MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK 1“Tahap Perkembangan Pada Masa Anak-Anak (6-12/13 Tahun Menjelang Remaja)
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi perkembangan merupakan salah satu
bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai perubahan
tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal) sampai mati
(Syamsu,2012:3). Pengetahuan tentang perkembangan anak dapat membantu mereka
mengembangkan diri, dan memecahkan masalah yang dihadapinya, melalui pemahaman
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak.
Menurut Kartono dalam Psikologi Anak,
psikologi perkembangan (psikologi anak) adalah suatu ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia yang dimulai dari periode masa bayi, anak pemain, anak
sekolah, masa remaja, sampai periode menjelang dewasa (Ahmadi, 2005: 2-3).
B.
Rumusan
Masalah
. Bagaimana
Perkembangan Fisik Pada Masa Anak-Anak?
Bagaimana
Perkembangan Kognitif Pada Anak-Anak?
Bagaimana
Perkembangan Sosial/Emosional Pada Masa Anak-Anak?
C. Tujuan Masalah
Untuk
Mengetahui Perkembangan Fisik Pada Masa Anak-Anak
Untuk Mengetahui Perkembangan Kognitif Pada
Anak-Anak
Untuk
Mengetahui Perkembangan Sosial/Emosional Pada Masa Anak-Anak
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Fisik Pada Masa
Anak-Anak
Perkembangan
pada anak usia dini mencakup perkembangan fisik dan motorik, konigtif, sosial
emosional, dan bahasa. Masa ini menurut ebbeck (1998) merupakan masa
pertumbuhan yang paling hebat dan sekaligus paling sibuk. Pada saat ini, ank
sudah memiliki keterampilan dan kemampuan walaupun belum sempurna. Usia anak
pada masa ini merupakan fase fundamental yang akan menentukan kehidupannya di
masa datang. Untuk itu, kita harus memahami perkembangan anak usia khususnya
perkembangan fisik dan motorik.[1]
Pada masa ini, keterampilan motorik kasar dan
halus sangat pesat perkembangannya. Karena pada umumnya anak usia TK sangat
aktif. Mereka memiliki penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai
kegiatan yang dilakukan sendiri. Karena otot-otot besar lebih berkembang
daripada kontrol terhadap tangan dan kaki, sehingga mereka belum bisa melakukan
kegiatan yang rumit. Karena masa kecil sering disebut sebagai saat ideal untuk
mempelajari keterampilan motorik dengan alasan[2]:
1.
Tubuh anak lebih lentur ketimbang tubuh
orang dewasa sehingga anak lebih mudah menguasai keterampilan motorik.
2.
Anak belum banyak memiliki keterampilan
yang akan berbenturan dengan keterampilan yang baru dipelajarinya, sehingga
anak akan mempelajari keterampilan baru dengan lebih mudah.
3.
Secara keseluruhan anak lebih berani
mencoba pada saat kecil ketimbang setelah besar. Oleh karena itu, mereka berani
mencoba sesuatu yang baru, sehingga menimbulkan motivasi yang diperlukan untuk
belajar.
4.
Anak-anak menyukai pengulangan, sehingga
mereka bersedia mengulangi tindakkan hingga otot terlatih untuk melakukannya
secara efektif.
5.
Anak memiliki waktu yang lebih banyak
untuk mempelajari keterampilan motorik.
Kapan
kita harus mengajarkan perkembangan fisik dan motorik kepada anak-anak adalah
pada segala usia dan mulai anak sudah bisa mencontoh gerakan-gerakan orang
dewasa di sekitarnya. Perubahan terjadi secara teratur dalam arah yang relatif
dapat dipredeksi, misalnya sebelum seorang anak dapat berjalan, pertama-tama
anak belajar mengangkat kepalanya, kemudian duduk tegak, merangkak, berdiri
dengan bantuan, dan kemudian berdiri tanpa bantuan. Demikian pula dengan
belajar menulis , anak-anak belajar membuat tulisan dalam bentuk tulisan
coretan-coretan. Tulisan coretan-coretan merupan dasar untuk membentuk huruf,
kemudian konsonal tunggal yang menggamarkan seluruh kata, kemudian kombinasi
huruf yang mengarah pada ejaan, dan akhirnya menjadi huruf-huruf yang standar.
Perkembangan
fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat
mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode prenatal (dalam kandungan).
Kuhlen dan thomshon. 1956 (yusuf,2002) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu: (1) sistem saraf yang sangat memengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) otot-otot yang memengaruhi perkembangan
kekuatan dan kemampuan motorik; (3) kelenjar endokrin, yang menyebabkan
munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada remaja berkembang perasaan
senang untuk aktif dalam suatu kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas
lawan jenis; dan (4) struktur fisik/tubuh yang meliputi tinggi, berat dan
proposi[3].
B. Perkembangan Kognitif Pada
Anak-Anak
Teori
perkembangan kognitif Jean Piaget(1896-1980) Jean Piaget lahir di Neuchatel,
sebuah kota kecil di Swiss. Piaget memulai karirnya sebagai seorang ahli
biologi, khususnya tentang mollusca (kerang-kerangan). Namun ketertarikannya
pada ilmu pengetahuan dan sejarah ilmu pengetahuan segera diikuti dengan
ketertarikannya pada keong. Karena dia semakin larut dalam penyelidikan
bagaimana proses pikiran yang bekerja dalam sains, akhirnya dia tertarik pula
untuk menyelidiki apa sesungguhnya pikiran itu, khususnya tahaptahap
perkembangannya. Bidang ini disebutnya dengan epistemology genetic yang berarti
studi tentang perkembangan pengetahuan manusia[4].
Selanjutnya Piaget memutuskan untuk mempelajari anak pada tahun 1920 ketika
bekerja di Laboratorium Binet di Paris[5].
Tahapan-tahapan atau
periode-periode yang paling umum bisa dilihat di tabel 6.1 berikut ini:
Periode I
|
Kepandaian
sensori-motorik (dari lahir-2 tahun. Bayi mengorganisasikan skema tindakan
fisik mereka seperti menghisap, menggenggam dan memukul untuk menghadapi
dunia yang muncul di hadapannya.
|
Periode
II
|
Pikiran
pra-operasional (2-7 tahun). Anak-anak belajar berpikir menggunakan
simbol-simbol dan pencitraan batiniah namun pikiran mereka masih tidak
sistematis dan tidak logis. Pikiran di titik ini sangat berbeda dengan
pikiran orang dewasa.
|
Periode
III
|
Operasi-operasi
berpikir konkret (7-11tahun). Anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir
sistematis, namun hanya ketika mereka dapat mengacu kepada objek-objek dan
aktivitas-aktivitas konkret.
|
Periode
IV
|
Operasi-operasi
berpikir formal (11-dewasa). Orang muda mengembangkan kemampuan untuk
berpikir sistematis menurut rancangan yang murni abstrak dan hipotetis.
|
Sebelum
membahas tahapan-tahapan di atas secara detail, sangat penting untuk
memperhatikan dua poin teoritis berikut ini. Pertama, Piaget menemukan bahwa anak-anak melewati tahapan-tahapan
ini dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga dia tidak perlu menaruh
perhatian kepada batasan usia yang dilekatkan pada tahapan-tahapan tersebut.
Dia juga menemukan bahwa anak-anak selalu melewati tahapan-tahapan ini dengan
urutan yang tidak pernah beubah dengan keteraturan yang sama. Kedua, sangat penting untuk memahami
pandangan umum piaget mengenai hakikat perubahan di dalam perkembangan. Karena
dia menuliskan urutan pentahapan yang tidak pernah berubah, beberapa tokoh
perkembangan (seperti Bandura dan McDonald, 1963) mengelompokkan dia kepada maturationist. Namun piaget bukan maturationist, karenakelompok ini
percaya bahwa urutan-urutan tahap perkembangan sudah diatur oleh gen-gen dan
bahwa pentahapan itu berjalan menurut rancangan waktu batiniah anak-anak.[6]
Pikiran pra-operasional (2-7 tahun)
dan operasi-operasi berpikir konkret (7-11 tahun).
Anak
telah mengembangkan tindakan-tindakan yang efisien dan terorganisasikan dengan
baik untuk menghadapi lingkungan di hadapannya. Anak terus menggunakan
kemampuan-kemampuan sensori-motorik di seluruh hidupnya, meskipun di periode
berikutnya, yaitu periode pra-operasional terjadi perubahan cukup besar.[7]
a)
Pertumbuhan aktivitas simbolik
Anak-anak mulai menggunakan
simbol-simbol ketika mereka menggunakan sebuah objek atau tindakan untuk
merepresentasikan sesuatu yang tidak hadir (Gindbung dan Opper,1988, h.70).
b)
Penalaran ilmiah
Pengkonservasian kuantitas-kuantitas
(benda cair) yang bersambungan. Ini adalah eksperimen piaget yang paling
terkenal. Di dalam salah satu versi (Piaget dan Szeminska, 1941, h.17)
c)
Pemikiran sosial
Egosentrisme. Piaget percaya bahwa
disetiap periode terdapat kaitan umum antara pemikiran ilmiah dan pemikiran
sosial.
Operasi-Operasi
Berpikir Formal (11 Tahun Sampai Dewasa)
Ditahapan operasi berpikir konkret,
anak-anak dapat berpikir sistematis berdasarkan ‘tindakan-tikndakan mentalnya’.[8]
Namun begitu, ada keterbatasan bagi kemampuan ini. Mereka bisa berpikir logis
dan sistematis hanya selama mengacu kepada objek-objek yang bisa diindra yang
tunduk kepada aktivitas riil (piaget, 1964, h.62)
Piaget sangat tertarik dengan kemampuan
untuk menalar terkait dengan kemungklinan-kemungkinan hipotesis. Di dalam
sebuah eksperimen (inhelder dan piaget, 1955, h.122), anak-anak diberi empat
tabung berisi cairan tak berwarna yang dibeli 1, 2, 3 dan 4.mereka juga
diberikan tabung kecil berisi cairan tak berwarna berlabel g. Tugas mereka
adalah mencampur cairan-cairan ini membuat warnanya kuning.
C.
Perkembangan
Sosial/Emosional Pada Masa Anak-Anak
Dalam teori psikoanalitis, masa laten
mengikuti penyelesaian konflik cedipus, karena energi seksual dipusatkan jauh
dari obyek larangan aslinya, orang tua, dan kearah pencapaian penyelesaian yang
diterima secara sosial. Sebagai bagian dari pemecahan masalah, anak-anak
pasca-cedipus menyamakan dengan orang tua kelamin yang sama, mengambilnya
sebagai model peran. Pertimbangan moral orang tua diinternalisasikan sebagai
superego. Pengamatan yang mendukung teori ini meliputi pengurangan labilitas
emosi terhadap orang tua dan peningkatan keterlibatan dalam hubungan di luar
rumah.
Perkembangan emosi dan sosial berlanjut
pada tiga konteks: rumah, sekolah dan lingkungan sekitar[9].
Dari ketiga konteks tersebut, rumah tetap yang paling mempengaruhi. Hubungan
orang tua-anak berlanjut untuk memberikan keamanan dasar yang dengannya anak
dapat berani keluar.
Awal masuk sekolah bertepatan dengan
pemisahan lebih lanjut dari keluarga dan peningkatan kepentingan hubungan guru
dan murid. Disamping persahabatan, yang mungkin berlangsung selama
berbulan-bulan, pengalaman dengan sejumlah besar persahabatan dan antagonisme
yang dangkal turut membantu kompetensi pertumbuhan sosial anak.
Pada lingkungan sekitarnya, bahaya yang
sebenarnya seperti jalan yang ramai, penggertak, dan orang-orang asing
membebani pengetahuan umum dan kecerdikan anak usia sekolah. Interaksi dengan
sesama usia tanpa pengawasan yang ketat dari orang tua menimbulkan peningkatan
penyelesaian konflik.
1. aspek
sosial
Perkembangan sosial anak usia SD
ditandai dengan adanya perluas hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan
teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah
bertambah luas. Pada usia SD, anak memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari
sikap kepada diri sendiri (egosentris) kepada sikap berkerja sama (kooperatif)
atau mau memperhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris).[10]
Anak mulai berminat terhadap kegiatan bersama teman sebaya, dan bertambah kuat
keinginannya untuk di terima menjadi anggota kelompok (gang), merasa tidak
senang apabila di tolak oleh kelompoknya dan dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. dalam peroses
belajar di sekolah, kemantangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau
di maknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yg membutuhkan tenaga
fisik (seperti membersikan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang
membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan berkemah dan membuat laporan study tour).
Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk
menampilkan prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersam.
Dengan melaksanankan tugas kelompok, anak dapat belajar tentang sikap dan
kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan
bertanggung jawab.
2. Aspek
Emosi
Pada usia Sekolah Dasar (khususnya di
kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, dan 6), anak mulai menyadari bahwa pengungkapan
emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain.
Anak SD belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya melalui
peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan ,kemampuan orang tua
atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh.apabila anak
dikembangkan di lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak
cenderung stabil atau sehat. Sebaliknya apabila kebiasaan orang tua atau guru
dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kantrol (seperti:
marah-marah, mengeluh), maka perkembangan emosi anak, cenderung kurang stabil
atau tidak sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
tingkah laku individu,dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi
positif seperti: perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu
yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengkonsentrasikan dirinya
terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca
buku, aktif berdikusi, mengerjakan tugas atau perkerjaan rumah, dan disiplin
dalam belajar. Sebaliknya, apabila emosi yang menyertai proses belajar itu
emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, maka proses belajar
tersebut akan mengalami hambatan ,dalam arti individu tidak dapat memusatkan
perhatiannya untuk belajar ,sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami
kegagalan dalam belajar nya. Mengingat hal tersebut ,maka guru sekolah dasar seyogianya
mempunyai kepedulian untuk menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang
menyenangkan atau kondisif..[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan adalah proses menuju
kedewasaan seseorang bersifat tidak dapat digambarkan dengan angka dan perubahan
bersifat tetap, perkembangan tidak dibatasi oleh usia. Contoh, ketika seseorang
belajarmaka ia akan semakin cerdas karena setiap orang mempunyai kesempatan
yang sama dalam belajar ilmu pengetahuan.
B. SARAN
Penulis menyadari makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sebagai pedoman penulisan makalah yang lebih baik kedepannya.
DAFTR
PUSTAKA
Dadan Suryana. 2016. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi Dan
Aspek Perkembangan Anak, (Rawamangun Jakarta: Kencana)
George Boeree. 2008. General Psychology, Psikologi Kepribadian,
Persepsi, Kognitif, Emosi dan Perilaku (terjemahan), (Jakarta: Ar-Ruzz
Media Group).
William Crain. 2007. Teori Perkembangan, Konsep dan Aplikasi,
terjemahan (Yogyakarta: Pustaka pelajar)
Samik wahab. 1996/2000. Ilmu kesehatan anak nelson. VO . I.E/15. (terjemahan)
(jakarta: buku kedokteran EGC)
M.Harwansyah
Putra Sinaga. 2018. Bersahabat Dengan Anak (Panduan Praktis Bagi
Orangtua Muslim).Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
[1] Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia
Dini Stimulasi Dan Aspek Perkembangan Anak, (Rawamangun Jakarta: Kencana 2016)
Hlm.150
[2] Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi Dan Aspek Perkembangan Anak,
(Rawamangun Jakarta: Kencana 2016) Hlm.151
[3]
Dadan Suryana. Pendidikan Anak Usia Dini Stimulasi Dan
Aspek Perkembangan Anak, (Rawamangun Jakarta: Kencana 2016) Hlm.152
Emosi dan Perilaku (terjemahan), (Jakarta: Ar-Ruzz Media
Group, 2008), hlm. 366
[5]
William Crain, Teori Perkembangan, Konsep
dan Aplikasi, (terjemahan)
(Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2007), hlm. 168
(Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2007), hlm. 171
(Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2007), hlm. 182
(Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2007), hlm. 199
[9] Samik wahab. Ilmu kesehatan anak nelson. VO . I.E/15. (terjemahan) (jakarta:
buku kedokteran EGC 1996/2000. hl.71)
[10] M.Harwansyah Putra Sinaga. Bersahabat Dengan Anak (Panduan Praktis Bagi
Orangtua Muslim).Jakarta: PT Elex Media Komputindo 2018. hl. 60
[11] M.Harwansyah Putra Sinaga. Bersahabat Dengan Anak (Panduan Praktis Bagi
Orangtua Muslim).Jakarta: PT Elex Media Komputindo 2018. hl. 62
No comments:
Post a Comment