Teori Produksi Islami
Kelompok
5 :
A.
Pendahuluan
Produksi
adalah menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan
bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Dalam
memproduksi membutuhkan faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk
melakukan proses produksi. Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari
konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa,
kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi
akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa
kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Fungsi produksi
menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan
dalam satu waktu periode tertentu. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi
dalam batas-batas tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak
tersebut tidak mutlak.
Al
Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al Qur’an menekankan
manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai
hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi
untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan
untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun
demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha
memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi
dalam menuntut kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan
rohani bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak
dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.[1]
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan menciptakan
materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah materi
itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga materi itu
mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia dalam
“memproduksi” tidak sampai pada merubah
substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia berkisar pada
misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan mengeluarkan
atau mengeksploitasi (ekstraktif). Memindahkannya
dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang membutuhkannya, atau
menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di masa yang akan
datang atau mengolahnya dengan memasukkan bahan-bahan
tertentu, menutupi kebutuhan tertentu, atau
mengubahnya dari satu bentuk menjadi bentuk
yang lainnya dengan melakukan sterilisasi, pemintalan,
pengukiran, atau penggilingan, dan sebagainya.
Atau mencampurnya dengan cara tertentu agar
menjadi sesuatu yang baru. Hal itu semua hanya
mengubah kondisi materi, sehingga pada kondisi
yang barupun substansinya tetap tidak berubah.
Perbaikan
sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti meningkatnya
pendapatan, yang dapat diukur dari segi
uang, tetapi juga perbaikan dalam memaksimalkan terpenuhinya
kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap memerhatikan tuntunan
perintah-perintah Islam tentang konsumsi. Oleh
karena itu, dalam sebuah negara Islam
kenaikan volume produksi saja tidak akan
menjamin kesejahteraan rakyat secara maksimum.
Mutu barang-barang yang diproduksi yang tunduk
pada perintah Al Qur’an dan sunnah,
juga harus diperhitungkan dalam menentukan sifat
kesejahteraan ekonomi. Demikian pula kita harus memperhitungkan
akibat-akibat tidak menguntungkan yang akan
terjadi dalam hubungannya dengan perkembangan ekonomi
bahan-bahan makanan dan minuman terlarang. Suatu negara Islam tidak
hanya akan menaruh perhatian untuk menaikkan volume produksi
tetapi juga untuk menjamin ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses
produksi. Di negara-negara kapitalis modern kita
temukan perbedaan yang mencolok karena cara produksi
dikendalikan oleh segelintir kapitalis.[2]
Oleh
karena itu, sistem produksi dalam suatu negara Islam harus
dikendalikan oleh kriteria objektif dan subjektif; kriteria yang objektif
akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat
diukur dari segi uang, dan kriteria
subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi
etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al Qur’an dan
Sunnah.
B.
Faktor Produksi Islami
Ada beberapa
jenis faktor produksi yaitu :
1. Tanah
Tanah
mengandung pengertian yang luas, yaitu
termasuk semua sumber yang kita peroleh
dari udara, laut, gunung, dan sebagainya,
sampai keadaan geografi, angin, dan iklim yang terkandung dalam tanah.
Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah :
a) Bumi (tanah) merupakan
permukaan tanah yang di atasnya kita dapat
berjalan, mendirikan bangunan, rumah, perusahaan.
b) Mineral, seperti logam, bebatuan dan
sebagainya yang terkandung di dalam tanah yang juga dapat dimanfaatkan oleh
manusia.
c) Gunung, merupakan
suatu sumber lain yang menjadi sumber
tenaga asli yang membantu dalam mengeluarkan
harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi sebagai penadah
hujan dan menajdi aliran sungai-sungai dan
melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki masing-masing.
d) Hutan, merupakan sumber kekayaan alam
yang penting. Hutan memberikan bahan api, bahan-bahan mentah
untuk industri kertas, damar, perkapalan, perabotan
rumah tangga, dan sebagainya.
e) Hewan, mempunyai kegunaan memberikan
daging, susu, dan lemak untuk tujuan ekonomi, industri dan perhiasan.
Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan pengangkutan.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau buruh
merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem ekonomi
terlepas dari kecenderungan ideologi mereka.
Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan, keadaan yang tidak
terpisahkan dari buruh itu sendiri, ketidakpekaan jangka
pendek terhadap permintaan buruh, dan yang mempunyai
sikap dalam penentuan upah, merupakan hal
yang sama pada semua sistem. Tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar
yang dilakukan oleh anggota badan atau pikiran untuk
mendapatkan imbalan yang pantas.[3]
Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik maupun pikiran. Pemilihan
tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan
penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor :
a) Kecakapan tenaga kerja, merupakan
keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja.
Islam menjunjung tinggi hasil kerja yang
cakap dan memerintahkan umat Islam untuk
mengajarkan semua jenis kerja dengan tekun
dan sempurna. Kecakapan tenaga kerja
tergantung pada tiga faktor yaitu : kesehatan fisik, mental
dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
b) Mobilisasi tenaga
kerja, merupakan pergerakan tenaga kerja
dari suatu kawasan geografi ke kawasan yang
lain. Mobilisasi terkait erat dengan kondisi
ekonomi pekerja. Mobilisasi dipengaruhi oleh
faktor tingkat upah, dimana biasanya pekerja
akan berupaya untuk mencari tempat kerja yang
memberikan tingkat upah lebih tinggi. Al
Qur’an membolehkan adanya mobilisasi tenaga kerja demi untuk
mencari penghidupan yang lebih baik.
c) Penduduk, jumlah penduduk
merupakan faktor yang sangat memengaruhi terhadap penawaran
tenaga kerja. Idealnya pertumbuhan penduduk
seiring/seimbang dengan pertumbuhan lapangan kerja
(pertumbuhan ekonomi).
C.
Nilai Dan Moral Produksi Islami
Non
muslim tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan
ekonomi dan strategi pasarnya.
nilai Islam yang dengan produksi
dikembangkan dari tiga nilai utama dalm ekonomi islam,
yaitu: khilafah, adil, dan takaful, dan lainnya :
1. Peringatan Allah akan kekayaan alam.
2. Berproduksi dalam lingkaran yang Halal.
Sendi utamanya dalam berproduksi adalah bekerja, berusaha bahkan dalam proses
yang memproduk barang yang dihalalkan Allah termasuk dalam menentukan target
yang harus dihasilkan dalam berproduksi.
3. Etika mengelola sumber daya alam dalam
berproduksi dimaknai sebagai proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan
sumber daya alam yang harus disandarkan pada visi manusia sebagai khalifah di
bumi.
4. Etika dalam berproduksi memanfaatkan
kekayaan alam juga sangat tergantung dari nilai-nilai sikap manusia, nilai
pengetahuan, dan keterampilan. Dan bekerja sebagai sendi utama produksi yang
harus dilandasi dengan ilmu dan syari’ah islam.
5. Khalifah di muka bumi tidak hanya
berdasarkan pada aktivitas menghasilkan daya guna suatu barang saja melainkan
Bekerja dilakukan dengan motif kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.
Namun secara umum nilai dan
moral dalam islam tentang muamalah Islam, maka tampak jelas dihadapan kita
empat nilai utama, yaitu rabbaniyah, akhlak, kemanusiaan dan
pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan kekhasan (keunikan) yang utama
bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat
menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran
Islam. Makna dan nilai-nilai pokok yang empat ini memiliki cabang, buah, dan
dampak bagi seluruh segi ekonomi dan muamalah Islamiah di bidang harta berupa
produksi, konsumsi, sirkulasi, dan distribusi.
D.
Analisis Biaya Produksi
Biaya
dalam pengertian Produksi ialah semua “beban” yang harus ditanggung oleh
produsen untuk menghasilkan suatu produksi. Biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan
barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut.Untuk menghasilkan barang
atau jasa diperlukan faktor-faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja,
modal, dan keahlian pengusaha. Semua faktor-faktor produksi yang dipakai adalah
merupakan pengorbanan dari proses produksi dan juga berfungsi sebagai ukuran
untuk menentukan harga pokok barang. Input yang digunakan untuk memproduksi
output tersebut sering disebut biaya oportunis. Biaya oportunis sendiri
merupakan biaya suatu faktor produksi yang memiliki nilai maksimum yang
menghasilkan output dalam suatu penggunaan alternatif. Biaya produksi dapat
meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Bahan baku atau bahan dasar termasuk
bahan setengah jadi
b. Bahan-bahan pembantu atau penolong
c. Upah tenaga kerja dari tenaga kerja kuli
hingga direktur.
d. Penyusutan peralatan produksi
e. Uang modal, sewa.[4]
Untuk menghitung Biaya
Tetap Total / Total Fixed Cost (TFC) adalah dengan cara menambah
Biaya Tetap / Fixed Cost (FC) dengan Biaya Variable / Variable
Cost (VC). Biaya total (TFC) adalah keseluruhan biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan untuk membeli semua keperluan baik barang dan jasa
yang akan digunakan dalam proses produksi demi menghasilkan
/ produksi suatu barang. Total fixed cost dihitung
untuk memperoleh faktor produksi yang tidak dapat berubah jumlahnya.
a) Biaya Variabel Total / Total
Variable Cost (TVC) adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh faktor produksi variabel.
b) Cara menghitung Biaya Tetap
Rata-rata / Average Fixed Cost (AFC) adalah dengan cara
biaya total dibagi dengan jumlah produksi.
c) Cara menghitung Variabel
Rata-Rata / Average Variable Cost (AVC) adalah dengan cara
membagi Biaya Variabel Total (TVC) dengan jumlah produksi.
d) Cara menghitung Biaya Total
Rata-Rata / Average Total Cost (AC) adalah dengan cara Biaya
Total dibagi dengan jumlah produksi.
e) Biaya Marginal / Marginal
Cost (MC) diperoleh melalui hasil penambahan Biaya Produksi yang
digunakan untuk menambah produksi satu unit barang / produk.
E.
Mekanisme Produksi Islami
Perbedaan
ekonomi islam dengan ekonomi konvensional adalah pada filosofi ekonomi yang
dianutnya dan bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan ruh
pemikiran dengan nilai- nilai islam dan batasan- batasan syari'ah.[5]
Gambaran
mekanisme produksi islami dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kurva
atau garis. Gambaran mekanisme produksi adalah menunjukkan hubungan antara
jumlah barang yang diproduksi dan biaya yang dikeluarkan.
1) Kurva Biaya (Cost)
Untuk memproduksi suatu produk tertentu
dibutuhkan biaya tetap (fixed cost = FC) dan biaya keseluruhan (total cost =
TC). Produk yang dihasilkan dijual untuk mendapatkan penerimaan, maka akan di
temukan total penerimaan dari hasil penjualan produk atau disebut total revenue
(TR). Hubungan antara FC, TC dan TR dapat digambarkan dalam grafikHubungan
Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi berikut :
Biaya yang dikeluarkan oleh
produsen dibedakan menjadi biaya tetap (FC) dan biaya variabel (VC). Fixed cost
adalah besaran biaya yang dikeluarkan tidak dipengaruhi oleh berapa banyak
output atau produk yang dihasilkan.
Variabel cost adalah biaya yang
besarnya ditentukan langsung oleh berapa banyak output yang dihasilkan. Total
cost adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang
(FC = FC + VC). Total penerimaan (total revenue) adalah jumlah penerimaan yang
diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual. Adanya beban bunga yang
harus dibayar produsen (sebagai biaya tetap), maka biaya tetap produsen naik,
yang gilirannya juga meningkatkan biaya total dari TC ke Tci. Naiknya biaya
total akan menggeser atau mendorong titik i,pas (break even point) dari suatu Q
ke Q berikutnya. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah
Produksi dengan Pola Bunga berikut :
2) Kurva Penerimaan (Revenue)
Dalam kaitan dengan total penerimaan ada
tiga model, yaitu : Revenue Sharing (rs), Profit Sharing (ps) dan Profit and
Lose Sharing (pls).
Dalam sistem bagi hasil yang berubah
adalah kurva total penerimaan (TR). Kurva ini akan berputar ke arah jarum jam
dengan titik O (origin) sebagai sumbu putarnya. Kurva TR ini akan berputar
sehingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal sumbu X.
Revenue Sharing adalah mekanisme bagi
hasil di mana seluruh biaya ditanggung oleh pengelola modal. Sementara pemilik
modal tidak menanggung biaya produksi. Titik BEP adalah titik impas yang
terjadi ketika TR berpotongan dengan kurva TC (BEP terjadi ketika TR = TC).
Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan
Pola Revenue Sharing berikut :
Mekanisme revenue sharing memiliki
persamaan dan perbedaan dengan mekanisme bunga. Persamaannya adalah bergesernya
Q ke Qi / Qrs (bahwa Qi > Q dan Qrs > Q) pada kedudukannya di titik BEP.
Sementara perbedaannya adalah jika mekanisme bunga yang bergerak adalah kuva
biaya tetap dan biaya total, namun pada mekanisme revenue sharing kurva yang
bergeser adalah kurva total penerimaan (TR) searah jarum jam.
3) Profit Sharing
·
Dalam
akad muamalah islam, dikenal akad mudharabah, yaitu akad yang disepakati antara
pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman
pembagian keuntungan. Perhatikan gambar Hubungan Biaya, Penerimaan dan
Jumlah Produksi dengan Pola Profit Sharing berikut :
Pada profit sharing seluruh biaya
ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah keuntungan. Kurva TR pada
mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP sebagai tanda
mulai terjadinya keuntungan).
Di samping akad mudharabah, ada akad
musyarakah. Bagi untung yang terjadi pada mulut buaya atas tidak perlu simetris
dengan bagi rugi yang terjadi pada mulut buaya bawah, karena bagi untung
berdasarkan nisbah sedangkan bagi rugi berdasarkan penyertaanodal masing- masing.
4) Profit dan Loss Sharing
Dalam akad bagi untung dan bagi rugi
dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi
secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung didasarkan pada
nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan modal. Bagi
untung terjadi antara kuva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kuva TC dan
TR, dengan sumbu putarnya dari titil 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah TR –
TC.
F.
Penutup
Setiap
kegiatan produksi hendaknya ditujukan untuk
meningkatkan manfaat dari suatu materi. Produksi harus memerhatikan norma
dan etika yang telah ditetapkan dalam Islam. Penggunaan
faktor-faktor produksi secara efisien terutama
yang berasal dari sumberdaya bertujuan untuk menjaga keseimbangan
alam. Penentuan upah harus didasarkan pada
beberapa kriteria seperti kebutuhan hidup, roduktivitas
dan kemampuan perusahaan.
Daftar Pustaka
Hak, Nurul.
2011. “Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syari’ah”. Yogyakarta: Teras.
Hakim, Lukman.
2012. “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam”. Jakarta: Erlangga.
[1] Nurul Hak, “Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syari’ah”, (Yogyakarta:
Teras, 2011), H.10
[2] Nurul Hak, “Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syari’ah”, (Yogyakarta:
Teras, 2011), H.178
[3] [3]
Lukman Hakim , “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam”, (Jakarta: Erlangga.
2012), H. 45-49
[4] [4]
Nurul Hak, “Ekonomi Islam, Hukum Bisnis Syari’ah”, (Yogyakarta: Teras,
2011), H.456
[5] Machfuddin Aladip, “Bulughul Maram”, (Semarang: PT Karya Toha
Putra, 1995), H.331
No comments:
Post a Comment