MAKALAH PANCASILA TUGU MONAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada
tanggal 17 Agustus 1961 dimulai pembangunan Tugu Monas. Tugu Monumen ini tidak
hanya sekedar tugu yang menampilkan keindahan fisik, namun menjadi sumber
inspirasi bagi generasi mendatang untuk mengenang perjuangan merebut
kemerdekaan serta sumber semanggat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. Dan
sebagai ungkapan rasa terima kasih bangsa kepada perjuangan dan pengorbanan
patriot bangsa yang telah tiada,Namun, Tugu monument nasional (Monas) kurang
menarik bagi generasi muda sekarang padahal Tugu Monas merupakan symbol yang
merefleksikan tentang sejarah perjuangan bangsa yang harus terus dikenang. Tugu
Monas merupakan identitas bangsa daerah Bengkulu dan masyarakat seharusnya
lebih mengenal Tugu Merdeka. Atas dasar permasalahan itulah, penulis akan
menjabarkan tentang sejarah Tugu Monas dan solusi agar Tugu Monas lebih dikenal
oleh masyarakat sebagai objek wisata sejarah.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Peristiwa sejarah Tugu Monas?
2.
Nilai patriotisme pada saat itu?
3.
Orgensi nilai patriotisme pada kondisi sekarang?
1.3 Tujuan
Agar kita dapat
mengetahui sedikit banyak nya sejarah Tugu monas dan perubahan-perubahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peristiwa Sejarah Tugu Monas
Tak banyak yang tahu bahwa pucuk emas di Monumen
Nasional, Jakarta berasal dari Lebong Tandai, Kabupaten Napal Putih, Bengkulu.
Pada era Presiden Soekarno, seorang pengusaha pribumi asal Aceh bernama Teuku
Markam menyumbangkan emas tersebut sebagai bagian dari proyek pembangunan
Monumen Nasional di tahun 1959.
Desa Lebong Tandai pernah menjadi kawasan primadona di
wilayah nusantara. Jauh sebelum perusahaan tambang emas Freeport berkuasa,
harumnya komoditas emas sudah tercium lebih dahulu dari wilayah Barat Indonesia
itu. Pemerintah kolonial Belanda menyadari betul potensi alam ini meskipun
Lebong Tandai berada di pedalaman dan sulit mendapatkan akses menuju tempat
ini.
Tak
salah bila Lebong Tandai dijuluki sebagai Batavia Kecil karena posisinya yang
amat penting dalam menunjang perekonomian pemerintah kolonial. Padahal awalnya
wilayah ini termasuk di bawah kekuasaan Kerajaan Inggris sebelum kedua negara
melakukan pertukaran daerah koloni. Sesudah tahun 1890an, Inggris mendapatkan
Singapura yang berada di wilayah semenanjung Malaya, sementara Belanda
mendapatkan Sumatera bagian selatan termasuk Bengkulu. Bahkan, sebelum Belanda
datang, masyarakat sekitar mengenal Lebong Tandai sebagai sudah Svarnadwipa
atau Pulau Emas.
Alex L ter Braake, penulis
buku Mining in the Netherlands East Indies (1944), menuliskan, tahun 1910,
sebuah perusahaan tambang emas asal Belanda, Mijnbouw Maatschappij Simau
memutuskan untuk mengelola tempat itu menjadi area operasional. Di tahun itu
pula perusahaan yang saat itu baru berumur sembilan tahun tersebut membuat
terowongan dan rel kereta sebagai bagian dari konstruksi pertambangan. Mereka
menjadi perusahaan pertama yang melakukan eksploitasi emas secara besar-besaran
di nusantara. Rata-rata setiap tahun tambang emas Lebong Tandai menghasilkan1 ton
emas. Pada 1937, misalnya, produksi emas Lebong Tandai mencapai 1.095.538 gram.
Periode 1900-1940 mungkin menjadi masa keemasan tambang ini karena mampu
memproduksi 72% dari semua emas Netherlands East Indies yang totalnya mencapai
123 ton. Secara keseluruhan, ada tiga lokasi emas yang mereka kelola yaitu di
Air Nuar, Lebong Tandai, dan Karang Suluh.
Emas
dari Lebong Tandai terkenal dengan sebutan emas si molek karena alat pengangkut
emas atau lori di Lebong Tandai dinamai si molek. Kereta angkut yang dibangun
Belanda ini berjalan di atas rel dengan jarak tempuh sekitar 33,5 km menuju
tambang. Penggunaan lori diperlukan karena jalur ini sangat rawan longsor.
Jalur ini diapit oleh dinding tebing setinggi 25 meter dan bibir sungai yang
curam sehingga memerlukan alat angkut yang dinilai tepat dan aman. Tempat
pengolahannya pun masih sederhana. Para penambang menggunakan Gelundung yang
berbentuk selinder, panjang diameternya mencapai 30 cm dan terbuat dari plat
baja.
Ketika
masa operasional tambang dimulai, Lebong Tandai dalam sekejap disulap menjadi
kota kecil yang pada zaman itu terbilang cukup mewah. Mijnbouw Maatschaappij
Simau membangun beberapa fasilitas seperti lapangan tenis, lapangan basket,
rumah sakit, rumah bola (biliard), hingga rumah bordil yang populer dengan
sebutan rumah kuning. Pembangunan fasilitas rumah bordil bahkan ditiru oleh PT
Lusang Mining, perusahaan asal Australia yang menguasai wilayah ini pada tahun
1980an agar para pekerja tak mengajak keluarga tinggal di mess karyawan.
Pada
zaman Belanda, segala fasilitas ini sengaja dibangun untuk memenuhi kebutuhan
para pekerja tambang yang kebanyakan didatangkan dari Jawa, sekaligus para
petinggi dan pasukan keamanan Belanda. Tak hanya itu, pemerintah Belanda kerap
kali mendatangkan penari-penari ronggeng dari Jawa sebagai hiburan. Hal ini
dibuktikan dengan nama sebuah jembatan menuju Lebong Tandai yaitu jembatan Dam
Ronggeng I dan Ronggeng II.
Bagi
pekerja tambang yang sakit, di sebelah barat Lebong Tandai dibangun sebuah
rumah sakit yang terletak di bukit barisan. Di sanalah para pekerja tambang itu
ditampung.
Kondisi
alam dan alat kerja yang tidak menjamin kesehatan membuat banyak penambang
mengalami sakit paru-paru. Paling lama enam bulan setelah datang ke Lebong
Tandai, pekerja yang baru didatangkan dari Jawa pasti langsung sakit.
Sayangnya
keberadaan rumah sakit ini tak banyak membantu. Bagi pekerja yang sedang sakit
akan diberi dua pilihan oleh perusahaan. Pertama dipulangkan ke kampung
halamannya atau kedua, dibiarkan berada di rumah sakit hingga menuju ajal tiba.
Maka dari itu di bagian belakang rumah sakit terdapat areal pemakaman yang
kebanyakan adalah korban Mijnbouw Maatschaappij Simau. Tambang emas ini juga
sempat dikuasai Jepang pada 1943 hingga 1945 ketika negeri matahari terbit itu
mendarat di tanah air sebelum akhirnya diambil alih pemerintah baru Indonesia.
2.2 Nilai Patriotisme
Saat Itu
Monumen
Nasional atau yang sering di kenal dengan tugu
monas atau menara pemantau di kelurahan malabero kota
Bengkulu.Tepatnya di depan rumah dinas Gubenur Bengkulu, view tower memiliki
fungsi untuk memantau tinggi gelombang laut, mengingat Bengkulu adalah daerah
rawan gempa dan tsunami, menara itu juga akan mendukung pariwisata Bengkulu.
Menara ini multifungsi, selain untuk memantau gelombang laut juga terbuka untuk
umum yang ingin melihat pemandangan seluruh kota dan laut yang indah. Tidak
hanya itu, lapangan di sekitar menara akan dijadikan lokasi evakuasi bencana. Untuk
menuju puncak menara pengunjung dapat menaiki lift dari puncak akan tampak
panorama kota Bengkulu dan birunya laut Samudra Hindia. Monumen ini dibangun untuk mengenang
patriotisme perlawanan dan perjuangan rakyat Bengkulu dalam melawan penjajahan sampai masa kemerdekaan.
2.3 Orgensi
Nilai Patriotisme Pada Saat Sekarang
Monumen
Nasional sebagai museum yang menyimpan begitu banyak peinggalan bersejarah yang
berkaitan dengan perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, seharusnya
menjadi tempat yang harus dikunjungi untuk mengenang jasa para pahlawan. Namun
kenyataannya karena globalisasi yang berkembang pesat, kehidupan masyarakat
menjadi berubah kearah gaya hidup hedonism yang hanya mementingkan kesenangan
hidup tanpa memperdulikan sejarah yang merupakan bagian penting dari masa
sekarang. Jadi hedonism menyebabkan berkurangnya minat masyarakat terhadap
objek wisata bersejarah. Sebagai contoh banyak pemuda-pemudi yang datang
mengunjungi ‘Tugu Monas’
namun mereka hanya bertamasya dan tidak tertarik untuk mengetahui nilai sejarah
yang ada dibalik penbangunan Monumen Nasional.
Banyak event
yang diselengarakan dikawasan ‘Tugu Monas ’ namun hal tersebut
tidak ada kaitannya dengan nilai sejarah yang ada di ‘Tugu Monas’ jadi hanya sebagai kawasan
wisata yang dikomersilkan dan melupakan tujuan awal dari
pembangunan ‘Tugu Monas’
sebagai sarana untuk menanamkan rasa patriotisme.
Dalam mengembangkan ‘Tugu Monas’ pemerintah harus ikut
berpartisipasi. Event-event yang diselenggarakan di ‘Monas’ harus lebih berkaitan
dengan sejarah-sejarah didirikannya ‘Tugu
Monas’ dan agar tak membosankan seharusnya
pemerintah mampu mengemas acara sejarah itu dengan sangat menarik. Mengadakan
penyuluhan-penyuluhan ke berbagai sekolah agar sejak dini di tanamkan pola
pikir untuk mengenang dan mengetahui lebih banyak tentang sejarah para pahlawan
terdahulu.
BAB III
PENUTUP
Untuk mengenang dan menandai kebesaran perjuangan
Kemerdekaan bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945 serta
untuk membangkitkan semanggat patriotisme generasi muda sekarang dan yang akan
datang, maka di angunlah suatu tanda peringatan yang bentuk tugu yang Kemudian
diberi nama Monumen Nasional.
1.Fasilitas
lebih diperhatikan agar pengunjung merasa nyaman.
2.Mengadakan
acara-acara yang bernilai sejarah namun dikemas secara menarik sehingga
menumbuhkan minat masyarakat terhadap sejarah.
No comments:
Post a Comment