1

loading...

Friday, October 26, 2018

MAKALAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

MAKALAH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Salah satu kebijakan strategis pendidikan nasional sesuai dengan amanat UU Nomor Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional adalah manajemen berbasisi sekolah (MBS). MBS Tersebut merupakan pendekatan manajemen yang harus diterapkan oleh sekolah dasar sebagai bagian dari satuan pendidikan dasar berdasarkan standar pelayanan minimal. Penerapan MBS di sekolah mendorong sekolah harus secara aktif, mandiri, terbuka dan akuntabel melakukan berbagai peningkatan mutu pendidikan sesuai dengan kebutuhan sekolah sendiri dengan disertai pembuatan keputusan secara Partisifatif.
MBS memberikan keluasaan bagi sekolah untuk menentukan arah dan kebijakan yang relevan dengan situasi dan kondisi lingkungannya. MBS Juga memberikan peluang yang sangat besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan di sekolah.
Penting bagi guru, calon guru, maupun pemerhati pendidikan untuk benar-benar memahami konsep MBS ini agar nantinya bisa menjalankan manajemen pendidikan di sekolah sesuai dengan apa yang tertuang dalam konsep MBS. Untuk itu dalam makalah ini penulis akan membahas materi mengenai MBS.

B.     Rumusan Masalah
a.       Pengertian Manajemen berbasis sekolah.
b.      Tujuan manajemen berbasis sekolah.
c.       Prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah.
d.      Strategi Pelaksanaan MBS
e.       Proses Pelaksanaan Manajemen Berbasis sekolah
f.       Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah.
g.      Dampak Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian MBS
Menurut Nurkolis secara leksikal, manajemen berbasis sekolah bersal dari tiga kata , yaitu manajemen, berbasis dan sekolah. Berdasarkan makna leksikal tersebut,  MBS dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Tidak menyimpang dari definisi tersebut bahwa manajemen berbasis sekolah  ialah suatu otonomi yang diberikan kepada pendidikan dasar/menengah untuk meningkatkan mutunya.
Kemudian peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pasal 5BB ayat 2, menyebutkan bahwa manajemen berbasis sekolah/madrasah menentukan secara mandiri untuk satuan pendidikan yang dikelolahnya dalam bidang manajemen.
Pengertian lain disampaikan oleh Syaiful Sagala bahwa model pembelajaran manajemen berbasis sekolah ialah suatu ide dimana kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar , yaitu sekolah itu sendiri.
Manajemen berbasis sekolah difahami sebagai proses manajemen yang berlandaskan atau berporoskan “kebijakan” yang lahir dari dari pelaksanaan di tingkat satuan sekolah dengan memperhatikan potensi lokal yang memungkinkan untuk dikembangkan secara nasional. Jadi potensi lokal tidak hanya dikelolah untuk kepentingan lokal dimana sekolah berada tetapi sejatinya bisa menjadi ikon penting nasional. Inilah esensi sesungguhnya dari implementasi manajemen berbasis sekolah.  Jika masyarakat disatuan sekolah saja, maka kondisi tersebut tidak akan membawa dampak signifikan bagi penguatan benteng nasional menghadapi gerakan globalisasi. Keadaan itu mengindikasikan kegagalan manajemen berbasis sekolah, meskipun pada willayah mikro mungkin berhasil dan unggul.[1]

B.     Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1.      Tujuan Umum
MBS bertujuan meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih besar dalam mengelolah sumber daya sekolah, dan mendorong kesuksesan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu sekolah.
2.      Tujuan Khusus
a.       Membina dan mengembangkan komponen manajemen kurikulum dan pembelajaran melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif.
b.      Memmbina dan mengembangkan komponen manajemen peserta didik melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif.
c.       Membina dan mengembangkan kompenen pendidik dan tenaga kependidikan melalui empat proses manajemen yang lebih efektif.
d.      Membawa dan mengembangkan komponen manajemen sarana dan prasarana melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif.
e.       Membina dan mengembangkan komponen pembiayaan melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif.
f.       Membina dan mengembangkan komponen hubungan sekolah dan masyarakat melalui empat proses manajemen sekolah yang lebih efektif.
g.      Membina dan mengembangkan komponen budaya sekolah.[2]


C.    Prinsip Manajemen Berbasis Sekolah
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 48 ayat (1) dinyatakan bahwa, “pengelolaan dana  pendidikan berdasarkan prinsip keadilan , efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.” Sejalan dengan amanat tersebut, peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 49 ayat (1) menyatakan: “pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasisi sekolah  yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Berdasarkan isi kenijakan tersebut, prinsip MBS meliputi:
1.      Kemandirian
Kemandirian bearti kewenangan sekolah untuk mengelolah sumber daya dan mengatur kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi seluruh warga sekolah sesuai peraturan perundangan. Kemandirian sekolah hendaknya didukung oleh kemampuan sekolah dalam mengambil keputusan terbaik, berdemokrasi, mobilasi sumber daya, berkomonikasi yang efektif, memecahkan masalah, adaptif dan antisipatif terhadap inovasi pendidikan, bersinergi dan berkolaborasi, dan memenuhi kebutuhan sekolah sendiri.
2.      Keadilan
Keadilan berarti sekolah tidak memihak terhadap salah satu sumber daya manusia yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya sekolah, dan dalam pembagian sumberdaya untuk kepentingan peningkatan mutu sekolah.  Pembagian sumber daya untuk pengelolaan semua subtansi manajemen sekolah dilakukan secara bijaksana untuk mempercepat dan keberlajutan upaya peningkatan mutu sekolah. Dengan diperlakukan secara adil, semua pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan terhadap sekolah seoptimal mungkin.
3.      Kemitraan
Kemitraan yaitu jalainan kerja sama antara sekolah dengan masyrakat , baik individu, kelompok/organisassi maupun dunia usaha dan dunia industri. Dalam prinsip kemitraan antara sekolah dan masyarakat dalam posisi sejajar, yang melaksanakan kerja sama saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan disekolah.
4.      Keterbukaan
Manajemen dalam konteks MBS dilakukan secara terbuka atau transparan, sehingga seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui mekanisme pengelolaan sumberdaya sekolah. Keterbukaan dapat dilakukan dengan melalui penyebarluasan inforamasi sekolah disekolah dan pemberian informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya sekolah, untuk memperoleh kepercayaan publik terhadap sekolah. Tumbuhya kepercayaan publik merupakan langkah awal upaya sekolah dalam meningkatkan peran serta masyarakat terhadap sekolah.
5.      Partisipatif
Partisifatif dimaksudkan sebagai keikutsertaan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam mengelolah sekolah dan pembuatan keputusan. Bentuk partisifatif dapat berupa sumbangan tenaga, dana, dan sarana prasarana, serta bantuan teknis antara lain gagasan tentan pengembangan sekolah.
6.      Efesiensi
Efesiensi dapat diartikan sebagai penggunaan sumberdaya (dana, sarana prasarana dan tenaga) sedikit mungkin dengan harapan memperoleh hasil seoptimal mungkin. Efesiensi juga berarti hemat terhadap pemakaian sumber daya namun tetap dapat menccapai sasaran  peningkatan mutu sekolah.
7.      Akuntabilitas
Akuntabilitas menekankan pada pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan disekolah, utamanya pencapaian sasaran peningkatan mutu sekolah. Sekolah dalam mengelolah sumber daya berdasar pada peraturan perundangan dan dapat mempertanggung jawabkan kepada pemerintah, seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan lainnya. Pertanggung jawaban meliputi implementasi proses dan komponen manajemen sekolah. Sejalan dengan adanya pemberian otonomi yang lebih besar terhadap sekolah untuk mengambil keputusan, maka implementasi ketujuh prinsip MBS disekolah pada dasarnya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah. Sekolah diperbolehkan menambah prinsip implementasi MBS yang sesuai dengan karakteristik sekolah, guna mempercepat upaya peningkatan mutu sekolah baik secara akademis mauun non akademis.

D.    Strategi Pelaksanaan MBS
Dalam mengimplementasikan desentralisasi pendidikan ini diperlukan strategi-strategi tertentu, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Membuat Kurikulum yang Pro Kepada Siswa
Kurikulum layaknya sebuah momok besar bagi siswa-siswi dinegeri ini, hal ini karena mereka tidak merasakan kesesuaian dengan kurikulum yang ada saat ini. Walaupun kurikum seringkali berubah (diganti) akan tetapi rasanya masih selalu kurang sesuai. Sudah seharusnya pihak yang berwenang merubah kurikulum yang disesuaikan dengan minat dan bakat para peserta didik.
2.      Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Menyenangkan
Untuk sebagian peserta didik, sekolah merupakan tempat yang tidak menyenangkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut diharapkan sekolah bisa menciptakan proses belajar mengajar disekolah yang menyenangkan. Disinilah peran penting para pendidik yang seharusnya bisa memahami karakteristik para peserta didiknya sehingga suasana dikelas menjadi lebih nyaman.
3.      Meningkatkan Mutu Para Pendidik.
Program Manajemen Berbasis Sekolah akan berjalan baik dengan peran aktif dari para pendidik yang bermutu. Para pendidik yang bermutu diharapkan bisa bisa memanage sumber daya yang tersedia disekolahnya seoptimal mungkin. Upaya yang umumnya dilakukan pemerintah (Depdikbud) untuk meningkatkan mutu para pendidik adalah dengan mengadakan program pelatihan.
4.      Dukungan Tenaga Kependidikan di Sekolah.
Stakeholder didalam sekolah lainnya yang memiliki peran penting dalam desentralisasi pendidikan adalah tenaga kependidikan di Sekolah. Tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat (selain tenaga pendidik) yang mengabdikan dirinya untuk pendidikan disekolah. Dukungan tenaga kependidkan disekolah sangat penting guna menciptakan kemandirian disekolah.
5.      Keaktifan Peserta Didik.
Keaktifan peserta didik disekolah sangat diperlukan guna menciptakan School-Based Management yang baik. Meskipun peserta didik bukan pengambil kebijakan disekolah, tapi peserta didik bisa memberikan saran dan masukan agar tercipta kemandirian disekolah sehingga sekolah bisa mengalokasikan sumber daya yang tersedia secara optimal.
6.      Peran Aktif Orang Tua Peserta Didik.
Orang tua siswa memiliki peran penting didalam penyelenggaraan program Manajemen Berbasis Sekolah ini. Orang tua peserta didik juga diharapkan turut mengawasi perilaku anak-anaknya dan tidak sepenuhnya membebankan kepada pihak sekolah. Orang tua peserta didik juga diharapkan aktif dalam memberikan pandangan-pandangannya guna memajukan sekolah.
7.      Sarana Prasarana Pendukung yang Memadai.
Untuk memajukan mutu pendidikan disekolah, sarana dan prasarana pendukung sangatlah diperlukan. peserta didik akan menjadi lebih mudah dalam menyerap berbagai pelajaran disekolah dengan bantuan sarana prasarana yang ada. Apalagi saat ini merupakan era ICT, dimana para peserta didik akan semakin mudah memahami pelajaran-pelajaran dengan bantuan multimedia.
8.      Pengawasan Masyarakat Sekitar.
Pengawasan dari masyarakat sekitar merupakan bentuk dukungan untuk menciptakan sekolah yang baik. Jika sekolah tersebut berprestasi, ada baiknya masyarakat memberikan apresiasi. Bagitu pula sebaliknya, apabila sekolah tersebut memiliki citra negatif, ada baiknya masyarakat mengkritik kebijakan didalam sekolah tersebut atau mengadukannya ke Depdikbud.
9.      Dukungan Finansial
Faktor penting lainnya dalam menciptakan Manajemen Berbasis Sekolah yang baik adalah dukungan finansial. Semakin kuat dukungan finansialnya, maka kemungkinan terciptanya kemandirian sekolah akan semakin besar. Kita bisa mencontoh dari (sebagian) sekolah-sekolah swasta dinegeri ini yang memiliki reputasi manajemen baik dengan dukungan finansial yang kuat.
10.  Peran Pemerintah.
Peran pemerintah sangat vital didalam memajukan pendidikan nasional, dalam hal ini adalah dengan program School-Based Management. Pemerintah diharapkan bisa membuat kebijakan-kebijakan yang pro kepada pendidikan nasional seperti membuat kurikulum yang pro kepada siswa, mengimplemetasikan kebijakan 20% APBN untuk pendidikan, dan lain-lainnya.Itulah pembahasan mengenai sepuluh strategi untuk menciptakan Manajemen Berbasis Sekolah yang baik. Kita semua Warga Negara Indonesia tentu berharap agar kebijakan program desentralisasi pendidikan ini bisa berjalan dengan baik dan benar, sehingga tujuan mulia untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional bisa segera tercapai.

E.     Proses Pelaksanaan Manajemen Berbasis sekolah
1.      Perencanaan
Perencanaan adalah proses menetapkan tujuan, kegiatan, sumber daya, waktu, tempat dan prosedur penyelenggaraan komponen manajemen berbasis sekolah. Syarat-syarat perencanaan dalam manajemen sekolah meliputi: didasarkan tujuan yang yang jelas, sederhana, realisis, fleksibel, menyeluruh, efektif dan efisien.
2.      Pengoorganisasian
Pengorganisasian adalah proses kegiatan memilih, membentuk hubungan kerja, menyusun deskripsi tugas dan wawenang orang-orang  yang terlibat dalam kegiatan komponen manajemen sekolah tertentu sehingga terbentuk kesatuan susunan dan struktur organisasi yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan peningkatan mutu sekolah.
3.      Pelaksanaan
Pelaksanaan bearti implementasi dari rencana yang telah disusun. Dalam pelaksanaan juga dilakukan pemotivasian, pengarahan, supervisi, dan pemantauan. Pemotivasian dimaksudkan sebagai pemberi dorongan kepada pendidik dan tenaga kependidikan disekolah agar selalu meningkatkan mutu kegiatan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Pengarahan yaitu pemberian bantuan perbaikan dan pengembangan kegiatan implementasi komponen manajemen sekolah  agar lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan peningkatan mutu sekolah.[3] Supervisi meliputi supervisi manajerial dan akademi, yang dilakukakan secara teratur dan berkesinambungan oleh kepala sekolah, atasan dan pemangku kepentingan lainnya. Pemantauan dilakukan oleh kepala sekolah, atasan, dan pemangku kepentingan lainnya.
4.      Pengawasan
Pengawasan diartikan sebagai proses kegiatan untuk membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan berguna untuk mengukur keberhasilan dan penyimpangan, memberikan laporan dan menerapkan sistem umpan balik bagi keseluruhan kegiatan komponen manajemen sekolah. Pengawasan meliputi kegiatan  evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Kegiatan pengawasan juga didasarkan atas kegiatan pemotivasian , pengarahan, supervisi, dan pemantuan.
F.     Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
1.      Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah yang Baik
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan profesional kepala sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta mampu menciptakan iklim organisasi yang kondusif untuk proses belajar mengajar.
2.      Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Apresiasi Masyarakat Terhadap Pendidikan
Faktor eksternal yang akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi tingkat pendidikan orangbtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3.      Dukungan Pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah menjadi penentu keberhasilan.
4.      Profesionalisme
Faktor ini sangat strategis dalam upaya menentukan mutu dan kinerja sekolah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai program MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa. Personalia sekolah meliputi guru, dan pegawai lainnya. Personalia sekolah dapat dibedakan atas tenaga kependidikan dan non kependidikan.[4]

G.    Dampak Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah
Penerapan MBS secara spesifik  diintifikasi oleh Gunawan, 2010 (dalam Laili, 2011) :
1.    Memberikan peluang kepada tenaga pendidik dan kependidikan yang kompeten untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan dalam peningkatan pembelajaran.
2.    Memberi peluang kepada seluruh pihak dalam sekolah untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan yang penting.
3.    Memunculkan kreativitas dalam merencanakan program pembelajaran.
4.    Memberdayakan kembali sumber daya pendidikan yang ada dalam mendukung tujuan yang dikembangkan sekolah.
5.    Membuat rencana anggaran yang realistik sesuai kebutuhan karena harus bersifat terbuka dan memenuhi tanggung jawab penggunaan biaya sekolah.
6.    Meningkatkan motivasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam mengembangkan keahlian manajemen dan kepemimpinanya.
MBS menyebabkan kepala dinas, pejabat atau staf pusat serta jajarannya berperan sebagai fasilitator pengambilan keputusan di sekolah. Pemerintah pusat hanya berperan dalam menetapkan standar pendidikan nasional yang mencakup standar fasilitas, standar kompetensi, standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dan sebagainya.
Dalam menerapkan standar yang ditetapkan oleh pemerintah, hal ini disesuaikan dengan keadaan di daerahnya. Standar tersebut diterapkan dengan mempertimbangkan ciri khas dan potensi dari wilayah tersebut sehingga pemerintah tidak mengekang kreativitas dan inovasi dari setiap sekolah.
Dalam kebanyakan model MBS, setiap sekolah akan mendapatkan anggaran pendidikan sejumlah tertentu yang masuk akal sesuai kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan ini berupa pelaksanaan supervisi pendidikan di daerahnya misalnya biaya transportasi, administrasi. Alokasi anggaran yang diberikan ke setiap sekolah dipertimbangkan berdasarkan jumlah dan jenis murid di setiap sekolah.
Hambatan Dalam Penerapan MBS :
1.      Kurang berminat untuk ikut terlibat dalam pengelolaan MBS
Beberapa orang tidak menginginkan tugas tambahan diluar tugas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Karena sebagian orang beranggapan dengan adanya penerapan MBS maka hanya akan menambah beban. Pihak sekolah menjadi lebih banyak menggunakan watunya untuk mengatur perencanaan dan anggaran. Akibatnya pihak sekolah kurang memiliki waktu untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Serta tidak semua guru mau untuk ikut andil dalam proses penyusunan anggaran.
2.      Tidak efisien
Pengambilan keputusan dalam sistem kerja MBS dilakukan secara partisipatif sehingga menimbulkan frustasi dan kebanyakan memakan waktu yang lebih lamban jika dibandingkan dengan cara yang sentralis.
3.      Memerlukan pelatihan khusus
Pihak pihak sekolah yang ikut andil dalam MBS sebagian ternyata belum berpengalaman dalam menerapkan model MBS ini. Kebanyakan pihak yang ikut andil ternyata tidak memiliki keahlian dan kemampuan terkait hakikat MBS yang sebenarnya serta bagaimana pengelolaannya.
4.      Kebingungan terhadap peran dan tanggung jawab baru dalam MBS
Pihak sekolah yang selama ini belum menggunakan model MBS, akan terkejut an kebingungan dengan sistem dalam MBS. Hal ini dapat menimbulkan keraguan dalam memikul tangung jawab pengambilan keputusan. Sehingga, penerapan MBS dapat mengubah peran serta tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan.
5.      Kesulitan koordinasi
Sistem kerja MBS yang partisipatif mengharuskan adanya koordinasi yang efisien dan efektif. Maka dibutuhkan koordinasi antar pihak yang berkepentingan untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan masing-masing. Dua hal yang penting adalah pelatihan atau trainee tentang apa itu MBS serta penjelasan peran dan tanggung jawab serta hasil yang dibutuhkan semua pihak yang berkepentingan.
6.      Kepala sekolah kurang memahami penerapan MBS
Hal ini disebabkan karena kepala sekolah sudah terbiasa dengan pola manajemen lama yang terasa sentralistis. Selain itu, tenaga pendidik kurang memahami bagaimana menyelaraskan antara MBS dengan proses pembelajaran di sekolah. Terdapat juga kepala sekolah yang hanya sebatas membentuk komite sekolah tetapi dalam pengelolaannya masih dimonopoli oleh kepala sekolah.

Solusi Pemecahan Dalam Rangka Pencapaian Implementasi MBS :
1.      Meningkatkan mutu SDM dan profesionalitas kepala sekolah, guru, dan pengawas dengan cara  melibatkan stakeholder dalam berbagai pelatihan di sekolah.
2.      Mengadakan penyuluhan tentang kondisi tingkat pendidikan orangtua siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3.      Dukungan pemerintah. Faktor ini sangat membantu efektifitas implementasi MBS terutama bagi sekolah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah.
4.      Mendorong siswa untuk lebih meningkatkan cara belajarnya agar menjadi cara belajar yang efektif dan efisien.
5.      Mempersiapkan instrumen pengukuran pencapaian kinerja baik terhadap proses maupun hasil dengan indikator yang transparan sehingga semua pihak memahami betul ukuran keberhasilan yang disepakati.
6.      Melaksanakan pertemuan mengembangakan  rencana kegiatan, evaluasi kegiatan, dan evaluasi hasil.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah (MBS) yaitu model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian kepala sekolah dan mendorong pengembilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan mutu yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota. MBS bertujuan meningkatkan kemandirian sekolah melalui pemberian kewenangan yang lebih besar dalam mengelolah sumber daya sekolah, dan mendorong kesuksesan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah dalam pengambilan keputusan untuk peningkatan mutu sekolah. prinsip MBS meliputi: Kemandirian, keadilan, kemitraan, keterbukaan, efesiensi dan partisifatif. Proses Pelaksanaan MBS meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

B.     Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat masih banyak terdapat kesalahan dan kekeliruan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan agar dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat tersusun menjadi lebih baik.













     [1] Kisbiyanto, Manajemen Sekolah, (Yogyakarta:Mahameru, 2012), hlm 65-66.
[2] Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar, Panduan Nasional MBS SD, 2003, hlm (13-14).
  [3] Andi Rasyid Pananrangi, Manajemen Pendiidkan, (Celebes Media Perkasa:2017) hlm 7.

[4] Muhammad Kristiawa, Manajemen Pendidikan, (Sleman:Budi Utama, 2017), hlm 9.


No comments:

Post a Comment