MAKALAH KONSELING SEBAGAI HUBUNGAN MEMBANTU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada Hakikatnya hubungan dalam
konseling bersifat membantu. Membantu
tetap memberikan kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan
menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Hubungan dalam konseling tidak bermasud
untuk mengalihkan permasalahan kepada konseor
tetapi memotifasi klien untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
dalam mengatasi masalah.
Bimbingan adalah proses pemberian
bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa
orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang
dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara Konseling adalah hubungan
pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor
melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya,
menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri
sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat
ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian hubungan membantu?
2.
Apa karakteristik hubungan konseling?
3.
Bagaimana kondisi hubungan konseling?
4.
Bagaimana aspek konselor dalam hubungan
konseling?
5.
Bagaimana aspek klien dalam konseling?
C. Tujuan
Masalah
1.
Mengetahui pengertian hubungan membantu
2.
Mengetahui karakteristik hubungan konseling
3.
Mengetahui kondisi hubungan konseling
4.
Mengetahui aspek konselor dalam hubungan konseling
5.
Mengetahui aspek klien dalam konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hubungan Membantu
Terry dan Capuzzi mengartikan bahwa
hubungan membantu merupakan beberapa individu bekerjasama untuk memecahkan apa
yang menjadi perhatiannya atau masalahnya dan atau membantu perkembangan dan
pertumbuhan salah seorang dari keduanya.
George dan Christiani mengemukakan
bahwa pemberian bantuan professional merupakan proses dinamis dan unik yang
dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan menggunakan sumber-sumber
dalam agar tumbuh kedalam arahan yang positif dan dapat mengaktualisasikan
potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Rogers mengemukakan bahwa maksud
hubungan tersebut adalah untuk peningkatan pertumbuhan, kematangan, fungsi,
cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber-sumber internal pada
pihak yang diberikan bantuan.
B. Karakteristik
Hubungan Konseling
Pada Hakikatnya hubungan dalam konseling
bersifat membantu. Membantu tetap
memberikan kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan
tugas yang dihadapinya. Hubungan dalam konseling tidak bermasud untuk
mengalihkan permasalahan kepada konseor
tetapi memotifasi klien untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri
dalam mengatasi masalah.
Ada enam karakteristuk dinamika dan
keunikan hubungan konseling dibandingkan dengan hubungan membantu yang lainnya.
Keenam karakteristik itu adalah:
a.
Afeksi
Hubungan konseling dengan klien
pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif daripada sebagai hubungan
kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses konseling, termasuk
dalam melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan perasaan-perasaan subjektif
klien. Hubungan yang penuh afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan
ketakutan pada klien, dan diharapkan hubungan konselor dank lien lebih
produktif.
b.
Intensitas
Hubungan konseling dilakukan secara
intensitas. Hubungan konselor dank lien yang intens ini diharapkan dapat saling
terbuka terhadap persepsinya masing-masing. Tanpa adanya hubungan yang intens
hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Konselor
biasanya mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat berlangsung secara
mendalam sejalan dengan perjalanan hubungan konseling.
c.
Pertumbuhan
dan Perubahan
Hubungan konsleing bersifat
dinamis. Hubungan konseling terus berkembang sebagaimana perubahan san
pertumbuhan yang terjadi pada konselor dank klien. Hubungan tersebut dikatakan
dinamis jika dari waktu kewaktu terus terjadi peningkatan hubungan konselor
klien,pengalaman bagi klien, dan tanggungjawabnya. Dengan demikian pada klien
terjadi pengalaman belajar untuk memahami dirinya sekaligus bertanggungjawab
untuk mengembangkan dirinya.
d.
Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan
konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien tersebut bersifat
konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan seluruh informasi tentang
klien dan tidak dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapapun tanpa
seizing klien. Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan
meningkatkan kemauan klien membuka diri.
e.
Dorongan
Konselor
dalam hubungan konseling memberikan dorongan (supportive) kepada klien untuk meningkatkan
kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam hubungan
konseling, konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginannya untuk
perubahan perilaku dan memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi
motivasi untuk berani mengambil resiko dari kepurtusannya.
f.
Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas
saling kejujuran dan keterbukaan, serta adanya komunikasi terarah antara konselor dengan kliennya. Dalam hubungan ini
tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi kelemahannya, atau menyatakan yang
bukan sejatinya. Klien maupun konselor harus membangun hubungannya secara jujur
dan terbuka. Kejujuran menjadi prasayarat bagi keberhasilan konseling.[1]
Dalam hubungan membantu ada pihak
yang dibantu dan pihak pemberi bantuan. Upaya pemberian bantuan, mengatakan
bahwa suatu profesi membantu dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan
pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan
khusus (existensial affairs) dengan oranglain dengan maksud agar oranglain tadi
memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan, yang
merupakan ciri khas kondisi manusia.
Suatu hubungan membantu ditandai
oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan yang diadaptasikan disini, mengenai
ciri-ciri hubungan membantu adalah :
1.
Hubungan
membantu adalah penuh makna, bermanfaat
2.
Afeksi
sangat mencolok dalam hubungan membantu
3.
Keutuhan
pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan membantu
4.
Hubungan
membantu terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat
5.
Saling
hubungan terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi,
pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan/atau perawatan orang lain
6.
Hubungan
helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi
7.
Perubahan
merupakan tujuan hubungan membantu.
Sementara itu, menurut Shostrom dan
Brammer (1982:144-151) mengemukakan juga beberapa karakteristik hubungan
membantu yaitu :
1. Unik dan Umum
Setiap konselor dan klien memiliki
perbedaan yang umumnya akan membuat proses konseling menjadi sulit. Keefektifan
konselor membantu individu akan tercapai jika ia menegtahui dengan jelas bagaimana kepribadian dan sikap dasar
tertentu sebagai helper. Beberapa keunikan hubungan dalam proses konseling
terletak pada Sikap dan perilaku konselor, Struktur yang terencana dan bersifat
teraupeutik, Adanya penerimaan terhadap
klien secara penuh oleh konselor, Keseimbangan antara aspek obyektivitas dan
subyektivitas.
Aspek obyektif lebih mengarah pada
aspek hubungan uang bersifat kognitif, ilmiah. Artinya konselor harus memandang
klien sebagai bagian dari manusia maka
konselor menghargai cara pandang dan nilai-nilai yang ada pada klien tanpa
harus memberikan penilaian personal.
2. Terdapat unsur kognitif dan afektif
Aspek kognitif menyangkut proses
intelektual seperti pemindahan informasi, pemberian nasihat pada berbagai macam
tindakan ataupun penginterpretasian data tentang klien. Sedangkan afektif
mengarah pada ekspresi perasaan dan sikap.
3.
Unsur-unsur, kesamar-samaraan, dan kejelasan
Artinya konselor memberikan
rangsangan tersamar, sedangkan dalam situasi yang lain konselor memberikan
rangsangan yang jelas. Hal ini bertujuan
agar konselor mendapatkan informasi atau bagaiman cara pandang klien terhadap masalah yang dialaminya.
4.
Adanya
unsur tanggung jawab
Perwujudan dari tanggung jawab ini
adalah antara konselor dan klien sama – sama memiliki tanggung jawab dalam
tujuan maupu komitmen yang dibangun antar keduanya.
C. Kondisi
Hubungan Konseling
Tujuan-tujuan yang akan dicapai
dalam proses konseling dapat efektif apabila kondisi atau iklim yang
memungkinkan klien dapat berkembang dan menggali potensi-potensi yang ada pada
dirinya. Rogers menyebutkan kondisi ini dengan kondisi konseling yang
fasilitatif. Kondisi ini adalah kongruensi (congruence), penghargaan positif
tanpa syarat (positive regard), dan memahami secara empati (emphatic
understading). Kesadaran akan budaya (cultural awareness) dan berikut
penjelasan secara singkat mengenai kondisi fasilitatif tersebut.
1.
Kongruensi
Kongruensi dalam hubungan konseling
dapat dimaknakan dengan “menunjukan diri sendiri“apa adanya, berpenampilan
terus terang dan yang lebih penting adalah ada kesesuaian antara apa yang
dikomunikasikan secara verbal dengan non verbal.
2.
Penghargaan
positif tanpa syarat
Konseling akan lebih efektif jika
kondisi penghargaan yang positif ini diciptakan konselor dan dilakukan tanpa
syarat. Dengan kata lain konselor menerima setiap individu (klien) tanpa
menilai aspek-aspek pribadinya yang “lemah” ataupun “kuat”.
3.
Pemahaman
secara empati
Memahami secara empati merupakan
suatu kemampuan untuk memahami cara pandang (pikiran, ide) dan perasaan orang
lain.
4.
Kesadaran
budaya
Kesadaran akan budaya mengacu pada
kemampuan konselor untuk terbuka dan memotivasi untuk belajar menerima dan
memahami budaya yang berbeda dengan budaya yang ia miliki terutama budaya yang
klien miliki.[2]
D. Aspek
Konselor dalam Hubungan Konseling
Kualitas konselor adalah semua kriteria
keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan
nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses
konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang
dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi
pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang
dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling. Kualitas pribadi
konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut.
1.
Pemahaman
diri
Pemahaman diri ini berarti bahwa
konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia
lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia
selesaikan. Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan
menunjukkan sifat-sifat berikut.
Konselor menyadari dengan baik
tentang kebutuhan dirinya. Seperti: (1) kebutuhan untuk sukses, (2) kebutuhan
merasa penting, dihargai, superior, dan kuat. Konselor menyadari dengan baik
tentang perasaan-perasaannya. Seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta.
Konselor menyadari tentang apa yang
membuat dirinya cemasdalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya
melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut. Konselor
memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan)
dirinya.
2.
Kompeten
Yang dimaksud kompeten disini
adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
3.
Kesehatan
Psikologis
Konselor dituntut memiliki
kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Apabila konselor tidak mendasarkan
konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka dia akan
mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
Ketika konselor kurang memiliki
kesehatan psikologis, maka perannya sebagai model berperilaku bagi klien
menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi klien. Apabila
itu terjadi, maka konselor bukan berperan sebagai penolong dalam memecahkan
masalah, tetapi justru sebagai pemicu masalah klien.
E. Aspek
Klien Dalam Konseling
Kekhasan klien yang mempunyai implikasi
penting dalam konseling dapat dicakup dalam: ikhwal perkembangan individunya,
citra-dirinya, dan kebutuhannya.
Klien yang akan masuk ke dalam konseling
memiliki beberapa ciri di antaranya:
1. Konsep Daya Psikologis
Konsep
daya psikologis mempunya tiga dimensi yaitu pemenuhan kebutuhan, kompetensi
intra pribadi dan kompetnsi antar pribadi. Dimensi pemenuhan kebutuhan merujuk
kepada kekuatan psikis yang diperlukan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup
agar dapat mencapai kualitas kehidupan secara bermakna dan memberikan
kebahagiaan.
Dimensi
kedua daya psikologis berkenaan dengan kompetensi-kompetensi intra pribadi
yaitu kekuatan-kekuatan yang diperlukan dalam menghadapi tuntutan yang berasal
dari dalam dirinya sendiri. Dimensi ketiga daya psikologis adalah
kompetensi-kompetensi antar pribadi yaitu kekuatan psikis yang berkenaan dengan
hubungan bersama orang lain dalam keseluruhan kehidupan dan interaksi dengan
lingkungan.
2. Pemenuhan Kebutuhan
Orang
pergi ke konseling berkaitan erat dengan masalah pemenuhan kebutuhan. Ada
beberapa macam kebutuhan yang terkait dengan konseling, yaitu Memberi dan
menerima kasih sayang, Memberikan kasih sayang merupakan satu kebutuhan yang
apabila gagal dinyatakan secara tepat dapat menimbulkan gangguan psikologis. Konselor
dapat membantu orang menemukan hambatan dalam pemenuhan kebutuhan ini. Jika
masalah primernya berada dalam diri klien, konselor dapat membantunya menemukan
asumsi atau perasaan apa yang menghambat pemenuhan kebutuhan itu.
3.
Kesenangan
Kesenangan
merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan mempunyai peranan erat terhadap
kesehatan psikologis. Orang yang mencari konseling pada umumnya berkenaan
dengan kesenangan yang dirasakan tergantung karena berbagai perasaan seperti
rasa takut, rasa sakit, rasa berdosa, dsb.
Konselor
dapat membantu klien dengan mengenal pentingnya kesenangan dan memahami
bagaimana rasanya kehilangan kesenangan dalam hidup. Selanjutnya konselor
membantu klien untuk memperbaikinya dengan mengembangkan kompetensi yang dapat
menunjang diperolehnya pengalaman yang menyenangkan.
4.
Menerima
rangsangan (Stimulus)
Orang
yang mengalami gangguan dalam kebutuhan ini akan membenamkan diri dalam
kegiatan-kegiatan rutin yang kemudian dapat mengganggu kondisi psikologisnya.
Konselor
dapat memperkenalkan kepada klien pentingnya merangsang dan membantu mereka
mengembangkan tilikan, keterampilan dan keberanian untuk menghadapi sikap
apatis dan tidak terkait dengan kehidupannya. Konselor juga dapat mengembangkan
satu pengalaman yang memberikan satu rangasangan selama proses konseling
berlangsung.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan konseling dan membantu adalah
hubugan dimana Anda menggunakan counseling skill (keterampilan konseling)
terutama secara tatap-muka untuk membantu klien dengan cara, antara lain:
membuatnya merasa didukung dan dipahami, membantunya mengklarifikasi dan
memperluas pemahamannya, mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk
mengubah cara berpikir, bertindak, dan merasakan sehingga klien dapat mencapai
goals (tujuan-tujuan) yang mengafirmasi-hidup.
Tujuan dari proses hubungan membantu
adalah tujuannya untuk hal-hal yang berorientasi luas dan berjangka panjang
yang sering kali tidak bisa diukur secara obyektif. Tujuan-tujuan itu bisa
mencakup pemenuhan otonom dan kebebasan, mengaktualisasi diri, penemuan
evaluasi internal, menjadi lebih terintegrasi.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam
pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis
mengharpkan kritik dan saran baik dari dosen pengampu maupun dari pembaca
budiman atas kritik dan saran nantinya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Gunarsa,
Singgih. 2004. Konseling dan Psikoterapi.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Winkel.
2007. Bimbingan dan Kenseling di
Institusi Pendidikan. Jakarta:Media Abadi.
Tohirin. 2007. Bimbingan
dan Kenseling Disekolah dan Madrasah. Jakarta:Raja Grafindo Persada
[1] Gunarsa, Singgih, D. Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 2004). Hal 56-78
No comments:
Post a Comment