1

loading...

Monday, April 22, 2019

MAKALAH TARIKH TASYRI’ MEMAHAMI GAYA BAHASA AL-QUR’AN DALAM MEMERINTAH


MAKALAH TARIKH TASYRI’ MEMAHAMI GAYA BAHASA  AL-QUR’AN DALAM MEMERINTAH

 
BAB I
PENDAHULUAN

    A.    Latar Belakang
Al-Quran merupakan bukti kebenaran nabi Muhammad saw sekaligus petunjuk untuk umat manusia kapan dan dimana pun, memiliki berbagai macam keistimewaan. Keistimewaan tersebut antara lain susunan bahasanya yang unik dan memesonakan, sifat agung yang tidak ada seseorangpun mendatangkan yang serupa, dan bentuk undang-undangnya yang prehensif melebihi undang-undang yang di buat oleh manusia, dan membuat peraturan yang tidak pertentangan dengan pengetahuan umum yang di pastikan kebenarannya, dan memenuhi segala sesuatu kebutuhan manusia, dan mengandung makna –makna yang dapat dipahami oleh siapapun yang memahami bahasanya walaupun tingkat pemahamannya yang berbeda-beda.
Oleh karena itu Al-Quran adalah suatu mushaf yang sangat istimewa dan yang sangat sempurna dan tidak ada keraguan di dalam Al-Quran ini baik tentang hukum dan baik tentang di kehidupan sehari-hari.

    B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1.      Bagaimana cara  memahami gaya bahasa Al-quran dalam memerintah?
2.      Apa sajakah metode Al-quran dalam mengerjakan perbuatan?
3.      Apa sajakah metode dalam meminta meninggalkan perbuatan?
4.      Apa sajakah metode Al-quran dalam memilih?
5.      Apa sajakah metode Al-quran dalam menjelaskan hukum?
   C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui cara memahami gaya bahasa Al-quran dalam memerintah.
2.      Untuk mengetahui metode dalam mengerjakan perbuatan.
3.      Untuk mengetahui metode dalam meninggalkan perbuatan.
4.      Untuk mengetahui metode Al-quran dalam memilih.
5.      Untuk mengetahui metode dalam menjeskan hukum.

    D.    Manfaat
1.      Makalah ini bermanfaat untuk  mahasiswa supaya mengetahui tentang gaya bahasa Al-quran dalam pemerintahan.
2.      Makalah ini bertujuan juga untuk memudahkan mahasiswa dalam mengetahui sejarah-sejarah dalam gaya bahasa Al-quran dalam memerintah.

BAB II
PEMBAHASAN
    A.    Gaya Bahasa Al-quran Dalam Memerintah
           Gaya bahasa Al-quran selalu menarik untuk di kaji lantaran keindahan makna dan struktur yang dimilikinya. Di dalam stilistika[1] arab, gaya bahasa strukturnya berbedadengan yang biasanya ini di kenal dengan nama iltifa>t. Secara bahasa iltifa>t  berarti berpaling atau memalingkan wajah kepadanya, menoleh, berbelok atau. Para linguis bahasa arab telah memberikan beberapa definisi tentang iltifa>t. Menurunt Abdul Qadir Hsein, iltifa>t adalah perpindahan atau perubahan bentuk dhamir khita>b atau dhamir ghaibah atau  dhamir  takallum menjadi bentuk dhamir yang lain dari bentuk-bentuk tersebut, dengan syarat dhamirnya tetap kembali pada bentuk yang sama. Dan contoh iltifa>t dalam Al-quran:[2]
Q.S.Al-baqorah:90:
90. Alangkah buruknya( hasil perbuatan ) mereka menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah di turunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya, kepada siapa yang di kehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Karena itu mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan untuk orang kafir siksaan yang menghinakan.
            Hukum taklifi terbagi menjadi lima yaitu : wajib, sunnah, haram, makruh, mubah. Pembagian ini didasarkan pada realita bahwa pembicaraan seseorang kepada orang lain mencakup dua kemungkinan, yaitu tuntunan atau pilihan.
           Tuntunan terbagi menjadi dua, yaitu tuntunan untuk mengerjakan sesuatu dan tuntunan untuk meninggalkan sesuatu. Dan tuntunan untuk mengerjakan sesuatu terbagi menjadi dua; jika tuntutan tersebut dalam keharusan maka ia adalah kewajiban, maka sesuatu yang di minta untuk di kerjakan tersebut di namakan wajib. Dan jika tuntunan tersebut tidak berbentuk keharusan, ia adalah anjuran, maka sesuatu yang diminta untuk dikerjakan tersebut dinamakan mandub (sunnah).[3]
            Adapun tuntunan untuk meninggalkan sesuatu juga terbagi menjadi dua; jika tuntunan (untuk meninggalkan) tersebut berbentuk keharusan, ia adalah larangan, maka sesuatu yang diminta untuk ditinggalkan tersebut dinamakan haram. Dan jika tuntunan (untuk meninggalkan) tersebut tidak berbentuk keharusan, ia adalah kebencian, maka sesuatu yang diminta untuk di tinggalkan tersebut dinamakan makruh.[4]
           Adapun tuntunan yang bentuknya yang memberi pilihan bagi manusia antara mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya maka ia adalah pembolehan sedangkan sesuatu yang dijadikan obyek pilihan tersebut dinamakn mubah.
   B.     Metode-Metode Dalam Menjelaskan Hukum
·         Pertama: Metode Al-Qur’an dalam meminta untuk mengerjakan perbuatan
1.      Kalimat perintah yang  jelas. Sebagaimana perintah Allah:
Q.S. An-Nahl:90:
 
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat.”(An-Nahl:90)
           Tafsirannya adalah: Allah ta’ala memberitahukan bahwa dia memerintahkan hambanya untuk berbuat adil, yakni mengambil sikap tengah dan penuh keseimbangan, serta mnganjurkan untuk berbuat kebaikan.
      Al-quran mengabarkan bahwa amalan tertentu di wajibkan bagi seluruh hanba Allah. Sebagaimana firmannya:
Q.S.Al-Baqorah:178:
Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.”(Al-Baqorah:178)
                Tafsirannya adalah: Allah swt. menyatakan “Hai orang-orang yang beriman,diwajibkan atas kalian berlaku adil dalam qishas. Maksudnya orang yang merdeka dengan merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya,dan wanita dengan wanita. Dan janganlah kalian melanggar dan melampaui batas seperti yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kalia, dan mereka telah mngubah hukum Allah taala yang berlaku di tengah-tengah mereka.”
Q.S.Al-Baqorah:183


“Hai orang-orang yang beriman di wajibkan atas kamu berpuasa.”(Al-Baqorah:183)  
               Tafsirannya adalah: Menurut Iman Ath Thabari menyatakan, “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,membenarkan keduanya dan mengikrarkan kepada keduanya.”[5] Sebabnya ayat yang di awali  yaayyuhanaas, atau yaa bani adam, adalah ayat makkiyah atau di turunkan di makkah.[6]
Q.S.Anisa’:103


“Sesungguhnya Shalat itu adalah fardhu yang di tentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”(Q.S.Anisa’:103)   
Tafsirannya adalah: Sesungguhnya shalat itu atas orang-orang yang beriman adalah suatu kewajiban (fardhu) yang di tetapkan waktunya maka janganlah diundur atau ditangguhkan mengerjakannya.
3      Al-quran mengabarkan bahwa amalan tertentu diwajibkan bagi seluruh umat manusia atau bagi sebagian kelompok dari mereka saja. Sebagaimana firman Allah:
Q.S.Ali Imran:97

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”(Q.S.Ali Imran:97)
           Tafsirannya adalah: Mengerjakan haji ke Baitullah itu menjadi kewajiban manusia terhadap Allah yakni orang-orang yang sanggup dalam melaksanakannya (adanya kendaraan, dan adanya perbekalan).
Q.S.Al-Baqorah:233

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada mereka (para ibu) dengan cara makruf”.(Q.S.Al-Baqorah)

4      Al-Quran mengabarkan bahwa perintah untuk beramal ditunjukkan kepada kelompok tertentu. Sebagaimana firman Allah:
Q.S.Al-Baqarah:241
“Kepada wanita-wanita yang di ceraikan (hendaknya di berikan oleh suaminya) mut’ah menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa.”(Q.S.Al-Baqarah:241) 
5      Wasiat untuk mengerjakan suatu amalan. Sebagaimana firman Allah:
Q.S.Anisa’:11
 
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan.”(Q.S.Anisa’:11)
           Tafsirannya adalah: Memberikan isyarat bahwa pembagian warisan baik laki-laki maupun perempuan adalah merupakan keputusan Allah yang akan berlaku sampai akhir zaman. Tidak ada satupun orang yang berhak untuk merubahnya. Termasuk didalamnya adalah kaidah umum bahwa laki-laki satu dan perempuan mendapat setengah bagi laki-laki.

6      Mengantar perbuatan yang diminta kepada tuntunan dari perbuatan tersebut. Seperti firman Allah yang berbunyi:
Q.S.Al-Baqarah:228
 
Wanita-wanita yang di talak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.”(Q.S.Al-Baqarah:238).

7      Al-quran meminta untuk mengerjakan suatu amalan dengan bentuk perintah yang berupa fiil amr (kata perintah) atau fiil mudhari’ yang bersambung dengan huruf lamu amr .Sebagaimana firman Allah:
Q.S.Al-Hajj:29
 
“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).”(Q.S.Al-Hajj:29)

8      Al-Quran mengungkapkan kewajiban amalan tertentu. Seperti firman Allah:
Q.S.Al-Ahzab:50
 
“Sesungguhnys kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka milki.”(Q.S.Al-Ahzab:50)

9        Al-quran menyebutkan amalan sebagai jawab untuk syarat tertentu pada sebagian tempat.

10    Al-quran menyifati amalan tertentu dengan kebaikan . firman Allah yang  artinya Q.S.(Al-Baqarah :220) “ Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah . Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik”.

11    Al-quran menyebutkan amalan tertentu dengan menjanjikan pahala atasNya.[7] Firman Allah yang artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan banyak.”(Q.S.Al=Baqarah:245)
12    Al-quran menerangkan bahwa amalan tertentu merupakan kebaikan atau pengantar menuju kebaikan. Sebagaimana firman Allah:
Q.S.Al-Baqarah:177

Namun sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir.”(Q.S.Al-Baqarah:177).

13    Kata kerja yang disambungkan dengan kata yang menunjukkan kekhususan      pada sebagian tempat didalam Al-quran
14    Kecintaan Allah pada suatu perbuatan. Sebagaimana firman Allah:
Q.S.Ash-Shaf:4
 
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalannya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”(Q.S.Ash-Shaf:4) .
·         Kedua: Metode Al-Quran dalam meminta untuk meninggalkan perbuatan tertentu
1.      Kalimat larangan yang  jelas. Seperti firman Allah:
Q.S.An-Nahl:90
Dan dia Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.”(Q.S.An-Nahl:90).
2.      Menunjukkan keharaman sesuatu. Firman Allah
Q.S.Al-A’raf:33
Katakanlah, rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa zalim tanpa alasan yang benar, dan mengharamkan kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan alasan untuk itu dan mengharamkan kamu mengadakan adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”Q.S.Al-A’raf)
3.      Menunjukkan ketikhalalan sesuatu. Allah swt berfirman yang artinya “ tidak halal bagi kamu untuk mewarisi wanita dengan jalan paksa(Q.S.Anisa’:19)
4.      Larangan yang berbentuk fiil mudhari’[8] yang didahului oleh lam nahiyah [9]atau fiil amr[10] yang menunjukkan perintah untuk menunjukkan perintah untuk meninggalkan sesuatu seperti tinggalkanlah, biarkanlah,dan jauhilah.
5.      Meniadakan kebaikan pada perbuatan tertentu. Firman Allah :
Q.S.Al-Baqarah :177
Kebaikan itu bukanlah menghadap wajahmu ke arah timur dan barat.”(Q.S.Al-Baqarah).
6.      Meniadakan terjadinya perbuatan. Firman Allah:
Q.S.Al-Baqarah:193
Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”(Q.S.Al-Baqarah”139).
7.      Menyebutkan perbuatan disertai akibat darinya beberapa dosa. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Maka barangsiapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya.”(Q.S.Al-Baqarah:193).
8.      Menyebutkan perbuatan serta siksaanya.
9.      Menyifati perbuatan dengan keburukan. Sebagaimana dalam Al-quran yang artinya:” Sekali kali janganlah orang-orang yang bkhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebkhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.( Q.S.Al-Ahzab:36).
10.  Meniadakan sahnya perbuatan menggunakan lafal” ma kana”
Q.S.At-Taubah:17

“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah.”( Q.S.At-Taubah:17).
11.  Pertanyaan yang menunjukkan pengingkaran yang terdapat pada sebagian tempat didalam Al-quran. Yang artinya: “Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri.”(Q.S.Al-Baqarah:44)
12.  Menyebutkan perbuatan beserta hukuman yang jenisnya telah di tentukan.
13.  Menghukumi perbuatan dengan kekufuran, kezaliman, dan kefasikan.[11]
14.  Laknat bagi pelaku perbuatan. Firman Allah yang artinya:” Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,  setelah kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati semua oleh makhluk yang dapat melaknati.” (Q.S.Al- Baqarah:159)
15.  Kemurkaan Allah terhadap suatu perbuatan. Firman Allah yang bebunyi:
Q.S.Ash-Shaf:3

“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”( Q.S.Ash-Shaf:3)
16.  Meniadakan kecintaan Allah terhadap pelaku suatu perbuatan.
17.  Suatu perbuatan menjadi penghalang bagi petunjuk. Di terangkan dalam Al-quran surah Az-Zumar:3
18.  Menyifati suatu perbuatan dengan sifat buruk.  Firman Allah dalam Al-quran yang artinya:” Mereka itu menjadikan sumpah mereka menjadi perisai, lalu mereka menghalangi(manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka telah kerjakan.”Q.S. Al-Munafiqun:2
19.  Menjadikan suatu perbuatan sebagai sebab datangnya celaan.
Q.S. Al-Isra’:29
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah pula kamu terlalu mengulurkannya ( sangat pemurah) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Q.S.Al-Isra’: 29)
·         Ketiga : Metode Al-Quran dalam memberikan pilihan (antar melakukan perbuatan atau meninggalkannya.
1.      Lafal halalyang di sandarkan atau di kaitkan pada kata kerja.
Q.S.Al-Maidah:1
“Dihalalkan bagimu binatang ternak.”(Q.S.Al-Maidah:1)
2.      Meniadakan dosa dari perbuatan tersebut. sebagaimana Allah berfirman yangb artinya “Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan, maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang-oranf yang bertaqwa.”Q.S.Al-Baqarah:203.
3.      Memindahkan dosa dari perbuatan tertentu. Tatkala Allah berfirman yang artinya :”tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan, makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertaqwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh. Kemudian, mereka tetap bertaqwa dab beriman, kemudian, mereka bertaqwa dan berbuat kebajikan.”(Q.S.Al-Maidah:93)
4.      Meniadakan larangan.
Q.S.Al-Mumtahanah:8
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agamamu dan tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(Q.S.Al-Muhtanah:8)
·         Keempat : Metode Al-Quran dalam menjelaskan hukum
             Menurut Abd. wahab mengemukakan hukum-hukum yang berhubungan dengan pergaulan hidup ini, dalam Al-Quran ada dua macam:
1.      Hukum-hukum ibadah, seperti sholat,puasa, zakat,haji, nazar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah. Hukum ini bersifat tetap dan tidak bisa di rubah-rubah.
2.      Hukum-hukum yang mengatur pergaulan hidup manusia dengan sesamanya, yaitu disebut dengan hukum muamalah.[12]
        Dan sebagian ayat-ayat Al-quran yang berkenaan dengan hukum turun dengan format paten sehingga tidak ada lagi kesempatan di dalamnya untuk berijtihad.
         Sementara sebagian ayat-ayat Al-quran tidak menunjukkan maksud yang paten, sehingga dia membutuhkan kajian dan ijtihad terhadapnya. Seperti permasalahan masalah batasan pengusapan kepala dalm melaksanakan berudhu dan masalah kewajiban menafkahi wanita yang di talak tiga.
Dan metode penjelasan Al-quran tidak sama seperti penjelasan dalam undang-undang positif, yang mana caranya adalah dengan dengan menyebutkan perintah dan larangannya saja. Semua hal tersebut mengajak manusia utuk bersegera untuk melaksanakan ajaran serta perintah, sebagaimana untuk memenuhi tuntunan dan keimanan dan sebagai wujud ketakutan terhadap hukuman Allah dan kemarahan-Nya.
             Dan dalam memaparkan ayat-ayat hukum  Al-Quran  tidak sama dengan kitab-kitab karangan pada umumnya, yang menyebutkan berbagai hukum. Dan dalam mayoritas hukum dalam Al-quran turun secara global. Hal ini menunjukkan isyarat tentang tujuan-tujuan penetapan syariat dan prinsip-prinsip agama yang komprehesif.
             Dan disamping   itu, syariat juga menganjurkan ijtihad dan menyimpulkan hukum-hukum parsial dari peristiwa-peristiwa yang tidak dimiliki kaitan dengan pronsip-prinsip global dan tujuan-tujuan umum. 
Ayat-ayat Al-Quran seluruhnya adalah qath’i (pasti) dari segi turunya dan lafaznya. Sedangkan dari segi penunjukannya terhadap hukum sebagian adalah hukum, sebagian adalah qoth’i dan sebagian adalah zanni.[13]
PENUTUP
             Jadi inti dari belajar metode Al-Quran dalam menjelaskan hukum itu adalah untuk mendidik kepada manusia betapa pentingnya kita itu mengetahui hukum, yaitu atas kewajiban kita sebagaimana yang di terangkan di dalam Al-quran,  seperti apa yang wajib kita kerjakan, apa-apa saja yang sunnahnya, apa-apa saja yang haram kita laksanakan, apa-apa saja yang mubah nya, dan apa-apa saja yang makruhnya kita kerjakan, 
           Semoga apa yang di tulis dalam makalah ini bermanfat dan kita semakin menjadi orang-orang yang bisa melaksanakan apa yang di perintahkan Allah dan meninggalkan semua apa-apa yang di larang Allah. Amiin ya Rabbal ‘alaminn.
DAFTAR PUSTAKA
 Al-Qaththan, Manna Thalil,dkk. 2018,”Sejarah Legislasi Hukum Islam”  Jakarta                    Timur:Aqwam.
Barkatullah, Abdul Hakim, Teguh Prasetyo.2006.”Hukum Islam”. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ghazali, Abdul Maqsith.dkk.2009.”Metodologi Studi Islam” Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Khalil,Rasyad Hasan. 2009.” Tarikh Tasyri’” Jakarta: Amzah.
Rodiah, dkk.2010.”Studi Al-Qura’n”. Yogyakarta: El Saq Press


[1] Karya sastra, atau kajian bahasa tulis
[2] Abdul Qadi Husein. 2005. Fan al-Balaghah. Dar al-Gharib.hlm.173
[3] Manna’ Khalil Al-Qaththan, Tarikh Tasyrik( Jakarta: Ummul Q ura,2017),hlm. 97
[4] Ibid.
[5] Jami’ Al-Bayan Fi Ta’wiil Al-Quran,3\409
[6] Lihat Al- itqan Fi Ulumil Quran Karya Imam  As-Syuti, hlm. 55.
[7] Orang-orang yang beriman
[8] Masa sekarang .( يكتب   ) sedang menulis.
[9] Kalimat yang menunjukkan larangan.(اجتنبوا    )  jauhilah.
[10] Kata perintah.( قل )  katakanlah.
[11] Pelaku dosa besar.
[12] Abu Daud Sulaiman Ibn’ Asy’as as-Sajistani al-Azdi, Sunan Abu Daud, kitab An- Nikah”,.hlm.244.
[13] Ibid, hlm. 150.

No comments:

Post a Comment