1

loading...

Thursday, November 1, 2018

MAKALAH TEORI SOSIAL KLASIK, IBNU KHALDUN, DAN AUGUST COMTE

MAKALAH TEORI SOSIAL KLASIK, IBNU KHALDUN, DAN AUGUST COMTE

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Ilmu-ilmu sosial di namakan demikian karena ilmu-ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan bersama sebagai objek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil tetap yang di terima oleh bagian terbesar masyarakat karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang, sedangakan yang menjadi objeknya adalah masyarakat manusia yang berubah-ubah, hingga kini belum dapat di selidiki dan di analisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur dalam masyarakat secara lebih mendalam. Lain halnya dengan ilmu pengetahuan alam yang telah lama berkembang sehingga telah empunyai kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang teratur dan diterima oleh masyarakat, yang juga disebabkan karena objeknya bukan manusia. 
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Sebutkan dan jelaskan teori sosial klasik?
2.      Sebutkan apa sajakah teori Ibnu Khaldun?
3.      Jelaskan tahap-tahap pemikiran August Comte?
C.     TUJUAN PANULISAN
Setelah membaca makalah ini kita semua akan tau apa saja teori-teori Ibnu Khaldun dan tahap-tahap pemukiran August Comte.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    TEORI SOSIAL KLASIK
Pada awalnya banyak orang yang masyarakat dengan penekanan bebagai hal yang menarik perhatian umum saja seperti perang, kejahatan kekuasaan, golongan dari pihak-pihak yang berkuasa seperti pemerintah atau raja, gejala-gejala keagamaan, dan sebagainya. Dari pemikiran ini para pemerhatian ilmu sosial mengembangakan pengetahuannya kedalam bentuk filsafat kemasyarakatan yang didalamnya menguraikan tentang harapan, susunan serta kehidupan masyarakat yang di inginkan atau yang dianggap edial. [1]
Berangkat dari masyarakat yang edial tersebut muncullah perumusan tentang nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang seharusnya ditaati oleh manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam suatu kehidupan manusia. Nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang di maksudkan tersebut yaitu suatu penciptaan kehidupan manusia yang penuh kebahagiaan, ketenteraman, kedamaian dalam tatanan kehidupan sosial. Akan tetapi, harapan demi harapan tersebut tidak selamanya dapat dicapai atau direlisasikan dalam kehidupan yang sesunguhnya sehingga timbulnya antara harapan dan kenyataan. Untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut maka para ilmuan perlu menciptakan teori-teori untuk dikembangan secara sisitematis dan besifat objektif (netral) yang terlepas dari harapan-harapan pribadi yang mempelajarinya terutama tentang penilaian baik dan buruk tentang suatu kenyataan yang ada.
Pada zaman dahulu, sumber semua ilmu pengetahuan adalah fisafat. Dengan kata lain, semua ilmu pengetahuan yang ada sekarang penah menjadi bagian dari filsafat. Dengan demikian, filsafat dapat dikataan induk dari semua ilmu pengetahuan (master sciantiarum). Akan tetapi, filsafat bersifat objektif kareana filsafat merupakan ilmu pengetahuan yang hanya bersandar pada pemukiran manusia sehingga skla keilmiahannya masih sangat kecil. Dari Abad ke-19, di antaranya ilmu pengetahuan yang baru muncul adalah ilmu psiologi, fisika, biologi, sosiologi pada mulanya adalah filsafat yang kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan.[2]
Sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji hubungan antara manusia satu dan lainnya, antara kelompok satu dan kelompok yang lainya berasal dari berbagai pemikirannya tentang masyarakat. Berangkat dari pemikiran itulah para pemikir mulai mencari jawaban, terutama menyangkut persoalan; mengapa kehidupan masyarakat berubah menjadi pola-pola itu. Ada pada dibalik pola-pola kehidupan sosial tersebut, bagaiman mencari jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut, dan bagaimana caranya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dalam setiap kali muncul perubahan sosial. Beberapa pemikiran yang berusaha mencari jawaban dari persoalan tersebut secara ilmiah adalah August Comte yang pertama kali memberikan nama ilmu yang mengkaji hubungan sosial kemasyarakatan tersebut dengan istilah sosiologi.
B.     TEORI IBNU KHALDUN
Teori Ibnu Khaldun ada 5 macam yaitu sebagai berikut:
1.      Asal Mula Negara (Daulah)
Menurut Ibnu Khaldun manusia diciptakan sebagai makhluk politik atau sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang lain dalam mempertahankan kehidupannya, sehingga kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan. Lebih lanjut, manusia hanya mungkin bertahan untuk hidup dengan bantuan makanan. Sedang untuk memenuhi makanan yang sedikit dalam waktu satu hari yang memerlukan banyak pekerjaan. Sebagai contoh dari butir-butir gandum untuk menjadi potongan roti memerlukan proses yang panjang. [3]
Selain kebutuhan makanan untuk mempertahankan hidup, menurut Ibnu Khaldun manusia mememrlukan bantuan dalam hal pembelaan diri terhadap ancaman bahaya.tetap sekali lagi amanusia untiuk mempertahakan hidup tersebut manusia tetap salang membutuhkan bantuan dari yang lainnya, sehingga organisasi kemasyarakatan merupakan sebuah keharusan. Tanpa organisasi tersebut eksestensi manusia tidaka akan lengkap, kehendak Tuhan untuk mengisi dunia ini dengan umat manusia dan membiarkan berkembang bia sebagai khalifah tidak akan terlaksana. Setelah beroganisasi masyarakat terbentuk, dan inilah peradaban, maka masyarakat memerlukan seseorang yang dengan pengaruhnya dapat bertindak sebagai penengah dan pemisah dalam anggota masyarakat. Ini karena manusia memiliki sifat yang agresif dan tidak adil, sehingga dengan akal dan tangan yang di berikan  Tuhan padanya tidak memungkinkan untuk mempertahankan diri dari serangan manusia yang lain karena setiap manusia mempunyai akal dan tangan pula. Tetapi yang membedakan penelitian yang dialakuakan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnaya bukan sekedar filosofis, melainkan kajian yang berdasarkan pada pengamatan inderawi dan analisis perbandingan data-data yang obyektif  , sebagai upaya untuk memehami manusia pada masa lampau dan kini untuk mengmalkan masa depan dengan berbagai kecenderungannya. [4]

2.      Sosiologi Masyarakat: Peradapan Badui, Orang Kota, dan Solidaritas Sosial
Orang-orang Badui yang hidup sederhana dibanding orang-orang kota serta hidup berlapar-lapar dan meninggalkan makanan yang mewah lebih baik dalam beragama dibandingakan dengan orang yang mewah dan berlebihan. Orang-orang yang taat beragama sedikit sekali yang tinggal dikota-kota kareana kota telah dipenuhi kekerasan dan masa bodoh. Orang Badui lebih berani daripada penduduk kota. Karena penduduk kota malas dan sukayang mudah-mudah. Sedangkan orang Badui hidup memencilkan diri dari masyarakat. karena hidup liar di tempat-tempat jauh diluar kota dan tak pernah mendapatkan pengawasan dari tentara.
Untuk bertahan hidup masyarakat pedalaman harus memiliki sentimen kelompok yang merupakan kekuatan pendorang dalam jalanan sejarah manusia, pembangkit suatu klan. Oleh karena itu, pemimpin hanya dapat dilaksanakan dengan kekuasaan. Maka soladaritas sosial yang memiliki oleh pemimpin harus lebih kuat dari pada soladaritas lain yang ada, sehingga dia memperoleh kekuasaan dan snggup memimpin rakyat dengan sempurna. Tujuan terakhir solidaritas adalah kedaulatan. Akan tetapi hambatan jalan memcapai kedaulatan adalah kemewahan. Semakain besar kemewahan dan kenikmatan mereka semakin dekat mereka dari kehancuran, bukan tambah memperoleh kedaulatan. Kemewahan telah menghancurkan dan melenyapkan soladiritas sosial. [5]

3.      Khalifah, Imamah, Sulthaniah
Khalifah menurut ibnu khaldun adalah pemerintahan yang berlandasan agama yang memerintah rakyatanya sesuai dengan petunjuk agama baik dalam keduniawian atau akhirat. Maka pemerintahan yang dilandaskan agama yang disebut dengan Khalifah, Imamah atau Sulhaniah. Khalifah adalah pengganti nabi Muhammad dengan tugas mempertahankan agama dan menjalankan kepemimpinan dunia. Lembaga Imamah adalah wajib menurut agama, yang dibuktikan dengan dibai’atnya Abu Bakar sebagai khalifah. Tetapi ada juga ang berpendapat, imamah wajib karena akal perlunya manusia terhadap organisasi. Ibnu Khaldun sendiri menetepkan 5 syarat bagi khaluifah, Imam, ataupun Suthan, yaitu:
1.      Memiliki pengetahuan
2.      Memiliki sifat Adil
3.      Mempunyai kemampuan
4.      Sehat panca indra dan tubuhnya
5.      Keturunan Quraisy
Ibnu Khaldun berpendapat sama dengan pemikir muslin sebelumnya tentang keutamaan keturuanan Quraisy. Ia mengemukakan bahwa orang-orang Quraisy adalah pemimpin-pemimpin terkemuka, original dan tampilan dari Bani Mudhar. Dengan jumlahnya yang banyak dan soladaritas kelompoknya yang kuat, dan dengan keanggunanya suku Quraisy memiliki wibawa yang tinggi.
4.      Bentuk-Bentuk Pemerintah
Ibnu Khaldun berpendapat bentuk pemerintahan ada 3 bagian yaitu:
1.      Pemerintahan yang natural
Yaitu pemerintahan yang membawa masyarakatnaya sesuai dengan tujua nafsu. Artinya, seorang jara yang memerintah kerajaa lebih mengikuti kehenadak dan hawa nafsunya sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan rakayat yang akibatnyasukar enaati akbat timbulnya terror, penindasam, dan anarki. [6]
2.      Pemerintahan ysang bedasakan nalar
Yaitu pemerintahan yang membwa rakyatnya sesuai dengan rasio dalam mencapai kemaslahatan duniawi dan mencegah kemudratan.
3.      Pemerintahan yang berlandasan agama
Yaitu pemerintahan yang membawa semua rakyatnya sesuai dengan tuntunan agama, baik yang bersifat duniawian maupun keukhrawitan. Menurut Ibnu Khaldun pemerintahan ini yang terbaik,karena dengan hukum yang ersumber dengan ajaran agama akan terjamin dan tidak saja keamanan dan kesejahteraan di dunia tetapi juga di akhirat.

5.   Tahap Timbul Tenggelamnya Peradapan
Ibnu Khaldun membuat teori tentang tahap tumbul tenggelamnya suatu negara atau sebuah peradapan menjadi 5 tahap, yaitu:

1.      Tahap sukses atau konsolidasi
Dimana otoritas negara di dukung oleh masyrakat yang berhasil menggulingkan kedaulatan dari dinasti sebelumnya.

2.      Tahap Tirani
Tahap diman penguasa tersebut berbuat sekehendaknya pada rakyatnya.
3.      Tahap Sederhana
Ketika dedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah kepada usaha pembanguanan negara.
4.      Tahap Kepuasan Hati
Tentram dan damai. Pada tahap ini, penguasa merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibagun pada pendahlunya.
5.      Tahap Hidup Boros dan Berlebihan
Penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya, pemuas hawa nafsu dan kesenangan. Pada tahap ini, negara tinggal menunggu kehancuran.[7]
Tahap-tahap itu menurut Ibnu Khaldun dan memunculkan 3 generasi, yaitu:
1.      Generasi pembangun, yang dengan segala kesederhanan dan solidaritasyang tulus tunduk dibawah otoritas kekuasaan ang di dukungnya.
2.      Generasi penikmat, yakni mereka yang karena dintungkan secara ekomomi dan politk dalam sisitem kekuasaan, menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara.
3.      Generasi yang tidak lagi memiliki hunguan emosional dengan negara. Mereka dapat melakukan apa saja tanpa mempedulikan nasip negara.
C.    TEORI AUGUSTE COMTE
1.      Riwayat Hidup
Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena banyak ketidakpuasan di dalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak.
Comte akhirnya memulai karir profesionalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupnya dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.[8]
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang terus  berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial. Pada tahun 1857 ia mengakhiri hdiupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya. Comte hidup  pada masa revolusi Prancis yang telah menimbulkan perubahan  yang sangat besar pada semua aspek kehidupan masyarakat Prancis. Revolusi ini telah melahirkan dua sikap optimis akan masa depan yang lebih baik  dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulakn anarki  dan sikap individualis.
Lingkungan intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para penulis  yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat.  Beberapa  tokoh dapat disebut dari  Fontenelle, Abbe de St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Menurut Condocet, studi sejarah mempunyai dua tujuan, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya sejarah). Tujuan kedua adalah  untuk menggantikan harapan masa depan yang  bersifat sekuler. Menurut Condorcet  ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia sesungguhnya.
2.      Perseptif Positivisme Comte Tentang Masyarakat
Comte percaya bahwa penemuan hukum-hukum alam itu akan membukakan batas-batas yang pasti yang melekat (inherent) dalam kenyataan sosial, dan melampaui batas-batas itu usaha pembaharuan akan merusakkan dan menghasilkan yang sebaliknya.[9]
Comte melihat masyarakat sebagai suatu  keseluruhan organic yang kenyataan lebih daripada sekedar jumlah bagian-bagian  yang saling tergantung, tetapi untuk mengerti kenyataan ini, metode penelitian empiris harus digunakan dengan keyakinan bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik. Andreski  berpendapat, pendirian Comte bahwa memperoleh pengetahuan  tentang masyarakat menuntut penggunaan metode-metode penelitian empiris dari ilmu-ilmu alam lainnya, merupakan sumbangannya yang tak terhingga nilainya terhadap nilainya terhadap perkembangan sosiologi.

3.      Hukum Tiga Tahap
Hukum tiga tahap merupakan usaha  Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dari masa primtive sampai ke peradaban Prancis abad kesembilan belas yang sangat maju. Hukum ini, yang mungkin paling terkenal dari gagasan-gagasan teoritis pokok Comte, tidak lagi diterima sebagai suatu penjelasan mengenai perubahan sejarah secara memadai.
Singkatnya, hukum itu menyatakan bahwa masyarakat-masyarakat (atau  umat manusia) berkembang melalui tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan : teologis, metafisik, dan positif.[10]
Tahap teologis merupakan periode yang paling lama dalam sejarah manusia, dan untuk analisa yang lebih terperinci, Comte membaginya ke dalam periode fetisisme, politisme dan monoteisme. Tahap metafisik terutama merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan akal budi.  Tahap positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir. Tetapi pengetahuan selalu sementara sifatnya, tidak mutlak semngat positivism memperlihatkan suatu keterbukaan terus menerus terhadap data baru atas dasar mana pengetahuan dapat ditinjau kembali dan diperluas.

4.      Hubungan antara Tahap-Tahap Intelektual dan Organisasi Sosial
Dalam melengkapi penelusuran akan perkembangan  intelektual manusia, Comte mau memperlihatkan sumbangan masing-masing tahap atau dalam hubungnannya dengan kehidupan sosial.  Selain sumbangan tahap-tahap sebelumnya terhadap evolusi sosial, masing-masing tahap juga memiliki hubungan afinitas yang khas dengan jenis organisasi sosial dimana cara berfikir itu dominan. Dengan kata lain, dalam setiap tahap itu, pola organisasi intelektualnya. Khususnya Comte merasa bahwa tahap teologis mendukung tipe organisasi sosial militer, sedangkan tahap positif yang terakhir mendukung tipe keteraturan sosial yang bersifat industrial. Tahap metafisik peralihan berhubungan dengan dominasi sosial dari “ahli hukum”, istilah Comte untuk menunjukkan mereka yang berusaha menarik doktrin-doktrin sosial dan politik dari pemahaman tentang hukum-hukum alam.[11]
5.      Prinsip-Prinsip Keteraturan Sosial
Analisa comte mengenai keteraturan sosial dapat dibagi dalam dua fase. Pertama usaha untuk menjelaskan keteraturan sosial secara empiris dengan menggunakan metode positif. Kedua, usaha untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang normative dengan menggunakan metode-metode yang bukan tidak sesuai dengan positivisme, tetapi yang menyangkut perasaan dan juga intelek. [12]
Perkembangan tersebut pada hakekatnya melewati tiga tahap, sesuai dengan tahap-tahap perkembangan pikiran manusia, yauitu sebagai berikut.[13]
1.      Tahap teologis
        Tahap ini merupakan tingkat pemikiran manusia yang beranggapan semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia. Cara berfikir trsebut tidak dapat di pakai dalam pengetahuan karena ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari sebab serta akibat dan gejala-gejala.
2.      Tahap metafisis
Pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini di sebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang yang di atas manusia. Manusia belum berusaha untuk mencari sebab dan akibat gejala-gejala tersebut.
3.      Tahap positif
Tahap positif merupakan tahap diama manusia telah sanggup berfikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilm pengetahuan.
6.      Agama Humanitas
Agama Humanitas Comte merupakan satu gagasan Utopis untuk mereorganisasi masyarakat secara sempurna. Sosiologi akan menjadi ratu ilmu pengetahuan (seperti teologi diabat-abat pertengahan), hal itu memungkinkan satu penjelasan tentang kemajuan pengetahuan manusia secara komprehensif (termasuk semua ilmu lainnya) dan mengenai hukum-hukum keteraturan dan kemajuan sosial. Ahli-ahli sosiologi akan menjadi penjaga moral dan intelektual dalam tata baru itu, dan peranannya akan mencakup bimbingan bagi industriawan serta pemimipin-pemimpin pemerintahan untuk meyakinkan bahwa tindakan  mereka dibimbing oleh pengetahuan  ilmiah dan prinsip-prinsip moral.[14]

7.      Teori Kemajuan Milik Comte Versusu  Teori Siklus Perubahan Budaya Menurut Sorokin
Orang dapat berargumentasi bahwa pelbagai gagsan reorgaanisasi sosial dibuat Comte pada bagian kedua dari karirnya, mencerminkan hilangnya kepercayaan akan tidak terhindarnya kemajuan evolusi yang dijamin  oleh hukum-hukum ilmiah dari dinamika sosial.
Kalau Comte mengusulkan suatu model linier yang berkulminasi pada munculnya masyarakat positivis, Sorokin mengembangkan model siklus perubahan sosial yang artinya, dia yakin bahwa tahap-tahap sejarah cendrung berulang dalam kaitannya dengan mentalis budaya yang dominan, tanpa membayangkan  satu tahap akhir yang final.[15]

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Ibnu Khaldun adalah pemikir barat yang terkemuka, dunia mendaulatkanya sebagai bapak sosiologi islam, sebagi seorang pemikir hebat dan serba bisa sepanjang masa,buah pikirna amat berpengaruh. Ibnu Khaldun menulis kitab Al-Muqaddimah yang mengupas masalah-masalah sosial manusia.
Sedangkan August Comte sangat menekankan arti pentingnya keteratura sosial, dan dia juga memiliki pereseptif positif dalam masyrakat, hukum tiga tahap, hubugan antara tahap-tahap interaktual dan organisai sosial, prinsip-prnsip keteraturan sosial, dan agama humanitas.

B.     SARAN
Dengan belajar teori-teori dari ilmu sosial klasik, teori Ibnu Khaldun dan August Comte kita bisa tau apa saja teori-teori yang mencakup sosial masyarakat yang telah kita pelajar ini dan kita juga bisa menerapkan teori ini di masyarakat sekeliling kita.

DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi dan Usman Kotip ,2011 Buku pengantar sosiologi, Jakarta : PRENADAMEDIA GRUOP.
Amrullah Boerman, 2015.  Buku teori sosiologi klasik, Bengkulu : PWM B-press




[1] Elly M. Setiadi dan Usman Kotip, Buku pengantar sosiologi  (Jakarta, PRENADAMEDIA GRUOP 2011), Cetakan ke-1  Hlm                                                                                                                                                
[2] Elly M. Setiadi dan Usman Kotip, (Jakarta, PRENADAMEDIA GRUOP 2011), Cetakan ke-1  Hlm 7

[3] Amrullah Boerman, Buku teori sosiologi klasik  (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 41

[7] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 50-51

[8] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 53-56
[9] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 56-58
[10] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 58-59
[11] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 59-62
[12] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 63-64
[13] Elly M. Setiadi dan Usman Kotip Buku pengantar sosiologi, Cetakan ke-1  Hlm 11
[14] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 65-66
[15] Amrullah Boerman, (Bengkulu, PWM B-press 2015) , Cetakan ke-2  Hlm 66-67

No comments:

Post a Comment