1

loading...

Friday, October 26, 2018

LAPORAN PPL FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)

LAPORAN PPL FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (FEBI)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Praktek kerja lapangan industri merupakan salah satu yang harus dipenuhi oleh mahasiswa program studi Ekonomi Islam dan Perbankan Syariah  sebelum membuat tugas akhir (skripsi). Praktikum ini telah dilakukan oleh mahasiswa semua angkatan  dibawah naungan fakultas Ekonomi dan  Bisnis Islam (FEBI) IAIN Bengkulu. Mata kuliah ini memiliki bobot sebanyak 2 SKS.
Program Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) merupakan salah satu mata kuliah yang menjadi bagian integral dari kurikulum yang bertujuan untuk menjembatani antara dunia pendidikan dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Melalui program Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) ini diharapkan mahasiswa mampu mengakomodasikan anatara konsep atau teori  yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan kenyataan operasional dilapangan kerja yang sesungguhnya sehingga pengetahuan belajar akan lebih tinggi.

B.  TUJUAN
            Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) ini bertujuan memberi pengalaman dan pengetahuan selama berada dalam lingkungan kerja, kemudian mahasiswa dapat  menerapkan atau membandingkan teori dan pengetahuan yang telah diterima didalam perkuliahan dalam situasi nyata  ditempat praktikum serta melatih mahasiswa agar dapat bersosialisasi dengan baik dengan semua rekan kerja.

C. MANFAAT
1. Mengetahui atau mengenali pekerja ditempat praktik
2. Menyesuaikan (menyiapkan) diri dalam menghadapi lingkungan kerja           
     setelah menyelesaikan perkuliahan
3. Dapat mengimplementasikan  kedisiplinan kerja
4. Memberikan  pengelaman kerja kepada mahasiswa
5. Menambah ilmu dan wawasan tentang pembagian pekerjaan dalam suatu  perusahaan
6. Melatih ketelitian dan kesabaran dalam mengerjakan segala sesuatu

D. NAMA KEGIATAN
       Praktikum ini bernama Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). PPL ini merupakan salah satu Praktik Pengalaman Lapangan yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, yang mana PPL ini memberi wawasan kepada mahasiswa.

E. TEMPAT DAN WAKTU KEGIATAN
Waktu pelaksanaan praktikum ini selama 3 hari dari tanggal 3  april 2018- 5 april  2018, Tempat praktik ini dilakukan ditiga tempat yaitu :
1.    BURSA EFEK INDONESIA
2.    PT.CHITOSE INTERNASIONAL Tbk
3.    PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQ

F.   PESERTA
Peserta dalam pelaksanaan Praktik Pengenalan Lapangan (PPL) ini adalah Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah dan Program Perbankan Syariah, Fakultas Ekonimi dan Bisnis Islam (FEBI) semester enam (6) yang keseluruhan pesertanya berjumlah 49 Mahasiswa.









BAB II
TEORI DAN PRAKTIK

A.  SEJARAH PROFIL PERUSAHAAN
1.    Sejarah Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya.
Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Secara singkat, tonggak  perkembangan pasar modal di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut:
a.    Desember 1912, Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
b.    1914 – 1918, Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia.
c.    1925 – 1942, Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.
d.    Awal tahun 1939, karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
e.    1942 – 1952, Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II.
f.     1956, program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
g.    1956 – 1977, perdagangan di Bursa Efek vakum.
h.    10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.
i.      1977 – 1987, perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
j.      1987, ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
k.    1988 – 1990, paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
l.      2 Juni 1988, Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
m.  Desember 1988, pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
n.    16 Juni 1989, Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
o.    13 Juli 1992, swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.
p.    22 Mei 1995, sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
q.    10 November 1995, pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
r.     1995, Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya.
s.     2000, sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
t.      2002, BEJ mulai mengaplikasikan sistem Perdagangan Jarak Jauh (remote trading).
u.    2007, penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
v.    02 Maret 2009, peluncuran perdana sistem perdagangan baru PT Bursa Efek Indonesia.

2.    Produk yang ada di lembaga Bursa Efek Indonesia
a.    Saham
Saham adalah tanda bukti penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Keuntungan memiliki saham perusahaan adalah sebagai berikut :
1.    Turut menikmati keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan yang disebut deviden.
2.    Menikmati keuntungan dari kenaikan harga saham di bursa.
3.    Ikut serta dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan hak suara.
4.    Investor dapat menikmati capital gain, jika harga jual saham melebihi harga saham itu. Capital gain ini dapat terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Risiko investasi saham adalah sebagai berikut :
1.    Tidak ada pembagian dividen jika emiten tidak dapat membukukan laba pada tahun berjalan atau RUPS memutuskan untuk tidak membagikan dividen kepada pemegang saham karena laba yang diperoleh akan dipergunakan untuk ekspansi usaha.
2.    Investor akan mengalami capital loss jika harga beli saham lebih besar dari harga jual.
3.    Risiko likuidasi, risiko ini terjadi jika perusahaan bangkrut atau dilikuidasi, para pemegang saham memiliki hak klaim terakhir terhadap aktiva perusahaan setelah seluruh kewajiban emiten dibayar.
4.    Saham delisting dari bursa, dalam suatu kondisi dan alasan tertentu saham dapat dihapus pencatatannya dari bursa. Jika ini terjadi, maka saham tersebut tidak dapat diperdagangkan.
Dalam Hal ini, saham dapat dibedakan menjadi dua, yaitu saham biasa dan saham khusus. Saham biasa (common stock), merupakan jenis efek yang paling sering dipergunakan oleh emiten untuk memperoleh dana dari masyarakat dan juga merupakan jenis yang paling populer di pasar modal. Sedangkan saham khusus (preferred stock), adalah jenis saham yang memberikan hak-hak khusus atau hak prefensi kepada pemiliknya. Saham khusus dapat dibedakan atas saham preferen, saham bonus, dan saham pendiri.
b.    Obligasi
Obligasi adalah instrumen utang yang berisi janji dari pihak yang mengeluarkan obligasi untuk membayar pemilik obligasi sejumlah nilai pinjaman beserta bunga. Obligasi termasuk salah satu jenis efek. Obligasi berbeda dengan saham. Kepemilikan saham menandakan kepemilikan dari suatu perusahaan yang menerbitkan saham. Kepemilikan obligasi menunjukkan utang dari suatu perusahaan negara.
Sedangkan obligasi konversi merupakan obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham biasa pada harga tertentu. Bagi emiten, obligasi konversi merupakan daya tarik yang ditujukan kepada para investor untuk meningkatkan penjualan obligasi. Dalam hal ini ada tiga jenis obligasi, yaitu corporate bond adalah obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, government bond adalah obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, dan municipal bond adalah obligasi yang diterbitkan pemerintah daerah untuk membiayai proyek tertentu di daerah.
Manfaat investasi pada obligasi adalah sebagai berikut :
1.    Bunga, yang dibayar secara regular sampai jatuh tempo dan ditetapkan dalam persentase, dari nilai nominal.
2.    Capital gain.
3.    Memiliki hak klaim pertama atas aktiva perusahaan jika emiten bangkrut.
4.    Hak konversi atas obligasi konversi, investor dapat mengonversikan obligasi menjadi saham pada harga yang telah ditetapkan dan kemudian berhak untuk memperoleh manfaat atas saham tersebut.
Risiko investasi pada obligasi adalah sebagai berikut :
1.    Gagal bayar (default), kegagalan dari emiten untuk melakukan pembayaran bunga serta utang pokok pada waktu yang telah ditetapkan atau kegagalan emiten untuk memenuhi ketentuan lain yang ditetapkan dalam kontrak obligasi.
2.    Capital Loss.
3.    Callability, sebelum jatuh tempo, emiten mempunyai hak untuk membeli kembali obligasi yang telah diterbitkan. Obligasi demikian biasanya akan ditarik kembali pada saat suku bunga secara umum menunjukkan kecenderungan menurun. Jadi, pemegang obligasi yang memiliki persyaratan callability berpotensi merugi apabila suku bunga menunjukkan kecenderungan menurun. Biasanya untuk mengompensasi kerugian ini, emiten akan memberikan premium.
c.    Reksadana
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995, reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer Investasi. Dalam definisi tersebut, mengandung arti bahwa adanya dana dari masyarakat pemodal, dana tersebut di investasikan dalam portofolio efek, dan dana tersebut dikelola oleh manajer investasi. Reksadana dapat dibedakan sebagai berikut:
1.    Reksadana pasar uang, yaitu reksadana yang hanya melakukan investasi pada efek yang bersifat utang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannnya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
2.    Reksadana pendapatan tetap, yaitu reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat utang. Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil. Dalam reksadana ini, resikonya lebih besar dari pada reksadana pasar uang.
3.    Reksadana saham, yaitu reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat ekuitas. Karena investasi pada reksadana ini dilakukan di saham, maka resikonya lebih besar bila dibandingkan dua jenis reksadana di atas, tetapi akan memiliki tingkat pengembalian yang lebih besar pula.
4.    Reksadana campuran, yaitu reksadana yang melakukan investasi dalam efek bersifat ekuitas dan efek bersifat utang.
Manfaat investasi pada reksadana adalah sebagai berikut:
1.    Pengelolaan secara profesional, investor tidak perlu melakukan analisis efek karena tugas tersebut sudah dilakukan oleh manajer investasi yang profesional.
2.    Minimum investasi relatif murah, untuk dapat berinvestasi di reksadana tidak membutuhkan modal yang besar. Dewasa ini hanya dengan Rp.250.000,00 pemodal dapat berinvestasi di reksadana.
3.    Likuiditas, reksadana terbuka sangat likuid karena investor dapat menjual unit miliknya kapan saja kepada manajer investasi.
4.    Diversifikasi, pemodal tidak hanya berinvestasi dideposito atau tabungan saja tapi bisa mendiversifikasikan dananya ke reksadana untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang relatif lebih tinggi dengan risiko yang masih dapat diterima (ringan).
5.    Bunga obligasi yang tidak kena pajak 15%.
6.    Tingkat pengembalian yang potensial, dengan berinvestasi pada reksadana, para investor mengharapkan tingkat pengembalian dari investasi pada reksadana seperti berikut ini:
a.    Dividen dan bunga, yang dapat diterima dari manajer investasi.
b.    Keuntungan atau capital gain dari peningkatan Nilai Aktiva Bersih (NAB).
Risiko Investasi pada reksadana sebagai berikut:
1.    Risiko likuidasi, untuk reksadana tertutup, investor tidak dapat menjual investasinya kapan saja yang mereka inginkan karena penjualannya harus dilakukan di bursa sesuai dengan permintaan dan penawaran yang ada.
2.    Kerugian yang potensial, selain reksadana merupakan pasar uang yang memberikan tingkat pengembalian dan risiko yang kecil, tipe reksadana yang lain lebih rentan terhadap risiko.
d.   Right
Right merupakan efek yang memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan oleh emiten pada proporsi dan harga tertentu. Right dinamakan juga sertifikat bukti right. Hak dalam right sering disebut dengan preemptive right. Preemptive right adalah suatu hak untuk menjaga proporsi kepemilikan saham bagi pemegang saham lama di suatu perusahaan sehubungan dengan akan dikeluarkannya saham baru. Sesuai dengan UU Pasar, Modal, right didefinisikan sebagai hak memesan efek terlebih dahulu pada harga yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Right juga termasuk efek derivatif yang dikeluarkan di bursa efek. Right diterbitkan pada penawaran umum terbatas (Right Issue), yaitu saham baru ditawarkan pertama kali kepada pemegang saham lama. Right juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder selama periode tertentu.
1.    Manfaat Investasi pada Right
a.    Memiliki hak untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan oleh emiten pada harga yang telah ditetapkan dengan menukarkan right yang dimilikinya. Dalam hal ini, ada kemungkinan para pemegang right dapat membeli saham baru dengan harga lebih murah.
b.    Dapat menikmati capital gain.
2.    Risiko Investasi pada right
a.    Jika harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi lebih rendah daripada harga pelaksanaan, maka investor tidak akan mengonversikan right tersebut. Sementara itu, investor akan mengalami kerugian atas harga beli right.
b.    Dapat menderita capital loss.
e.    Waran
Waran adalah efek derivatif/turunan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli saham atas nama dengan harga tertentu dalam jangka panjang (enam bulan atau lebih).
            Manfaat Investasi pada Waran, antara lain :
1.    Para pemegang waran memiliki hak untuk membeli saham baru perusahaan dengan harga yang lebih rendah daripada harga saham tersebut di pasar sekunder.
2.    Dapat menikmati capital gain.
Risiko Investasi pada Waran, antara lain :
1.    Jika harga saham pada periode pelaksanaan (exercise periode) jatuh dan menjadi lebih rendah daripada harga pelaksanaannya, investor tidak akan menukarkan waran yang dimilikinya dengan saham perusahaan, sehingga ia akan mengalami kerugian atas harga beli waran tersebut.
2.    Dapat menderita capital loss.

3.    Waktu Operasional Lembaga Bursa Efek Indonesia
Perdagangan Efek di Pasar Reguler, Pasar Tunai dan Pasar Negosiasi dilakukan selama jam perdagangan setiap hari Bursa dengan berpedoman pada waktu JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
Tabel I. Jam Perdagangan Pasar Reguler:
Hari
Sesi I
Sesi II
Senin
Pukul 09:00:00 s/d
12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 15:49:59
Selasa
Pukul 09:00:00 s/d
12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 15:49:59
Rabu
Pukul 09:00:00 s/d
12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 15:49:59
Kamis
Pukul 09:00:00 s/d
12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 15:49:59
Jumat
Pukul 09:00:00 s/d 11:30:00
Pukul 14:00:00 s/d 15:49:59

Tabel II. Jam Perdagangan Pasar Tunai:
Hari
Waktu
Senin
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Selasa
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Rabu
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Kamis
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Jumat
Pukul 09:00:00 s/d 13:30:00

Tabel III. Jam Perdagangan Pasar Negoisasi:
Hari
Sesi I
Sesi II
Senin
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 16:15:00
Selasa
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 16:15:00
Rabu
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 16:15:00
Kamis
Pukul 09:00:00 s/d 12:00:00
Pukul 13:30:00 s/d 16:15:00
Jumat
Pukul 09:00:00 s/d 11:30:00
Pukul 14:00:00 s/d 16:15:00

Untuk Pasar Reguler menggunakan sesi Pra-pembukaan, Pra-penutupan dan Pasca Penutupan yang dilakukan setiap hari Bursa dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel IV. Pra-Pembukuaan:
Waktu
Agenda
  08:45:00- 08:55:00
Anggota Bursa Efek memasukan penawaran Jual dan atau permintaan beli
   08:55:00- 08:59:59
JATS melakukan proses pembentukan harga pembukaan dan memperjumpakan penawaran jual dengan permintaan beli pada harga pembukaan berdasarkan price dan time priority

Tabel V. Pra-penutupan dan Pasca Penutupan:
SesiDDDSFF              Sesi
Waktu
Aktivitas
Pra-penutupansa        Pra Penutupan
15:50:00 s.d 16:00:00
Anggota Bursa Efek memasukan penawaran jual dan atau permintaan beli

16:00:01 s.d. 16:04:59
JATS (Jakarta Automated Trading Systems) melakukan proses  pembentukan harga Penutupan dan memperjumpakan penawaran jual dengan permintaan beli pada harga Penutupan berdasarkan price dan time priority
Pasca Penutupa      Pasca Penutupan
16:05:00 s.d. 16:15:00
Anggota Bursa Efek untuk memasukkan penawaran jual dan permintaan beli pada harga penutupan, dan memperjumpakan secara berkelanjutan (continuous auction) atas penawaran jual

Jam Perdagangan Derivatif- Kontrak Opsi Saham (KOS) :
Senin s.d Kamis :
a. Sesi I 09:30 - 12:00 Waktu JOTS
b. Sesi II 13:30 - 16:00 Waktu JOTS
Jumat :
a. Sesi I 09:30 - 11:30 Waktu JOTS
b. Sesi II 14:00 - 16:00 Waktu JOTS
Jam Perdagangan Derivatif- Kontrak Berjangka Indeks Efek (KBIE):
Senin s.d Kamis:
a. Sesi I 09:15 - 12:00 Waktu FATS
b. Sesi II 13:30 - 16:15 Waktu FATS



Jumat :
a. Sesi I 09:15 - 11:30 Waktu FATS
b. Sesi II 14:00 - 16:15 Waktu FATS

4.    Tujuan Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Jakarta adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek Jakarta berperan juga dalam upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan pasar modal Indonesia yang stabil.

B.  PT. CHITOSE INTERNASIONAL TBK
1.    Sejarah PT. Chitose Internasional Tbk
PT. Chitose Indonesia Manufacturing didirikan pada tahun 1979 untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan sosial dengan mulai memproduksi kursi-kursi berteknologi tinggi. Kemudian mulai beroperasi komersial sejak tahun 1980 bekerjasama dengan Chitose Japan. Pada tahun 1981 merupakan pendirian PT. Chitose Indonesia Manufacturing Limited. Kemudian pada tahun 1986 sebagai awal ekspor ke Jepang. Pencapaian ISO 9001:2000 terjadi pada tahun 2004 dan ISO 9001: 2008 pada tahun 2010. Di tahun 2013 nama perusahaan berubah menjadi PT. Chitose Internasional Tbk.
Perusahaan telah bekerjasama dengan Chitose Jepang untuk menghasilkan kursi berkualitas tinggi. Chitose Indonesia membuatnya dengan materi yang lebih kuat di dalam. Perusahaan berkembang melalui riset yang tiada henti untuk memenuhi kebutuhan mebel yang terus meningkat, baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan memiliki peralatan yang canggih, jejaring yang lebih luas dan pilihan produk yang lebih banyak. Chitose Indonesia selalu mencoba untuk memperhatikan kebutuhan konsumennya. Perusahaan ini juga selalu berusaha untuk menerima masukan dari para distributor dan agennya, untuk menciptakan dan membuat inovasi dalam produk Chitose.
Kepuasan konsumen Chitose adalah tujuan utamanya. Seiring dengan permintaan produk mebel berkualitas yang terus meningkat, perusahaan terus mengembangkan rangkaian produk Chitose, sehingga mencakup: perangkat mebel hotel & restoran, kantor, sekolah dan rumah tinggal, di samping kursi lipat Chitose yang telah melegenda. Tahun 2011 mulai memproduksi tempat tidur rumah sakit dengan kualitas terbaik. Selain itu, perusahaan juga menghasilkan berbagai varian tipe baru sesuai dengan segmen pengguna dan institusinya.
Kini, Chitose memiliki 200 varian mebel dan tempat tidur rumah sakit. 2013, PT. Chitose Indonesia berubah nama menjadi PT. Chitose International, dan sukses pada tahun 2012, Chitose mengakuisisi lima perusahaan distributor yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Denpasar, sehingga perusahaan kini memiliki unit distributor sendiri (sebelumnya Chitose selalu mendistribusikan produk-produknya melalui pihak ketiga).
Chitose mempunyai karyawan sejumlah 559 orang yang terdiri dari empat departemen:
1)   Departemen produksi
Produksi                                                                      : 295
Engeneering                                                                : 40
PPIC (Production Planning Inventory Control)          : 50
2)   Departemen Pengembangan
R (Research) & D (Development)                              : 10
QC (Quality Control) / QA (Quality Assurance)        : 22
3)   Departemen market                                                    : 43
4)   Departemen Administrasi
HR (Human Resources) & GA (General Affair)        : 61
Accounting                                                                  : 12
Finance                                                                       : 10
Purchasing                                                                  :  6
SPI (Sistem Pengendalian Intern)                               :  6
MIS (Management Information System)                    :  4
Total                                                                            : 559

2.    Produk PT. Chitose Internasioal Tbk
Disela pembangunan ekonomi Indonesia, tahun 1979 PT. Chitose Indonesia Manufacturing didirikan untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan sosial dengan mulai memproduksi kursi-kursi berteknologi tinggi. Dengan mitra kerja dari Jepang  maupun dalam negeri kami telah bekerja keras melalui berbagai jenis penelitian, pengujian dan perbaikan untuk dapat menyajikan produk terbaik yang dihasilkan melalui proses berteknologi tinggi. Kestabilan dalam mutu, keamanan dan kesehatan, serta keindahan adalah tiga karakteristik keunggulan produk Chitose yang menjadi cermin usaha kami untuk memuaskan kepentingan konsumen dan sekaligus meningkatkan pandangan masyarakat terhadap penampilan perusahaan anda. Jaringan pemasaran yang telah kami rintis, akan membuktikan bahwa kami akan selalu siap melayani anda dengan semakin mudahnya anda mendapatkan produk serta suku cadangnya disetiap kantor perwakilan kami.
Berawal dari sebuah kursi lipat, yang telah menjadi ikon industri mebel Indonesia, sekarang terus tumbuh dan kini memproduksi lebih dari 200 varian mebel dan tempat tidur rumah sakit. Kami pun menghasilkan membel khusus sesuai spesifikasi dari pelanggan. Tingkat produksi per tahun pun mencapai 1,2 juta unit pada tahun 2013. Memasarkan mebel hingga ke pelosok, kami memiliki jaringan distributor dan agen yang tersebar di seluruh Indonesia, serta memiliki jaringan pemasaran ekspor di 34 negara. Selaras dengan permintaan produk mebel berkualitas yang terus meningkat, kami terus mengembangkan rangkaian produk Chitose, sehingga mencakup: perangkat mebel hotel dan restoran, kantor, sekolah dan rumah tinggal, disamping kursi lipat Chitose yang telah melegenda. Tahun 2001 kami mulai memproduksi tempat tidur rumah sakit dengan kualitas terbaik.
3.    Kategori Produk PT. Chitose international, Tbk.
1.    Working dan Meeting (kursi kerja dan rapat)
2.    Office Chair ( kursi kantor)
3.    Meeting Chair ( kursi rapat)
4.    Rack dan Storage (rak dan penyimpanan)
5.    Desk dan Table (meja)
6.    Lobby Space ( ruang lobi/tunggu)
7.    Food Service Industry ( industri jasa makanan )
8.    Chair ( kursi)
9.    Table (meja)
10    Folding Chair (kursi lipat)
11    School Chair ( kursi sekolah)
12    Hospital ( fasilitas rumah sakit)

C.  PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQ
1.    Sejarah Pesantren
Al-ittifaq merupakan pondok pesantren yang telah berusia lanjut, yakni lebih dari 73 tahun. Atas restu Kanjeng Dalem Wiranata Kusumah, Wedana Ciwidey saat itu, pesantren ini didirikan dengan nama Pesantren Ciburial pada tanggal 16 Syawal 1302 H/ 1 februari 1934 M oleh KH. Mansyur, seorang ulama di Ciwidey. Walaupun pendiriannya melalui restu pemerintahan Belanda, namun tidak sejalan dengan pandangan penjajah Belanda. Hal ini terbukti dari nasehat Kiai Mansyur agar masyarakat tidak usah menyekolahkan anaknya melainkan mengaji saja.
Para santri diharamkan belajar menulis latin dan tidak diperbolehkan kenal dengan pemerintahan Belanda. Hal-hal yang berbau Belanda seperti radio, sekolah, rumah tembok, menjadi pegawai pemerintah, merupakan hal yang tabu dan larangan keras bagi masyarakat. Dari ajaran ini kiyai mansyur dianggap kolot. Kondisi seperti itu bahkan masih terasa pengaruhnya hingga tahun 1980-an. Saat itu, ketika Kiai Fuad (cucu KH. Mansyur) bermaksud merenovasi bangunan masjid, dan bilik bambu menjadi bangunan permanen tembok agar dapat menampung jama’ah sholat Jum’at lebih banyak.
Namun ditantang keras oleh masyarakat. Berbagai tuduhan ditudingkan kepada dirinya sebagai perusak tradisi. Dalam suasana demikian, sistem pendidikan di Pesantren Ciburial hanya terbatas pada pola pendidikan tradisional yaitu model sorogan. Santri-santrinya hanyalah masyarakat sekitar Ciburial yang berjumlah antara 10 hingga 30 orang.
Kepemimpinan KH. Mansyur berlangsung sampai tahun 1953. Pada tahun tersebut, kepemimpinan diberikan kepada putranya, yaitu H. Rifai di bawah kepemimpinan H. Rifai, perkembangan Pesantren Ciburial tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, berjalan dalam suasana tradisional dan kolot. Menurut KH. Fuad Affandi, perkembangan pesantren dibawah ayahnya, justru menurun. H. Rifai tergolong pendidik yang keras. Tradisi keningratan diterapkan secara ketat. Setiap orang yang bertemu dijalan, misalnya, harus membungkukkan badannya. Kondisi ini membuat jumlah santri semakin menyusut. Kondisi ini berlangsung kurang lebih 17 tahun hingga tahun 1970, sampai putranya, Fuad Affandi, menyelesaikan pelajarannya di Pondok Pesantren Lasetu, Jawa Tengah. Pada tahun 1970 inilah KH. Fuad Affandi, yang saat itu berusia 22 tahun mulai memimpin pesantren ini.
Sesuai dengan jiwa mudanya, Kiai Fuad melakukan beberapa kebijakan baru. Pertama, beliau memberi nama Al-Ittifaq pada pesantren yang dipimpinnya. Nama ini berarti kesepakatan atau kerjasama yang bertujuan agar semua yang ada dalam naungan pesantren dapat melakukan kerja sama yang baik, atau sama-sama bekerja dengan baik. Kedua, melakukan reorientasi terhadap prinsip-prinsip dan kebijakan pesantren selama dua periode sebelumnya. Ketiga, menjadikan AI-Ittifaq sebagai pesantren khusus bagi orang orang yang tidak mampu atau yatim piatu. Keempat, merintis kegiatan-kegiatan ekonomi produktif, terutama sektor pertanian, dengan tujuan agar pesantren dapat mandiri dalam membiayai kegiatan belajarnya.
Pada masa KH. Fuad, Pesantren Al-Ittifaq mengalami kemajuan yang pesat, dapat terlihat pada:
1.    Jumlah santri meningkat menjadi 326 orang ( 256 putra dan 70 putri ) dengan jumlah ustadz sebanyak 14 orang.
2.    Lahan yang diusahakan berkembang pesat, dari hanya 400 m2, kini telah menjadi 14 hektar.
3.    Tiga unit bangunan asrama putra dan putri.
4.    Perkembangan kelembagaan agrobisnis, seperti kelompok tani yang banyak.
5.    Kelompok, koperasi pondok pesantren, balai mandiri terpadu, pusat incubator agrobisnis , dan lain- lain.

2.    Agrobisnis Santri Al-Intifaq Bandung
Menjadi santri di pondok pesantren sering dibayangkan hanya berkutatdengan ilmu agama dan kegiatan mengaji Al- Quran dari pagi hingga malam hari. Namun di Pondok Pesantren Al- Ittifaq di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, para santri tidak hanya diajari mengaji ataupun belajar ilmu agama, sebaliknya mereka dibina dengan kemampuan usaha terutama disektor pertanian atau agribisnis. Bahkan, saat ini dari usaha agribisnis yang dilakukan para santri tersebut mampu memasok produk sayur-mayur ke pasar-pasar modern di Bandung hingga keluar wilayah bahkan ke Jakarta. Meskipun saat ini sudah dikatakan sukses sebagai Unit Usaha Agribisnis namun keberhasilan pondok pesantren yang didirikan KH. Mansyur pada 1 Februari 1934 dalam mengembangkan usaha agribisnis tersebut tidaklah diraih dalam waktu yang singkat dan tanpa perjuangan.
Pada awalnya Pondok Pesantren Al Ittifaq tergolong ke dalam jenis pondok pesantren Salafiyah (tradisional/non sekolah). Sistem pendidikan yang diterapkan saat itu cukup kolot di mana para santri diharamkan belajar menulis latin, tidak boleh kenal dengan pejabat pemerintah karena dianggap penjajah, tidak diperbolehkan membuat rumah dari tembok, tidak bolah ada alat elektronika seperti radio, televisi, mikrofon. Pada 1953 kepemimpinan diteruskan oleh H. Rifai hingga wafatnya pada 1970 yang kemudian dipegang oleh K.H. Fuad Affandi (cucu KH Mansyur) hingga kini. Pengelolaan pendidikan yang seadanya menyebabkan perkembangan amat sangat lamban bahkan cenderung berjalan ditempat, ditambah keengganan untuk membuka diri dan kurangnya pengetahuan mengenai potensi daerah. Lambat laun K.H. Fuad Affandi menerapkan pendidikan yang lebih modern, sejak 1970 mencoba memadukan antara kegiatan keagamaan dengan kegiatan usaha pertanian atau agribisnis di pesantren yang terletak di Kampung Ciburial, Desa Alamendah, Kecamatan Ciburial itu.
Pemilihan untuk mengembangkan usaha agribisnis tersebut menurut Fuad Affandi karena sesuai dengan potensi alam yang ada disekitar pesantren yakni wilayah pegunungan berhawa sejuk. Selain itu dirinya menilai sektor pertanian sesungguhnya merupakan berkat yang paling besar karena sektor ini mampu menghidupi beratus-ratus makhluk hidup dari mulai serangga, binatang hingga manusia. yang dirintis pimpinan pesantren yang mengaku tidak lulus Sekolah Dasar (SD) itu ternyata membuahkan hasil nyata, kegiatan usaha pertanian berlangsung hingga saat ini bahkan menjadi tulang punggung kegiatan pesantren. Dalam menjalani pendidikannya santri Pondok PesantrenAl- Ittifaq yang datang dari berbagai pelosok di Tanah Air, yang mayoritas dari golongan ekonomi rendah, fakir miskin dan anak yatim piatu tidak dipungut biaya.
Pondok pesantren Al- Ittifaq dalam melaksanakan kegiatan agribisnisnya melibatkan para santri sehingga mereka selain dibekali agama juga ilmu agribisnis. Oleh karena itu banyak alumni santri juga melakukan usaha dalam bidang agribisnis dan umumnya berhasil. Kegiatan usaha yang dilakukan di pesantren tersebut memiliki dampak ganda terhadap proses pendidikan, selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan warga pesantren juga menekan biaya produksi sehingga produk yang dihasilkan dapat memiliki nilai keunggulan kompetitif dan komparatif serta menjadi laboratorium bagi penumbuh kembang jiwa mandiri dan wirausaha santri. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan PP Al- Ittifaq yakni mencetak santri yang berakhlak mulia, mandiri dan berjiwa wirausaha. Saat ini pondok pesantren Al- Ittifaq resmi sebagai Unit Klinik Konsultasi Agribisnis diantaranya Pusat Inkubator Agribisnis, merupakan tempat inkubasi untuk meningkatkan kemandirian usaha kecil sebagai pemula menjadi usaha yang lebih mandiri. Kemudian tempat pelatihan agribisnis bagi para santri dan masyarakat tani sekitarnya juga para petani maupun UKM dari beberapa wilayah dan dinas pemerintahan. Usaha agribisnis yang dilakukan ponpes tersebut yakni memproduksi sayuran dataran tinggi untuk memenuhi permintaan pasar tradisional maupun pasar modern dan supermarket. Memproduksi komoditas sayuran yang siap untuk konsumen pasar sawalayan dan pasar modern melalui sortasi, grading, packing, wrifing dan labeling sesuai permintaan pasar. Membuat dan mengembangkan bahan dasar pembuatan kompos untuk pupuk tanaman pangan dan hortikultura yang siap dipakai. Bahan dasar tersebut telah diperdagangkan secara luas dengan kode perdagangan MFA (Mikroorganisme Fermentasi Alami) yang mana lokasi pembuatan di Garut. Mengembangkan usaha penggemukan sapi dan domba. Fungsi ternak selain kotorannya dipergunakan untuk kompos juga sebagai biogas.
Luas lahan pertanian yang diusahakan langsung oleh Pondok Pesantren mencapai 14 hektar yang dibagi dalam enam kemandoran dan dikelola oleh para santri dengan sistem pengembangan kemandoran. Kebun Rawabogo dengan luas lahan 4 hektar terbagi dalam empat kemandoran dimana tiap-tiap kemandoran dipimpin satu orang mandor dengan melibatkan 80 santri sebaga tenaga pelaksana lapangan. Kebun Sukahaji (1 ha), satu mandor dan 12 santri, Warung Tungtung (2 ha) satu kemandoran dan 13 santri. Pasirhoe (1 ha) dipimpin satu mandor dan melibatkan 13 santri, Hanjung Beureum (2 ha) satu mandor dan satu santri, Ciburial (3 ha) satu mandor dan 22 santri. Sejak 1993 Pondok Pesantren Al Ittifaq mengadakan kerja sama jangka panjang dengan perusahaan mitra yakni Hero (sekarang Giant) Jakarta, Makro (Jakarta), serta sejumlah pasar swalayan di Bandung. Pesanan sayuran dari pondok pesantren tersebut untuk pasar swalayan setiap hari (pada Juni 1998) tak kurang dari lima ton.Sejak 1997 untuk lebih meningkatkan kualitas usaha pertaniannya maka PP tersebut mendirikan Koperasi Pondok Pesantren Al- Ittifaq (Kopontren Alif). Melaui koperasi inilah produk sayuran yang dihasilkan oleh santri dan masyarakat dipasarkan keberbagai Supermarket di Bandung dan Jakarta. Menyinggung omset usaha agribisnis yang dijalankan Pondok Pesantren Al- Ittifaq, Fuad mengungkapkan uang yang beredar setiap harinya 3 miliar atau setiap hari tak kurang sebanyak 3 mobil sayuran yang harus dikirim ke pasaran. Terdapat lima kelompok tani yang merupakan pendukung utama Kopontren yaitu Kelompok Tani One dengan jumlah anggota 380 petani dan luas lahan 68 ha. Kelompok Tani Al Ittifaq dengan anggota 326 orang santri dan guru dengan lahan 14 yang digarap oleh pondok pesantren. Komoditas yang diusahakan yakni sayuran, peternakan sapi dan domba, perikanan. Kelompok Tani Hasil Mekar Sayur (HMS) jumlah anggotanya 28 orang dan luas lahan 22 ha, Kelompok Tani Jampang Endah (18 ha) dengan anggata 25 orang dan Kelompok Tani Tunggul Endah (9 ha serta 13 orang petani).
Bagi para santri terutama pria, sebagai pengelola lapangan dikelompokkan berdasarkan minat dan ketrampilan. Setiap kelompok berkisar 10-20 orang, kecuali kelompok tertentu jumlahnya lebih sedikit seperti kelompok peternakan hanya 4-5 orang kerena populasi ternak masih sedikit. Kelompok tersebut setiap periode tertentu diputar agar semua santri merasakan dan mengetahui kegiatannya. Khusus santri wanita diberdayakan hanya melaksanakan kegiatan pengemasan, garmen dan kerajinan. Upaya menanamkan cinta agribisnis terhadap para santri dilakukan Fuad sejak dini sehingga yang terlibat dalam usaha tersebut dari yang berada di tingkat SD, SMP hingga SMA. Untuk yang tingkat SD umumnya dilibatkan dalam kegiatan budidaya, sedangkan santri setingkat SMP dibagian administrasi dan untuk SMA difokuskan pada marketing.
Para santri yang terjun dalam bidang agribisnis setelah keluar dari pondok pesantren disarankan untuk dapat membentuk kelompok tani, selanjutnya hasil dari pertaniannya dikirim ke pondok pesantren Al Ittifaq. Banyak diantara petani yang berasal dari alumni santri Al- Ittifaq yang berhasil menarik santri alumni untuk bekerja di lahan usaha agribisnisnya. Tidak hanya itu adanya kegiatan agribisnis di Pondok Pesantren Al- Ittifaq selain menguntungkan dan meningkatkan kesejahteraan bagi para pengelola dan santri-santri di pondok tersebut juga masyarakat sekitar. Ponpes melibatkan masyarakat setempat baik dalam memproduksi suatu komoditi maupun dalam pengembangan kelembagaan koperai Pondok Pesantren dan Balai Mandiri Terpadu. Kesuksesan Pondok pesantren Al-Ittifaq mengembangkan usaha agribinsi menjadikan pondok pesantren itu sebagai tempat magang atau pelatihan agribisnis dari santri-santri dari pondok pesantren lain di luar daerah, mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi, petani dari berbagai daerah di tanah air bahkan dari luar negeri.

3.    Jenis-Jenis Tanaman Al-Ittifaq
Tabel nama-nama jenis tanaman Al-Ittifaq
Buncis
Jagung semi
Kentang
Oyong
Daun bawang
Strowberry
Tomat
Kubis
Cabe hijau
            Buah tin
Paprika
            Terong
Sawi putih
             Kacang panjang
Lobak
             Brokoli
Saledri
             Wortel
Kacang merah






BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Kegiatan kunjungan industri lembaga keuangan non bank di Bursa Efek Indonesia (BEI), PT. Chitose Internasional Tbk, dan di Pondok Pesantren Al Ittifaq. Kegiatan ini di laksanakan di Jakarta-Bandung dikuti oleh 49 peserta yang terdiri dari mahasiswa Prodi Ekonomi Syari’ah dan Perbankan Syari’ah dan 3 dosen pembimbing lapangan, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam IAIN Bengkulu. Dilaksanakan mulai tanggal 2-7 April 2018 yang telah disusun dalam rencana kegiatan pada kesempatan ini telah sesuai dengan harapan, meskipun di sisi lain tidak dapat dipungkiri masih banyaknya kekurangan dari berbagai macam hal karena keterbatasan waktu dan kemampuan.
Adapun manfaat dan tujuan dari pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) bagi perguruan tinggi dan mahasiswa, sebagai berikut :
1.    Bagi perguruan tinggi
a)    Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pendidikan yang menuju profesionalisasi yang humanis.
b)   Menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian akademik dan professional yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha atau dunia kerja.
c)    Memperoleh umpan balik sebagai hasil pengintegrasian mahasiswanya dengan proses pembelajaran dilapangan kerja.
2.    Bagi mahasiswa
a)    Praktek Pengalaman Lapangan dilaksanakan dengan penuh dedikasi, Maka banyak pengalaman serta peluang positif yang dapat diperoleh mahasiswa dan juga untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mahasiswa itu sendiri.
b)   Sebagai salah satu syarat akademik yang ditentukan oleh fakultas sebagai syarat kelengkapan menyelesaikan pelaksanaan mata kuliah Pratikum Lembaga Keuangan Non Bank.
c)    Menjadikan mahasiswa lebih kreatif dan inovatif.
B.  Saran
Beberapa hal yang penulis temukan di lapangan saat pelaksanaan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) sebagian kecil justru tidak penulis temukan saat mengikuti pembelajaran di kelas. Maka dari itu, penulis ajukan beberapa saran, antara lain yaitu, perguruan tinggi perlu memberikan penekanan pada masalah budaya kerja yang berlaku pada instansi pemerintah maupun swasta. Dengan demikian, para mahasiswa cenderung lebih mudah beradaptasi dalam dunia kerja.
Perguruan tinggi perlu memberikan penekanan pada penguasaan keterampilan yang relevan dengan kemajuan teknologi di dunia kerja saat ini. Dengan demikian, mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya secara maksimal. Dosen pembimbing harus lebih sering memonitoring para mahasiswanya di lingkungan PPL atau kunjungan industri lembaga keuangan secara langsung sehingga mahasiswa dapat berkonsultasi mengenai informasi-informasi terbaru dari kampus.

No comments:

Post a Comment