1

loading...

Tuesday, December 18, 2018

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA INSANI “Pemutusan Hubungan Kerja”

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA INSANI

 “Pemutusan Hubungan Kerja”




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
      Dalam menjalankan roda organisasi, manusia merupakan unsur yang terpenting dibandingkan dengan alat produksi lainnya, seperti modal, sarana kerja, mesin-mesin, bahan mentah, bahan baku, perangkat lunak dan lain sebagainya. Mengingat bahwa unsur manusia merupakan unsur yang terpenting, maka pemeliharaan hubungan dengan karyawan yang kontinue dan serasi dalam setiap organisasi menjadi sangat penting.
      Menurunnya semangat kerja karyawan adalah masalah yang umum yang dapat terjadi pada setiap perusahaan, baik industri maupun organisasi. Jika tidak ada penanganan yang serius dan perhatian lebih lanjut, hal tersebut dapat menjadi bom waktu karena langsung atau tidak langsung dapat menurunkan performa perusahaan secara operasional bahkan fungsional. Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut maka pemeliharaan karyawan dalam suatu organsasi memang sangatlah penting. Pemeliharaan tenaga kerja tidak lepas dari campur tangan manajer. Jika pemeliharaan karyawan kurang diperhatikan, semangat kerja, sikap, loyalitas karyawan akan menurun. Absensinya dan turn-over meningkat, disiplin akan menurun, sehingga pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian karyawan yang telah dilakukan dengan baik dan biaya yang besar kurang berarti untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pemeliharaan sumber daya insani?
2. Apa tujuan pemeliharaan sumber daya insani?
3. Apa asas-asas pemeliharaan sumber daya insani?
4. Bagaimana beban kerja?
5. Bagaimana stress kerja?
6. Bagaimana konseling?
7. Bagaimana keputusan kerja?
8. Bagaimana komunikasi organisasi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pemeliharaan sumber daya insani
2. Untuk mengetahui tujuan pemeliharaan sumber daya insani
3. Untuk mengetahui asas-asas pemeliharaan sumber daya insani
4. Untuk mengetahui bagaimana beban kerja
5. Untuk mengetahui bagaimana stress kerja
6. Untuk mengetahui bagaimana konseling
7. Untuk mengetahui bagaimana keputusan kerja
8. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi organisasi










BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Pemeliharaan Sumber Daya Insani
            Menurut Hasibuan Pemeliharaan adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan mental karyawan agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.[1] Pemeliharaan (maintanance ) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh – sungguh dari manajer. Jika pemeliharaan karyawan kurang di perhatikan, semangat kerja, sikap, dan loyalitas karyawan akan menurun. Absensinya dan turn-over meningkat, disiplin akan menurun, sehingga pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian karyawan yang telah dilakukan  dengan baik dan biaya yang besar kurang berarti untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.Supaya karyawan semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal dalam menunjang tujuan perusahaan maka fungsi pemeliharaan mutlak mendapatkan perhatian manajer. Tidak mungkin karyawan besemangat bekerja dan konsesntrasi penuh terhadap pekerjaannya jika kesejahteraan mereka tidak di perhatikan dengan baik.
            Pemeliharaan ( maintanance ) adalah usaha mempertahankan dana atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.

B.  Tujuan Pemeliharaan Sumber Daya Insani
 a. Untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan
 b. Meningkatkan disiplin dan menurunkan absensi karyawan
 c. Meningkatkan loyalitas dan menurunkan turn-over karyawan
 d. Memberikan ketenangan, keamanan, dan kesehatan karyawan
e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya
f. Memperbaiki kondisi fisik, mental dan sikap karyawan
g. Mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis
h. Mengefekktifkan pengadaan karyawan

C. Asas-asas Pemeliharaan Sumber Daya Manusia                                     
a.   Asas manfaat dan efisiensi
         Pemeliharaan yang dilakukan harus efisien dan memberikan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan karyawan. Pemeliharaan ini hendaknya meningkatkan prestasi kerja, keamanan, kesehatan dan loyalitas karyawan dalam mencapai tujuan. Asas ini harus di program dengan baik supaya tidak sia – sia.

b. Asas kebutuhan dan kepuasan
Pemenuhan kebutuhan dan kepuasan harus menjadi dasar program pemeliharaan karyawan baik, sehingga mereka mau bekerja secara efektif dan efisien menunjang tercapainya tujuan perusahaan.

c.  Asas keadilan dan kelayakan
Keadilan dan kelayakan hendaknya dijadikan asas program pemeliharaan karyawan. Karena keadilan dan kelayakan akan menciptakan ketenangan dan konsentrasi karyawan terhadap tugas – tugasnya, sehingga disiplin, kerja sama, dan semangat kerjanya meningkat. Dengan asas diharapkan tujuan pemberian pemeliharaan akan tercapai.

d. Asas peraturan legal
 Peraturan – peraturan legal yang bersumber dari undang – undang, kepres, dan keputusan mentri harus dijadikan asas program pemeliharaan karyawan. Hal ini penting untuk menghindari konvlik dan interfensi serikat buruh dan pemerintah.

e.  Asas kemampuan perusahaan
 Kemampuan perusahaan menjadi pedoman dan asas program pemeliharaan kesejahteraan karyawan. Jangan sampai terjadi pelaksanaan pemeliharaan karyawan yang mengakibatkan hancurnya perusahaan.

D.  Beban Kerja
a.   Pengertian
              Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Banyak ahli yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat beberapa definisi yang berbeda mengenai beban kerja.Ia merupakan suatu konsep yang multi-definisi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja mengenai definisi yang tepat (Cain, dalam Nurdin, 2011).
              Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu, Menurut Menpan (Dhini Rama Dhania, 2010:16).[2]
              Sedangkan menurut Permendagri No. 12/2008 Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.
              Demikian pengertian beban kerja adalah sebuah proses yangdilakukan seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan atau kelompok jabatan yang dilaksanakan dalam keadaan normal dalam suatu jangka waktu tertentu.

b.   Dimensi Beban Kerja
            Menurut Munandar (2001:381-384), mengklasifikasikan beban kerja kedalam faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut :
1. Tuntutan Fisik.
        Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal disamping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik berdampak pula terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja. Kondisi fisik pekerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologi seseorang. Dalam hal ini bahwa kondisi kesehatan pegawai harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan pekerjaan , selain istirahat yang cukup juga dengan dukungan sarana tempat kerja yang nyaman dan memadai.
2. Tuntutan tugas
        Kerja shif/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. Beban kerja berlebihan dan beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Beban kerja dapat dibedakan menjadi dua katagori yaitu :
a.  Beban kerja terlalu banyak/sedikit “ Kuantitatif” yang timbul akibat dari tugas tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.
b.  Beban kerja berlebihan/terlalu sedikit Kualitatif yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melaksanakan suatu tugas atau melaksanakan tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja. Beban kerja terlalu sedikit dapat menyebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah kesemangat dan motivasi yang rendah untuk kerja, karena pegawai akan merasa bahwa dia tidak maju maju dan merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherland & Cooper dalam Munandar 2001:387).
            Sedangkan menurut Tarwaka (2011:131) sebagai berikut) dimensi ukuran beban kerja yang dihubungkan dengan performasi, yaitu :
1. Beban waktu (time load) menunjukan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas atau kerja.
2. Beban usaha mental (mental effort load) yaitu berarti banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3. Beban tekanan Psikologis (psychological stress load)yang menunjukan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi”.

c.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja
            Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja dalam penelitian Aminah Soleman (Jurnal Arika, 2011:85) adalah sebagai berikut[3] :

1. Faktor eksternal: Beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :
a) Tugas (Task). Meliputi tugas bersifat seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja, kondisi ruang kerja, kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat. Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerjaan dan sebagainya.
b) Organisasi kerja. Meliputi lamanya waktu kerja, waktu istirahat, shift kerja, sistem kerja dan sebagainya.
c) Lingkungan kerja. Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang meliputi, lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja bioligis dan lingkungan kerja psikologis.
2. Faktor internal.
        Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai stresor, meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan, dan sebagainya), dan faktor psiksi (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan sebagainya).

E.  Stress Kerja
a.   Pengertian Stres Kerja
            Pengertian stres kerja secara umun yaitu masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi dilingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Didalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti (Veithzal Rivai dan Dedi Mulyadi, 2010:307. Menurut Charles D. Spielberger seperti dikutip oleh Veithzal Rivai dan Dedi Mulyadi (2010:307) : “Stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang”.
            Menurut Laundy seperti dikutip Vaithzal Rivai (2010:308) menyatakan stres kerja adalah ketidak seimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Dan menurut Beer dan Newman 1978 (dalam Sutarto Wijono,2010:121):Stres kerja adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan mereka, dimana terdapat ketidak sesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan yang tidak jelas terjadi dalam perusahaan. Sedangkan menurut Selye (dalam Ashar Sunyoto,2008:372): Stres kerja dapat mengatur waktu secara teratur. Individu tersebut selalu menghadapi tugas secara tepat, dan kalau perlu ia mendeglasikan tugas-tugas tertentu kepada orang lain dengan memberikan kepercayaan penuh.
            Berdasarkan beberapa definisidiatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah karena adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

b.   Dimensi Stres Kerja
            Stres kerja dapat diukur dari berbagai dimensi, tetapi dalam penelitian ini stres kerja akan diukur dari 3 dimensi (Michael et al., 2009), yaitu:
1. Beban kerja
        Adanya ketidaksesuaian antara peran yang diharapkan, jumlah waktu, dan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi persyaratan tersebut. Beban kerja berkaitan dengan banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, ketersediaan waktu, serta ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi ketiganya tidak seimbang, kemungkinan besar tugas tersebut tidak bisa diselesaikan dengan baik. Ketidakseimbangan ini bisa menyebabkan seseorang mengalami stres.
2. Konflik peran
                        Konflik peran merujuk pada perbedaan konsep antara karyawan yang bersangkutan dengan atasannya mengenai tugas-tugas yang  perlu dilakukan. Konflik peran secara umum dapat didefinisikan sebagai terjadinya dua atau lebih tekanan secara simultan sehingga pemenuhan terhadap salah satu tuntutan akan membuat pemenuhan terhadap tuntutan. yang lain menjadi sulit (House dan Rizzo, 1972; Kahn et al., 1964; Pandey dan Kumar, 1997 seperti dikutip oleh Mansoor et al., 2011). Konflik peran berkaitan dengan perbedaan konsep antara pekerja dan supervisor (atau atasan) mengenai konten dari pentingnya tugas-tugas pekerjaan yang dibutuhkan. Inilah yang bisa menyebabkan konflik, adanya pertentangan antara komitmen terhadap beberapa supervisor (atasan) dan nilai-nilai individu yang berkaitan dengan persyaratan organisasi.
3. Ambiguitas peran
        Ambiguitas peran berkaitan dengan ketidakjelasan tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang karyawan. Hal ini terjadi salah satunya karena
job description tidak diberikan oleh atasan secara jelas, sehingga karyawan kurang mengetahui peran apa yang harus dia lakukan sertatujuan yang hendak dicapai dari perannya tersebut.

c.   Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja
            Menurut Robbins (2008) mengatakan timbulnya stres dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor :
1. Faktor Organisasi
        Dalam faktor organisasi berpengaruh juga terhadap stres kerja karyawan dimana semua aktivitas di dalam perusahaan berhubungan dengan karyawan. Seperti tuntututan kerja atau beban kerja yang terlalu berat, kerja yang membutuhkan tanggung jawab tinggi sangat cenderung mengakibatkan stres tinggi.
2. Faktor Lingkungan
Adanya lingkungan sosial turut berpengaruh terhadap stres kerja pada  karyawan. Dimana adanya dukungan sosial berperan dalam mendorong seseorang dalam pekerjaannya, apabila tidak adanya faktor lingkungan sosial yang mendukung maka tingkat stres karyawan akan tinggi.
3. Faktor Individu
        Adanya faktor individu berperan juga dalam mempengaruhi stress karyawan. Dalam faktor individu kepribadian seseorang lebih berpengaruh terhadap stres kerja pada karyawan. Dimana kepribadian seseorang menentukan seseorang tersebut mudah mengalami stres atau tidak.

d.   Indikator-Indikator Stres Kerja
            Menurut Aamodt (Margiati, 1999 : 71)) ada empat sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress kerja yaitu :
1. Beban Kerja.
2. Tuntutan atau tekanan dari atasan.
3. Ketegangan dan kesalahan.
4. Menurunnya tingkat interpersonal.

F.   Bimbingan dan Konseling
      Bimbingan menurut Mohammad Surya ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada orang yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri dan pengarahan serta perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimaldan penyesuaian diri dengan lingkungan.[4]
      Ahmad Juntika Menjelaskan konseling adalah proses belajar yang bertujuan agar konseli (klien/siswa) dapat mengenal diri sendiri, menerima diri sendiri serta realistis dalam proses penyesuaian dengan lingkungan.[5]Sedangkan konseling menurut Dewa Ketut Sukardi yaitu hubungan timbal balik antara dua orang individu, yang mana seorang individu (konselor) berusaha membantu individu yang lain (klien) untuk mencapai atau mewujudkan pemahaman tentang dirinya sendiri dalam kaitannya dengan masalah atau kesulitan yang dihadapinya pada saat ini atau waktu mendatang.[6] Hansen memberikan batasan konseling adalah pelayanan yang berkaitan dengan pemberian bantuan kepada individu dalam belajar cara-cara baru untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi.[7]
            Berdasarkan pengertian di atas, para ahli membedakan pengertian bimbingan dan konseling, walaupun kedua istilah tersebut mengandung arti memberikan bantuan. Menurut W.S. Winkel, bimbingan dan konseling disebut bersama sehingga tercipta kata majemuk. Konseling merupakan salah satu layanan bimbingan. Dengan sendirinya pelayanan bimbingan mencakup pula layanan konseling, layanan konseling merupakan inti.[8] Walaupun kata bimbingan dan konseling mengandung pengertian yang berbeda, namun istilah bimbingan dan konseling mempunyai maksud yang sama.
     Dengan berdasarkan SK Mendikbud No.025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Prayitno dan kawan-kawan memberikan penjelasan bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.[9] Dari pengertian ini secara implisit sudah mengandung tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri, yaitu mampu mandiri dan berkembang secara optimal.
      Samsul Munir Amin menguraikan secara umum dan luas tujuan bimbingan dan konseling adalah membantu individu mencapai kebahagiaan hidup pribadi, membantu individu mencapai kehidupan yang efektif dan produktif dalam masyarakat serta hidup bersama dengan individu-individu lain, dan membantu individu mencapai harmoni antara cita-cita dan kemampuan yang dimilikinya.[10] Dalam arti umum bimbingan bertujuan membantu individu dalam usahanya mencapai kebahagiaan hidup, kehidupan yang efektif dan produktif dalam masyarakat, hidup bersama dalam masyarakat serta keserasian antara cita-cita dengan kemampuan yang dimiliki.[11] Tujuan umum bimbingan dan konseling menurut Prayitno dan Erman Amti adalah membantu indivdiu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya.[12]
            Bimbingan dan konseling merupakan bagaian integral dari upaya pendidikan, oleh sebab itu, tujuan bimbingan dan konseling pada hakikatnya adalah untuk mencapai tujuan pendidikan.

G.  Kepuasan Kerja
      Munandar, Sjabadhyni, Wutun (2004:73) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah kondisi kesukaan atau ketidaksukaan menurut pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.
      Sylvana (2002:4) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Oleh karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau absensi, keterlambatan, dan keluahan yang biasa terjadi dalam suatu organisasi.
      Kepuasan kerja dapat dipahami melalui tiga aspek. Pertama, kepuasan kerja merupakan bentuk respon pekerja terhadap kondisi lingkungan pekerjaan. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan oleh hasil pekerjaan atau kinerja. Ketiga, kepuasan kerja terkait dengan sikap lainnya dan dimiliki oleh setiap pekerja (Luthans 1995). Smith et al. (1996) secara lebih rinci mengemukakan berbagai dimensi dalam kepuasan kerja yang kemudian dikembangkan menjadi instrumen pengukur variabel kepuasan terhadap (1) menarik atau tidaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, (2) jumlah kompensasi yang diterima pekerja, (3) kesempatan untuk promosi jabatan, (4) kemampuan atasan dalam memberikan bantuan teknis dan dukungan perilaku, dan dukungan rekan sekerja (Maryani dan Supomo 2001).

G.  Komunikasi Organisasi
      Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.
      Everet M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
      Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
      Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, Sendjaja (1994) menyatakan fungsi komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
a. Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti, dan sebagainya.
b.  Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
 a) Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau intruksi supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
 b)  Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
c. Fungsi persuasif. Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
d.   Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
 a) Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.
b)  Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Pemeliharaan ( maintanance ) adalah usaha mempertahankan dana atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Tujuan pemeliharaan sumber daya insane, yaitu:
 a. Untuk meningkatkan produktifitas kerja karyawan
b. Meningkatkan disiplin dan menurunkan absensi karyawan
c. Meningkatkan loyalitas dan menurunkan turn-over karyawan
d. Memberikan ketenangan, keamanan, dan kesehatan karyawan
 e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya
f. Memperbaiki kondisi fisik, mental dan sikap karyawan
g. Mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis
h. Mengefekktifkan pengadaan karyawan
                Sedangkan, asas-asas pemeliharaan sumber daya manusia, yaitu:
a. Asas manfaat dan efisiensi
b. Asas kebutuhan dan kepuasan
c.  Asas keadilan dan kelayakan
d. Asas peraturan legal
e.  Asas kemampuan perusahaan


[1]Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h. 179
[2]Dhini Rama Dhania, Volume I, No 1, Desember 2010, Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja (Studi Pada Medical Representatif Di Kota Kudus) Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus.
[3]Arika. Jurnal artikel Analisis Beban Kerja Ditinjau Dari Faktor Usia Dengan Pendekatan Recommended Weight Limit. 2011.
[4]Mohammad Surya, Dasar-dasar Penyuluhan (Counseling), (Jakarta: P2LPTK.
Dirjen Dikti, 1998), h. 62-63.
[5]Ahmad Juntika Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling, (Bandung:
Refika Aditama, 2005), h. 10.
[6]Ahmad Juntika Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling… h. 168-169.
[7]J.C. Hansen, R.R. Stevic,.R.W.Warner, Counseling: Theory and Process, Second
Edition, (Boston: Allyn and Bacon.INC, 1977), h.15.
[8]W.S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo,
1997), h. 74.
[9]Prayitno, dkk, Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Buku II Pelayanan Bimbingan dan Konseling Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama,
(Jakarta:
Dirjen Dikti, 1997), h. 11.
[10]Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
38-39.
[11]Juhana Wijaya, Psikologi Bimbingan, (Bandung: PT Eresco, 1988), h. 93
[12]Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, h. 114.  

No comments:

Post a Comment