MAKALAH PENGELOLAAN SISTEM PENDIDIKAN (TINGKAT TINGGI)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan nasional yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga Negara yang demokraris serta
bertanggung jawab.Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sistem pendidikan Indonesia
yang telah di bagun dari dulu sampai sekarang ini, teryata masih belum mampu
sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan global untuk masa yang akan datang,
Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama ini menjadi
fokus pembinaan masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di
Indonesia ini.
Sementara itu jumlah penduduk usia
pendidikan dasar yang berada di luar dari sistem pendidikan nasional ini masih
sangatlah banyak jumlahnya, dunia pendidikan kita masih berhadapan dengan
berbagai masalah internal yang mendasar dan bersifat komplek, selain itu pula
bangsa Indonesia ini masih menghadapi sejumlah problematika yang sifatnya
berantai sejak jenjang pendidikan mendasar sampai pendidikan tinggi.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh yang di harapkan, oleh karena
itu upaya untuk membagun SDM yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta
bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, di butuhkanya
partisipasi yang strategis dari berbagai komponen yaitu: Pendidikan awal di
keluarga, Kontrol efektif dari masyarakat, dan pentingnya penerapan sistem
pendidikan pendidikan yang khas dan berkualitas oleh Negara.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1.
Apa
Pengertian Sistem Pendidikan?
2. Apa saja Komponen Sistem Pendidikan?
3. Apa saja Dasar, Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nasional?
4. Apa saja Kelembagaan dan Pengelolaan Pendidikan dan
Kurikulum/Program Pendidikan?
5. Bagaimanakah Pengelolaan Sistem Pendidikan Nasional Tingkat Tinggi?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa
mampu memahami Sistem Pendidikan.
2. Mahasiswa mampu memahami berbagai komponen dari Sistem
Pendidikan.
3. Mahasiswa mampu memahami Dasar, Tujuan dan Fungsi
Pendidikan Nasional
4. Mahasiswa mampu memahami Kelembagaan dan Pengelolaan
Pendidikan dan Kurikulum/Program Pendidikan
5. Mahasiswa mampu memahami Pengelolaan Sistem Pendidikan
Nasional Tingkat Tinggi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SISTEM PENDIDIKAN &
PENDIDIKAN NASIONAL
Istilah sistem berasal dari bahasa
Yunani “systema”, yang berarti sehimpunan bagian atau komponen yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan (Ihsan, 2005:107).
Istilah sistem dipakai untuk menunjukkan beberapa pengertian, salah satunya
adalah sistem dapat dipakai untuk menunjukkan sehimpunan gagasan atau ide yang
tersusun dan terorganisasi sehingga membentuk suatu kesatuan yang logis.
Idris dalam Ihsan (2005:108)
mengemukakan bahwa “sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas
komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber
yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, yang
saling membantu untuk mencapai suatu hasil (product).” Sistem aka nada dalam
kehidupan kita, tidak terkecuali pada pendidikan. Sistem pendidikan akan
membuat hasil yang dikehendaki lebih mudah dicapai. Menurut Sunarya dalam
Ihsan (2004;114) “Pendidikan nasional adalah suatu sistem pendidikan yang berdiri
di atas landasan dan dijiwai oieh falsafah hidup suatu bangsa dan tujuannya
bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita national bangsa tersebut.”
“Sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional (Munib, 2010:139).” Dalam pengertian
umum sistem pendidikan adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang
saling bekerjasama untuk mencapai hasil yang diharapakan berdasarkan atas
kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan
semua kegiatan dari semua komponen atau bagian-bagiannya adalah diarahkan untuk
tercapainya tujuan terebut. Karena itu, proses pendidikan merupakan sebuah
sistem, yang disebut sebagai sistem pendidikan.
B. KOMPONEN SISTEM PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu usaha
untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut unsur
pokok, yaitu unsur masukan, unsur proses usaha itu sendiri dan unsur hasil
usaha. Hubungan ketiga unsur itu dapat digambarkan sebagai berikut (Ihsan,
2004:110):
Proses
Pendidikan Sebagai Sistem
Masukan
|
Keluaran/ Hasil
|
Proses Usaha
|
Komponen dalam sistem pendidikan
disebutkan oleh Combs dalam Ihsan (2004:111) yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan dan Prioritas
Fungsinya mengarahkan kegiatan
sistem. Hal ini merupakan informasi tentang apa yang hendak dicapai oleh sistem
pendidikan dan urutan pelaksanaannya.Contoknya ada tujuan umum pendidikan,yaitu
tujuan yang tercantum dalam peraturan perundangan negara, yaitu tujuan
pendidikan nasional, ada tujuan institusional, yaitu tujuan lembaga tingkat
pendidikan dan tujuan program, seperti S1 ,S2 ,S3, dan tujuan kulikuler,yaitu
tujuan setiap suatu mata pelajaran/mata kuliah. Tujuan yang terakhir ini dibagi
dua pula, yaitu tujuan pengajaran (instrusional) umum dan tujuan pengajaran
(instruksional khusus).
2. Peserta Didik
Fungsinya ialah belajar.
Diharapkan peserta didik mengalami proses perubahan tingkah laku sesuai dengan
tujuan sistem pendidikan.Contohnya, berapa umurnya, berapa jumblahnya,
bagaimana tingkat perkembangannya, pembawaannya, motivasinya untuk belajar, dan
sosial ekonomi orang tuanya.
3. Manajemen atau Pengelolaan
Fungsinya mengkoordinasikan,
mengarahkan, dan menilai sistem pendidikan. Komponen ini bersumber pada sistem
nilai dan cita-cita yang merupakan tenytang pola kepemimpinan dalam pengelolaan
sistem pendidikan, Contohnya pemimpin yang mengelola system pendidikan itu
bersifat otoriter,demokratis, atau laissez-faire.
4. Struktur dan Jadwal Waktu
Fungsinya mengatur pembagian waktu
dan kegiatan.Contohnya, pembagian waktu ujian, wisuda, kegiatan perkuliahan,
seminar, kuliah kerja nyta, kegiatan belajar mengajar dan program pengamalan
lapangan.
5. Isi dan Bahan Pengajaran
Fungsinya untuk menggambarkan luas
dan dalamnya bahan pelajaran yang harus dikuasai peserta didik. Juga
mengarahkan dan mempolakan kegiatan-kegiatan dalam proses pendidikan.
Contohnya, isi bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran atau mata kuliah,
dan untuk pengalaman lapangan.
6. Guru dan Pelaksana
Fungsinya menyediakan bahan
pelajaran dan menyelenggarakan proses belajar untuk peserta didik. Selain itu,
guru dan pelaksana juga berfungsi sebagai pembimbing, pengaruh, untuk
menumbuhkan aktivitas peserta didik dan sekaligus sebagai pemegang tanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan.Contonya, pengalaman dalam mengajar,
status resminya guru yang sudah di angkat atau tenaga sukarela dan tingkatan
pendidikannya.
7. Alat Bantu Belajar
Maksudnya adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berfungsi untuk
mempermudah atau mempercepat tercaainya tujuan pendidikan. Contohnya: film,
buku, papan tulis, peta.
8. Fasiliatas
Fungsinya untuk tempat
terselenggaranya proses pendidikan.Contohnya, gedung dan laboraterium beserta
perlengkapannya.
9. Teknologi
Fungsinya memperlancar dan
meningkatkan hasil guna proses pendidikan. Yang dimaksud dengan teknologi ialah
semua teknik yang digunakan sehingga sistem pendidikan berjalan denhgan efisien
dan efektif.Contohnya, pola komonikasi satu arah, artinya guru menyamoaikan
pelajaran dengan berceramah, peserta didik mendengarkan dan mencatat:atau pola
komonikasi dua arah, artinya ada dialog antara guru dan peserta didk.
10. Pengawasan Mutu
Fungsinya membina peraturan-peraturan
dan standar pendidikan. Contohnya, peraturan tentang penerimaan anak/peserta
didik dan staf pengajar, peraturan ujian dan penilaian.
11. Penelitian
Fungsinya untuk memperbaiki dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan penampilan sistem pendidikan.Contohnya, dulu
bangsa Indonesia belum mampu membuat kapal terbang dan mobil tetapi sekarang
bangsa Indonesia sudah pandai. Sebelum tahun 1980-an, kebanyakan perguruan
tinggi di Indonesia belum melaksanakan system satuan kredit semester (SKS), sekarang
hamper seluruh perguruan tinggi telah melaksanakannya.
12. Biaya
Fungsinya melancarkan proses
pendidikan dan menjadi petunjuk tentang tingkat efisiensi sistem
pendidikan.Contohnya, sekarang biaya pendidkan menjadi tanggung jawabbersama
antara keluarga, pemerintah dan masyarakat.
C. HAKIKAT, TUJUAN DAN FUNGSI
PENDIDIKAN NASIONAL
Pancasila yang tercantum dalam
pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945
adalah dasar Negara, kepribadian, tujuan dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
Munib (2010:140) menyatakan bahwa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2
Tahun 1989 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
dilakukan dalam rangka memperbarui visi, misi dan strategi pendidikan nasional.
Fungsi dan tujuan tercantum di dalam UU
No 20 Tahun 2003 Bab
II Pasal 3 adalahmengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalamrangka mencerdaskah kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
D. KELEMBAGAAN DAN PENGELOLAAN
PENDIDIKAN
Menurut Munib (2010:143)
“kelembagaan, program dan pengelolaan pendidikan pada dasarnya merupakan dari
sistem pendidikan secara keseluruhan.” Tujuan dari pendidikan akan tercapai
dengan dukungan komponen-komponen yang ada dalam pendidikan. berikut akan
dibahas tentang kelembagaan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
1. Kelembagaan Pendidikan
Menurut UU RI No.2 Tahun 1989
kelembagaan pendidikan akan diurai dalah uraian berikut. Dalam Ihsan (2004:127)
“ditinjau dari segi kelembagaan maka penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar
sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan di sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan,
sedangkan jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di luar sekolah melaui kegiatan belajar mengajar tidak harus
berjenjang dan berkesinambungan.’
2. Jenis Pendidikan
Pasal 15 UU No.20 Tahun 2003
menyebutkan jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akdemik,
profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Berikut adalah penjelasan dari
masih-masing jenis pendidikan menurut Munib (2010:150).
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan
perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi.Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang
mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang tertentu. Pendidikan akademik adalah pendidikan yang diarahkan
terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan. Sementara pendidikan profesi
merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersilahkan peserta
didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pendidikan
vokasi yakni pendidikan tinggi yang mempersiapkan karena peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan
program sarjana.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang
memeprsiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntuk
penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Selanjutnya pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan
pendidikan yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inkhusif berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
3. Jalur Pendidikan
Untuk mewujudkan tercapainya
tujuan pendidikan nasional, maka kegiatan pendidikan dilaksanakan melalui tiga
jalur sebagaimana yang tertuang dalam UU No.20 Tahun 2003 Pasal l3 (1)
yang secara lengkap berbunyi: "Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, nonformal, dan informal yang saling dapat melengkapi dan
memperkaya". Ayat (1) tersebut dilanjutkan dengan ayat (2) yang
selengkapnya berbunyi: "Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan dengan sistem terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak
jauh.
4. Jenjang Pendidikan
Berdasarkan tingkat perkembangan
peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan.
Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi (UU No.20
Tahun 2003 PasaI14).
Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah [Pasal 17 (1)], pendidikan dasar berbentuk
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat
serta Sekolah Menengah Pertama (SMI ) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk
lain yang sederajat [Pasal 17 (2)]. Untuk
selanjutnya ketentuan mengenai pendidikan dasar ini akan diatur melalui Peraturan
Pemerintah.
Adapun jenjang pendidikan menengah
diatur dalam pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijelaskan sebagai
berikut. Ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; (2)
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan; (3) Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas
(SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat; (4) Ketentuan mengenai
pendidikan menengah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan tinggi
diatur dalam pasal 19,20 dan 21,22,23,24, dan 25.
5. Kurikulum/Program Pendidikan
Menurut Sujana dalam Tirtaraharja
dan S. L. La Sulo (2010:269) istilah “kurikulum asal mulanya dari dunia olah
raga pada zaman yunani kuno. “Curir” dalam bahasa Yunani Kuno berarti
“pelari” dan “Curere” artinya “tempat berpacu”. Kurikulum kemudian
diartikan “jarak yang harus ditempuh” oleh pelari. Namum menurut Zais dalam
ranah pendidikan kurikulum dianalogikan sebagai area tempat peserta didik
“berlari” untuk mencapai “finis”. Berupa ijazah, diploma atau kelar.”
Menurut Ihsan (2004132) “Kurikulum
yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh menteriatau menteri lain maupun
pimpinan lembaga pemerintah non departemen berdasarkan perlimpahan wewenang
dari menteri. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan saruan pendidikan jyang bersangkutan dalam
rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional”.
Ketentuan kurikulum terdapat pada
UU No, 20/2003 pada pasal 36, 37 dan 38 sebagai berikut:
Pasal 36
(1)
Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi daerah, dan peserta didik.
(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c.
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman
potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan
nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika
perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1)
Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan
agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa; d. matematika; e. ilmu
pengetahuan alam; f. ilmu pengetahuan sosial; g. seni dan budaya; h. pendidikan
jasmani dan olahraga; i. keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
(2)
Kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat:
a. pendidikan
agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c. bahasa.
(3)
Ketentuan
mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38
(1)
Kerangka
dasar dan struktur kurikulum pendidikan
dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya
oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan
dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan
supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk
pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
(3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
setiap program studi.
(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.
E.
PENGELOLAAN SISTEM PENDIDIKAN
NASIONAL TINGKAT TINGGI
1.
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
Penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah pelaksanaan komponen sistim
pendidikan pada setiap program studi pada jalur akademik, profesi, dan vokasi
yang diselenggarakan oleh politeknik, akademi, institut, sekolah tinggi,
universitas dan akademi komunitas yang merupakan lanjutan dari jenjang
pendidikan menengah.
Mengingat bahwa pendidikan tinggi adalah merupakan subsistem dari SPN, maka
tujuan pendidikan tinggi tetap mengacu dan berpedoman pada tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan tinggi yang dimaksud adalah:
-
Berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk
kepentingan bangsa;
-
Dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu
pengetahuan dan/atau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan
peningkatan daya saing bangsa;
-
Dihasilkannya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat
bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia;
dan
-
Terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis
penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia dapat dilaksanakan oleh
Pemerintah atau Masyarakat melalui pendirian perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang didirikan oleh Pemerintah disebut
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan oleh Masyarakat disebut Perguruan Tinggi
Swasta (PTS). PTS harus terlebih dahulu membentuk badan penyelenggara berbadan
hukum seperti Yayasan, perkumpulan, dan bentuk lain yang berprinsip nirlaba.
Dengan demikian sangat jelas bahwa perusahaan komersial tidak dapat
menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia. Pendirian PTN dan PTS wajib
memperoleh izin Pemerintah setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan aturan perundang-undangan. Pasal 60 Ayat (7) UU
Pendidikan Tinggi mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian PTN
dan PTS serta perubahan atau pencabutan izin PTS diatur dalam Peraturan
pemerintah.
Syarat-syarat pendirian perguruan
tinggi meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, sistem evaluasi dan
sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan yang berpedoman pada
ketentuan dalam SNP.
Tugas utama perguruan tinggi adalah melaksanakan pengajaran, penelitian,
dan pengabdian pada masyarakat yang dilaksanakan secara secara otonom sesuai
dengan dasar dan tujuan serta kemampuan perguruan tinggi yang bersangkutan
dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pengelolaan perguruan tinggi yang telah
ditetapkan di dalam undang-undang, yaitu akuntabel, transparan, nirlaba,
berkualitas, efektif dan efisien. Otonomi
pada perguruan tinggi meliputi bidang akademik yaitu penetapan norma dan
kebijakan operasional serta pelaksanaan tridharma, dan bidang non akademik
yaitu penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan organisasi,
keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan dan sarana prasarana. Otonomi pada PTS diserahkan kepada badan
penyelenggara sementara bagi PTN ditentukan oleh Mendikbud melalui penetapan
PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum atau dengan
menjadi PTN badan hukum. PTN dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum memiliki tata kelola dan kewenangan pengelolaan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Salah satu bentuk tanggung jawab Menteri atas
penyelenggaraan pendidikan adalah pengawasan. Pasal 200 PP No. 17 tahun 2010
menyebutkan bahwa :
1)
Pengawasan
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan mencakup: Pengawasan
administratif dan teknis edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2)
Pemerintah
melaksanakan:
a.
Pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan tinggi;
b.
Pengawasan secara nasional terhadap pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah yang menjadi kewenangannya;
c.
Pengawasan terhadap pengelolaan dan penyelenggaraan
pendidikan indonesia di luar negeri;
d.
Koordinasi pengawasan secara nasional terhadap
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah; dan
e.
Pengawasan terhadap penggunaan dana anggaran pendapatan
belanja negara oleh pemerintah daerah untuk pendidikan.
Pengawasan pendidikan dilaksanakan
dalam rangka rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu yang mengacu
pada SNP yang meliputi : a. Standar isi; b. Standar proses; c. Standar kompetensi
lulusan; d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. Standar sarana dan
prasarana; f. Standar pengelolaan; g. Standar pembiayaan;dan h. Standar
penilaian pendidikan.
PP No. 66 tahun 2010 menyatakan
bahwa pengawasan terhadap terhadap rektor, ketua, atau direktur (PTN) pada
bidang akademik dilakukan oleh Senat masing-masing perguruan tinggi. Sementara
pengawasan terhadap PTS dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara.
Pengawasan pada bidang keuangan
pada PTN tergantung pada status PTN tersebut; PTN dengan pola keuangan Badan
Layanan Umum, pengawasannya tuntuk pada PP No. 23 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Sistem penjaminan mutu Pendidikan
Tinggi
(SPMPT) adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi
secara berencana dan berkelanjutan yang dilaksanakan melalui penetapan,
pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi.
Sedangkan pengawasan terhadap
keuangan PTS tidak diatur, karena otonomi PTS ditentukan oleh badan
penyelenggara. SPMPT terdiri dari Sistem penjaminan mutu internal yang
dikembangkan oleh Perguruan Tinggi dan sistem penjaminan mutu eksternal yang
dilakukan melalui akreditasi. Akreditasi merupakan kegiatan penilaian sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan SNPT untuk menentukan
kelayakan program studi dan perguruan tinggi. Akreditasi perguruan tinggi
dilakukan oleh BAN-PT, sedangkan Akreditasi Program Studi dilakukan oleh
lembaga akreditasi mandiri. Proses Akreditasi Program Studi Pada bidang pengawasan
akademik ini, tidak ada perbedaan antara PTN dan PTS karena dalam proses
akreditasi keduanya mengikuti prosedur yang sama dan dilaksanakan oleh
institusi yang sama, yaitu BAN-PT
2.
Pasal-Pasal Pengelolaan Sistem
Pendidikan nasional Tingkat Tinggi dalam UU No. 20 tahun 2003
Telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya untuk pengelolaan sistem pendidikan
tingkat tinggi telah diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 pada pasal 19, 20
dan 21, 22, 23, 24, dan 25. Adapun penjelasan selengkapnya adalah sebagai
berikut.
Pasal 19
(1) Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi. Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
(1)
Perguruan
tinggi dapat berbentuk akademik- politeknik, sekolah tinggi, institut, atau
universitas.
(2) Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,
(3) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/aiau vokasi.
(4) Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 21
(1)
Perguruan
tinggi yang memenuhi persyaratan pendirian
dan dinyatakan berhak menyelenggarakan program
pendidikan tertentu dapat memberikan gelar
akademik, profesi, atau vokasi sesuai dengan program pendidikan yang
diselenggarakannya.
(2)
Perseorangan,
organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang
bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi,
atau vokasi.
(3)
Gelar
akademik, profesi, atau vokasi hanya digunakan oleh lulusan dari perguruan
tinggi yang dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi.
(4)
Penggunaan
gelar akademik, profesi, atau vokasi
lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam
bentuk dan singkatan yang diterima dari
perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5)
Penyelenggara pendidikan
yang tidak memenuhi persyaratan pendirian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi
yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi
administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan.
(6)
Gelar akademik,
profesi, atau vokasi yang dikeluarkan oleh
penyelenggara pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan ayat (1) atau
penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)dinyatakan tidak sah.
(7)
Ketentuan
mengenai gelar akademik, profesi, atau
vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 22
Universitas, institut, dan sekolah
tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor honoris causa) kepada
setiap individu yang layak memperoleh penghargaan
berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa
dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan,
keagamaan, kebudayaan, atau seni.
Pasal 23
(1)
Pada
universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat
diangkat guru besar atau profesor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sebutan guru besar atau profesor hanya dipergunakan
selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pasal 24
(1)
Dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan,
pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
(2)
Perguruan
tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri
lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi,
penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3)
Perguruan
tinggi dapat memperoleh sumber dana dari
masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip
akuntabilitas publik.
(4)
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 25
(1)
Perguruan
tinggi menetapkan persyaratan kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik,
profesi, atau vokasi.
(2)
Lulusan perguruan
tinggi yang karya ilmiahnya digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti merupakan
jiplakan dicabut gelarnya.
(3)
Ketentuan
mengenai persyaratan kelulusan dan pencabutan gelar akademik, profesi, atau
vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sistem pendidikan merupakan jumlah
keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerjasama untuk mencapai hasil
yang diharapakan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap
sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen atau
bagian-bagiannya adalah diarahkan untuk tercapainya tujuan terebut. Pendidikan
merupakan suatu sistem yang mempunyai unsur-unsur tujuan/sasaran pendidikan,
peserta didik, pengelola pendidikan, struktur atau jenjang, kurikulum dan
peralatan/fasilitas.
Pendidikan nasional merupakan
suatu usaha untuk membimbing para warga negara Indonesia menjadi pacasila, yang
berpribadi, berdasarkan akan Ketuhanan berkesadaran masyarakat dan mampu
membudayakan alam sekitar. Serta tujuan dari pendidikan nasional itu yakni
membangun kualitas manusia yang bertakwa kpada Tuhan yang Maha Esa dan selalu
dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga negara yang berjiwa
pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang
luhur dan berkribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan
menyuburkan sikap demokrasi,
dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan
lingkungannya, sehat jasmani, mampu mengembangkan daya estetik, berkesanggupan
untuk membangun diri dan masyarakatnya.
Penyelenggaraan pendidikan tinggi adalah pelaksanaan komponen sistim
pendidikan pada setiap program studi pada jalur akademik, profesi, dan vokasi
yang diselenggarakan oleh politeknik, akademi, institut, sekolah tinggi,
universitas dan akademi komunitas yang merupakan lanjutan dari jenjang
pendidikan menengah. Pengelolaan sistem pendidikan tingkat tinggi telah diatur
dalam UU No. 20 Tahun 2003 pada pasal 19, 20 dan 21, 22, 23, 24, dan 25.
B.
KRITIK DAN SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan baik dari
segi materi maupun penyusunan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan agar kiranya dosen pengampuh dan rekan-rekan pembaca sudi
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan makalah ini
kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kelembagaan Ristekdikti. 2003. Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Th 2003.di akses melalui
http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf
pada tanggal 19 Oktober 2017 Pukul 16.00 WIB
Ikhsan, Fuad. 2005. Dasar-Dasar
Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta
Munib, Achmad, Budiyono dan Sawa
Suryono. 2010. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press
Tirtarahardja, Umar dan S. L. La
Sulo. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Universitas Sumatera Utara. Pengaturan
Pendidikan Tinggi Sebagai Subsistem Dari Sistem Pendidikan Nasional Indonesia diakses melalui : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/51438/Chapter%20II.pdf?sequence=3
pada tanggal 19 Oktober 2017 Pukul 17.02 WIB.
No comments:
Post a Comment