1

loading...

Wednesday, October 24, 2018

MAKALAH KEUTAMAAN ULAMA DAN DA'I

MAKALAH KEUTAMAAN ULAMA DAN DA'I



PENDAHULUAN
            Secara bahasa, kata ulama adalah bentuk jamak dari kata ‘aalim. ‘Aalim adalah isim fail dari kata dasar:’ilmu. Jadi ‘aalim adalah orang yang berilmu. Dan ‘ulama adalah orang-orang yang punya ilmu.
            Dengan demikian, pengertian ulama secara harfiyah adalah “orang-orang yang memiliki ilmu”. Pengertian ulama secara harfiyah ini sejalan dengan beberapa pendapat ulama sendiri:
            Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah”(Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin). 
            Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan”(Badruddin Al-Kinani)
            Ulama ialah orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah maupun Quraniyah, dan mengantarnya kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, takwa, dan khasysyah (takut) kepada-Nya” (M.Quraish Shihab).
            Karakteristik esensial ulama adalah iman, ilmu, dan amal, yang semuanya amat mendalam, berbeda dengan orang biasa, serta mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari masyarakat secara kultural” (Mastuhu).[1]

A.    REDAKSI HADIST

1.     حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا – البخارى
            Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin 'Amru bin Al 'Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". [2]

2.     عَنْ قَيْسِ بْنِ كَثِيرٍ قَالَ قَدِمَ رَجُلٌ مِنْ الْمَدِينَةِ عَلَى أَبِي الدَّرْدَاءِ وَهُوَ بِدِمَشْقَ فَقَالَ مَا أَقْدَمَكَ يَا أَخِي فَقَالَ حَدِيثٌ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَمَا جِئْتَ لِحَاجَةٍ قَالَ لَا قَالَ أَمَا قَدِمْتَ لِتِجَارَةٍ قَالَ لَا قَالَ مَا جِئْتُ إِلَّا فِي طَلَبِ هَذَا الْحَدِيثِ قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَبْتَغِي فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضَاءً لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ - الترمذى

            Dari Qais bin Katsir ia berkata; Seseorang dari Madinah mendatangi Abu Darda` di Damaskus, Abu Darda` bertanya; "Apa yang membuatmu datang kemari wahai saudaraku?" Orang itu menjawab: "Satu hadits yang telah sampai kepadaku bahwa anda menceritakannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Abu Darda` bertanya; "Bukankah kau datang karena keperluan lain?" Orang itu menjawab; "Tidak." Abu Darda` bertanya; "Bukankah kau datang untuk berniaga?" Orang itu menjawab: "Tidak, aku datang hanya untuk mencari hadits tersebut." Abu Darda` berkata; "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan menuntunnya menuju surga dan para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya karena senang kepada pencari ilmu, sesungguhnya orang berilmu itu akan dimintakan ampunan oleh (makhluq) yang berada di langit dan di bumi hingga ikan di air, keutamaan orang yang berlilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang, sesungguhnya ulama adalah pewaris pada nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang banyak."

B.     KOSA KATA (MUFRADAT)
1.      Hadist Pertama
إِنَّ اللَّهَ: sesungguhnya Allah
يَقْبِضُ: Mencabut
عَالِمًا اتَّخَذَ: orang-orang bodoh
2.    Hadist Kedua
يَلْتَمِسُMencari:
الجَنَّةِSurga:
تَضَعُ Meletakkan::
Menempuh
:
سَلَكَ
Sayapnya
:
أَجْنِحَتَهَا
Suatu jalan
:
طَرِيْقًا
Ikan-ikan
:
الحِيْتَان
Menuntut
:
يَلْتَمِسُ
Keutamaan orang berilmu
:
فَضْلَ اْلعِلْمِ
Mepermudah
:
سَهَّلَ
Pewaris Nabi
:
وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Pasti meletakkan
:
لَتَضَعُ
Bagian yang banyak
:
بِحَظٍّ وَافِرٍ

C.    PENJELASAN HADIST
1.      Hadist Pertama
            Dalam hadits ini dijelaskan bahwa apabila Allah hendak mencabut suatu ilmu maka terlebih dahulu Allah akan mencabut nyawa ulama. Ini bisa dimaklumi bahwa yang memiliki ilmu itu adalah ulama. Seandainya ilmu ulama itu belum sempat dipelajari oleh orang lain maka akan hilanglah ilmu itu. Kemudian hadits di atas juga menjelaskan bahwa apabila sudah tidak ada orang yang pandai (agama), akhirnya orang bodoh pun akan diangkat sebagai pemimpin, yang akan tersesat dan menyesatkan orang lain.
            Oleh karena itu, sangat penting mempunyai ilmu (agama) dan sekaligus menyebarluaskannya pada orang lain agar tidak kehabisan ulama sehingga apabila seorang ulama meninggal maka akan ada penggantinya. Dengan demikian, umat manusia tetap berada pada jalan yang diridhoi Allah swt. Dan Nabi pun menerangkan pula bahwa beliau tidak meninggalkan emas dan perak (harta), namun mewariskan ilmu.

2.      Hadist Kedua
            Hadits tersebut di atas masih ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Dijelaskan oleh Nabi, seorang alim (orang yang berilmu) lebih utama dari seorang hamba yang gemar ibadah (hamba yang ilmunya sedikit). Dan Rasulullah saw. menjelaskan bahwa para ulama adalah pewaris para nabi.
            Pertama: Bahwa seorang alim lebih utama dari seorang abid yang gemar beribadah.
Ini artinya bahwa orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi bahkan melebihi seorang abid yang gemar beribadah namun tidak didasari dengan ilmu yang memadai.Yang dimaksud dengan orang yang berilmu di sini adalah orang yang mempunyai ilmu dan mengamalkannya. Ilmu yang dimilikinya bagaikan cahaya yang dapat menerangi kegelapan. Sebagai orang yang berilmu ia mengerti bahwa ilmunya harus dimanfaatkan. Dengan ilmunya ia dapat membedakan antara yang hak dan yang bathil, antara yang halal dan mengetahui yang haram. Dengan ilmunya, ia dapat beribadah dengan baik, apa yang dikerjakannya mempunyai dasar, dan di dalam berbuat ia penuh dengan hati-hati.Dengan ilmunya pula ia dapat merubah keadaan dan cepat menyesuaikan keadaan itu dengan segera.
Jadi, orang yang berilmu itu dapat memberi manfaat pada dirinya sendiri dan kepada umat manusia. Di saat beribadah kepada Allah dilakukannya dengan benar sesuai dengan apa yang dimilikinya. Dan di saat itu juga ia dapat menerangi umat manusia dengan jalan memberi petunjuk kepada orang yang membutuhkannya. Ia tidak ingin melihat orang lain terjerumus dalam kehinaan.Seseorang yang tidak berilmu di dalam beribadah tidak sesempurna orang yang berilmu. Bisa jadi apa yang dilakukannya tidak memberi manfaat pada dirinya.
Rasulullah saw. mengibaratkan orang alim (ulama) dibandingkan dengan seorang abid bagaikan bulan atas bintang-bintang. Artinya ilmu yang dimiliki (seorang alim) dapat memancarkan cahaya yang terang seperti terangngnya cahaya bulan, sedangkan seorang abid yang beribadah memancarkan cahaya seperti cahaya bintang.
            Kedua: Para ulama adalah pewaris para nabi.
Para ulama (orang yang berilmu) bertugas sebagai pembawa amanat para nabi yang harus disampaikan kepada umat manusia. Secara berkesinambungan dakwawah atau ajaran yang penuh disampaikan oleh para nabi, setelah beliau wafat dilanjutkan oleh para ulama. Seorang ulama tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi dengan ilmu yang ia miliki ia berkewajiban mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, keberadaan agama akan terus terpelihara dengan baik. Walaupun kita tidak pernah berjumpa dengan Nabi Muhammad saw. dan tidak pernah mendengar langsung ajaran-ajarannya, namun berkat kegigihan para ulama Islam, kita dapat mengenyam nikmat-nikmat ajaran Islam. Karena ulama adalah pewaris nabi dan pemegang amanah Allah. Begitu pentingnya peranan ulama, nabi pernah mengingatkan, Allah akan mencabut ilmunya dengan cara mencabut (nyawa) para ulama. Bagi sahabat yang ingin membaca hadits lainnya mengenai menuntut ilmu.


PENUTUP
            Ulama secara harfiyah adalah “orang-orang yang memiliki ilmu”. Pengertian ulama secara harfiyah ini sejalan dengan beberapa pendapat ulama sendiri:
            Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah”(Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin). 
            Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan”(Badruddin Al-Kinani)
            Ulama ialah orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah maupun Quraniyah, dan mengantarnya kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, takwa, dan khasysyah (takut) kepada-Nya” (M.Quraish Shihab).
            Karakteristik esensial ulama adalah iman, ilmu, dan amal, yang semuanya amat mendalam, berbeda dengan orang biasa, serta mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari masyarakat secara kultural” (Mastuhu).
















DAFTAR PUSTAKA
Umar Hasyim. 1998. Mencari Ulama Pewaris Nabi. PT. Bina Ilmu. Surabaya
Rahmiati dan Nor Hamdan. 2006. Dinamika Peran Ulama Dalam Politik Praktis. Antasari press. Banjarmasin
Ibnu Majah. (Sunan), Kitab al-ilmi, Bab Keutamaan Ulama’ dan anjuran mencari             ilmu (Bentuk-bentuk Dar Al Fikri 2001)



[1] Umar Hasyim. 1998. Mencari Ulama Pewaris Nabi. PT. Bina Ilmu. Surabaya Hal. 20
[2] Rahmiati dan Nor Hamdan. 2006. Dinamika Peran Ulama Dalam Politik Praktis. Antasari press. Banjarmasin Hal.31

No comments:

Post a Comment