1

loading...

Thursday, December 13, 2018

PRODUK PENYALURAN DANA DENGAN AKAD SEWA (IJARAH) DAN AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AT-TAMLIK


PRODUK PENYALURAN DANA DENGAN AKAD SEWA (IJARAH) DAN AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AT-TAMLIK

A.      IJARAH
1.        Pengertian
Secara bahasa, Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang memiliki arti al-‘Iwadhu (bermakna kompensasi/ganti). Secara terminology Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership) atas barang itu sendiri.[1]
Menurut Fatwa Dewan Syarah Nasional NO. 09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Namun demikian, pada zaman modern ini muncul inovasi baru dalam ijarah, dimana peminjam dimungkinkan untuk memiliki objek ijarah-nya diakhir periode peminjaman. Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarah-nya, ini disebut sebagai ijarah Muntahiyyah Bittamlik (IMBT).[2]
Ijarah (sewa) identik dengan jual beli (ba’i), jika jual beli obyek transaksinya barang sedangkan ijarah obyek transaksinya adalah jasa yang diberikan oleh obyek sewa, yang dapat memberikan manfaat tanpa disertai kepemilikan. Adapun jual beli barang disertai dengan kepemilikan baik secara tunai maupun diangsur. Pemahaman ini sama hal bentuk pembiayaan LKS kepada nasabah dengan bentuk operating lease, yang tidak mensyaratkan kepemilikan barang pada akhir periode transaksi.

2.        Landasan Syariah
a.        Al- Qur’an

QS. Al- Baqarah: 233



Artinya: “Dan, jika kamu ingin anakmu disusuhkan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Al- Baqarah : 233)
Ayat diatas menjelaskan bahwa “Para ibu hendaklah meyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya, dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”.[3]

QS. Al-  Qashash: 26



Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: Ya ayahku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS. Al-Qashash: 26)

Ayat di atas menjelaskan tentang kebolehan memperkerjakan seseorang yang kuat dan dapat dipercaya dengan imbalan tertentu. Dan itu adalah inti dari akad Ijarah. Dalam ayat tersebut juga disebutkan bahwa ketika kita memilih orang untuk bekerja dengan kita, maka ada dua sifat yang perlu menjadi pertimbangan, dua sifat tersebut adalah kuat dan dapat dipercaya. Hal ini karena, ketika kita mempekerjakan seseorang, maka kekuatan fisik dan juga kekuatan non fisik menjadi pertimbangan. Selain itu sifat dapat dipercaya juga harus dimiliki oleh seorang pekerja karena belum tentu orang yang mempekerjakan itu selalu mendampingi dan mengawasi setiap saat sehingga sifat amanah menjadi penting bagi seorang pekerja dalam menjalankan pekerjaan yang diembannya.
b.        Al- Hadist
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda: “Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum keriangatnya kering” (HR Ibnu Majah)
Hadist Riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, beliau berkata:Dahulu kami menyewa tanah dengan (jalan membayar dari) tanaman yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang emas atau perak.

3.        Syarat dan Rukun
Syarat Ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-ketentuan hukum Islam, sebagai berikut:
a.    Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh aset yang disewakan tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak.
b.    Kepemilikan aset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab pemeliharaannya, sehingga aset tersebut harus dapat memberi manfaat kepada penyewa.
c.    Akad ijarah dihentikan pada saat aset yang bersangkutan berhenti.
d.   Memberikan manfaat kepada penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku.
Rukun dari akad Ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi adalah:
a.    Pelaku akad, yaitu mustajir (penyewa) adalah pihak yang menyewa aset dan mu’jir/muajir (pemilik) adalah pihak pemilik yang menyewakan aset.
b.    Objek akad, yaitu ma’jur (aset yang disewakan) dan ujrah (harga sewa).
c.    Sighat yaitu ijab dan kabul.

4.        Aplikasi dalam Lembaga Keuangan Syariah
Akad-akad yang dipergunakan oleh lembaga keuangan syariah, terutama perbankan syari‟ah di Indonesia dalam operasinya merupakan akad-akad yang tidak menimbulkan kontroversi yang disepakati oleh sebagian besar ulama dan sudah sesuai dengan ketentuan syari‟ah untuk diterapkan dalam produk dan instrumen keuangan syari‟ah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, jasa produk, jasa operasional, dan jasa investasi.15 Terkait dengan itu, disini penyusun hanya menjelaskan praktek pembiayaan ijarah dan ijarah muntahiya bit tamlik dalam lembaga keuangan syari‟ah. Menurut surat edaran No. 10/14/DPBS yang dikeluarkan Bank Indonesia tertanggal 17 Maret 2008, dalam memberikan pembiayaan ijarah Bank Syari‟ah atau Unit Usaha Syariah (UUS) harus memenuhi langkah berikut ini :
a.    Bank bertindak sebagai pemilik dan/atau pihak yang mempunyai hak penguasaan atas objek sewa baik berupa barang atau jasa, yang menyewakan objek sewa dimaksud kepada nasabah sesuai kesepakatan,
b.    Barang dalam transaksi ijarah adalah barang bergerak atau tidak bergerak yang dapat diambil manfaat sewanya,
c.    Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk pembiayaan atas dasar ijarah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah,
d.   Bank wajib melakukan analisis atas rencana pembiayaan atas dasar ijarah kepada nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha, keuangan dan/atau prospek usaha,
e.    Objek sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk besarnya nilai sewa dan jangka waktunya,
f.     Bank sebagai pihak yang menyediakan objek sewa, wajib menjamin pemenuhan kualitas maupun kuantitas objek sewa serta ketepatan waktu penyediaan objek sewa sesuai kesepakatan,
g.    Bank wajib menyediakan dan untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang dipesan nasabah,
h.    Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar ijarah,
i.      Pembayaran sewa dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus,
j.      Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang,
k.    Bank dapat meminta nasabah untuk menjaga keutuhan objek sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan objek sewa sesuai dengan kesepakatan dimana uraian pemeliharaan yang bersifat material dan structural harus dituangkan dalam akad, dan Bank tidak dapat meminta nasabah untuk bertanggungjawab atas kerusakan objek sewa yang terjadi bukan karena pelanggaran akad atau kelalaian nasabah.[4]

5.        Skema








Berdasarkan skema yang tampak pada gambar di atas, jenis Ijarah dapat dibagi berdasarkan sudut pandang yang digunakan. Berdasarkan jenis objek Ijarah, maka Ijarah dapat dibagi menjadi dua, yaitu; Pertama, Ijarah Fee, yaitu; akad ijarah yang menjadikan jasa sebagai objek manfaat yang disewakan. Pendapatan yang diperoleh berupa fee atas jasa yang telah diberikan oleh pemilik objek kepada penyewa. Sebagai contoh adalah; Penyewaan Safe Deposit Box (SDB) dan jasa pemeliharaan emas. Kedua; Ijarah Aset, yaitu; akad Ijarah yang menjadikan asset sebagai objek manfaat yang disewakan. Asset yang dapat disewakan adalah asset berwujud dan asset yang tidak berwujud. Ijarah asset berwujud menggunakan asset berwujud sebagai objek sewa menyewa. Termasuk kategori ini adalah:
a.       Jual-Ijarah, yaitu kombinasi antara akad penjualan yang dilanjutkan dengan sewa menyewa. Contoh: Tuan A menjual mobil ke Tuan B, dan oleh Tuan B mobil tersebut disewakan kepada Tuan C.
b.      Ijarah biasa, yaitu: akad sewa menyewa tanpa perpindahan kepemilikan (operating lease). Sebagai contoh Tuan A menyewakan rumahnya kepada Tuan B selama setahun dengan fasilitas tertentu dan harga sewa tertentu.
c.       IMBT, yaitu akad sewa menyewa yang disertai dengan akad janji sepihak (wa’ad) untuk kemungkinan dilakukan perpindahan kepemilikan. Dan akad ini yang akan dikembangkan dalam pemberdayaan tanah wakaf menjadi akad al-Ijarah al-Mutanaqishah.
Sedangkan Ijarah asset tidak berwujud adalah akad sewa-menyewa dengan mengunakan asset tidak berwujud sebagai objek sewa menyewa. Termasuk dalam kategori ini adalah;
a.       Ijarah berlanjut, yaitu; bentuk akad sewa menyewa dimana suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas asset yang sebelumnya disewakan pemiliknya. Sebagai contoh; Tuan B menyewa rumah dari Tuan A, lalu Tuan B menyewakan rumah tersebut kepada Tuan C. Dalam literatur fikih, menyewakan kembali barang yang disewa harus atas izin pemilik objek sewa (dalam contoh ini Tuan A).
b.      Multijasa, yaitu: bentuk pengembangan dalam implementasi Ijarah berlanjut, umumnya digunakan dalam transaksi pendidikan, ibadah haji dan pernikahan. Sebagai contoh; Talangan haji adalah Ijarah multijasa dari Ijarah asset tidak berwujud, yang disewakan adalah porsi haji yang dibayar lembaga keuangan dan kemudian disewakan kepada Nasabah calon haji (talangan haji sudah tidak diberlakukandi lembaga keuangan syariah).[5]

B.       Ijarah Muntahiya Bittamlik
1.        Pengertian
Di atas telah disebutkan bahwa produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik.17 Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli dilakukan.
Ijarah Muntahiyyah Bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntahia bit-tamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan pemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat perpindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

Berbagai bentuk alih kepemilikan IMBT antara lain:
a)        Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dihibahkan kepada penyewa;
b)        Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga yang berlaku pada saat itu;
c)        Harga ekuivalen dalam periode sewa, yaitu ketika penyewa membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa berakhir dengan harga ekuivalen; dan
d)       Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih kepemilikan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan selama periode sewa.[6]

2.        Landasan Syariah
a.        Al- Qur’am
Q. S Az- Zukhruf: 32



Artinya: “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan kebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka yang lain, dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S Az- Zukhruf: 32)



Q.S Al- Kahfi: 94



Artinya:  Mereka berkata: “ Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’jul dan Ma’jul itu orang-orang yang membuat kerusakan dimuka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?”
b.        Al- Hadist
HR. ‘Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abi Sa’id al-Khudri “Barang siapa mempekerjakan pekerjaan, beritahukanlah upahnya”.
3.        Syarat dan Rukun
Rukun Ijarah al-Muntahiyah bi al- Tamlik pada dasarnya sama dengan rukun Ijarah, yaitu:
a.         Menurut Hanafiyyah adalah Ijab dan Qabul.
b.        Rukun Ijarah menurut mayoritas ulama ada 4 macam, yaitu:
·      Pelaku yang terdiri atas pemberi sewa dan penyewa.
·      Objek akad Ijarah berupa: upah dan manfaat barang.
·      Ijab qabul/ serah terima.
4.        Aplikasi dalam Lembaga Keuangan Syariah
Secara teknis, implementasi IMBT juga diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DPBS pada tanggal 17 Maret 2008 yaitu:
a.    Bank sebagai pemilik objek sewa juga bertindak sebagai pemberi janji (wa`ad) untuk memberikan opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah penyewa sesuai kesepakatan,
b.    Bank hanya dapat memberikan janji (wa`ad) untuk mengalihkan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa setelah objek sewa secara prinsip dimiliki oleh bank,
c.    Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis, pelaksanaan pengalihan kepemilikan dapat dilakukan setelah masa sewa disepakati selesai oleh Bank dan nasabah penyewa, dan
d.   Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa, maka bank wajib mengalihkan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah yang dilakukan pada saat tertentu dalam periode atau pada akhir periode pembiayaan atas dasar akad IMBT.

5.        Skema








Keterangan:
·         Nasabah memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
·         Bank membeli dan membayar barang kepada Suplier.
·         Suplier mengirim barang kepada Nasabah.
·         Nasabah membayar sewa kepada Bank.
·         Masa sewa diakhiri dengan Nasabah membeli barang tersebut.[7]
C.      Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut: bahwa produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan pemindahan hak kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik.
Secara bahasa, Ijarah berasal dari kata al-Ajru yang memiliki arti al-‘Iwadhu (bermakna kompensasi/ganti). Secara terminology Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership) atas barang itu sendiri.
Namun demikian, pada zaman modern ini muncul inovasi baru dalam ijarah, dimana peminjam dimungkinkan untuk memiliki objek ijarah-nya diakhir periode peminjaman. Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarah-nya, ini disebut sebagai ijarah Muntahiyyah Bittamlik (IMBT).
Ijarah muntahia bit tamlik (IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan jual beli. Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk membeli barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap terbuka), maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Ridwan, Murtadho.  2015. Al-Ijarah Al-Mutanaqishah. Vol 3 No. 1, Juni

[2] Tona, Martha. 2012. Media Mahardika. Vol 10 No. 2 Januari

[3] Santoso, Harun . 2015. Analisis Pembiayaan Ijarah Pada perbankan Syariah, Vol. 01, No. 02, Juli

[4] Ascarya. 2012. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

[5] Burhanuddin. 2008.  Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: UII Press







[1] Murtadho Ridwan. Al-Ijarah Al-Mutanaqishah. Vol 3 No. 1, Juni 2015. Hal. 146.
[2] Martha Tona, Media Mahardika, Vol 10 No. 2 Januari 2012, Hal 21-22.
[3] Harun Santoso, Analisis Pembiayaan Ijarah Pada perbankan Syariah, Vol. 01, No. 02, Juli 2015.
[4] Harun Santoso, dkk. Analisis Pembiayaan ijarah Pada Perbankan Syariah. Vol 01, No. 02, Juli 2015
[5] Murtadho Ridwan. Al-Ijarah Al-Mutanaqishah. Vol 3 No. 1, Juni 2015. Hal. 151.

[6] Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012). Hal.103.
[7] Burhanuddin. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia. (Yogyakarta: UII Press, 2008). Hal. 273.

No comments:

Post a Comment