1

loading...

Monday, October 29, 2018

Makalah tantangan pendidikan islam abad xxi

Makalah tantangan pendidikan islam abad xxi

BAB I 
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Suatu pendidikan dipandang bermutu diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian.
Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Mengenai masalah pedidikan,perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim. Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang mahal, bahkan aturan uu pendidikan kacau.
Dampak dari pendidikan yang buruk itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Penyelesaian masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas sumber daya manusia dan mutu pendidikan di indonesia masih rendah. Masalah penyelenggaraan wajib belajar sembilan tahun sejatinya masih menjadi pbesar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak-anak indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.

B. Rumusan Masalah
1. Upaya mengatasi tantangan pendidikan islam abad xxi?
2. Islamisasi ilmu pengetahuan dan kontribusinya dalam mengatasi krisis masyarakat modern ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang “Tantangan Pendidikan Isalam” tugas kelompok pada mata kuliah Manajemen Pendidikan, dan paling pokok adalah sebagai pembuka wawasan terhadap perkembangan ilmu tentang “Manajemen Pendidikan” yang bertujuan sebagai refrensi untuk ilmu pengetahuan kepada mahasiswa IAIN BENGKULU, khususnya dan juga masyarakat umumnya.


BAB II 
PEMBAHASAN

A.    UPAYA MENGATASI TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM ABAD XXI
      Perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khusunya sudah memasuki masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat modern dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional, berorientasi ke masa depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif. Sedangkan masyarakat informasi ditinjau oleh penguasaan terhadap teknologi informasi, mampu bersaing, serba ingin tahu, imajinatif, mampu mengubah tantangan menjadi peluang dan menguasai berbagai metode dalam memcahkan masalah.
      Peranan media elektronik pada masyarakat informasi sangat memegang teguh bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunanaan teknologi modern dapat mengubah lingkungan infomasi yang bersifat internasional, mendunia dan bahkan mengglobal. Pada era informasi lewat komunikasi satelit dan komputer, orang sudah sanggup mengolah dan mengemukakan informasi secara lisan, tulisan bahkan secara visual.[1]
      Media elektronika mempunyai peranan yang sangat besar sehingga dapat menggeser agen-agen sosialisasi manusia yang berlangsung secara tradisional seperti dilakukan oleh orang tua, guru, pemerintah dan sebagainya.
      Kemajuan dalam bidang informasi tersebut akan berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat.  Sehingga orang yang dapat bertahan hanya mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi sebuah kebijakan dan mereka yang memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh masyarakat modern pada umumnya. Dari keadaan ini, keberadaan masyarakat satu dengan yang lain menjadi satu baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
      Globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya, sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar  modifikasi atau tambal sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga pendidikan Islam dapat memberikan  pengaruh serta dampak yang besar. Untuk lebih jelas dari upaya dan usaha itu dapat di uraikan sebagai berikut:
1.      Sikap Terhadap  Globalisasi
      Dalam menyikapi isu globalisasi umat Islam terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu yang menerima secara mutlak, menolak sama sekali, dan pertengahan yakni menyikapinya secara proposional.
           Kelompok pertama, yakni orang yang menerima secara mutlak adalah orang yang di sebutkan oleh Rasulullah dalam hadistnya bahwa mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran-ajaran umat lain sejengkal demi sejengkal, sehingga jika umat lain itu masuk ke lubang biawak mereka akan mengikutinya inilah sikap para penyeru westernisasi yang berlebihan di dunia Arab dan Islam.
           Kelompok keduaorang yang menolak sama sekali adalah yang menjauhi hal-hal yang baru, tidak peduli dengan dunia pemikiran, ekonomi, politik dan sebagainya, mereka lebih memilih untuk menyingkir. Selain kelompok ini, terdapat kelompok lain yang sering di sebut dengan kelompk fudemintas. Perbedaanya mereka tidak mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi berhadap-hadapan dengan yang mereka tentang atau tolak. Mereka menganggap bahwa globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya islam yang telah mereka jaga selama bertahun-tahun, ke khawatiran mereka terletak pada westernisasi dan pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi.
          Kelompok ketiga, adalah kelompok pertengahan yakni yang menyikapinya secara proposional, menurut Yusuf Qardhawi  inilah sikap yang baik sebagai cermin sebagai manhaj Islam pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya, faham tentang risalahnya, dan memegang teguh orisinalitasnya, tidak menghindar dari hal-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan. Di antara sikap yang tepat menghadapi globalisasi tersebut di atas adalah sikap proporsional, yakni tidak berlebihan dalam menolak dan menerimanya, masyarakat tentu dapat memilah dan milih mana yang di anggap baik yang sesuai dengan ajaran Islam dan mana yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Terhadap pengaruh yang baik, tentu masyarakat dengan senang hati dapat menerima dan bahkan jika memungkinkan hal tersebut dapat dikembangkan untuk  mendapatkan manfaat yang lebih baik.
2.      Sikap Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Globalisasi
      Qodri Azizi mengatakan pada prinsipnya globalisasi mengadu pada perkembangan-perkembangan yang cepat dalam teknologi, komunikasi, transformasi dan informasi yang bisa membawa bagian-bagian dunia yang jauh menjadi mudah untuk dijangkau. Dari perkembangan yang cepat di berbagai bidang inilah, pendidikan Islam bisa berpeluang besar untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cepat pula. Menurut Tim penyusun IAIN Sunan Ampel, agar Islam dapat berarti bagi masyarakat global maka Islam diharapkan tampil dengan nuansa sebagai berikut:
Pertama, menampilkan Islam yang lebih ramah dan sejuk, agar mudah menarik minat masyarakat terhadap agama islam. Kedua, menghadirkan Islam yang toleran terhadap manusia secara keseluruhan agama apapun yang dianutnya. Ketiga, menampilkan visi Islam yang dinamis, kreatif, dan inovatif. Keempat, menampilkan Islam yang mampu mengembangkan etos kerja, etos politik, etos ekonomi, etos ilmu pengetahuan dan etos pembangunan. Kelima, menampilkan revivalitas Islam dalam bentuk intensifikasi keislaman lebih berorientasi ke dalam (in mard ariented) yaitu membangun kesalehan, intrinsik dan esoteris dari pada intersifikasi ke luar (out wad oriented) yang lebih bersifat ekstrinsik dan eksoteris, yakni kesalehan formalitas.[2]
      Ketika berhadapan dengan ide-ide informasi dan polarisasi ideologi dunia, terutama di dorong oleh kemajuan iptek modern, pendidikan islam tidak terlepas dari berbagai tantangan.
      Huntington mengemukakan ada enam alasan pokok mengapa  benturan peradaban akan menjadi sumber konflik utama dimasa pasca  perang dingin . Pertama, perbedaan peradaban tidak hanya nyata, tetapi sangat mendasar. Selama berabad-abad perbedaan antar peradaban telah menimbulkan konflik paling keras dan paling lama. Kedua, dunia ini sudah semakin menyempit sehingga interaksi antara orang yang berbeda peradaban semakin meningkat. Ketiga, proses modernisasi ekonomi dan perubahan sosial diseluruh dunia telah mengakibatkan carut-marutnya masyarakat dari akar-akar identitas-identitas lokal yang telah berlangsung lama. Kecenderungan ini menyisakan ruang kosong yang kemudian diisi oleh identitas agama. Keempat, dominasi peran Barat menimbulkan reaksi de-westernisasi di dunia non-Barat.  Kelima, perbedaan budaya kurang bisa menyatukan, dibanding perbedaan politik dan ekonomi. Keenam, munculnya regionalisme ekonomi yang semakin meningkat.
        Implikasi globalisasi terhadap dimensi agama antara lain. mencuatnya pola hidup materialistis yang memacu orang mengejar kekayaan materi dan melemahkan spiritual, konsep sekularisasi telah memberikan perubahan yang signifikan pada agama masyarakat, munculnya gerakan spiritual sebagai respon terhadap lemahnya struktur sosial dan tradisi agama yang diajarkan, ditafsikan, dan ditegakkan dengan berbagai cara, beberapa karakter reformis cenderung mendunia, banyaknya konflik internal dalam tubuh umat beragama yang dipicu oleh keinginan memperoleh status sosial dan material, munculnya fundamentalisme yang anonim dan tumbuh diatas tradisi sebagai tanggapan atas globalisasi.
       Dalam menghadapi berbagai tantangan dan dampak tersebut, pendidikan islam harus memiliki berbagi strategi, sebab agama harus menjawab tantangan yang relatif dekat di hadapan  kita dalam hal ini urusan dunia. Selain berhubungan dengan urusan perakhiratan jadi harus di jawab sejauh mana agama ini bisa menjawab tantangan kemajuan itu, iptek harus di kuasai, tetapi kini tidak boleh di tinggalkan sehingga bisa membentuk sumberdaya manusia yang handal. Menurut BPPN bahwa cara terbaik mengatasi kemungkinan dampak negatif adalah melalui peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama serta pendidikan moral pada khususnya. Pada dasaranya PPKn atau pendidikan kewarganegaraan, dan  agama sangat relevan untuk penanggulangan dampak negatif dari teknologi dan informasi, hanya saja untuk kondisi dalam era reformasi sekarang ini di perlukan pengkajian ulang terhadap metode pengembangan dan pengajaranya sehingga penanaman sikap maupun penghayatan nilai-nilai  relegius akan semakin menghasilkan perilaku yang lebih baik.
         Dengan kata lain, pendidikan Islam harus mampu menyiapkan sumber daya manusia yang tidak hanya sebagai penerima informasi global, tetapi juga harus memberikan bekal kepada peserta didik agar dapat mengolah, menyesuaikan, dan mengembangkan segala hal yang diterima melalui arus informasi itu, yakni manusia yang kreatif dan produktif. Muctar Buchori menyebutkan ciri-ciri manusia tersebut sebagai berikut                         
 Pertama, ia menerima dirinya sendiri secara ikhlas, dengan segenap kelebihan dan kekurangannya. Dia tidak membuang-buang waktu untuk menikmati kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya  atau menyesali kekurangan-kekurangannya. Dia akan lebih banyak mempergunakan waktunya untuk memikirkan apa yang dapat dilakukan dengan segenap sifat yang ada pada dirinya, segenap pengetahuan yang dimilikinya dan segenap keterampilan yang dikuasainya.
Kedua, manusia produktif adalah manusia yang juga menerima lingkungan hidupnya secara ikhlas. Dia tidak menyesali dirinya bahwa dia dilahirkan dan hidup disebuah desa, sebuah lingkungan yang kurang makmur, atau disebuah negara yang kurang maju. Jadi manusia produktif  merupakan manusia yang realistik dalam menyikapi lingkungannya. Dia sadar akan kekurangan serta keterbatasan yang dihadapinya. Dengan cara demikian, ia mampu menangkap kemungkinan-kemungkinan yang terbentang di depannya.[3]
Ketiga, manusia produktif adalah manusia yang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan zamannya. Tanpa kepekaan terhadap apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya, tidak mungkin baginya dapat menghasilkan sesuatu yang berarti bagi lingkungannya.
Keempat, manusia produktif adalah manusia yang merasa mampu bekerja atau berkaryadan merasa mengenal serta menguasai metode-metode kerja yang terdapat dalam berbagai  bidang garapannya.
           Bersamaan dengan konsep pendidikan Islam di era global tersebut, perhatikan prinsip pendidikan Islam juga haruslah mengarah pada bagaimana konsep kemasyarakatan yang cakupannya sangatlah luas. Konteks makro pendidikan tersebut yaitu kepentingan masyarakat yang dalam hal ini termasuk masyarakat bangsa, negara dan bahkan juga kemanusiaan pada umumnya, sehingga pendidikan Islam integratif antara proses belajar di sekolah dengan belajar di masyarakat, yakni hubungan pendidikan dengan masyarakat mencakup hubungan pendidikan dengan perubahan sosial, tatanan ekonomi, politik dan negara, karena pendidikan itu terjadi di masyarakat, dengan sumber daya masyarakat, dan untuk masyarakat, maka pendidikan dituntut untuk mampu memperhitungkan dan melakukan antisipasi terhadap perkembangan sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan secara simultan. Hal ini menjadi perhatian khusus karena demi pencapaian masyarakat madani yang sanggup berada di tengah percaturan dunia global.
Demi mewujudkan masyarakat madani, terdapat 10 prinsip pendidikan Islam di era globalisai ini, yaitu:
1. Pendidikan harus membangun prinsip kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain. Sistem pendidikan harus senantiasa bersama-sama dengan sistem lain untuk mewujudkan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang eksklusif dan terpisah dari masyarakat dan sistem sosialnya, tetapi pendidikan sebagai suatu sistem terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungannya.
2.  Pendidikan merupakan wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber yang berpengaruh, seperti keluarga, sekolah, media massa, dan dunia usaha.
3.   Prinsip pemberdayaan masyarakat dengan segenap institusi sosial yang ada di dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi penerus bangsa. Seperti pesantren, keluarga, dan berbagai wadah organisasi pemuda, diberdayakan untuk dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan baik serta menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan.
4. Prinsip kemandirian dalam pendidikan dan prinsip pemerataan menurut warga negara secara individual maupun kolektif untuk memiliki kemampuan bersaing dan sekaligus kemampuan bekerja sama.
5.  Dalam kondisi masyarakat pluralistik diperlukan prinsip toleransi dan konsensus. Untuk itu, pendidikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber-sumber tersebut secara dinamik.
6.  Prinsip perencanaan pendidikan. Pendidikan selalu dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia. Maka, pendidikan bersifat progresif tidak resisten terhadap perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan.
7.  Prinsip rekonstruksionis, bahwa kondisi masyarakat selalu menghendaki perubahan mendasar. Maka pendidikan harus mampu menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh perubahan tersebut. Paham rekonstruksionis mengkritik pandangan pragmatis sebagai suatu pandangan yang cocok untuk kondisi yang relatif stabil. Pendekatan pemecahan masalah bersifat lebih berorientasi, sedangkan pendekatan rekonstruksionis lebih berorientasi masa depan dengan tetap berpijak pada kondisi sekarang.
8.  Prinsip pendidikan berorientasi pada peserta didik. Dalam memberikan pelayanan pendidikan, sifat-sifat peserta didik yang umum maupun yang spesifik harus menjadi pertimbangan. Layanan pendidikan untuk kelompok usia anak berbeda dengan remaja dan dewasa, termasuk perbedaan pelayanan bagi kelompok anak-anak berkelainan fisik dan mental termasuk pendekatan pendidikan bagi anak-anak di daerah terpencil tidak dapat disamakan dengan anak-anak di perkotaan.
9.  Prinsip pendidikan multikultural. Sistem pendidikan harus memahami bahwa masyarakat yang dilayaninya bersifat plural, sehingga pluralisme harus menjadi acuan dalam mengembangkan pendidikan dan pendidikan dapat mendayagunakan perbedaan tersebut sebagai sumber dinamika yang bersifat posetif dan konstruktif.
10.Pendidikan dengan prinsip global, artinya pendidikan harus berperan dan harus menyiapkan peserta didik dalam konstelasi masyarakat global.
                     Secara moral berbagai persoalan yang timbul akibat dari kemajuan merupakan tanggung jawab kalangan dunia pendidikan, untuk mencari akal pemecahannya melalui strategi pembelajaran yang efektif dan efisien. Secara sosiologi ada beberapa strategi pembelajaran yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahan. Diantaranya, kalangan dunia pendidikan perlu merumuskan visinya yang jelas terhadap penyelenggaraan pendidikan dan penyelenggaraan. Dunia pendidikan seharusnya melihat strategi belajar mengajar sebagai upaya yang bertujuan untuk membantu para lulusan agar dapat melakukan fungsinya sebagai khalifah di muka bumu dalam rangka ibadah kepada allah.[4]
                               Dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa atau mahasiswa, kegiatan belajar mengajar dalam rangka mendapatkan informasi dan sebagainya lebih banyak dilakukan oleh murid, siswa atau mahasiswa. Agar siswa dapat dilatih bersikap kreatif, mandiri dan produktif, yakni memiliki sifat yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi masyarakat maju. Dalam pembelajaran ini, guru harus berperan sebagaimotivator (pendorong atau penggerak), desainer (perancang), fasilitator (penyedia bahan dan peluang belajar), katalisator (penghubung), dan guidance (pemandu) seta penunjuk dimana informasi itu berada serta bagaimana memahami dan menyajikan hasil informasi dan evaluator (penilai) serta justificatory (pembenar) dan sebagainya.
       Hal pendukung yang harus dipersiapkan agar siswa dapat kreatif, mandiri dan produktif yaitu harus ada kemauan, kesungguhan dan keterampilan para guru juga harus di dukung oleh sarana dan sebagainya.
       Untuk mengatasi masalah tersebut, opihak lembaga pendidikan dapat melakukan       kerjasama yang paling menguntungkan dengan mmasyarakat atau pemakai lulusan pendidikan. Pihak prusahaan, departemen, atau lembaga-lembaga sosial dan sebagainya perlu diajak kerja sama. Mereka dapat memberikan dana atau kesempatan sedangkan bagi kalangan dunia pendidikan yang dapat memberikan konsep-konsep inovatif yang dapat meningkatkan usaha mereka.
       Untuk melakukan kegiatan belajar yang mengacu pada terwujudnya masyarakat belajar dan menghasilkan manusia yang kreatif, mandiri dan produktif itu, maka para siswa terlebih dahulu harus diberikan ilmu dasar yang memadai, terutama bahasa dan terhitung serta ilmu-ilmu dasar lainnya. Cara belajar yang demikian harus dilakukan secara khusus di tingkat perguruan tinggi. Sedangkan di sekolah dasar dan kelanjutan dapat menyesuaikannya, misalnya dengan cara pendekatan cara belajar siswa.
       Islamisai ilmu pengetahuan menurut Kuntowijoyo sangat signifikan dalam rangka menjawab persoalan yang selama ini dirasakan di dunia pendidikan, yaitu dualisme antara ilmu umum dan ilmu agama. Dualism ini sangat mencolok jika diamati adanya perbedaan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Untuk mengatasi masalah ini, kuntowijoyo mencatat empat langkah yang dilakukan yaitu :
           Pertama, dengan cara memasukkan mata kuliah ke-islaman sebagai bagian integral dari system kurikulum yang ada. Misalnya dengan memasukkan materi-materi studi islam secara wajib mulai dari tingkat dasar sampai tingkat tertentu sebagai bagian integral kurikulum pendidikan keilmuan.
           Kedua, dengan cara menawarkan mata kuliah pilihan dalam studi keislaman. Setelah siswa atau mahasiswa menerima mata kuliah studi keislaman yang diwajibkan pada tingkat-tingkat permulaan pada tingkat berikutnya semua mahasiswa diwajibkan memilih studi-studi keislaman secara bebas seperti, tafsir, hadist, fiqih, sejarah islamdan sebagainya.
      Ketiga, mengarahkan terjadinya integrasi antar ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum untuk menjembatani jurang yang ada diantara keduanya. Metode ini menawarkan diajarkannya mata kuliah seperti, filsafat ilmu untuk memberikan latar belakang filosofis mengenai semua mata kuliah umum yang diajarkan.
      Keempat, mengintegrasikan semua disiplin ilmu ke dalam kerangka kurikulu islam. Metode ini akan menyalahi pembakuan disipliner yang sudah mapan seperti yang sudah dikenal sampai sejauh ini dan dalam implikasi institusionalnya, berarti akan melakukan perombakan pembidangan fakultas dan jurusan.
      Integrasi ilmu agama dan ilmu umum sangat penting untuk mencegah timbulnya sukalarisme dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka menghasilkan lulusan pendidikan yang utuh yaitu pribadi yang berfikir integrated.
      Kehidupan modern yang materialistic dan hedonistic dengan akibat yang saat ini mulai melanda kalangan dunia pendidikan perlu diimbangi dengan penerapan ilmu tasawuf. Alternatif  lain yang perlu dikembangkan dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi adalah dengan mengamalkan ajaran akhlak tasawuf. Karena melalui akhlak tasawuf ini sesorang disadarkan bahwa sumber segala yang ada adalah tuhan. Dalam tasawuf kita akan jumpai paham yang mengatakan bahwa alam dan manusia yang menjadi objek ilmu pengetahuan ini sebenarnya adalah baying-bayang tuhan. Disinilah perlunya ilmu dan teknologi yang berwawasan akhlak dikembangkan agar dapat mengendalikan perilaku anak dari hal-hal yang negatif.                                                                                                
B. ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENGATASI KRISIS MASYARAKAT MODERN
   Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan yang canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi canggih tidak mamapu menumbuhkan moralitas (akhlak) yang mulia. Dunia modern saat ini, termasuk di Indonesia ditandai oleh gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar pada taraf yang mengkhawatirkan. Gejala kemerosotan akhlak ini, tidak hanya menimpa kalangan dewasa namun juga telah menimpa kalangan pelajar tunas-tunas bangsa.[5]
   Masalah tersebut disebabkab beberapa faktor yang kini mempengaruhi masayarakat modern antara lain: kebutuhan hidup yang semakin meningkat, dimana setiap orang lama-kelamaan akan lebih banyak kebutuhan karena mengikuti zaman. Rasa individualistis dan egoistis, pesaing dalam hidup, keadaan yang tidak stabil dan terlepasanya ilmu pengetahuan dari agama.
   Pengertian ilmisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu respons terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan barat yang bertumpu pada suatu pandangan dunia yang lebih bersifat materialistis dan relavistis yang menganggap bahwa pendidikan bukan untuk membuat manusia yang lebih bijak yakni mengenali dan mengakui posisi masing-masing dalam tertib realitas tapi memandang realitas sebagai sesuatu yang bermakna secara materi bagi manusia dank arena itu hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat elsploitatif bukan harmonis.                                                                                                                         
    Selain itu islamisasi ilmu pengetahuan juga muncul sebagai reaks iterhadap adanya konsep dikhotomi antara agama dan ilmu pengetahuan yang dimasukkan masyarakat barat dan budaya modern. Masyarakat yang terakhir ini misalnya memandang sifat, metode struktur sains dan agama jauh berbeda, jika tidak ingin dikatakan kontradiktif. Agama melihat sesuatu dari segi normatif sedangkan sains melihat dari dari segi obyektif. Agama melihat problematika dan solusinya melalui petunjuk tuhan sedangkan sains melalui eksperimen dan rasio manusia.
   Pada masa abad pertengahan yang berpengaruh di masyarakat islam adalah ulama terekat dan ulama fiqih keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian agama hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu-ilmu agama seperti tafsir, fiqih dan tauhid. Sekolah agama mulai mengajarkan mata pelajaran umum dan sekolah umum juga memberikan mata pelajaran agama. Tetapi, kedua sistem pendidikan dan mata pembelajran itu masih terpisah (dualis atau dikbotomis).
Ketika umat islam masih bergulat dengan berbagai permasalahan keterbelakangan sosial, ekonomi, dan kultural, apabila karena berhadapan dengan kemajuan Barat di antara pemikir dan cendikiawan muslim, beberapa dekade yang lalu  ada  yang  menyerukan  supaya  pengembangan  sains  perlu  dikembalikan kepada induknya, yaitu Islam.
Mereka mengkritik pengembangan sains dan teknologi modern yang dipisahkan dari ajaran agama, seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Naquib al-Attas  (1980/1981:47-56,  195-203),  Isma’il  Raji  al-Faruqi  (1982:3-8)  dan Sayyed Hossein Nasr (1983:7-8), dengan tujuan agar ilmu pengetahuan dapat membawa kepada kesejahteraan bagi umat manusia.menurut para ilmuwan dan cendikiawan muslim tersebut, pengembangan ilmu pengetahuan perlu dikembalikan  kepada  kerangka  dan  perspektif  ajaran  Islam.  Al-faruqi menyeruhkan perlunya dilaksanakan gerakan Islamisasi sains. Untuk memangtang gagasan ini, beberapa buku telah ditulis dan bebrapa konferensi internasional telah dilaksanakan. Darisejak itu gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan digulirkan, dan kajian mengenai islam dalam hubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana di uraikan di bawah ini mulai digali dan diperkenalkan.
Sebagaimana diketahui bahwa saah satu gagasan paling canggih, amatbkomprehensif dan mendalam yang ditemukan daam al-Quran ialah konsep ilm. Pentingnya konsep ini terungkap dalam kenyataan turunnya sekitar 800 kali. Dalam  sejarah  peradaban Muslim,  konsep  ilmu secara mendalam  meresap  ke dalam  seluruh  lapisan  masyarakat  dan  mengungkapkan  dirinya  dalam  semua upaya intelektual. Tidak ada peradaban lain dalam sejarah yang memiliki konsep ilmu pengetahuan dengan semangat yang demikian tinggi dan mengejar dengan tekun.
Menurut Munawar Ahmad Aness, bahwa dalam konsep Islam yang berdasarkan  al-Quran,  upaya  menterjemahkan  ilmu  sebagai  pengetahuan, berarti melakukan suatu kejahatan, walaupun tidak disengaja, terhadap konsep luhur dan multi demensional ini. Ilmu memang mengandung unsur-unsur dari apa yang kita fahami   sekarang sebagai pengetahuan. Tetapi ia juga digambarkan sebagai hikmah. Selanjutnya jika di Eropa, sains dan teknologi dapat berkembang sesudah mengalahkan dominasi gereja, sedangkan dalam perjalanan sejarah islam, lain halnya, ilmu dalam brbagai bidangnya mengalami kemajuan yang pesat di dunia   Islam   pada  zaman  klasik   (670-1300M   ),   yaitu   sejak   zaman  Nabi Muhammad SAW sampai dengan akhir masa daulah Abbasiyah di Baghdad. Pada masa ini, dunia islam telah memainkan peranan penting baik dalam bidang ilmu pengetahuan agama maupun pengetahuan umum. Dalam hubungan ini Harun Nasution mengatakan abahwa cendikiawan-cendikiawan Islam bukan hanya ilmu pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku Yunani, tetapi menambahkah kedalam hasil-hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam  lapangan  ilmu  pengetahuan  dan  hasil  pemikiran  mereka  dalam  ilmu filsafat. Dengan demikian timbullah ahli-ahli ilmu pengetahuan filosof-filosof Islam. Dalam lapangan ilmu pengetahuan terkenal nama Al-Fazari (abad VIII) sebagai atronom Islam yang pertama kali menyusun astrolabe (alat yang dahulu dipakai untuk mengukur tinggi bintang dan sebagainya). Al-Fargani yang dikenal di eropa dengan nama Al-Farganus, mengarang ringkasan tentang ilmu astronomiyang diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Gerard Cremona daan Johannes  Hispalcnsis.  Cabang-cang  ilmu  pengetahuan  lainnya  yang dikembangkan oleh ummat islam adalah kedokteran, matematika, geografi, fisika, optika, dan sejarah.  Sedangkan dalam ilmu agama, terdapat  para ulama  yang mengembangkan ilmu Hadist (Bukhari-Muslim abad IX); Ilmu Hukum Islam (Malik BIN Anas, al-Syafii, Abu Hanifah dan Ahnad Ibn Hambal abad VII dan IX), Ilmu Tafsir (Al-Tabari (839-923 M), Ilmu Sejarah (Ibn Hisyam (abad VIII), Ilmu  Kalam  (Walhasil  bin  Atha,  Ibn  HIZAIL,  Al-  Allaf  dan  lain-lain  dari golongan  Mu’tazilah  dan  ahli  Sunnah  Abu Hasan  al-Asy’ari  dam  al-Maturidi (abad IX dan X), dalam bidang tasawuf, Zunnah al-Misri, Abu Yasid, al-Bustami.
           Husain Ibn Mansur al-Hallaj dan sebagainya. Para ilmuan tersebut memiliki pengetahuan yang bersifat integrated, yakni bahwa ilmu pengetahuan umum yang mereka kembangkan tidak terlepas dari ilmu agama atau tidak terlepas dari nilai- nilai Islam. Sebagai contoh Ibn Sina misalnya selain ahli filsafat, musik iwa dan kedokteran  juga ahli ilmu keIslaman seperti tasawuf.  Dekian pula  Ibn Rusyd selain ahli matematika dan kedokteran, ia juga ahli dalam hukum Islam. Dengan demikian Islam tidak mengenal pemisahan (dikbotomi) anrata ilmu agama dan ilmu umu.[6]
Konsep ajaran islam tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang demikian itu didasarkan kepada beberapa prinsip sebagai berikut.                         Pertama, ilmu pengetahuan dalam islam dikembangkan dalam kerangka tauhid atau teologi. Yaitu teologi  yang bukan semata-mata menyakini adanya Tuhan dalam hati, menygucapkannya dengan lisan dan mengamalkannya dengan tingkah laku, melainkan teologi yang menyangkut aktivitas mental berupa kesadaran manusia yang paling dalam perihal hubungan manusi dengan Tuhan, lingkungan dan sesamanya. Lebih tegasnya adalah teologi yng memunculkan kesadaran, yakni suatu matra yang paling dalam diri manusia yang memformat pandangan dunianya, yang kemudian menurunkan pola sikap dan tindakan yang selaras dengan pandangan dunia itu. Karena itu, teologi pada ujungnya akan mempunyai implikasi yang sangat sosiologis, sekaligus antropologis.
           Dengan pandangan teologi yang demikian itu, maka alam raya, manusia, masyarakat dan Tuhan merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Alam raya terikat oleh hukum alam (nature of law) yang dalam pandalam islam adalah sunnatullah, aturan Allah dan ayat Allah. Alam raya ini selanjutnya menjadi objek kajian dalam pengembangan ilmu pengetahuan (sains) seperti ilmu fisika, biologi dan   sebagainya.   Demikian   pula   manusia   dalam   pandangan   Islam   adalah merupakan  ciptaan Allah. Secara fisik manusia terikat oleh sunnahtullah, dan secara psikis ia terikat oleh nilai-nilai ilahiah atau kecenderungan kepada agama dan kebenaran. Dengan demikian, manusia pun merupakan ayat Allah. Orang yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya. Manusia ini secara ontologi sebagai objek kajian dalam pengembangan ilmu pengetauan (sains) dari segi fisiknya dan sebagai objek kajian ilmu psikologi dari segi jiwanya dan ilmu-ilmu sosial,  dari  segi  perilaku  dan  interaksinya  dengan  sesama  manusia  lainnya. Dengan demikian manusia adalah sebagai miniabur alam (makrokosmos) yang didalam  dirinya  Tuhan  menunjukkan  kekuasaannya.  Selanjutnya  masyarakat tempt manusia saling berinteraksi juga terikat oleh hukum-hukum Allah. Dan Tuhan itu sendiri dalam pandangan Ilsam adalah merupakan sumber datipadanya manusia dapat memperoleh pengetahuan baik secara langsung sebagaimana diperoleh para Nabi dan para sufi maupun tidak langsung melalui wahyunya. Wahyu yang merupakan kumpulan ayat-ayat Tuhan yang tertulis ini merupakan objek kajian ilmu-ilmu agama sebagaimana tersebut diatas. Dengan prisip tauhid seperti ini, maka seluruh ilmu pengetahuan, baik ilmu yang dasar kajian alam (sains), maupun ilmu yang dasar kajiannya manusia, masyarakat dan wahyu, pada hakikatnya adalah ayat-ayat Allah. Bentuk dan macam-macam ilmu bebeda tetapi hakikatnya satu, dengan prinsip tauhid ini maka seseorang akan sampai kepada Tuhan yang menggunakan ilmu tersebut.
Kedua, ilmu pengetahuan dalam islam hendaknya dekembangkan dalam rangka  bertakwa  dan  beribadah  kepada  Allah  SWT.  Dalam  hal  ini,  perlu ditegaskan lagi karenadorongan Al-Qur’an untuk mempelajari fenomena alam dan sosial tampak kurang diperhatikan, sebagai akibat dan perhatian dakwah lebih tertuju pada keselamatan di akhirat, seharusnya diimbangi dengan peerintah utnuk mengabdi kepada Allah dalam arti yang luas, termasuk dalam arti utnuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Menyesuikan motivasi pengembangan ilmiah dengan ajaran Islam selaian meningkatkan kuantitas juga meningkatkan kualitas ilmiah. Motivasi pengembangan ilmu yang sejak duku dipraktekan oleh para ilmuawan muslim harus dijadikan pegangan dalam pengembangan ilmu dimasa sekarang, karena dengan cara demikian ilmu pengetahuan yang dikembangkan tidak akan digunakan untuk tujuan-tujuan yang membahayakan dan merugikan manusia serta lainnya bertentangan dengan kehendak Tuhan.[7]
Ketiga, orientasi pengembangan ilmu pengetahuan harus dimulai dengan suatu pemahaman yang segera dan kritis atas epistimologi Islam klasik dan suatu rumusan kontemporer tentang konsep ilmu. Perunahan harus ditafsirkan dalam rangka struktur fisik luarnya, dan infra struktur dari gagasan epistimologi Islam yang abadi harus dipilihkan dalam keseluruhannya. Dalam kaitan ini, maka pengembangan ilmu dalam bentuk lahiriyahnya, jangan sampai menghilangkan makna spritualnya yang abadi, yakni sebagai alat untuk menyaksikan kebesaran Tuhan.
Keempat, ilmu pengetahuan harus dikembangkan oleh orang islam yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan akal dengan kecerdasan moral yang disertai  dengan  kesungguhan  untuk  beribadah  kepada  Allah  dalam  arti  yang seluas-luasnya. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam sejarah abad klsik, dimana para ilmuawan yang mengembangkan ilmu pengetahuan adalah pribadi- pribadi yang senantiasataat  beribadah kepada Allah dan memiliki kesucian jiwa dan raga. Mereka menulis berbagai karya ilmiah sebagai bentuk ibadah kepada Allah.  Mereka memelihara dirinya dari  perbuatan dosa dan  hal-hal  lain  yang dilarang Allah. Jika mereka mendapatkan kesulitan, maka mereka mengatasinya dengan shalat, berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kelima, ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam kerangka yang integral. Yakni bahwa antara ilmu agama dan ilmu umum walaupun bentuk formalnya berbeda-beda, namun pada hakikatnya sama, yaitu sama-sama sebagai tanda kekuasaan Allah. Dengan pendapat demikian, tidak ada lagi yang merasa lebih unggul antara satu dan lainnya.
C.   Profesionl Muslim dan Peran Sertanya Dalam Pembangunan Peradaban     Islam Abad XXI
          Diperiode ini ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan keagamaan disusun. Ringkasan periode ini adalah periode peradaban islam yang tertinggi dan dan mempunyai pengaruh, meskipun tidak dengan secara langsung, pada tercapainya  peradaban modern di Barat sekarang. Periode kemajuan islam ini disebut oleh Christpher Dawson, bersamaan dengan masanya abad krgrlapan di Eropa. Namun ketika memasuki pertengan abad (1250-1800 M) kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban tersebut mulai berpindah ke Eropa dan Barat. Perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan dan peradaban kurang sekali dan ilmu pengetahuan di seluruh dunia Islam memang merosot. Apa yang ditinggalkan berupa Ilmu pengetahuan, oleh kaum Muslim di ambil alih oleh dunia Barat.                                                                                                                
      Sejak abad XVII, terjadi revousi industri, hampir seluruh dunia Timur yang sebagian besar penduduknya adalah Muslim, baik secara langsung maupun tidak langsung berda di bawah pengaruh kekuasaan barat. Keadaan tersebut baru mulai perubahan pada pertengan abad ke 9, setelah muncul gerakan pembaharuan (tadjid) pemikiran islam yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Jamaluddin Al-Afghani berupa penggerakan semangat persatuan kaum Muslim untuk menentang penjajah. Sementara   itu,   Muhammad   Abduh   menggugah   kaum   Muslim   agar   mau melakukan kritik diri dan menggali moral agama. Dari kedua orang inilah lahir gagasan ideologisasi dan sosialisasi Islam. Semangat  dan  arah  kaum  Pembaharu  ini  masuk  ke  Indonesia.  Serikat islam mengikuti jalur pemikiran Al-Afgahani, menggerakan semangat kbangsaan Indonesia dan menentang penjajah HOS Tjokroaminoto.
   Masalah  selanjutnya  adalah  bagaimana  strategi  yang  harus  dilakukan dalam  menggerakkan  peran  serta mereka dalam  membangun  peradaban  Islam Abad XXI mendatang. Peradaban Islam adalah terjemahan dari kata Arab ha ibarah al- Islamiyah. Kata ini juga sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan  Islam.  Kebudayaan  dalam  bahasa  Arab  adalah  al-tsaqafah.  Di Indonesia, sebagaimana jug di Arab dan Barat, masih banyak orang yang menyamakan dua kata : kebudayaan dengan peradaban. Namun dalam perkembangan ilmu antropoli sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah  ungkapan  tentang  semangat  mendalam  masyarakat.  Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksi dalam seni, sastra, religi (agama)dan  mora,  maka  peradaban  terefleksi  dalam  politik,  ekonomi  dan teknologi.
Manifestasi peradaban dalam bidang politik, Islam mencita-citakan suatu sistem pemerintahan yang didasarkan pada nilai-nilai demokratis, jujur, amanah, tanggung jawab, dan berkualitas, sehingga pemerintahan tersebut tidak akan menyalahgunakan kekuasaan, melainkan akan terus berupaya menciptakan kemakmuran bagi masyarakat, secara mendengar dan memperhatikan hati nurani masyarakat yang dipimpinnya. Dalam  bidang ekonomi,  peradaban  Islam  mencita-citakan  terwujudnya suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada pemerataan, anti monopoli, saling menguntungkan, tidak saling merugikan seprti menipu, mencuri dan sebagainya.
Didalam  hubungan  sosial  hubungan  sosial  antara  ummat  Islam  dan makhluk lainnya, peradaban Islam mencita-citakan terwujudnya suatu keadaan masyarakat   yang   didasarkan   pada   ukhuwah   yang   kokoh,   yakni   ukhuwah Islamiyah yang memungkinkan terjadinya hubungan harmonis dan saling membantu sesama makhluk Tuhan lainnya. Di dalam bidang hukum, peradaban Islam mencita-citakan adanya supermasi hukum yang didasarkan pada keadilan, anti diskriminasi, manusiawi dan obyektif serta diarahkan kepada upaya melindungi seluruh aspek hak asasi manusia yang meliputi hak untuk hidup, bekeluarga, beragama dan lain-lainnya.
      Dalam   bidang   pendidikan   dan   ilmu   pengetahuan,   peradaban   Islam mencita-citakan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh masyarakat, berangsung seumur hidup, dilakukan dimana saja dan tidak mengakaui pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum, bertujuan agar manusia menjadi khalifah di muka bumi dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.[8] Dari  beberapa  contoh  di  atas  dapat  dipahami  bahwa  peradaban  Islam adalah seluruh produk yang dihasilkan manusia dalam berbagai aspek kehidupanyang didasarkan nilai-nilai luhur ajaran Islam.dengan demikian, peradaban tersebut akan mengantarkan manusia kepada cita-cita Islam yaitu memberikan rahmat bagi seluruh umat manusia.
Peradaban Islam yang dibangun oleh ummat Islam selama berabad-abad itu sebagian ada yang terpelihara, namun sebagian besar hancur dan sebagian lainnya di ambil oleh Eropa dan Barat.
    Abad XXI atau disebut juga sebagai milenium ketiga ditandai oleh munculnya gejalan mengglobl dalam berbagai bidang kehidupan sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Dengan demikian menyebabkan timbulnya berbagai peluang utnuk mengakses berbagai hal yang menyebabkan persaingan yang tajam diantara negara-negara. Untuk menjadi seorang pemenang selain memiliki ilmu ia juga harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengealamana yang cukup dan bermutu, juga harus bersikap modern seperti kreatif,inovatid,dinamis, progressif, terbuka dan dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
Pembangunan peradaban abad XXI yang ciri-cirinya sebagaiman disebutkan diatas kini masih lebih dikuasai oleh Eropa dan Barat. Hal yang demikian bisa karena mereka itula yang memiliki sikap mental untuk menghadapi persaingan upaya yang untuk merebut agar pembangunan peradaban kembalike tangan ummat Iskam bukan la hal yang mustahil selama umat Islam mau bekerja keras dan memiliki sikap mental yang handal dan sikap bersaing untuk tampil sebagai pemenang. Dalam al ini ada beberapa yang dilihat sebagia modal dasar untuk tampilnya kembali ummat Islam sebagai pemandu sejarah peradaban umat manusia. Pertama, seluruh negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indoneisa, Mesir, Saudi Arabia, Pakistan, Iran, Malaysia, Emirat Arab, Qatar, Oman dan Sudan sudah menjadi bangsa yang teritorial sudah merdeka. Dengan kemerdekaan ini, maka peluang untuk membangun peradaban yang sesuai dengan nilai-nilai Islam cukup besar. Namun sangat disayangkan adanya negra- negara Islam yang masih dibawah pengaruh masyarakat Barat.
    Kedua, bahwa jumlah kaum profesional Muslim saat ini semakin banyak. Ummat  Islam saat ini keahliannya amat beragam dan variatif. Hal ini terjadi karena dari banyaknya kaum Muslimin yang bukan hanya lulusan dari lembaga Pendidikan Agama, mainkan juga lembaga pendidikan umum. Jumlah kaum profesional  Islam  yang banyak ini akan  menjadi kekuatan  yang efektif untuk berperan dalam pembangunan peradaban masa depan, apabila mereka dapta menyatukannya dalam wadah yang soid.
Ketiga, sesungguhnya peluang bagi kaum profesional Muslim untuk membangun peradaban abad XXI mendatang saat ini terbuka lebar. Hal ini dapat dilihat dari dominanya kaum elite Muslim Indonesia dalam memainkan peran politik pemerintahan. Saat ini tampak kekuasaan peemerintahan berada di tangan kaum Muslim. Kondisi seperti ini seharusnya merupakan peluang yang amat besar untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Namun sayangnya kaum elite politik Muslim lebih senang berjuang sendiri-sendiri dari pada berjuang bersama-sama untuk kepentingan bersama yang lebih besar. Ukhuwal Islamiyah hingga sekarang belum benar-benar terlaksana dalam arti yang sesungguhnya. Akibat dari keadaan yang   demikian,   maka   cita-cita   membangun   peradaban   Islam   Abad   XXI mendatang menjadi terabaikan.
Keempat, saat ini kondisi ekonomi dan pendidikan ummat  Islam pada umumnya sudah lebih membaik dari pada sebelumnya. Jumlah pengusaha dan konglomerat  dan  birokrat  dari  kalangan  ummat  Islam  saat  ini  sudah  cukup banyak. Keadaan tersebut menjadi sebuah peluang yang memungkinkan ummat Islam dapat membanguan peradaban masa depan yang lebih baik.
Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas dapat diketahui bahwa peran serta kaum profesional Muslim dalam pembangunan peradaban Islam abad XXI baik   tingkat   nasional   maupun   internasional   masih   kurang   atau   belum menunjukkan  hasil  yang  signifikan.  Peradaban  abad  XXI  mendatang  masih banyak dikuasai oleh bangsa lain dari negara maju. Namun demikian potensi dan peluang belum adanya unsur mempersatukan potensi tersebut.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
      Peranan media elektronik pada masyarakat informasi sangat memegang teguh bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunanaan teknologi modern dapat mengubah lingkungan infomasi yang bersifat internasional, mendunia dan bahkan mengglobal. Pada era informasi lewat komunikasi satelit dan komputer, orang sudah sanggup mengolah dan mengemukakan informasi secara lisan, tulisan bahkan secara visual. Dalam menyikapi isu globalisasi umat Islam terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu yang menerima secara mutlak, menolak sama sekali, dan pertengahan yakni menyikapinya secara proposional.
           Kelompok pertama, yakni orang yang menerima secara mutlak adalah orang yang di sebutkan oleh Rasulullah dalam hadistnya bahwa mereka adalah mengikuti cara-cara dan ajaran-ajaran umat lain sejengkal demi sejengkal, sehingga jika umat lain itu masuk ke lubang biawak mereka akan mengikutinya inilah sikap para penyeru westernisasi yang berlebihan di dunia Arab dan Islam.
           Kelompok keduaorang yang menolak sama sekali adalah yang menjauhi hal-hal yang baru, tidak peduli dengan dunia pemikiran, ekonomi, politik dan sebagainya, mereka lebih memilih untuk menyingkir. Selain kelompok ini, terdapat kelompok lain yang sering di sebut dengan kelompk fudemintas. Perbedaanya mereka tidak mengasingkan diri, tetapi malah mengambil posisi berhadap-hadapan dengan yang mereka tentang atau tolak. Mereka menganggap bahwa globalisasi akan merusak sendi-sendi budaya islam yang telah mereka jaga selama bertahun-tahun, ke khawatiran mereka terletak pada westernisasi dan pembaratan pada budaya setempat melalui arus globalisasi. Kelompok ketiga, adalah kelompok pertengahan yakni yang menyikapinya secara proposional, menurut Yusuf Qardhawi  inilah sikap yang baik sebagai cermin sebagai manhaj Islam pertengahan. Inilah sikap orang beriman yang mempunyai wawasan luas dan terbuka yang bangga dengan identitasnya, faham tentang risalahnya, dan memegang teguh orisinalitasnya, tidak menghindar dari hal-hal yang baru dan tidak menerima secara berlebihan


B.  Kritik dan Saran
       Dalam penyajian makalah ini kami menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan maupun penyusunanya. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari teman teman sekaligus guna memperbaiki makalah ini kedepanya.semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.                  





[1] Abudin Nata 2003 Manajemen pendidikan kencana, Jakarta, 2003 ). Hlm 91
[2] Abudin Nata2003 Manajemen pendidikan kencana, Jakarta, Hlm 94.

[3] Abudin Nata2003 Manajemen pendidikan kencana, Jakarta, Hlm 96
[4] Abudin Nata2003 Manajemen pendidikan kencana, Jakarta, Hlm 102.
[5]  Made Pidarta 2004 “Manajemen Pendidikan Indonesia” PT. Rineka cipta, Jakarta Hlm 135

[6]  Made Pidarta 2004 “Manajemen Pendidikan Indonesia” PT. Rineka cipta, Jakarta Hlm 140
[7] Made Pidarta 2004 “Manajemen Pendidikan Indonesia” PT. Rineka cipta, Jakarta Hlm 146
[8] Fuad Nurhattati. “Manejemen Pendidikan” PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2014, Hlm 55

No comments:

Post a Comment