1

loading...

Sunday, November 11, 2018

MAKALAH KONSELING SEBAGAI HUBUNGAN MEMBANTU

MAKALAH KONSELING SEBAGAI HUBUNGAN MEMBANTU
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada Hakikatnya hubungan dalam konseling bersifat membantu.  Membantu tetap memberikan kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Hubungan dalam konseling tidak bermasud untuk mengalihkan permasalahan kepada konseor  tetapi memotifasi klien untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengatasi masalah. 
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya, menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian hubungan membantu?
2.  Apa karakteristik hubungan konseling?
3. Bagaimana kondisi hubungan konseling?
4.  Bagaimana aspek konselor dalam hubungan konseling?
5.  Bagaimana aspek klien dalam konseling?
C.    Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian hubungan membantu
2. Mengetahui karakteristik hubungan konseling
3. Mengetahui kondisi hubungan konseling
4. Mengetahui aspek konselor dalam hubungan konseling
5. Mengetahui aspek klien dalam konseling.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hubungan Membantu
Terry dan Capuzzi mengartikan bahwa hubungan membantu merupakan beberapa individu bekerjasama untuk memecahkan apa yang menjadi perhatiannya atau masalahnya dan atau membantu perkembangan dan pertumbuhan salah seorang dari keduanya.
George dan Christiani mengemukakan bahwa pemberian bantuan professional merupakan proses dinamis dan unik yang dilakukan individu untuk membantu orang lain dengan menggunakan sumber-sumber dalam agar tumbuh kedalam arahan yang positif dan dapat mengaktualisasikan potensi-potensinya untuk sebuah kehidupan yang bermakna.
Rogers mengemukakan bahwa maksud hubungan tersebut adalah untuk peningkatan pertumbuhan, kematangan, fungsi, cara penanganan kehidupannya dengan memanfaatkan sumber-sumber internal pada pihak yang diberikan bantuan.
B.     Karakteristik Hubungan Konseling
Pada Hakikatnya hubungan dalam konseling bersifat membantu.  Membantu tetap memberikan kepercayaan kepada klien untuk bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Hubungan dalam konseling tidak bermasud untuk mengalihkan permasalahan kepada konseor  tetapi memotifasi klien untuk bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dalam mengatasi masalah. 
Ada enam karakteristuk dinamika dan keunikan hubungan konseling dibandingkan dengan hubungan membantu yang lainnya. Keenam karakteristik itu adalah:
a.       Afeksi
Hubungan konseling dengan klien pada dasarnya lebih sebagai hubungan afektif daripada sebagai hubungan kognitif. Hubungan afeksi akan tercermin sepanjang proses konseling, termasuk dalam melakukan eksplorasi terhadap persepsi dan perasaan-perasaan subjektif klien. Hubungan yang penuh afeksi ini dapat mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan pada klien, dan diharapkan hubungan konselor dank lien lebih produktif.
b.      Intensitas
Hubungan konseling dilakukan secara intensitas. Hubungan konselor dank lien yang intens ini diharapkan dapat saling terbuka terhadap persepsinya masing-masing. Tanpa adanya hubungan yang intens hubungan konseling tidak akan mencapai pada tingkatan yang diharapkan. Konselor biasanya mengupayakan agar hubungannya dengan klien dapat berlangsung secara mendalam sejalan dengan perjalanan hubungan konseling.
c.       Pertumbuhan dan Perubahan
Hubungan konsleing bersifat dinamis. Hubungan konseling terus berkembang sebagaimana perubahan san pertumbuhan yang terjadi pada konselor dank klien. Hubungan tersebut dikatakan dinamis jika dari waktu kewaktu terus terjadi peningkatan hubungan konselor klien,pengalaman bagi klien, dan tanggungjawabnya. Dengan demikian pada klien terjadi pengalaman belajar untuk memahami dirinya sekaligus bertanggungjawab untuk mengembangkan dirinya.
d.      Privasi
Pada prinsipnya dalam hubungan konseling perlu adanya keterbukaan klien. Keterbukaan klien tersebut bersifat konfidensial, konselor harus menjaga kerahasiaan seluruh informasi tentang klien dan tidak dibenarkan mengemukakan secara transparan kepada siapapun tanpa seizing klien. Perlindungan atau jaminan hubungan ini adalah unik dan akan meningkatkan kemauan klien membuka diri.
e.       Dorongan
Konselor dalam hubungan konseling memberikan dorongan (supportive) kepada klien untuk meningkatkan kemampuan dirinya dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Dalam hubungan konseling, konselor juga perlu memberikan dorongan atas keinginannya untuk perubahan perilaku dan memperbaiki keadaannya sendiri sekaligus memberi motivasi untuk berani mengambil resiko dari kepurtusannya.
f.       Kejujuran
Hubungan konseling didasarkan atas saling kejujuran dan keterbukaan, serta adanya komunikasi terarah antara  konselor dengan kliennya. Dalam hubungan ini tidak ada sandiwara dengan jalan menutupi kelemahannya, atau menyatakan yang bukan sejatinya. Klien maupun konselor harus membangun hubungannya secara jujur dan terbuka. Kejujuran menjadi prasayarat bagi keberhasilan konseling.[1]
Dalam hubungan membantu ada pihak yang dibantu dan pihak pemberi bantuan. Upaya pemberian bantuan, mengatakan bahwa suatu profesi membantu dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus (existensial affairs) dengan oranglain dengan maksud agar oranglain tadi memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan, yang merupakan ciri khas kondisi manusia.
Suatu hubungan membantu ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan yang diadaptasikan disini, mengenai ciri-ciri hubungan membantu adalah :
1.      Hubungan membantu adalah penuh makna, bermanfaat
2.      Afeksi sangat mencolok dalam hubungan membantu
3.      Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan membantu
4.      Hubungan membantu terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat
5.      Saling hubungan terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan/atau perawatan orang lain
6.      Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi
7.      Perubahan merupakan tujuan hubungan membantu.

Sementara itu, menurut Shostrom dan Brammer (1982:144-151) mengemukakan juga beberapa karakteristik hubungan membantu yaitu :
1.    Unik dan Umum
Setiap konselor dan klien memiliki perbedaan yang umumnya akan membuat proses konseling menjadi sulit. Keefektifan konselor membantu individu akan tercapai jika ia menegtahui dengan jelas  bagaimana kepribadian dan sikap dasar tertentu sebagai helper. Beberapa keunikan hubungan dalam proses konseling terletak pada Sikap dan perilaku konselor, Struktur yang terencana dan bersifat teraupeutik, Adanya penerimaan  terhadap klien secara penuh oleh konselor, Keseimbangan antara aspek obyektivitas dan subyektivitas.
Aspek obyektif lebih mengarah pada aspek hubungan uang bersifat kognitif, ilmiah. Artinya konselor harus memandang klien sebagai  bagian dari manusia maka konselor menghargai cara pandang dan nilai-nilai yang ada pada klien tanpa harus memberikan penilaian personal.
2.  Terdapat unsur kognitif dan afektif
Aspek kognitif menyangkut proses intelektual seperti pemindahan informasi, pemberian nasihat pada berbagai macam tindakan ataupun penginterpretasian data tentang klien. Sedangkan afektif mengarah pada ekspresi perasaan dan sikap.
3. Unsur-unsur, kesamar-samaraan, dan kejelasan
Artinya konselor memberikan rangsangan tersamar, sedangkan dalam situasi yang lain konselor memberikan rangsangan yang jelas.  Hal ini bertujuan agar konselor mendapatkan informasi atau bagaiman cara pandang klien  terhadap masalah yang dialaminya.
4.      Adanya unsur tanggung jawab
Perwujudan dari tanggung jawab ini adalah antara konselor dan klien sama – sama memiliki tanggung jawab dalam tujuan maupu komitmen yang dibangun antar keduanya.
C.    Kondisi Hubungan Konseling
Tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam proses konseling dapat efektif apabila kondisi atau iklim yang memungkinkan klien dapat berkembang dan menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya. Rogers menyebutkan kondisi ini dengan kondisi konseling yang fasilitatif. Kondisi ini adalah kongruensi (congruence), penghargaan positif tanpa syarat (positive regard), dan memahami secara empati (emphatic understading). Kesadaran akan budaya (cultural awareness) dan berikut penjelasan secara singkat mengenai kondisi fasilitatif tersebut.


1.      Kongruensi
Kongruensi dalam hubungan konseling dapat dimaknakan dengan “menunjukan diri sendiri“apa adanya, berpenampilan terus terang dan yang lebih penting adalah ada kesesuaian antara apa yang dikomunikasikan secara verbal dengan non verbal.
2.      Penghargaan positif tanpa syarat
Konseling akan lebih efektif jika kondisi penghargaan yang positif ini diciptakan konselor dan dilakukan tanpa syarat. Dengan kata lain konselor menerima setiap individu (klien) tanpa menilai aspek-aspek pribadinya yang “lemah” ataupun “kuat”.
3.    Pemahaman secara empati
Memahami secara empati merupakan suatu kemampuan untuk memahami cara pandang (pikiran, ide) dan perasaan orang lain.
4.      Kesadaran budaya
Kesadaran akan budaya mengacu pada kemampuan konselor untuk terbuka dan memotivasi untuk belajar menerima dan memahami budaya yang berbeda dengan budaya yang ia miliki terutama budaya yang klien miliki.[2]

D.    Aspek Konselor dalam Hubungan Konseling
Kualitas konselor adalah semua kriteria keunggulan, termasuk pribadi, pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan nilai-nilai yang dimilikinya yang akan memudahkannya dalam menjalankan proses konseling sehingga mencapai tujuan dengan berhasil (efektif).
Salah satu kualitas yang jarang dibicarakan adalah kualitas pribadi konselor. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pribadi konselor menjadi faktor penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, di samping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik atau konseling. Kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut.
1.      Pemahaman diri
Pemahaman diri ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang dia lakukan, mengapa dia melakukan hal itu, dan masalah apa yang harus dia selesaikan. Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan menunjukkan sifat-sifat berikut.
Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Seperti: (1) kebutuhan untuk sukses, (2) kebutuhan merasa penting, dihargai, superior, dan kuat. Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti: rasa marah, takut, bersalah, dan cinta.
Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemasdalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka mereduksi kecemasan tersebut. Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
2.      Kompeten
Yang dimaksud kompeten disini adalah bahwa konselor itu memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna.
3.      Kesehatan Psikologis
Konselor dituntut memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dari kliennya. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologis, maka dia akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
Ketika konselor kurang memiliki kesehatan psikologis, maka perannya sebagai model berperilaku bagi klien menjadi tidak efektif, bahkan dapat menimbulkan kecemasan bagi klien. Apabila itu terjadi, maka konselor bukan berperan sebagai penolong dalam memecahkan masalah, tetapi justru sebagai pemicu masalah klien.        
E.     Aspek Klien Dalam Konseling
Kekhasan klien yang mempunyai implikasi penting dalam konseling dapat dicakup dalam: ikhwal perkembangan individunya, citra-dirinya, dan kebutuhannya.
Klien yang akan masuk ke dalam konseling memiliki beberapa ciri di antaranya:
1.    Konsep Daya Psikologis
Konsep daya psikologis mempunya tiga dimensi yaitu pemenuhan kebutuhan, kompetensi intra pribadi dan kompetnsi antar pribadi. Dimensi pemenuhan kebutuhan merujuk kepada kekuatan psikis yang diperlukan untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidup agar dapat mencapai kualitas kehidupan secara bermakna dan memberikan kebahagiaan.
Dimensi kedua daya psikologis berkenaan dengan kompetensi-kompetensi intra pribadi yaitu kekuatan-kekuatan yang diperlukan dalam menghadapi tuntutan yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Dimensi ketiga daya psikologis adalah kompetensi-kompetensi antar pribadi yaitu kekuatan psikis yang berkenaan dengan hubungan bersama orang lain dalam keseluruhan kehidupan dan interaksi dengan lingkungan.
2.    Pemenuhan Kebutuhan
Orang pergi ke konseling berkaitan erat dengan masalah pemenuhan kebutuhan. Ada beberapa macam kebutuhan yang terkait dengan konseling, yaitu Memberi dan menerima kasih sayang, Memberikan kasih sayang merupakan satu kebutuhan yang apabila gagal dinyatakan secara tepat dapat menimbulkan gangguan psikologis. Konselor dapat membantu orang menemukan hambatan dalam pemenuhan kebutuhan ini. Jika masalah primernya berada dalam diri klien, konselor dapat membantunya menemukan asumsi atau perasaan apa yang menghambat pemenuhan kebutuhan itu.
3.       Kesenangan
Kesenangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dan mempunyai peranan erat terhadap kesehatan psikologis. Orang yang mencari konseling pada umumnya berkenaan dengan kesenangan yang dirasakan tergantung karena berbagai perasaan seperti rasa takut, rasa sakit, rasa berdosa, dsb.
Konselor dapat membantu klien dengan mengenal pentingnya kesenangan dan memahami bagaimana rasanya kehilangan kesenangan dalam hidup. Selanjutnya konselor membantu klien untuk memperbaikinya dengan mengembangkan kompetensi yang dapat menunjang diperolehnya pengalaman yang menyenangkan.
4.      Menerima rangsangan (Stimulus)
Orang yang mengalami gangguan dalam kebutuhan ini akan membenamkan diri dalam kegiatan-kegiatan rutin yang kemudian dapat mengganggu kondisi psikologisnya.
Konselor dapat memperkenalkan kepada klien pentingnya merangsang dan membantu mereka mengembangkan tilikan, keterampilan dan keberanian untuk menghadapi sikap apatis dan tidak terkait dengan kehidupannya. Konselor juga dapat mengembangkan satu pengalaman yang memberikan satu rangasangan selama proses konseling berlangsung.[3]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hubungan konseling dan membantu adalah hubugan dimana Anda menggunakan counseling skill (keterampilan konseling) terutama secara tatap-muka untuk membantu klien dengan cara, antara lain: membuatnya merasa didukung dan dipahami, membantunya mengklarifikasi dan memperluas pemahamannya, mengembangkan dan mengimplementasikan strategi untuk mengubah cara berpikir, bertindak, dan merasakan sehingga klien dapat mencapai goals (tujuan-tujuan) yang mengafirmasi-hidup.
Tujuan dari proses hubungan membantu adalah tujuannya untuk hal-hal yang berorientasi luas dan berjangka panjang yang sering kali tidak bisa diukur secara obyektif. Tujuan-tujuan itu bisa mencakup pemenuhan otonom dan kebebasan, mengaktualisasi diri, penemuan evaluasi internal, menjadi lebih terintegrasi.

B.     Saran
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharpkan kritik dan saran baik dari dosen pengampu maupun dari pembaca budiman atas kritik dan saran nantinya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Winkel. 2007. Bimbingan dan Kenseling di Institusi Pendidikan. Jakarta:Media Abadi.
Tohirin.  2007. Bimbingan dan Kenseling Disekolah dan Madrasah. Jakarta:Raja Grafindo Persada



[1] Gunarsa, Singgih, D. Konseling dan Psikoterapi. (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2004). Hal 56-78
[2] Winkel, bimbingan dan kenseling di institusi pendidikan.(Jakarta:Media Abadi,2007),
[3] Tohirin.  Bimbingan dan kenseling disekolah dan madrasah.(Jakarta:Raja Grafindo Persada,2007)

No comments:

Post a Comment