1

loading...

Monday, October 29, 2018

MAKALAH BANK SYARIAH

MAKALAH BANK SYARIAH

BAB I 
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Dalam menjalankan usaha bank syariah menggunakan pola bagi hasil yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk pendanaan, pembiayaan maupun dalam produk lainnya. Bank syariah juga memiliki beberapa akad yang digunakan dalam transaksi pendanaan, pembiayaan,  atau kegiatan lainnya di bank syariah. Produk-produk  bank syariah mempunyai kemiripan tetapi tidak sama dengan  produk bank konvensional karena adanya pelarangan riba, gharar,  dan  maysir. Oleh karena itu, produk-produk  pendanaan dan pembiayaan pada bank syariah harus menghindari unsur-unsur yang dilarang tersebut.
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa itu bank syariah?
b.      Apa saja produk-produk dari bank syariah?
c.       Bagaimana akad dalam perbankan syariah?



BAB II 
PEMBAHASAN

3.      Pengertian Bank syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.Bank Islam atau biasa disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/ perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw.atau dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasinya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Bank syariah dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam; (2) adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadis; Sementara bank yang dalam beroperasi dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam operasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan pedagangan. Bank syariah ialah bank yang berasaskan, antara lain, pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, universal, atas dasar konsep bagi hasil, tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan,  serta melakukan kegiatan bank syariah merupkan implementasi dari prinsip ekonomi Islam dengan karakter antara lain, sebagai berikut :
1.  Pelarangan riba dalam berbagai bentuk.
2.  Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang.
3.  Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi.
4. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga dalam satu barang.
5. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan bersifat spekulatif.
6. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
4.      Produk perbankan syariah
Pengertian mengenai produk bank dapat kita jumpai dalam PBI No. 10/17/PBI/2018 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Pasal 1 angka 5 PBI menyebutkna bahwa Produk Bank, yang selanjutnya disebut Produk adalah produk yang dikeluarkan oleh Bank baik disisi penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank yang sesuai dengan Prinsip Syariah, tidak termasuk produk lembaga keuangan bukan bank yang dipasarkan oleh bank sebagai agen pemasaran. Sebagaimana kita ketahui bahwa perbankan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya pada tahap awal berpedoman pada fatwa yang dikeluarkakn oleh DSN-MUI. Fatwa-fatwa dimaksud antara lain fatwa No. 01/DSN-MUI/IV//2000 tentang Giro, Fatwa No. 02/DSN-MUI/2000tentang Tbungan, Fattwa No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Depposito, ketiganya merupakan fatwa dalam produk penghimpunan dana. Sementara untuk produk penyaluran dana juga terdapat fatwa yang dapat dijadikan pedoman, antara lain Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, Fatwa No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), dan seterusnya.[1]
Pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu:
A.    Produk Penyaluran Dana (financing)
B.     Produk Penghimpunan Dana (Funding); dan
C.     Produk Jasa (Service)
Penjelasan mengenai tiga produk tersebut secara ringkas dapat dikemukakakn sebagai berikkut.
A.    Produk Penyaluran Dana (financing)
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secaara garis besar produk pembiayan syariah terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarakan tujuan penggunaanya, yaitu:
1.      Pembiayaan dengan prinsip jual-beli
2.      Pembiayaan dengan prinsip sewa
3.      Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
4.      Pembiayaan dengan akad perlengkapan
Pembiayaan dengan jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
1.      Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Bai’)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (trasfet of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:
a.       Pembiayaan Murabahah
Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (marjin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil. Atau muajjal). Dalam transaksi inni darang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.
b.      Pembiayaan salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip dengan jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan harus ditentukan secara pasti. Dalam praktik perbankan ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal ini bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah salama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
c.       Pembiayaan Isthisna’
Produk isthisna’ menyerupai produk salam, tapi dalam isthisna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim isthisna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur atau kontruksi. Ketentuan umum pembiayaan isthisna’ adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad isthisna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika tterjadi peruahan pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
2.      Prinsip sewa (ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, tetapi bedanya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang , pada ijarah objek transaksinya adalah jjasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan), harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
3.      Prinsip bagi hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut:           
a.       Pembiayaan Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalalh musyarakah (syirkah atau syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana meraka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneur ship) kepandaiaan (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat refleksible.
b.      Pembiayaan Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam paduan kontribusi 100% modal kas dari sahabib al-mal dan keahlian dari mudharib. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkakn adanya wakil shabi al-mal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan tanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akkibat kelalaian.
4.      Akad pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap itu tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk memcari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pergantian biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a.       Hiwalah (alih utang-piutang)
Tujuan fasilitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yanga akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
b.      Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
Barang yang di gadaikan harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1.      Milik nasabah sendiri
2.      Jenis ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai rill pasar
3.      Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikakan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggung jawab.
c.       Qardh
Qardh adalah pinjaman uang, aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal :
1.      Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji.
2.      Sebagai pinjamna tunai (cash advanced) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui  ATM. Nasabah akan menngembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
3.      Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan sipengusaha apabila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
4.      Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimna bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjamamn itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
d.      Wakalah (perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembuakuan L/C, inkaso, dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam surat kuasa harus cakap hukum. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena forcemajeure memnjadi tanggung jawab nasabah.

e.       Kafalah (garansi bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkakn nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat mula menerima dana ttersebuut dengan prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

B.     Produk penghimpunan dana
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro,  tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
1.      Prinsip Wadi’ah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Karena wadi’ah yang diterapkan dalam produk giro perbankan ini juga disifati dengan yad dhamanah, implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai yang dipinjami.
2.      Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai  shahibul mal (pemilik modol) dan bank sebagai mudhorib (pengelola). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang telah dijelaskan dahulu. Dapatpula dana tersebut digunakan bank untuk melakukan mudharabah ke 2. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakan untuk melakuakan mudharabah ke 2, maka bank bertanggungjawab penuh atas kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib – ada pemilik dana, ada usaha yang akan dibagi hasilkan, ada nisbah, da nada ijab qabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dan dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah tersebut terbagi dua yaitu:
a.       Mudharabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account)
b.      Mudharabah muqayyadah atau RIA (Restricted Investment Account)
a.      Mudharabah mutlaq
Dalam mudharabah mutlaq (URIA= Unrestricted Investment Account) tidak ada pembatas bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberikan persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkannya dananya diperuntukkan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki kebebasan penuh untuk menyalurkan dana URIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan.
Dari penerapan Mudharabah mutlaq ini dikembangkan produk tabungan dan depositi, sehingga terdapat dua jenis penghimpunna dana yaitu, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. 
b.      Mudharabah Muqayyadah (RIA)
Mudharabah RIA ini ada dua jenis, yaitu:
a.       Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus di mana pemilik dana dapat menerapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
b.      Mudharabah RIA of Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
c.       Akad pelengkap
Seperti yang juga terjadi pada penyaluran dana, maka dalam pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini juga tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini bank dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menetupi biaya yang benar-benar timbul. Salah satu akad pelengkap yang dapat dipakai untuk menghimpun dana adalah akad wakalah.
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.

C.     Jasa Perbankan
Selain menjalankan fungsinya sebagai intermediaries (penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:
a.       Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharp. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama. Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b.      Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan dan jasa tata laksana administrasi dokumen. Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.[2]



BAB III 
PENUTUP
5.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bank syariah adalah bank yang berlandaskan pada al-qur’an dan hadist. Artinya bank syariah itu adalah bentuk layanan yang keuangan beretika dan bermoral yang berprinsip ajaran Islam, dan yang terpenting dalam bank syariah adalah larangan terhadap riba. Bank syariah juga  memiliki beberapa produk yang sesuai prinsip syariah yang  dapat digunakan dalam transaksi meliputi penghimpun dana, penyaluran dana, dan jasa perbankan. Bank syariah juga memiliki beberapa akad yang digunakan dalam transaksi pendanaan, pembiayaan,  atau kegiatan lainnya di bank syariah.





DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman, 2013, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Umam, Khaerul, 2013, Manajemen Perbankan Syariah, Bandung, Pustaka Setia
Mardani, 2013, Hukum Perikatan Syariah di Indonesi , Jakarta, Sinar Grafika Offset
Ashori, abdul, 2010, Pembentukan Bank Syariah Melalui Akuisi dan Konvensi, Yogyakarta, Ull Press Yogyakarta




[1] Abdul Ghofur Ansor,2010,Pembentukan Bank Syariah Melelui Akuisisi Dan Konversi,Yogyakarta, Ull Press,hlm.53-54
[2] Karim, Adiwarman, 2013, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta, PT. Raja Grafindo, hal 97-112

No comments:

Post a Comment