MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN TEORI ALBERT BANDURA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Albert
Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial, salah satu konsep
dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pikiran,
pemahaman dan evaluasi. Teori Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Bandura
telah memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh
persekitaran melalui peneguhan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan
(observational learning), dan cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu
maklumat dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi
persekitaran dan menghasilkan peneguhan (reinforcement) dan peluang untuk
diperhatikan oleh orang lain (observational opportunity).
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
Biografi Albert Bandura ?
2. Bagaimana
teori belajar sosial Albert Bandura ?
3. Apa
saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sosial ?
4. Bagaimana
teori pembelajaran modeling Albert Bandura ?
5. Bagaimana
Eksperimen Albert Bandura ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dalam
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana Biografi Albert Bandura
2. Untuk
mengetahui bagaimana teori belajar sosial Albert Bandura
3. Untuk
mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi belajar sosial
4. Untuk
mengetahui bagaimana teori pembelajaran modeling Albert Bandura
5. Untuk
mengetahui bagaimana Eksperimen Albert Bandura
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Albert Bandura
Albert Bandura dilahirkan di Mundare
Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya
dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949
beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan
psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951
dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan
program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford
University. Beliau banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk
meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen. Pada tahun
1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah
American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution
pada tahub 1980.[1]
Pada tahun berikutnya, Bandura
bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan
tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai
meneliti tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters,
muridnya yang pertama mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura
berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan
perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting
yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat
terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran
behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman,
dan evaluasi.
B.
Teori
Belajar Sosial
Teori belajar sosial dikenalkan oleh
Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini menekankan pada komponen
kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, orang belajar melalui
pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa
yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain dan
lingkungannya. (Sihnu Bagus)
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang
individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar
semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui
pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial
membahas tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan
melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang
dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya,
bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat
(reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan
observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk
pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara
sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam
observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau
modeling Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain
:
- Atensi, dalam tahapan ini seseorang
harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.
- Retensi, tahapan ini adalah tahapan
mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka
seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
- Reproduksi, dalam tahapan ini
seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat
dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka
berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang
dilakukan oleh model.
- Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
C.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Belajar Sosial
Menurut Prasetyo dalam bukunya
Psikologi Pendidikan mengemukakan bahwa: “Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
sosial adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen: faktor pada diri anak itu
sendiri seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati dan (b) Faktor
Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat dan lingkungan sekolah”.
Dari pendapat ahli tersebut
diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap sosial
adalah sebagai berikut: (a) Faktor Indogen; faktor sugesti, identifikasi, dan
imitasi (b) Faktor Eksogen; faktor yang berasal dari luar seperti
lingkunga keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Berikut ini
akan dijelaskan masing-masing faktor yang mempengaruhi sikap sosial tersebut.
a. Faktor
Indogen
Faktor indogen adalah faktor
yang mempengaruhi sikap sosial anak yang datang dari dalam dirinya sendiri.
Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor
sugesti, b) faktor identifikasi, dan c) faktor imitasi. Berikut ini akan
dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.
1. Faktor
Sugesti
Dalam buku Psikologi
Kepribadian dijelaskan bahwa: “Sugesti adalah proses seorang individu didalam
berusaha menerima tingkah laku maupun prilaku orang lain tanpa adanya kritikan
terlebih dahulu” (Nawawi, 2000 : 72).
Dari pendapat ahli tersebut
diatas, dapat dikatakan sugesti dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang
sedangkan anak yang tidak mampu bersugesti cenderung untuk tidak mau menerima
keadaan orang lain, seperti tidak merasakan penderitaan orang lain, tidak bisa
bekerjasama dengan orang lain dan sebagainya.
2. Faktor
Identifikasi
Identifikasi dilakukan kepada
orang lain yang dianggapnya ideal atau sesuai dengan dirinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nawawi dalam bukunya Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Anak
yang mengidentifikasikan dirinya seperti orang lain akan mempengaruhi
perkembangan sikap sosial seseorang, seperti anak cepat merasakan keadaan atau
permasalahan orang lain yang mengalami suatu problema (permasalahan)”[2] (Nawawi,
2000 : 82).
Menurut pendapat ahli tersebut
diatas jelaslah bahwa seseorang yang berusaha mengidentifikasikan diri dengan
keadaan orang lain akan lebih mampu merasakan keadaan orang lain, daripada
seorang anak yang tidak mau mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain yang
cenderung mampu merasakan keadaan orang lain.
3. Faktor
Imitasi
Imitasi dapat mendorong
seseorang untuk berbuat baik. Pada buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa:
“Sikap seseorang yang berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan keadaan
orang lain maka ia berusaha meniru bagaimana orang yang merasakan sakit, sedih,
gembira, dan sebagainya. Hal ini penting didalam membentuk rasa kepedulian
sosial seseorang”. Sedangkan ahli lain mengatakan pula bahwa: “Anak-anak yang
meniru keadaan orang lain, akan cenderung mampu bersikap sosial, daripada yang
tidak mampu meniru keadaan orang lain”[3].
Dari kedua pendapat tersebut
diatas, jelaslah bahwa imitasi dapat mempengaruhi sikap sosial seseorang,
dimana seseorang yang berusaha meniru (imitasi) keadaan orang lain akan lebih
peka dalam merasakan keadaan orang lain, apakah orang sekitarnya itu dalam
keadaan susah, senang ataupun gembira.
b. Faktor
Eksogen
Faktor eksogen adalah faktor
yang mempengaruhi sikap sosial anak dari luar dirinya sendiri. Dalam hal ini
menurut Soetjipto dan Sjafioedin dalam bukunya Metodologi Ilmu Pengetahuan
Sosial dijelaskan bahwa: “Ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap sosial anak
yaitu: ” a) faktor lingkungan keluarga, b) faktor lingkungan sekolah dan c)
faktor lingkungan masyarakat”[4]. Berikut
ini akan dijelaskan secara singkat masing-masing faktor tersebut.
1. Faktor
Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan tumpuan dari
setiap anak, keluarga merupakan lingkungan yang pertama dari
anak dari keluarga pulalah anak menerima pendidikan karenanya keluarga mempunyai
peranan yang sangat penting didalam perkembangan anak. Keluarga yang baik akan
memberikan pengaruh yang baik terhadap perkembangan anak, demikian pula
sebaliknya. Dalam buku Psikologi Pendidikan dijelaskan bahwa: “Anak yang tidak
mendapatkan kasih sayang, perhatian, keluarga yang tidak harmonis, yang tidak
memanjakan anak-anaknya dapat mem-pengaruhi sikap sosial bagi anak-anaknya”.
Dari pendapat tersebut,
jelaslah bahwa keharmonisan dalam keluarga, anak yang mendapatkan kasih sayang
serta keluarga yang selalu memberikan perhatian kepada anak-anaknya merupakan
peluang yang cukup besar didalam mempengaruhi timbulnya sikap sosial bagi
anak-anaknya.
2. Faktor
Lingkungan Sekolah
Dalam bukunya Psikologi Sosial
dijelaskan bahwa: “Keadaan sekolah seperti cara penyajian materi yang kurang
tepat serta antara guru dengan murid mempunyai hubungan yang kurang baik akan
menimbulkan gejala kejiwaan yang kurang baik bagi siswa yang akhirnya
mempengaruhi sikap sosial seorang siswa”. Selanjutnaya dalam buku Interaksi Sosial
dijelaskan bahwa: “Ada beberapa faktor lain di sekolah yang dapat mempengaruhi
sikap sosial siswa yaitu tidak adanya disiplin atau peraturan sekolah yang
mengikat siswa untuk tidak berbuat hal-hal yang negatif ataupun tindakan yang menyimpang”[5].
Dari kedua pendapat ahli
diatas, maka faktor lingkungan sekolah yang dapat mempengaruhi sikap sosial
siswa adalah cara penyajian materi, prilaku maupun sikap dari para gurunya,
tidak adanya disiplin atau peraturan-peraturan sekolah yang betul-betul
mengikat siswa.
3. Faktor
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan
tempat berpijak para remaja sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk
sosial tidak bisa melepaskan diri dari masyarakat. Anak dibentuk oleh
lingkungan masyarakat dan dia juga sebagai anggota masyarakat, kalau lingkungan
sekitarnya itu baik akan berarti sangat membantu didalam pembentukkan
keperibadian dan mental seorang anak, begitu pula sebaliknya kalau lingkungan
sekitarnya kurang baik akan berpengaruh kurang baik pula terhadap sikap sosial
seorang anak, seperti tidak mau merasakan keadaan orang lain. Dalam buku
Psikologi Sosial dijelaskan bahwa: “Lingkungan masyarakat yang bisa
mempengaruhi timbulnya berbagai sikap sosial pada anak seperti cara bergaul
yang kurang baik, cara menarik kawan-kawannya dan sebaginya”[6].
Selanjutnya dalam buku Interaksi Sosial dijelaskan bahwa: “Pergaulan
sehari-hari yang kurang baik bisa mendatangkan sikap sosial yang kurang baik,
begitu sebaliknya dimana suatu lingkungan masyarakat yang baik akan mendatangkan
sikap sosial yang baik pula terhadap anak”[7].Dengan
demikian dari uraian dan pendapat ahli tersebut diatas, maka lingkungan
masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukkan sikap sosial seorang
anak, begitu pula sebaliknya lingkungan masyarakat yang kurang baik akan
menimbulkan sikap sosial yang kurang baik pula terhadap anak.
D.
Teori
Pembelajaran Modeling
Teori belajar modeling merupakan
teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Dimana modeling adalah proses
belajar dengan mengamati tingkah laku atau perilaku dari orang lain disekitar
kita. Modeling yang artinya meniru, dengan kata lain juga merupakan proses
pembelajaran dengan melihat dan memperhatikan perilaku orang lain kemudian
mencontohnya. Hasil dari modeling atau peniruan tersebut cenderung menyerupai
bahkan sama perilakunya dengan perilaku orang yang ditiru tersebut. Modeling
ini dapat menjadi bagian yang sangat penting dan powerfull pada proses
pembelajaran.
Pada modeling ini, kita tidak
sepenuhnya meniru dan mencontoh perilaku dari orang – orang tersebut, namun
kita juga memperhatikan hal – hal apa saja yang baik semestinya untuk ditiru
atau dicontoh dengan cara melihat bagaimana reinforcement atau punishmentnya
yang akan ditiru. Dengan kata lain, semua pembelajaran tidak ada yang terjadi
secara tiba – tiba atau instan. Baik itu pada pendekatan belajar classical
conditioning maupun pendekatan belajar operant conditioning. Namun,
pembelajaran melalui modeling waktu yang digunakan cenderung lebih singkat dari
pada pembelajaran dengan classical dan operant conditioning. Dalam konsep
belajar ini, orang tua memainkan peranan penting sebagai seorang model atau
tokoh bagi anak – anak untuk menirukan tingkah laku yang akan mereka pelajari.
Menurut Bandura terdapat empat
proses yang terlibat di dalam pembelajaran melalui pendekatan modeling, yaitu
perhatian (attention), pengendapan (retention), reproduksi motorik
(reproduction), dan penguatan (motivasi).
1.
Perhatian(attention), yang artinya
kita memperhatikan seperti apa perilaku atau tindakan – tindakan yang dilakukan
oleh prang yang akan ditiru.
2.
Pengendapan(retention), dilakukan
setelah mengamati perilaku yang akan ditiru dan menyimpan setiap informasi yang
didapat dalam ingatan, kemudian mengeluarkan ingatan tersebut saat diperlukan.
3.
Reproduksi motori(reproduction), hal
ini dapat menegaskan bahwa kemampuan motorik seseorang juga mempengaruhi untuk
dapat memungkinkan seseorang meniru suatu perilaku yang dilihat baik secara
keseluruhan atau hanya sebagian.
4.
Penguatan(motivation), penguatan ini
sangat penting. Karena dapat menentukan seberapa mampu kita nantinya melakukan
peniruan tersebut, namun penguatannya dari segi motivasi yang dapat memacu
keinginan individu tersebut untuk memenuhi tahapan belajarnya.
Faktor lain yang harus diperhatikan
adalah faktor biologi. Faktor biologi juga sangat penting dalam penunjangan
proses pembelajaran modeling secara penuh. Karena apabila faktor biologi kita
tidak mendukung, maka proses pembelajaran yang akan dilakukan juga akan
mengalami kendala.
Ø Ciri – ciri
teori Pemodelan Bandura :
1.
Unsur pembelajaran utama ialah
pemerhatian dan peniruan,
2.
Tingkah laku model boleh dipelajari
melalui bahasa, teladan, nilai dan lain-lain,
3.
Pelajar meniru suatu kemampuan dari
kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model,
4.
Pelajar memperoleh kemampuan jika
memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif,
5.
Proses pembelajaran meliputi
perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang
sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif
Ø Jenis –
jenis Peniruan (Modeling):
1.
Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan
berdasarkan teori pembelajaran social Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran
ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu
dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses
perhatian. Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2.
Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui
imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang
dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.
Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan
cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan
tidak langsung. Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai
daripada buku yang dibacanya.
4.
Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya
sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh: Meniru Gaya Pakaian di TV,
tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5.
Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh
ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh: Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
E.
Eksperimen
Albert Bandura
Bandura
percaya bahwa proses kognitif juga mempengaruhi Observastional Learning atau
jika kita hanya belajar dengan cara trial-and-error, maka belajar
menjadi sesuatu yang sangat sulit dan memakan waktu lama. Salah satu kontribusi
yang sangat penting dari Albert bandura adalah menekankan bahwa manusia belajar
tidak hanya dengan classical dan operant conditioning, tetapi juga dengan
mengamati perilaku orang lain. Yang mana teori tersebut disebutnya dengan
peniruan atau modeling.
Untuk
mengatahui seberapa jauh kebenaran teorinya tersebut, Albert Bnadura melakukan
penelitian pada dua orang anak untuk mengetahui keagresifan atau rasa ketakutan
mereka. Dia menempatkan kedua anak tersebut di laboratoriumnya
dengan kondisi yang sama dan perlakuan yang berbeda, kemudian memperbandingkan
proses belajarnya dengan menggunakan tontonan film. Percobaan tersebut sering dikenal
sebagai percobaan dengan boneka bobo doll. Bandura memposisikan anak pertama
pada satu ruangan yang telah tersedia satu buah boneka besar yang telah diikat
oleh Bandura.
Begitu juga
dengan anak yang kedua ditempatkan pada ruangan dengan kondisi yang sama.
Kemudian anak pertama diberikan tontonan film action(film laga), sedangkan anak
yang kedua tidak diberi tontonan film action tsb. Setelah perlakuan tersebut,
kedua anak itu dibiarkan berada pada ruangannya masing – masing dengan boneka
yang telah disiapkan sebelumnya.
Sesaat
kemudian, anak yang pertama menirukan segala perilaku atau tindakan yang ada
pada film yang telah ia tonton sebelumnya. Sedangkan anak yang kedua, hanya
diam dan memperhatikan boneka yang ada dihadapannya tanpa melakukan hal – hal
yang bersifat action seperti pada anak yang pertama. Boleh dikatakan bahwa anak
yang pertama lebih agresif dibandingkan anak yang kedua. Pola belajar yang
dilakukan oleh anak tersebut disebut dengan modeling (peniruan). Dimana
terlihat jelas bahwa anak yang pertama meniru segala gerakan atau aksi yang
dilakukan oleh pemain – pemain film action yang ia tonton dan kemudian ia
terapkan kepada boneka bobo doll yang ada dihadapannya. Hal tersebut dapat
dikatakan sebagai cara belajar dengan modeling[8].
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori Pembelajaran Sosial Bandura merupakan teori
yang menjelaskan mengenai hubungan antara tingkah laku, person/kognitif, dan
lingkungan dimana seseorang berada. Ketiga aspek ini memiliki hubungan timbal balik
dan sangat berpengaruh terhadap pembentukan pola perilaku pada anak. Teori ini
mengemukakan bahwa pola perilaku yang ditunjukkan oleh seorang anak merupakan
representatif dari perilaku orang dewasa yang berada di sekelilingnya. Pola
perilaku pada anak terjadi dari hasil observation (pengamatan), imitation (meniru), dan modeling. Proses
pembentukan pola perilaku pada anak meliputi atensi, retensi, reproduksi gerak,
dan motivasi. Dengan pemahaman pada konsep teori ini, kita dapat melakukan
pembelajaran sosial yang tepat pada anak sehingga dapat mendukung optimalisasi
proses tumbuh kembang pada anak.
B.
Saran
Alhamdulillah,
makalah Psikologi Perkembangan ini bisa diselesaikan, walaupun masih banyak
kekurangan baik dalam pembahasan maupun tulisan. Penulis berharap. Bagi mahasiswa semoga bisa belajar dengan sungguh – sungguh, mendalam
dan universal, mengenai hal apasaja, baik masalah dunia maupun
akhirat, karena tidak ada dikotomi didalam atau sekulerisme islam. Dan tentunya
juga harus bersungguh – sungguh didalam mempelajari Psikologi
Perkembangan ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Nawawi
Hadori. 2000. Intereksi Sosial. Jakarta : Gunung Agung.
Ridlo
Setyono. 2009. Psikologi Kepribadian.
Malang : UMM Perss
Sarwono
Sarlito Wirawan. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta : Andi.
Soetjipto dan Sjaefieoden. 1994. Metodologi Ilmu Sosial. Jakarta : Gunung Agung
Soetjipto dan Sjaefieoden. 1994. Metodologi Ilmu Sosial. Jakarta : Gunung Agung
[3] Ibid. Hlm. 42
[4] Soetjipto dan Sjaefieoden. Metodologi Ilmu Sosial. (Jakarta:
Gunung Agung, 1994).hlm.22
[8] Ridlo Setyono. Psikologi Kepribadian. (Malang : UMM
Press, 2009).hlm.283-298
No comments:
Post a Comment