Pejabat Negara non PNS (Presiden, mentri, gubernur/wakil gubenur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, DPR, DPD, DPRD) pegawai pemerintah non pegawai negeri, Pegawai Swasta/Badan Usaha/Badan Lainnya. Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta(FDIP) dilampiri dengan pas foto berwarna terbaru masing-masing 1 (satu) lembar ukuran 3 cm x 4 cm (kecuali bagi anak usia balita), serta menunjukkan/ memperlihatkan dokumen sebagai berikut:
(1) Asli/foto copy : petikan SK Penetapan sebagai Pejabat Negara yang dilegalisasi, SK PNS terakhir, SK PNS yang dipekerjakan pada BUMN/BUMD, pengangkatan sebagai pejabat Negara, SK Pengangkatan dari kementerian/ lembaga, Perjanjian Kerja/SK pengangkatan sebagai pegawai.
(2) Asli/foto copy Daftar Gaji yang dilegalisasi olehpimpinan unit kerja;
(3) Asli/foto copy KP4 yang dilegalisasi.
(4) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan KTP (diutamakan KTP elektronik); Foto copy surat nikah; Foto copy akte kelahiran anak/surat keterangan lahir/SK Pengadilan Negeri untuk anak angkat.
(5) Surat Keterangan dari sekolah/perguruan tinggi (bagi anak berusia lebih dari 21 tahun sampai dengan usia ke 25 tahun).
(6) Bagi WNA menunjukkan Kartu Ijin Tinggal Sementara/ Tetap (KITAS/KITAP).
2) Pekerja Bukan Penerima Upah
a) Pendaftaran secara kolektif :
(1) Mengisi dan menyerahkan Formulir Daftar Isian Peserta serta melampirkan Pas foto berwarna terbaru ukuran 3 cm x 4 cm masing-masing 1 (satu) lembar.
(2) Pendaftaran secara berkelompok kolektif disampaikan dalam bentuk format data yang disepakati.
b) Pendaftaran secara perorangan meliputin :Pekerja diluar Hubungan Kerja atau Pekerja Mandiri, Kelompok Paguyuban/ Koperasi/Asosiasi, Mengisi Formulir Daftar Isian Peserta (FDIP) serta melampirkan pas foto terbaru masing-masing 1 (satu) lembar ukuran 3 cm x 4 cm (kecuali bagi anak usia balita), serta menunjukkan/memperlihatkan dokumen sebagai berikut :
(1) Asli/foto copy Kartu Keluarga dan KTP (diutamakan KTP elektronik) Foto copy surat nikah, Foto copy akte kelahiran anak/surat keterangan lahir yang menjadi tanggungan.
(2) Bagi WNA menunjukan Kartu Ijin Tinggal Sementara/ Tetap (KITAS/KITAP).
3) Bukan Pekerja
a) Pendaftaran secara kolektif, Jumlah anggota kelompok minimal 2 (dua) anggota :
(1) Mengisi dan menyerahkan Formulir Daftar Isian Peserta serta melampirkan Pas foto berwarna terbaru ukuran 3 cm x 4 cm masing-masing 1 (satu) lembar.
(2) Pendaftaran secara berkelompok kolektif disampaikan dalam bentuk format data yang disepakati.
b) Pendaftaran secara perorangan meliputi: Investor; Pemberi Kerja Mengisi, Penerima Pensiun, pekerja informal melampirkan Pas foto terbaru ukuran 3 cm x 4 cm sejumlah1 (satu) lembar, dengan menunjukan/memperlihatkan:
(1) Asli/foto copy Kartu Keluarga/KTP, surat tanda bukti penerima pensiun atau KARIP, piagam petikan SK pengesahan gelar kehormatan, surat tanda bukti penerima pensiun atau Kartu tanda peserta ASABRI, SKEP Perintis Kemerdekaan, surat keputusan janda/duda/anak yatim/anak piatu dan anak yatim piatu dari penerima pensiun, SKEP  perintis kemerdekaan.
(2) Fotocopy surat nikah, akte kelahiran, anak/keterangan lahir, surat keputusan pengadilan negeri untuk anak angkat.
(3) Surat keterangan sekolah/perguruan tinggi (bagi anak berusia lebih dari 21 tahun sampai 25 tahun).
(4) Bagi WNA menunjukkan Kartu Ijin Tinggal Sementara/ Tetap (KITAS/KITAP).(1)
C. Sistem Iuran
1. Peserta Iuran
1) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
2) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah perbulan dengan ketentuan: 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
4) Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5) Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:
Tabel 3.0
Iuran BPJS perbulan sesuai Ruang
Ruang kelas Perawatan Besar  iuran peserta
Kelas I Rp.25.500,- per orang
Kelas II Rp.42.500, -per orang
Kelas III Rp.59.500, -per orang
6) Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun perbulan, dibayar oleh Pemerintah.
7) Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.
2. Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran
1) Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2) Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
3. Penghentian Pelayanan Kesehatan
1) Bagi Pekerja Penerima Upah, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 3 (tiga) bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan sementara.
2) Bagi Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja, jika terjadi keterlambatan pembayaran Iuran lebih dari 6 (enam) bulan, maka pelayanan kesehatan dihentikan sementara
D. Pelayanan Kesehatan Peserta BPJS Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik yang mencakup:
1) Administrasi pelayanan;
2) Pelayanan promotif dan preventif;
3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
8) Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis.

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
Meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap, yang mencakup:
1) Administrasi pelayanan;
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan subspesialis;
3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis;
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
6) Rehabilitasi medis;
7) Pelayanan darah;
8) Pelayanan kedokteran forensik klinik;
9) Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah;
10) Perawatan inap non intensif; dan
11) Perawatan inap di ruang intensif.

3. Ambulan.
Ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan satu ke fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.

4. Pelayanan Persalinan Dan Penjaminan Bayi Baru Lahir
1) Pelayanan Persalinan
a) Persalinan merupakan benefit bagi peserta BPJS Kesehatan tanpa pembatasan jumlah kehamilan/persalinan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan tidak dibatasi oleh status kepesertaan (peserta/ anak/tertanggung lain).
b) Penjaminan persalinan mengikuti sistem rujukan berjenjang yang berlaku
c) Pelayanan persalinan ditagihkan oleh fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan. Klaim perorangan untuk kasus persalinan baik yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama maupun yang tidak bekerja sama tidak diperbolehkan.
2) Kepesertaan Bayi Baru Lahir
a) Bayi peserta PBI Bayi baru lahir dari Peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Bayi tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan oleh fasilitas kesehatan untuk kepentingan rekonsiliasi data PBI.
b) Bayi peserta jamkesmas non Kuota
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor: JP/Menkes/590/XI/2013 tentang Jaminan Kesehatan Masyarakat tanggal 28 November 2013 point E nomor 2 bahwa: “Bila masih terdapat masyarakat miskin dan tidak mampu di luar peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang berjumlah 86,4 juta jiwa maka menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang Penyusunan APBD Tahun 2014)”,maka: Bayi yang lahir dari peserta Jamkesmas non kuota menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, Peserta non kuota Jamkesmas, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 tidak dilayani dalam penyelenggaraan program BPJS Kesehatan, kecuali didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan.
c) Peserta BPJS Kesehatan PekerjaUpah anak ke-1 sd ke-3 Bayi, anak ke-1 (satu) sampai dengan anak ke-3 (tiga) dari peserta Pekerja Penerima Upah secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan.
d) Bayi baru lahir dari: Peserta pekerja bukan penerima upah; peserta bukan pekerja; dan anak ke-4 (empat) atau lebih dari peserta penerima upah. Dijamin oleh BPJS Kesehatan jika pengurusan kepesertaan dan penerbitan SEP dilakukan dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak kelahirannya atau sebelum pulang apabila bayi dirawat kurang dari 7 (tujuh) hari. Dalam pengurusan kepesertaan bayi dilakukan pada hari ke-8 atau seterusnya, maka biaya pelayanan kesehatan tersebut tidak dijamin BPJS Kesehatan.
5. Pelayanan Gawat Darurat
1) Fasilitas Kesehatan: Fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan baik yang bekerjasama maupun tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
2) Cakupan Pelayanan
a) Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlaku.
b) Kriteria gawat darurat terlampir.
c) Cakupan pelayanan gawat darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan rawat inap di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan.
3) Prosedur Pelayanan
a) Dalam keadaan gawat darurat, maka:
(1) Peserta dapat dilayani di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
(2) Pelayanan harus segera diberikan tanpa diperlukan surat rujukan.
(3) Peserta yang mendapat pelayanan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan.
(4) Pengecekan validitas peserta maupun diagnosa penyakit yang termasuk dalam kriteria gawat darurat menjadi tanggung jawab fasilitas kesehatan.
(5) Fasilitas kesehatan tidak diperkenankan menarik biaya pelayanan kesehatan kepada peserta Pada kasus kegawat daruratan medis tidak diperlukan surat rujukan.
b) Prosedur Pelayanan Gawat Darurat di Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
(1) Pada keadaan gawat darurat (emergency), seluruh fasilitas kesehatan baik yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, wajib memberikan pelayanan kegawatdaruratan sesuai indikasi medis.
(2) Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama dapat diberikan pada fasilitas kesehatan tempat peserta terdaftar maupun bukan tempat peserta terdaftar.
(3) Pelayanan kegawatdaruratan di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun lanjutan mengikuti prosedur pelayanan yang berlaku.
c) Prosedur pelayanan gawat darurat di fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan yang tidak bekerjasama dengan BPJS kesehatan.
(1) Fasilitas kesehatan memastikan eligibilitas peserta dengan mencocokkan data peserta dengan master file kepesertaan BPJS Kesehatan pada kondisi real time. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: Fasilitas kesehatan mengakses master file kepesertaan melalui website BPJS Kesehatan www.bpjs-kesehatan.go.id, sms gateway dan media elektronik lainnya.
(2) Penanganan kondisi kegawatdaruratan difasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama ditanggung sebagai pelayanan rawat jalan kecuali kondisi tertentu yang mengharuskan pasien dirawat inap.

E. Koordinasi Manfaat
1. Koordinasi Manfaat atau Coordination of Benefit (COB) adalah suatu proses dimana dua atau lebih penanggung (payer) yang menanggung orang yang sama untuk benefit asuransi kesehatan yang sama, membatasi total benefit dalam jumlah tertentu yang tidak melebihi jumlah pelayanan kesehatan yang dibiayakan.
2. Peserta Koordinasi Manfaat/COB adalah Peserta BPJS Kesehatan yang mempunyai program jaminan kesehatan lain yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
3. Prinsip Koordinasi Manfaat :
BPJS Kesehatan sebagai penjamin pertama BPJS Kesehatan menjamin Peserta sesuai haknya sebagai Peserta BPJS Kesehatan, selebihnya ditanggung oleh asuransi tambahan atau badan penjamin lain.
1) Koordinasi manfaat diberlakukan bila Peserta mengambil kelas perawatan lebih tinggi dari haknya sebagai Peserta BPJS Kesehatan, kecuali pelayanan di Rumah sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, diatur tersendiri antara BPJS Kesehatan dengan asuransi tambahan atau badan penjamin lainnya.
2) BPJS Kesehatan menanggung biaya sesuai hak kelas peserta, penjamin lain menanggung selisih biaya akibat kenaikan kelas peserta
3) Koordinasi manfaat dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan yang belum kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
4) Pelayanan kesehatan dapat diberikan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan dan asuransi tambahan atau badan penjamin lain.
5) Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan asuransi tambahan atau badan penjamin lain tetapi tidak bekerja sama dengan BPJS kesehatan koordinasi manfaat yang ditanggung oleh BPJS kesehatan hanya pelayanan yang sesuai dengan ketentuan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan sebagai penjamin kedua BPJS kesehatan hanya menjamin selisih biaya dari tarif sesuai hak sebagai peserta BPJS Kesehatan dan nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.

Dasar Hukum yang melandasi adanya BPJS
      1.      Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Kesehatan;
      2.      Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
      3.      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
         4.      Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
         5.      Undang – Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
        6.      Undang – Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit[3]
Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
Hak Peserta
     1.      Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;
   2.      Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
   3.      Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan
     4.      Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor  BPJS Kesehatan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pelayanan BPJS Kesehatan meliputi:
a. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
c. Ambulan.
d. Pelayanan Persalinan Dan Penjaminan Bayi Baru Lahir
e. Pelayanan Gawat Darurat

B. Saran
Program BPJS Kesehatan dinilai sangat penting dan banyak manfaatnya karena kelebihannya yaitu sistem gotong royong. Untuk itu sangat dianjurkan untuk mengikutinya. 
DAFTAR PUSTAKA

Tim Visi Yustisia. 2014. Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan. Jakarta
Tim Visi Yustisia. 2014. Panduan Memperoleh Jaminan Kesehatan Dari BPJS. Jakarta