KONSEP ISLAM TENTANG KREDIBILITAS
PENDAKWAH DAN OBJEK DAKWAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dakwah
merupakan suatu aktivitas seorang Muslim untuk menyebarkan ajaran Islam ke muka
bumi yang penyampaiannya diwajibkan kepada setiap Muslim, yang mukalaf sesuai
dengan kadar kemampuannya. Sebagaimana yang termaktub dalam al-Qur’an,Surat
Ali-Imran: 104
Artinya: dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.
Ditinjau
dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab “da’wah”. Dak’wah mempunyai
tiga huruf asal, yaitu dal , ‘ain, dan wawu. Dari tiga huruf asal ini,
terbentuk beberapa kata dengan beragam makna. Makna-makna tersebut adalah
memanggil, mengundang, minta tolong, meminta, memohon, menamakan, menyuruh
datang, mendorong, menyebabkan, mendatangkan, mendo’akan, menangis, dan
meratapi (Ahmad Warso munawwir, 1997: 406)[1] Perwujudan dakwah bukan sekadar usaha
peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja,
tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.
Sukses
atau tidaknya suatu dakwah bukanlah diukur lewat gelak tawa atau tepuk riuh
pendengarnya, bukan pula dengan ratap tangis mereka. Sukses tersebut diukur
lewat, antara lain pada bekas yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya atau
kesan yang terdapat dalam jiwa, yang kemudian tercermin dalam semua tingkah
laku objek dakwah.
Tujuan
dakwah adalah mengubah tingkah laku manusia, dari tingkah laku yang negatif ke
tingkah laku yang positif. Karena tingkah laku manusia bersumber dari na’fs
(jiwanya), maka dakwah yang efektif adalah dakwah yang bisa diterima nafs,
yakni dakwah yang sesuai dengan hati atau jiwa. Sebagai seorang juru dakwah
hendaklah dapat memahami kondisi yang menjadi objek dakwahnya. Ia harus mampu
melihat persoalan-persoalan dengan lebih teliti dan mampu untuk memberikan
solusi yang yang terbaik dalam setiap permasalahan. Oleh karena itu, persoalan
dakwah tidak bisa terlepas dengan persoalan realita yang terjadi dalam
masyarakat, karena tidak selamanya proses dakwah akan berjalan sesuai dengan
yang diinginkan sehingga diperlukan perencanaan yang baik sebagai sarana agar
pesan-pesan dakwah atau tujuan dari dakwah itu sendiri bisa diterima oleh umat
manusia.
Islam adalah ajaran agama, bukan ilmu
pengetahuan.[2]
Islam sebagai agama dakwah mewajibkan setiap pemeluknya untuk
berdakwah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Lebih jelasnya setiap anak
Adam yang beragama Islam (muslim) tak terkecuali, sesungguhnya adalah juru
dakwah yang mengemban tugas untuk menjadi teladan moral di tengah masyarakat
yang kompleks dengan persoalan-persoalan kehidupan. Tugas dakwah yang demikian
berat dan luhur itu mencakup pada dua aspek yaitu amar ma’ruf dan nahi munkar
(mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran). Oleh karena itu untuk
tujuan tersebut perlu disiapkan mental-mental yang kuat sehingga kalau setiap
Muslim memahami dan melaksanakan tugas luhur tersebut, maka seyogyanya
kehidupan di alam ini akan berjalan dengan tertib. Dalam agama Islam, agama
adalah petunjuk bagi manusia agar manusia senantiasa terkontrol dalam tingkah
laku yang luhur, saling menghormati, memahami, mengasihi, dan mencintai
kehidupan sesama.
Dakwah
secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi lainnya, khususnya pada cara dan
tujuan yang akan dicapai, yaitu secara persuasif dan mengharapkan terjadinya
perubahan atau pembentukan sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran-ajaran
Islam. Dapat pula dibedakan dari segi komunikatornya (secara umum setiap
muslim, secara khusus para ulama), dari segi pesan dakwah (bersumber dari
al-Qur’an dan al-Hadits), dari segi cara atau approach-nya (hikmah, kasih
sayang persuasif) dan dari segi tujuannya (melaksanakan ajaran Islam, bagi kaum
muslim), sehingga esensi dari dakwah Islam itu sendiri adalah, tindakan membangun
kualitas kehidupan manusia secara utuh.
Cukup
banyak metode yang telah dikemukakan dan dipraktekkan oleh para da’i dalam
menyampaikan dakwah, seperti ceramah, diskusi, bimbingan, penyuluhan, dan
sebagainya. Semuanya dapat diterapkan sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Tetapi harus digaris bawahi bahwa metode yang baik sekalipun tidak menjamin hal
yang baik secara otomatis, karena metode bukanlah satu-satunya kunci
kesuksesan. Akan tetapi, keberhasilan dakwah ditunjang dengan seperangkat
syarat, baik dari pribadi da’i, materi, cara yang digunakan, subjek dakwah,
ataupun yang lainya. Dakwah yang diperlukan adalah yang mendorong pelaksanaan
dan peningkatan kehidupan sosial, dikarenakan pada lapisan bawah (masyarakat
awam) khususnya kebutuhan, yang semakin mendesak adalah “melepaskan diri dari
himpitan hidup” yang semakin berat sehingga diperlukan proses diversifikasi
atau penganekaragaman dalam kegiatan dakwah yang terus menerus.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa
yang di maksud dengan Islam?
b.
Bagaimana
konsep islam tentang kredibiitas Da’I dan Mad’u?
C. Tujuan Makalah
a. Untuk memahami Islam
b. Menjelaskan konsep Islam tentang kredibilitas Da’i dan Mad’u
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Islam
1.
Islam
secara Terminologi
Islam berasal dari kata Aslama yang berakar dari kata salama. Di
tinjau dari segi bahasanya yang dikaitkan dengan asal katanya, islam memiliki
beberapa pengertian di antaranya adalah
a. Berasal dari kata salm yang berarti damai
Dalam Al-qur’an Allah Swt berfirman (Q.S 8:61)
Artinya: dan jika mereka
condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Kata
Salm dalam ayat ini memiliki arti damai atau perdamaian. Dan ini merupakan
salah ssatu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang
senantiasa membawa umuat manusia pada perdamaian.
b. Berasal dari kata Aslama yang berarti menyerah.
Hal ini menunjukan bahwa seseorang pemeluk Islam
merupakan seseorang yang secara ikhlas menyerhkan jiwa dan raganya hanya kepada
Allah Swt. Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa
yang Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya. Menunjukan makna
penyerahan ini, Allah berfirman dalam Al-quran (Q.S 4: 125)
Artinya: dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayanganNya.
Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita di
minta Allah utuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya.
c. Berasal dari kata istaslama-mustaslimun: penyerahan Total kepada Allah
Dalam Al-quran Allah berfirman (Q.s 37 : 26)
Artinya: bahkan mereka
pada hari itu menyerah diri.
Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna diatas (poin
kedua). Karna sebagaai seorang muslim, kita benar-benar di minta untuk secara
total menyerahkan secara jiwa dan \raga serta harta ataupun yang kita miliki,
hanya kepada Allah SWT.dimensi atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara total
kepada Allah adalah seperti dalam setiap gerak-gerik, pemikiran, tingkah laku,
pekerjaan, kesenangan, kebahagiaan, kesusahan, kesedihan dan lain sebagainya
hanya kepada Allah.
d. Berasal dari kata Saliim yang berarti bersih dan suci
Mengenai makna ini, Allah berfirman dalam
Al-qur’an (Q.S 26: 89)
Artinya: kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,
Hal ini menunjukan bahwa Islam merupakan agama
yang suci dan bersih, yang mampu menjadikan para pemeluknya untuk memiliki
kebersihan dan kesucian jiwa yang dapat mengantarkannya pada kebahagiaan
hakiki, baik di dunia maupun di Akhirat. Karna padahakiktanya, ketika Allah SWT
mensyariatkan sebagai ajaran Islam, adalah karna tujuan utamanya untuk
mensucikan dan membersihkan jiwa manusia.
e. Berasal dari kata salam yang berarti selamat dan sejahtera.
Allah berfirman dalam Al-Quran ( Q.S 19: 47)
Artinya: berkata
Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan
ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.
Maknanya adalah bahwa islam merupakan agama
yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. Karna
islam memberikan kesejahteraan dan juga keselamatan pada setiap insan.
2. Islam Menurut Istilah
Adapun pengertian Islam menurut Istilah, Islam
adalah ketuntukan seorang hamba kepada wahyu Illahi yang diturunkan kepada para
Nabi dan Rasull khususnya Muhammad SAW. Guna dijadikan pedoman hidupdan juga
sebagai hukum atau aturan Allah SWT.yang dapat membimbing umat manusia kejalan
yang lurus, menuju kebahagiaan dunia dan Akhirat.
B. Konsep Islam Tentang Kredibilitas Pendakwah Dan Objek Dakwah
Dakwah, disebut juga komunikasi Islam, memiliki beberapa unsure, seperti da’i,
media, metode, materi, sasaran, dan tujuan dakwah.[3]
Semua unsure ini merupakan konsep yang harus diuji melalui riset-riset yang
lebih empirik. Pijakan dakwah adalah isyarat-isyarat
etik-normatif dari Qur’an dan Hadis. Dijelaskan dalam firman Allah SWT Al-Nahl: 125
Artinya: serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dengan yang bathil.
1. Pendakwah ( Da’i)
Pendakwah adalah seorang yang melakukan dakwahnya.(ilmu
dakwah) Ia disebut juga Da’i. Dalam ilmu komunikasi pendakwah adalah
komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan komunikasi (massage) kepada
oirang lain. Secara etimologis, Da’i berarti penyampaian, pengajaran, dan
peneguran ajaran kedalam diri Mad’u.[4]
Muyhammad Al- qozali, sebagaimana yang dikutip
oleh A. Hasjmy, mengatakan bahwa juru Dakwah adalah para nasehat, para
pemimpin, dan para pemberi peringatan yang memberikan nasihat dengan baik,
mengarang dan berkhutbah. Mereka memusatkan kegiatan jiwa raganyaa dalam wa’ad
dan wa’id dengan membicarakan tentang kehidupan akhirat untuk melepasklan
orang-orang yang larut dalam tipuan kehidupan didunia. Karena dakwah bisa melalui tulisan, lisan,
perbuatan, maka penulis keislaman, penceramah Islam, Mubaliq, guru mengaji,
pengelola panti asuhan Islam dan sejenisnya termasuk pendakwah. Dari segi
keahlian yang dimiliki, Toto Tasmara ( 1977:41-42) menyebutkan dua macam
pendakwah yaitu:[5]
a. Secara umum adalah setiap muslim yang mukalaf ( suah dewasa). Kewajiban
dakwah telah melekat tak terpisahkan pada mereka sesuai dengan kemampuan
masing-masing sebagai realisasi perintah Rasullah untuk menyampaikan Islam
kepada semua Orang walaupun Hanya satu ayat.
b. Secara khusus adalah muslim yang telah mengambil sepesialisasi (Mutakhasbish)
dibidang agama islam yaitu ulama dan sebagainya.
Da’i bisa secara individual, klompok,
organisasi atau lembaga yang di panggi untuk melakukan tindakan dakwah.[6]
Tuhan adalah yang memanggil melalui isyarat-isyaratan-Nya dalam Al-Qquran,
sementara yang dipangil untuk berdakah adalah umat Islam sesuai kemampuan dan
kapasitas masing-masing umat.
Dalam berdakwah setidak-tidaknya terdapat tiga
elemen yang harus di perhatikan yaitu, landasan mengajak, pengajak, tujuan.
Landasan berdakwah adalah Al-Quran dan niali-nilai tambahan lainnya seperti
hadis ddan pendapat para ulama. Da’i memiliki posisi sentral dalam berdakwah,
sehingga dai’ harus memiliki citra atau image yang baik dalam masyarakat. Citra
(image) bisa dipahami sebagai kesan berkenaan dengan penilaian terhadap
seseorang, instansi, maupun organisasi yang diciptakan da’i sebagai hasil
langsung dari dakwahnya. Citra tterhadap da’i adalah penilaian Mad’u terhadap
Da’i.
Ada empat cara bagaimana seseorang dai dinilai oleh
mad’unya:[7]
1. Da’i dinilai dari reputasi yang mendahuluinya. Apa yang sudah dilakukan
oleh da’i bagaimana karya-karyanya apa latar belakang pendidikannya apa jasanya
dan bagaimana sikap. Apakah sikapnya seorang Da’i memperintah atau menghacurkan
Reputasinya.
2. Melalui perkenalan atau informasi tentang diri Da’i. Seorang Da’i dinilai
Mad’unya dari Informasi yang diterimanya. Bagaimana informasi tentang Da’i di
terima dan bagaimana Da’i memperkenalkan dirinya sangat menetukan Kredebilitas
seorang Da’i.
3. Melalui apa yang diucapkannya. (al-insan mizan al-insan ( lisan
adalah ukuran seseorang manusia), begitu ungkapan Ali bin Abi Thalib. Apabila
seorang Da’i mengungkapkan kata-kata kotor, kasar an rendah, maka seperti itu
pula kualitasnya. Da’i memiliki kredibilitas apabila ia konstan dalam menjaga
ucapannya yang selaras dengan perilaku keseharianya.
4. Melalui bagaimana cara Da’i menyampaikan dakwah. Penyampaian dakwah yang
sistemmatis dan terorganisir memberikan kesan pada Da’i bahwa Ia menguasai
persoalan, materi dan metodologi dakwah.
Al-Bayauni (1993:155-197) memberikan persyaratan
pendakwah sebagai berikut.[8]
1. Memiliki keyakinan yang mendalam terhadap apa yang akan didakwahkan.
2. Menjalin hubungan yang erat denga mitra dakwah.
3. Memiliki pengetahuan dan wawasan tentang apa yang didakahkan.
4. Ilmunya sesuai dengan perbuatannya dan konsisten ( istoqomah) dalam
pelaksanaan nya.
5. Memiliki kepekaan yang tajam.
6. Bijk dalam mengambil metode
7. Perilakunya terpuji.
8. Berbaik sangka denga umat islam.
9. Menutupi cele orang lain.
10. Berbaur denga masyarakat jika dipandang baik, dan menjauh jika justru tidak
menguntungkan.
11. Menetapkan orang lain sesuai dengan kedudukannya dan mengetahui kelebihan
masing” individu.
12. Saling memantu, saling bermusyarwarah, dan saling menasihati dengan sesama
pendakwah.
Dengan meneladani pribadi Rasulullah sebagai pendakwah yang agung, Mustafa
Asibai ( 1993: 30-44) memberikan sifat-sifat pendakwah yang ideal sebagai
berikut.[9]
1. Sebaiknya pendakwwah dari keturunan yang terhormat dan mulia, sebeb
kemuliaan pendakwah atau revormer ( pembaru) merupakan daya tarik perhatian
masyarakat.
2. Seoranrang pendakwah setidaknya memiliki rasa peri kemanusiaan yang tinggi,
karna dengan itulah ia akan dapat merasakan apa yang diraakan oleh orang-orang
yang lemah.
3. Penggerak dakwah sebaiknya memiliki kecerdasan dan kepekaan.
4. Setidaknya seorang pendakwah hidup sehari-hari dengan hasil usahanya
sendiri atau dengan jalan yang baik tidak dengan jalan yang tercela dan hina.
5. Kemantapan dan baiknya riwayat hidup seorng pendakwah pada masa mudanya
juga termasuk faktor kesuksesannya mengajak orang lain kejalan Allah SWT.
6. Pengalaman-pengalaman yang dimiliki pendakwah berupa hasil perlawatannya
keluar negri, pergaulannya yang luas sengan masyarakat, mengerti
tradisi-tradisi dan problem-problemnya akan besar pengarunya dengan kesuksesan
dakwah.
7. Pendakwah harus menyediakan waktu untuk di isi dengan ibadah yang
menghampirkan dirinya kepada Allah SWT.
2. Objek Dakwah ( Mad’u)
Objek dakwah yaitu masyarakat
sebagai penerima dakwah. Masyarakat baik individu maupun kelompok, sebagai
objek dakwah, memiliki strata dan tingkatan yang berbeda-beda. Dalam hal ini
seorang da’i dalam aktivitas dakwahnya, hendaklah memahami karakter dan siapa
yang akan diajak bicara atau siapa yang akan menerima pesan-pesan dakwahnya.
Da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, perlu mengetahui klasifikasi dan
karakter objek dakwah, hal ini penting agar pesan-pesan dakwah bisa diterima
dengan baik oleh mad’u (Amin, 2009: 15). Mad’u terdiri dari berbagai macam
golongan manusia. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan,
kota kecil, serta masyarakat marjinal dari kota besar.
2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyai, abangan, remaja,
dan santri, terutama pada masyarakat jawa.
3. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan
golongan orang tua.
4. Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang, seniman, buruh,
pegawai negeri.
5. Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya, menengah,
dan miskin.
6. Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
7. Dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tunakarya,
narapidana, dan sebagainya.
3. Mengenal Rumpun Mad’u
a. Di awal surah al-baqarah, Mad’u di kelompkkan dalam tiga rumpun, yaitu:
mukmin, kafir, dan munafik. Mujahid berkata: empat ayat di awal surah
al-Baqarah mendeskripsikan tentang sifat
orang mukmin, dua ayat mendeskripsikan sifat orang munafik.” Dalam istilah M.
Natsir, kelompok mad’u ada tiga ,yaitu “ kawan yang setia sehidup semati, dari
awal sampai akhir yang secara terang-terangan memusuhi dari awal sampai akhir:
dan lawan yang bermain pura-pura menjadi kawan, sambil menunggu saat untuk menikam dari
belakang.
b. Secara umum mad’u menurut Imam Habib Abdullah Haddad dapat dikelompokkan
dalam delapan rumpun, yaitu:
1. Para ulama
2. Ahli zuhud dan ahli ibadah
3. Penguasa dan pemerintah
4. Kelompok ahli perniagaan, industri dan sebagainya
5. Fakir miskin dan orang lemah
6. Anak, istri dan kaum hamba
7. Orang awam yang taat dan yang berbuat maksiat
8. Orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
c. Abdul Karim Zaidan dalam Usbul al-da’wab mengelompokkan mad’u dalam empat
rumpun, yaitu : al-mala’ (penguasa), jumbur al-nas ( mayoritas masyarakat),
munafiqun, dan ahli maksiyat.
d. Muhammad Abu al-Fath al Bayanuni mengelompokkan mad’u dalam dua rumpun
besar, yaitu: rumpun muslimun atau mukminun atau Ummat istijabab ( umat yang
telah menerima dakwah), dan Non-muslim atau ummat dakwah (ummat yang perlu
sampai kepada mereka dakwah Islam)[10]
Sedangkan berdasarkan klasifikasi, masyarakat
dapat dihampiri dengan dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan kondisi sosial budaya, yang terbagi dalam masyarakat kota besar.
b. Pendekatan tingkat pemikiran, terbagi dalam dua kelompok, yaitu: kelompok
masyarakat maju (insustri), dan kelomppok masyarakat terbelakang.[11]
Berdasarkan data-data rumpunan mad’u di atas, dapat dikelompokan dengan lima
tinjauan, yaitu:
a. Mad’u ditinjau dari segi penerimaan dan penolokan ajaran Islam, terbagi
dua, yaitu muslom dan non muslim.
b. Mad’u ditinjau dari segi tingkat pengamalan ajaran agamanya, terbagi tiga,
dzalimun linafsin, muqtasbid dan sabiqun bilkhairat.
c. Mad’u ditinjau dari tingkat pengetahuan agamanya, terbagi tiga, ulama,
pembelajaran dan awam.
d. Mad’u ditinjau dari struktur sosialnya, terbagi tiga; pemerintah
(al-mala’), masyarakat maju (al-mufrathin) dan terbelakang (al-mustadb’ afin).
e. Mad’u ditinjau dari prioritas dakwah, dimulai dari diri sendiri, keluarga,
masyarakat, dst.[12]
C. Da’i Terhadap Mad’u
Bahasa dakwah yang diperintahkan di Al-qur’an
sunyi dari kekasaran, kelembutan, keindahan, kesantunan, juga membekaspada
jiwa, memberi pengharapan, hingga Mad’u dapat dikendalikan dann digerakan
prilakunya oleh da’i. Term Qaulan Sadida merupakan persyaratan umum
pesan dakwah agar dakwah persuasif memilih kata yang tepat mengenai sasaran
sesuai dengan Field of experienc dan frame of reference komunikan telah
dilansir dalam beberapa bentuk oleh Al-quran antaranya:[13]
1. Qaulan Baliqha (Perkataan yang membekas dalam jiwa) ungkapan Qaulan Baliqha
terdapat pada Surat An-nisa ayat 63 dengan Firman-Nya:
Artinya: mereka itu adalah orang-orang yang
Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. karena itu berpalinglah kamu
dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka
Perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Yang dimaksud ayat diatas adalah prilaku orang munafik. Ketika diajak untuk
memahami hukum Allah mereka menghalangi orang lain untuk patuh. Kalo mereka
mendapat musibah atau kecelakaan karena perbuatan mereka sendiri mereka datang
mohon perlindungan atau bantuan. Mereka ini lah yang perlu di hindari, diberi
pelajaran, atau diberi penjelasan, dengan cara yang berbekas atau ungkapaan
yang mengesankan. Baliqah artinya sampai atau pasti. Jadi, untuk orang munafik
tersebut diperlukan komunikasi efektif yang bisa mengunggah jiwanya. Bahasa
yang dipakai adalah bahasa yang akan mengesankan atau yang membekas pada
hatinya.
Jalaludin Rahmad merincikan pengertian Qaulan
Baliqah tersebut menjadi dua, Qaulan Baliqha terjadi bila da’i (komunikator)
menyesuaikan pembicaraanya dengam sifat-sifat halayak yang dihadapinya sesuai
dengan Frame of referens and field of experiens. Kedua, qaulaun Baliqah terjadi
bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.
2. Qaulan Layyinan ( perkataan yang Lembut)
Qaulan Layyina terdapat dalam surah Thaha ayat
43-44 secara harfiah berarti komunikasi yang lemah lembut (Layinan).
Artinya: 43.Pergilah kamu berdua kepada
Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas;44.Maka berbicaralah kamu
berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat
atau takut".
Berkata lembut tersebut adalah perintah Allah
kepada Nabi Musa dan Harun supaya menyampaikan Tafsir dan Inzar kepada Fir’aun
dengan “ Qaulan Layinan” Ia telah menjalani kekuasaan melampui batas, Musa dan
Harun sedikit kuatir menemui Fir’aunyang kejam.
3. Qaulan Ma’rufan ( Perkataan yang baik)
Qaulan Ma’rufan dapat diterjemahkan dengan
ungkapan yang pantas. Salah satu pengertian ma’rufan secara etimologis adalah
Al-khair atau ikhsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi qaulan ma’rufan
mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang pantas dan baik.
4. Qaulan Maisura (perkataaan yang Riangana)
Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam
Al-Isra’. Kalimat maisura berasal dari kata Yas’r, yang artinya mudah. Qhaulan
Maisura adalah lawan dari kata Ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa
komunikasi, Qaulan Maisura artinya perkataan yang mudah di terima dan ringan,
yang pantas, yang tidak berliku-liku.
5. Qaulan Karimah ( Perkataan yang Mulia)
Dakwah denga qaulan Karimah sasarannya adalah
orang yang telah lanjut usia, pendekatan yang digunakan adalah dengan perkataan
yang mulia, santun, penuh penghormatan dan penghargaan tidak mengurui tidak
perlu retorika yang meledak-ledak. Qaulan kariamh terdapat dalam surat Al- Isra’ ayat 23
Artinya: dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang
mulia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam adalah ketuntukan seorang hamba kepada
wahyu Illahi yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasull khususnya Muhammad
SAW. Guna dijadikan pedoman hidupdan juga sebagai hukum atau aturan Allah
SWT.yang dapat membimbing umat manusia kejalan yang lurus, menuju kebahagiaan
dunia dan Akhirat.
Konsep Islam tentang kredibilitas pendakwah dan objek dakwah tidak
terlepas dari Al-qur’an dan Hadis. Pendakwah (Da’i) kepada Mad’u di anjurkan Perkataan
yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Pesan-pesan yang di sampiakn oleh Da’I kepada Mad;u sesuai dengan Al-qur’an
yaitu, Qoulan Baliqha, qaulan Layyinan,qaulan Ma’rufan, qaulan maisura, dan
qaulan karima.
Daftar Pustaka
Munir., Metode Dakwah, Jakarta: Prenadamedia Group,2015
Syabibi, Metodologi Ilmu Da’wah, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008.
Ismail, Ilyas,, Filsafat
Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradapan Islam, Jakarta: Prenada Media
Group, 2011.
Aziz, Ali., Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada Media Group, 2009.
Aripudin,
Acep., Pengembangan Metode Dakwah, Jakarta: PT Rajagrafinndo Persada,
2011.
Kaelany, Islam
& Aspek-Aspek kemasyarakatan, Jakarta:Perpustakaan Nasional: KDT, 2000
[1] Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009), h.6
[2] Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h.43
[3] Acep Aripudin, Pengembangan Metode
Dakwah, (Jakarta: PT RajaGrafindon Perseda) h.1
[4] Zubaidi, Metodologi Ilmu Da’wah, (Yogyakarta:
Pusta Pelajar)h. 42
[5] Ali Aziz, Ilmu Dakwah ( Jakarta:
Kencana Prenada Media Group) h. 216
[6] Acep Aripudin, pengembangan Metode
Dakwah (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA),h.3
[7] Acep Aripudin, Pengembangan Metode
Dakwah, h. 5
[8] Ali Aziz, Ilmu Dakwah. H.218
[9] Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h.219
[10] Munir, Metode Dakwah, (Jakarta:
PRENANDAMEDIA GROUP) h.105-106
[11] Munir, Metode Dakwah, h. 108
[12] Munir, Metode dakwah, h.109
[13] Munir, Metode Dakwah, h.165-170
No comments:
Post a Comment