1

loading...

Wednesday, October 31, 2018

MAKALAH PANCASILA TUGU MONAS

MAKALAH PANCASILA TUGU MONAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Pada tanggal 17 Agustus 1961 dimulai pembangunan Tugu Monas. Tugu Monumen ini tidak hanya sekedar tugu yang menampilkan keindahan fisik, namun menjadi sumber inspirasi bagi generasi mendatang untuk mengenang perjuangan merebut kemerdekaan serta sumber semanggat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan. Dan sebagai ungkapan rasa terima kasih bangsa kepada perjuangan dan pengorbanan patriot bangsa yang telah tiada,Namun, Tugu monument nasional (Monas) kurang menarik bagi generasi muda sekarang padahal Tugu Monas merupakan symbol yang merefleksikan tentang sejarah perjuangan bangsa yang harus terus dikenang. Tugu Monas merupakan identitas bangsa daerah Bengkulu dan masyarakat seharusnya lebih mengenal Tugu Merdeka. Atas dasar permasalahan itulah, penulis akan menjabarkan tentang sejarah Tugu Monas dan solusi agar Tugu Monas lebih dikenal oleh masyarakat sebagai objek wisata sejarah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Peristiwa sejarah Tugu Monas?
2. Nilai patriotisme pada saat itu?
3. Orgensi nilai patriotisme pada kondisi sekarang?
1.3 Tujuan
            Agar kita dapat mengetahui sedikit banyak nya sejarah Tugu monas dan perubahan-perubahannya.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peristiwa Sejarah Tugu Monas





Tak banyak yang tahu bahwa pucuk emas di Monumen Nasional, Jakarta berasal dari Lebong Tandai, Kabupaten Napal Putih, Bengkulu. Pada era Presiden Soekarno, seorang pengusaha pribumi asal Aceh bernama Teuku Markam menyumbangkan emas tersebut sebagai bagian dari proyek pembangunan Monumen Nasional di tahun 1959.
Desa Lebong Tandai pernah menjadi kawasan primadona di wilayah nusantara. Jauh sebelum perusahaan tambang emas Freeport berkuasa, harumnya komoditas emas sudah tercium lebih dahulu dari wilayah Barat Indonesia itu. Pemerintah kolonial Belanda menyadari betul potensi alam ini meskipun Lebong Tandai berada di pedalaman dan sulit mendapatkan akses menuju tempat ini.

Tak salah bila Lebong Tandai dijuluki sebagai Batavia Kecil karena posisinya yang amat penting dalam menunjang perekonomian pemerintah kolonial. Padahal awalnya wilayah ini termasuk di bawah kekuasaan Kerajaan Inggris sebelum kedua negara melakukan pertukaran daerah koloni. Sesudah tahun 1890an, Inggris mendapatkan Singapura yang berada di wilayah semenanjung Malaya, sementara Belanda mendapatkan Sumatera bagian selatan termasuk Bengkulu. Bahkan, sebelum Belanda datang, masyarakat sekitar mengenal Lebong Tandai sebagai sudah Svarnadwipa atau Pulau Emas.
 
Alex L ter Braake, penulis buku Mining in the Netherlands East Indies (1944), menuliskan, tahun 1910, sebuah perusahaan tambang emas asal Belanda, Mijnbouw Maatschappij Simau memutuskan untuk mengelola tempat itu menjadi area operasional. Di tahun itu pula perusahaan yang saat itu baru berumur sembilan tahun tersebut membuat terowongan dan rel kereta sebagai bagian dari konstruksi pertambangan. Mereka menjadi perusahaan pertama yang melakukan eksploitasi emas secara besar-besaran di nusantara. Rata-rata setiap tahun tambang emas Lebong Tandai menghasilkan1 ton emas. Pada 1937, misalnya, produksi emas Lebong Tandai mencapai 1.095.538 gram. Periode 1900-1940 mungkin menjadi masa keemasan tambang ini karena mampu memproduksi 72% dari semua emas Netherlands East Indies yang totalnya mencapai 123 ton. Secara keseluruhan, ada tiga lokasi emas yang mereka kelola yaitu di Air Nuar, Lebong Tandai, dan Karang Suluh.
Emas dari Lebong Tandai terkenal dengan sebutan emas si molek karena alat pengangkut emas atau lori di Lebong Tandai dinamai si molek. Kereta angkut yang dibangun Belanda ini berjalan di atas rel dengan jarak tempuh sekitar 33,5 km menuju tambang. Penggunaan lori diperlukan karena jalur ini sangat rawan longsor. Jalur ini diapit oleh dinding tebing setinggi 25 meter dan bibir sungai yang curam sehingga memerlukan alat angkut yang dinilai tepat dan aman. Tempat pengolahannya pun masih sederhana. Para penambang menggunakan Gelundung yang berbentuk selinder, panjang diameternya mencapai 30 cm dan terbuat dari plat baja.
Ketika masa operasional tambang dimulai, Lebong Tandai dalam sekejap disulap menjadi kota kecil yang pada zaman itu terbilang cukup mewah. Mijnbouw Maatschaappij Simau membangun beberapa fasilitas seperti lapangan tenis, lapangan basket, rumah sakit, rumah bola (biliard), hingga rumah bordil yang populer dengan sebutan rumah kuning. Pembangunan fasilitas rumah bordil bahkan ditiru oleh PT Lusang Mining, perusahaan asal Australia yang menguasai wilayah ini pada tahun 1980an agar para pekerja tak mengajak keluarga tinggal di mess karyawan.
Pada zaman Belanda, segala fasilitas ini sengaja dibangun untuk memenuhi kebutuhan para pekerja tambang yang kebanyakan didatangkan dari Jawa, sekaligus para petinggi dan pasukan keamanan Belanda. Tak hanya itu, pemerintah Belanda kerap kali mendatangkan penari-penari ronggeng dari Jawa sebagai hiburan. Hal ini dibuktikan dengan nama sebuah jembatan menuju Lebong Tandai yaitu jembatan Dam Ronggeng I dan Ronggeng II.
Bagi pekerja tambang yang sakit, di sebelah barat Lebong Tandai dibangun sebuah rumah sakit yang terletak di bukit barisan. Di sanalah para pekerja tambang itu ditampung.
Kondisi alam dan alat kerja yang tidak menjamin kesehatan membuat banyak penambang mengalami sakit paru-paru. Paling lama enam bulan setelah datang ke Lebong Tandai, pekerja yang baru didatangkan dari Jawa pasti langsung sakit.
Sayangnya keberadaan rumah sakit ini tak banyak membantu. Bagi pekerja yang sedang sakit akan diberi dua pilihan oleh perusahaan. Pertama dipulangkan ke kampung halamannya atau kedua, dibiarkan berada di rumah sakit hingga menuju ajal tiba. Maka dari itu di bagian belakang rumah sakit terdapat areal pemakaman yang kebanyakan adalah korban Mijnbouw Maatschaappij Simau. Tambang emas ini juga sempat dikuasai Jepang pada 1943 hingga 1945 ketika negeri matahari terbit itu mendarat di tanah air sebelum akhirnya diambil alih pemerintah baru Indonesia.
2.2 Nilai Patriotisme Saat Itu
Monumen Nasional atau yang sering di kenal dengan tugu  monas atau  menara pemantau di kelurahan malabero kota Bengkulu.Tepatnya di depan rumah dinas Gubenur Bengkulu, view tower memiliki fungsi untuk memantau tinggi gelombang laut, mengingat Bengkulu adalah daerah rawan gempa dan tsunami, menara itu juga akan mendukung pariwisata Bengkulu. Menara ini multifungsi, selain untuk memantau gelombang laut juga terbuka untuk umum yang ingin melihat pemandangan seluruh kota dan laut yang indah. Tidak hanya itu, lapangan di sekitar menara akan dijadikan lokasi evakuasi bencana. Untuk menuju puncak menara pengunjung dapat menaiki lift dari puncak akan tampak panorama kota Bengkulu dan birunya laut Samudra Hindia.  Monumen ini dibangun untuk mengenang patriotisme perlawanan dan perjuangan rakyat Bengkulu dalam melawan penjajahan sampai masa kemerdekaan.
2.3 Orgensi Nilai Patriotisme Pada Saat Sekarang
            Monumen Nasional sebagai museum yang menyimpan begitu banyak peinggalan bersejarah yang berkaitan dengan perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, seharusnya menjadi tempat yang harus dikunjungi untuk mengenang jasa para pahlawan. Namun kenyataannya karena globalisasi yang berkembang pesat, kehidupan masyarakat menjadi berubah kearah gaya hidup hedonism yang hanya mementingkan kesenangan hidup tanpa memperdulikan sejarah yang merupakan bagian penting dari masa sekarang. Jadi hedonism menyebabkan berkurangnya minat masyarakat terhadap objek wisata bersejarah. Sebagai contoh banyak pemuda-pemudi yang datang mengunjungi ‘Tugu Monas’ namun mereka hanya bertamasya dan tidak tertarik untuk mengetahui nilai sejarah yang ada dibalik penbangunan Monumen Nasional.
Banyak event yang diselengarakan dikawasan ‘Tugu Monas ’ namun hal tersebut tidak ada kaitannya dengan nilai sejarah yang ada di ‘Tugu Monas’ jadi hanya sebagai kawasan wisata  yang dikomersilkan dan melupakan  tujuan awal dari pembangunan ‘Tugu Monas’ sebagai sarana untuk menanamkan rasa patriotisme.
Dalam mengembangkan ‘Tugu Monas’ pemerintah harus ikut berpartisipasi. Event-event yang diselenggarakan di ‘Monas’ harus lebih berkaitan dengan sejarah-sejarah didirikannya ‘Tugu Monas’ dan agar tak membosankan seharusnya pemerintah mampu mengemas acara sejarah itu dengan sangat menarik. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan ke berbagai sekolah agar sejak dini di tanamkan pola pikir untuk mengenang dan mengetahui lebih banyak tentang sejarah para pahlawan terdahulu.       



BAB III
PENUTUP
Untuk mengenang dan menandai kebesaran perjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945 serta untuk membangkitkan semanggat patriotisme generasi muda sekarang dan yang akan datang, maka di angunlah suatu tanda peringatan yang bentuk tugu yang Kemudian diberi nama Monumen Nasional.
1.Fasilitas lebih diperhatikan agar pengunjung merasa nyaman.
2.Mengadakan acara-acara yang bernilai sejarah namun dikemas secara menarik sehingga menumbuhkan minat masyarakat terhadap sejarah.

No comments:

Post a Comment