1

loading...

Sunday, November 18, 2018

MAKALAH FITRAH


MAKALAH FITRAH 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam merupakan agama fitrah yang mengusung kemaslahatan bagi umat manusia. Al-Quran yang merupakan sumber utama dalam Islam tak jarang berbicara mengenai fitrah, yang secara normative sarat dengan nilai-nilai transendental-ilahiyah dan insaniyah. Artinya, di satu sisi memusatkan perhatian pada fitrah manusia dengan sumber daya manusianya, baik jasmaniah maupun ruhaniah sebagai potensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya melalui proses humanisering sehingga keberadaan manusia semakin bermakna. Di sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebut dilaksanakan selaras dengan prinsip-prinsip ketauhidan, baik tauhid rububiyah maupun tauhid uluhiyah.1 Pandangan Islam secara global menyatakan bahwa fitrah merupakan kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya telah memiliki agama bawaan secara alamiah yakni agama tauhid. Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga dengan, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya. Hal ini menjadikan eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang sempurna. Makalah ini akan membahas diskursus tentang fitrah manusia dalam al Qur‟an, baik menyangkut hubungannya dengan pendidikan Islam maupun .

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Fitrah?
2.      Apa saja jenis-jenis fitrah?
3.      Apa saja konsep fitrah?
4.      Apa hubungan fitrah dalam pendidikan?
      C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian fitrah.
2.      Untuk mengetahui jenis fitrah.
3.      Untuk mengetahui konsep fitrah.
4.      Untuk mengetahui fitrah dalam pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian fitrah
           Secara bahasa, Fitrah berasal dari akar kata f-t-r (fa-tho-ro) dalam bahasa Arab (فطرة) yang berarti “membuka” atau “menguak”, juga berarti perangai, tabiat, kejadian, asli,agama,ciptaan.
Fitrah juga mempunyai makna “asal kejadian”, “keadaan yang suci”, dan “kembali ke asal”. Maka, Idul Fitri sering dimaknai sebagai "kembali ke keadaan suci tanpa dosa".
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata fitrah diartikan dengan sifat asli, bakat, pembawaan perasaan keagamaan.
                      Fitrah manusia secara religius adalah beriman Islam. Tegasnya, fitrah atau keadaan jiwa (ruh) asli umat manusia adalah mengakui ketuhanan Allah Swt (QS. Al-A'raf:172), meyakini syariat Islam, dan siap serta mampu mengamalkannya. Hanya hawa nafsu dan ketidaktahuan (jahil) yang membuat seseorang tidak beriman Islam atau merasa berat mengamalkan syariat Islam.
                      Dalam pandangan para mufasir, kata fitrah dalam al-Qur'an terdapat pada 19 ayat. Namun dari sekian banyak ayat al-Qur'an, hanya surat al-Rûm ayat 30 lah yang secara sarih menyebutkan kata fitrah. Dalam ayat tersebut Allah SWT berfirman: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Menurut Imam Bukhari, fitrah manusia itu tidak lain adalah Islam,
 dalam hadis Nabi:                                                            
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ اِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَنِه وَيُنَصِّرَنِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ
Artinya: “ Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah).Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi”.(H.R.  Bukhari)
Dari makna hadis diatas memberikan pengertian secara teoritis bahwa semakin baik penempatan fitrah yang dimiliki manusia, maka akan semakin baiklah kepribadiannya. Demikian pula sebaliknya, semakin buruk penempatan fitrah seseorang maka akan semakin buruk sifat dan tingkah lakunya. Pendekatan tersebut hanya sebatas teoritis manusia, sedangkan dosa balik itu dalam islam ada kemungkinan lain, yaitu hidayah dari Allah SWT sebagai penentu yang Maha final
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa  fitrah manusia merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai makhluk terbaik yang diciptakan oleh Allah swt. 
B.     Jenis-jenis fitrah
a.       Fitrah Agama, Manusia sejak lahir mempunyai naluri atau insting yang beragama, dan mengakui adanya dzat Allah, namun ketika dia lahir cendrung pada al-hanif, yakni rindu akan kebenaran mutlak Allah..
b.      Fitrah Intelek, Intelek adalah potensi bawaan manusia untuk memperoleh pengetahuan yang dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk. Karena daya dan fitrah ini hingga dapat membedakan antara manusia dan hewan.
c.       Fitrah Sosial, kecendrungan manusia untuk hidup berkelompok yang mempunyai ciri khas yang disebut kebudayaan. Oleh karena itu tugas pendidikan disini adalah menjadikan kebudayaan islam sebagai proses kurikulum pendidikan islam dalam seluruh peringkat dan tahapan.
d.      Fitrah seni, Kemampuan manusia untuk menimbulkan daya estetika, yang mengacu pada sifat al-jamal Allah swt. Tugas utama pendidikan memberikan suasana gembira, senang, dan aman dalam proses belajar mengajar, karena pendidikan adalah proses kesenian, yang karenanya dibutuhkan seni mendidik.
e.       Fitarh kemajuan, keadilan, kemerdekaan, kesamaan, ingin dihargai, kawin, cinta tanah air, dan kebutuhan-kebutuhan hidup lainya. Semua kebutuhan kehidupan manusai merupakan fitrah yang menuntut untuk dipenuhi,. Sayyid Quthub mengemukakan kebutuhan pokok manusia terbagi menjadi empat macam, yaitu:
 (1) Kebutuhan hati nurani setiap manusia untuk memperoleh kepuasan, ketentraman, dan ketenangan.
(2). Kebutuhan akal pikiran, setiap insan untuk memperoleh kebebasan, kemerdekaan, dam kepastian.
 (3). Kebutuhan prasaan setiap insan dapat memperoleh rasa saling pengertian, kasih sayang, dan perdamaian.
 (4). Kebutuhan hak dan kewajibansetiap insan untuk memperoleh perundang-undangan, ketertiban dan keadilan. Sesungguhnya tubuh manusia terdiri dari dua jenis, yaitu: Tubuh kasar dan tubuh halus, atau jasmani/fisik dan ruhani/ruh. Manusia tanpa jasmani belum bisa dikatakan manusia, demikian dengan manusia tanpa ruh tidak dapat dikatakan manusia hidup.Jasmani manusia berasal dari materi tanah, sedangkan ruh manusia berasal dari Tuhan semesta alam (Allah)
C.    Konsep tentang fitrah
                      Rasulullah SAW bersabda : “Anak-anak lahir dalam keadaan fithrah, orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhari) Menurut Yasien Muhammad, pemahaman terhadap konsep fithrah ini ada empat, yaitu pandangan fatalis, pandangan netral, pandangan positif, dan pandangan dualis.
a.        Pandangan Fatalis Dalam pandangan fatalis ini mempercayai bahwa setiap individu, melalui ketetapan Allah, adalah baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana Tuhan. Syaikh Abdul Qadir Jailani mengungkapkan bahwa seorang pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan Allah sebelumnya. Dengan demikian, tanpa memandang faktor-faktor eksternal dari petunjuk dan kesalahan petunjuk, seorang individu terikat oleh kehendak Allah untuk menjalani „cetak biru‟ kehidupannya yang telah ditetapkan baginya sebelumnya.
b.       Pandangan Netral Pandangan netral ini dikomandani oleh Ibnu „Abd al-Barr dengan mendasarkan pada firman Allah : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun” (QS. an-Nahl ayat: 78) Penganut pandangan netral berpendapat bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran akan iman atau kufur. Menurut pandangan netral, iman atau kufur hanya mewujud ketika anak tersebut mencapai kedewasaan (taklif). Setelah mencapai taklif, seseorang menjadi bertanggung jawab atas perbuatannya.
c.        Pandangan Positif Penganut pandangan positif ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim alJauziyah (salaf), Muhammad Ali Ash-Shabuni, Mufti Muhammad Syafi‟i, Ismail Raji al-Faruqi, Mohamad Asad, Syah Waliyullah (kontemporer). Menurut Ibnu Taimiyah, semua anak terlahir dalam keadaan fithrah, yaitu dalam keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan sosial itulah yang menyebabkan individu menyimpang dari keadaan ini. Muhammad „Ali AshShabuni mengatakan bahwa kebaikan menyatu pada manusia, sementara kejahatan bersifat aksidental. Manusia secara alamiah cenderung kepada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi, lingkungan-lingkungan sosial, terutama orangtua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap fithrah anak. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa terdapat suatu kesesuaian alamiah antara fithrah dan dien Islam. Agama Islam menyediakan kondisi ideal untuk mempertahankan dan menyediakan kondisi ideal untuk mempertahankan dan mengembangkan sifat-sifat bawaan manusia.
d.       Pandangan Dualis Tokoh utama pandangan dualis adalah Sayyid Quthb dan „Ali Shari‟ati. Pandangan suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Sayyid Quthb, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk tersesat. Kebaikan yang ada dalam diri manusia dilengkapi dengan pengaruh-pengaruh eksternal seperti kenabian dan wahyu Tuhan sementara kejahatan yang ada dalam diri manusia dilengkapi faktor eksternal seperti godaan dan kesesatan. Shari‟ati berpandangan bahwa tanah-simbol terendah dari kehinaan digabungkan dengan Ruh (dari) Allah. Dengan demikian, manusia adalah makhluk berdimensi ganda dengan sifat dasar ganda, suatu susunan dari dua kekuatan, bukan saja berbeda, tapi juga berlawanan. Yang satu cenderung turun kepada materi dan yang lain cenderung naik kepada Ruh Suci (ciptaan) Allah.







D.    Hubungan antara fitra manusia dan pendidikan
            Bahwa manusia diciptakan Allah swt sebagai penerima dan pelaksana ajaran Allah dan mempunyai tugas pokok yaitu di samping untuk li ta’abbudi ila Allah menyembah Khaliknya juga bertugas selaku Khalifatu fi al-Ardl. Untuk itu Allah tidak membiarkan manusia begitu saja tanpa bekal yang memadai, tetapi Allah dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya memberikan anugerah yang sangat tinggi nilainya, yaitu berbagai kemampuan atau potensi yang memungkinkan manusia mampu memikul tanggung jawab tersebut.
Sejak lahir manusia telah dibekali dengan potensi-potensi atau alat serta kemampuan yang akan menjadi kekuatan untuk bertahan hidup di dunia ini maupun untuk mencapai kebahagiaan yang kekal yakni kehidupan akhirat. Karenanya, fithrah itu harus berinteraksi dan berdialog dengan lingkungan eksternal.
Untuk mampu berdialog memerlukan suatu lembaga yang lebih kondusif untuk mengaktualisasikan serta menumbuh kembangkan fithrahnya. Maka pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis untuk mengarahkan fithrah itu secara optimal dan terpadu sepanjang hayatnya. Konsep fithrah juga menuntut agar pendidikan harus bertujuan mengarahkan pendidikan kepada terjalinnya ikatan kuat seorang manusia dengan Allah.
Hal ini mengisyaratkan peran pendidikan sangat menentukan dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia akan mengetahui mana yang baik mana yang buruk, serta mengetahui yang benar dan yang salah, tanpa pengetahuan manusia tidak akan bisa memahami apa sebenarnya arti hidup di dunia ini karena pada dasarnya manusia dilahirkan di dunia ini masih bersifat suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya belum mengetahui suatu apapun dalam arti bahwa ia belum mumayyiz (belum bisa membedakan mana yang baik dan buruk)
Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai suatu ikhtiar yang sangat menentukan dalam menjaga agar manusia tetap berada pada fithrah-nya baik fithrah atas pengakuan terhadap Tuhannya, fithrah agama yang hanif serta segenap potensi yang ada pada dirinya. agar tidak menyimpang dari garis kodrat yang telah ditentukan, mengingat anak itu berada pada kehidupan yang serba dinamis dan dalam pertumbuhannya sering mendapat pengaruh positif maupun negatif.




E.      Fitrah Manusia dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Islam.
                        Menurut Hasan Langgulung, fitrah adalah potensi yang baik. Haditsh yang bermakna“Setiap anak-anak dilahirkan dengan fitrah. Hanya ibu bapaknyalah yang menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. Tetapi hal ini tidak bermakna bahwa manusia itu menjadi hamba kepada lingkungan, seperti pendapat ahli-ahli behaviorisme. Fitrah adalah sifat-sifat Tuhan yang ditiupkan Tuhan kepada semua manusia sebelum lahir, dan pengembangan sifat-sifat itu setinggitingginya. Senada dengan hal ini, menurut Dr. Jalaluddin, manusia memiliki beberapa potensi utama yang secara fitrah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu :
a.        Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Yaitu dorongan primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan setiap manusia. Diantara dorongan tersebut berupa instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum, penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya.
b.      Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi) Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi) Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang manusia untuk saling mengenal sesuatu diluar dari dirinya. Melaui alat indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, peraba dan lainlain
c.        Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal) Potensi akal memberi kemampuan pada manusia untuk memahami simbolsimbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan dapat memilih hal yang benar atau salah. Akal juga dapat mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban.
d.      Hidayat al-Diniyyat (potensi keagamaan) Pada diri manusia sudah ada dorongan keagamaan yaitu dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang lebih tinggi, yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya. (Jalaluddin, 2001) Implikasi lainnya adalah pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu pada tauhid. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang mengikatmanusia dengan Allah Swt. Apasaja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Untuk itu kurikulum pendidikan Islam harus menekankan pada konsep tauhid ini.

                             Bagaimana cara mengembangkan potensi-potensi (fitrah) ini dalam pendidikan Islam, menurut Dr. Jalaluddin dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan yaitu :
a.        Pendekatan Filosofis Pendekatan ini mengacu pada hakikat penciptaan manusia itu sendiri yaitu sebagai makhluk ciptaan Allah (Q.S. 51:56). Dalam filsafat pendidikan Islam nilai-nilai ilahiyat merupakan nilai-nilai yang mengandung kebenaran hakiki. Berasarkan hal ini, pengembangan potensi manusia diarahkan untuk memenuhi jawaban yang mengacu pada permasalahan yang menyangkut pengabdian kepada Allah. Sedangkan ungkapan rasa syukur digambarkan dalam bentuk penghayatan terhadap nilai-nilai akhlak yang terkandung didalamnya serta mampu diimplementasikan dalam sikap dan prilaku, lahiriah maupun batiniah. Kesadaran seperti ini timbul atas dorongan dari dalam bukan atas pengaruh luar.
b.      Pendekatan kronologi Yang dimaksud dengan pendekatan kronologis yaitu pendekatan yang didasarkan atas proses perkembangan melalui tahapan-tahapan. Manusia dipandang sebagai makhluk yang evolutif. Disadari bahwa manusia bukan makhluk siap jadi, yakni setelah lahir langsung menjadi dewasa. Manusia adalah makhluk yang berkembang secara evolusi. Namun bukan dalam arti evolusi dari teori Darwin yang mengidentifikasikan manusia berasal dari genus yang sama dengan simpanse. Dalam hal ini adalah manusia sejak lahir menginjak dewasa, perkembangan manusia melalui periodisasi.
c.       Pendekatan fungsional Setiap potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia tentunya diarahkan untuk dimanfaatkan. Tuhan sebagai Pencipta, mustahilmenciptakan sesuatu tanpa tujuan, hingga terkesan mengadakan sesuatu yang sia-sia. Semua yang diciptakannya mempunyai tujuan, termasuk yang berkaitan dengan penciptaan potensi manusia. Melalui pendekatan fungsional, dimaksudkan bahwa pengembangan potensi manusia dilihat dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi potensi itu masing-masing. Dorongan naluriah, seperti makan dan minum dikembangkan dengan tujuan agar manusia dapat memlihara kelanjutan hidup manusia. Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan agar arah perkembangan potensi yang ada pada manusia tidak menjadi sia-sia. Dan kaitannya dengan fungsi manusia sebagai mengabdi (menyembah) Allah dengan setia dan ikhlas.
d.      Pendekatan sosial Manusia pada konsep al-Nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Berdasarkan pendekatan ini, manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan untuk hidup berkelompok dan bermasyarakat. Melalui pendekatan sosial, peserta didik dibina dan dibimbing sehingga potensi yang dimilikinya, yaitu sebagai makhluk sosial, dapat tersalur dan sekaligus terarah pada nilai-nilai yang positif.



   



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa  fitrah manusia merupakan semua bentuk potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia semenjak proses penciptaannya di alam rahim guna kelangsungan hidupnya di atas dunia serta menjalankan tugas dan fungsinya sebagai makhluk terbaik yang diciptakan oleh Allah swt.  Jenis fitrah yaitu fitrah agama, fitrah intelek, fitrah seni, dan fitrah sosial , pemahaman terhadap konsep fithrah ini ada empat, yaitu pandangan fatalis, pandangan netral, pandangan positif, dan pandangan dualis

B.       Kritik dan saran
Penulis menyadari makalah ini mungkin masih jauh dengan kata sempurna. Akan tetapi bukan berarti makalah ini tidak berguna. Besar harapan yang terpendam dalam hati semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsi pada suatu saat terhadap makalah tema yang sama. Dan dapat menjadi referensi bagi pembaca serta menambah ilmu pengetahuan bagi kita semua selaku pelajar.













DAFTAR PUSTAKA

 Arifin, H. M. (1994). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
 Arifin, M. (1993). Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritik dan Praktis.
             Jakarta: Bumi Aksara.
 Arikunto, S. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
 Depdikbud. (1996). Dedaktif Metodik Umum. Jakarta: Direktorat Pendidikan
            Dasar.
 Drajat, Z. (2001). Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
 Fay, B. (2002). Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer (Cet I ed.). Yogyakarta: Jendela

No comments:

Post a Comment