1

loading...

Friday, April 12, 2019

MAKALAH TEORI PERSAINGAN DALAM ETIKA BISNIS ISLAM


MAKALAH TEORI PERSAINGAN DALAM ETIKA BISNIS ISLAM 
BAB 1
TEORI PERSAINGAN DALAM ETIKA BISNIS ISLAM

A.      Berusaha lebih unggul
Pemasaran tidak akan pernah lepas dari unsur persaingan. Persaingan adalah usaha-usaha dari 2 pihak/lebih perusahan yang masing-masing bergiat “memperoleh pemesanan” dengan menawarkan harga /sayart yang paling menguntungkan. Secara umum persaingan bisnis adalah persetujuan atau rivalitas antara pelaku bisnis yang baik dengan kualitas barang atau jasa yangg baik. Dalam dunia persaingan usaha dikenal dengan dinamika persaingan yang terjadi pada perusahan dalam memperebutkan pelanggan pada periode-periode tertentu.
Oleh karena itu perusahan haru mampu untuk menjalin hubungan yang akrab antara perusahan dengan masyarakat yang menjadi konsumen bagi peroduk-peroduk yang dijhasilkan dan dipasarkan. Hubungan yang baik antar perusahan dengan konsumennya aakan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Masyarakat yang menggunakan barang hasil peroduk prusahan itu akan memperoleh dalam bentuk mendapatkan barang, sebagi pemenuhan kebutuhan dengan kualitas yang baik, sedangkan perusahan memperoleh keuntungan dengan bentuk diperolenya penghasilan. Pemasaran merupakan kegiatan yang berupa penentuan jenis produk yang dihasilkan, jumlah yang harus dipasarkan, harga yang ditetapkannya, cara penyalurannya, bentuk promosinya dan sebagainya.[1]
 Manajemen harus menetapkan siapa yang harus bertanggung jawab atas pekerja tertentu kita dapat membayangkan betapa sulitnya menetapkan siap yang harus bertanggung jawab hulangnya persedianbarang dagang jika tidakada seorang punsecar spesif ditugaskan untuk menjaga persedian secara fisis atau juka dibebani tanggung jawab untuk mejaga persedian lebih dari satu orang kariawan. [2] Salah satu indikator untuk berusaha lebih unggul adalah tenaga kerja bekerja melakukan kegiatan dengan maksut memperoleh atau membentuk memperoleh penghasilan atau keuntungan selam paling sedikit satu jam dalam satu minggu yang lalu.[3] 
1.    Hubungan perodusen dan konsumen
Perodusen adalah suatu bisnis yang ngekhususkan diri dalam proses membuat peroduksi. Peroduksi atau manufakturing adalah yang dilakukan oleh perodusen yang merupakan aktivitas fungsional yang mesti dilakukan oleh setiap perusahan. Adapun konsumen merupakan stakehoder yang hakiki dalm bisnis moderen. Bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya konsumen yang menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen. Secara formal hubungan antara produsen dan konsumen bukanlah termasuk hubungan kontraktual, yaitu hak yang ditimbulkan dan dimiliki oleh seseorang ketika memasuki sebuah perjanjian dengan pihak lain.
2.    Pasar Bebas
Pasar bebas merupakan perkembangan dari pasar lokal dan nasional yan gtidak mengenal keterbatasan tertentu.
Dalam implementasinya walaupun dalam pasar bebas terkesan adanya kebebasan antar kompetitor dalam memasarkan komoditas yang dimiliknya, tetapi bukan berarti kebebasan yang tiada terbatas. Kebebasan di sini dalam pengertian bahwa secara sadar dan tanpa adanya paksaan pada pelaku bisnis mengoptimalkan upaya-upaya bisnisnya.
3.    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Good Corporate Governance
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan tema yang terus berkembang dalam dunia bisnis. Lebih jauh tanggung jawab sosial perusahaan secara luas terkait erat dengan tuntutan pembangunan pemerintahan yang bersih. Dalam hubungan ini etika bisnis memberikan tuntutan agar dalam proses produksi yang berkesinambungan untuk memperoleh tujuan ekonomis, tidak melalaikan hukum yang telah ditetapkan sebagai proteksi tidak terjadinya penyelewengan wewenang dan kekuasaan pemerintah dalam hubungannya dengan upaya meningkatkan GNP misalnya.
Tuntutan tersebut diharapkan pelaksaan sistem dan proses baik dalam perusahaan maupun pemerintahan dan hubungan keduanya dilakukan secara terbuka dan tidak memberikan peluang sedikitpun bagi munculnya praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.
4.    E- Business
E- Business adalah model bisnis yang menekankan pertukaran inormasi dan transaksi bisnis bersifat paperless. Perkembangan yang pesat dalam model bisnis ini ditunjang oleh tiga faktor pemicu utama, yaitu pertama, faktor pasar dan ekonomi seperti kompetisi yang semakin intensif, perekonomian global, kesepakatan dagang regionaldan keuasaan konsumen yang semakin besar,Kedua, faktor sosial dan lingkungan seperti perubahan karakteristik. Ketiga, faktor teknologi, inovasi yang muncul setiap saat.[4]
B.       Kompotensi non  etis
Berdasar pada arti estimologi kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang kemampuan yang dibutuhkan dibutuhkan untuk melakukan atau untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sehingga dapatlah dirumuskan bahwa kompetensi diartikan sebagai kemampuan kemampuan seseorang seseorang yang dapat yang dapat terob servasi terob servasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerjadalam dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuaisesuaidengan standardengan standar performa performa yang ditetapkanyang ditetapkan.
 Pengertian Standar Standar Kompetensi-Kompetensi Berdasar pada arti bahasa, standar kompetensi terbentuk atas kata standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai "ukuran" yang disepakati, sedangkan kompetensi telah didefinisikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar  performa  yang ditetapkan. Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar kompetensi standar kompetensi merupakan kesepakatan--kesepakatan kesepakatan tentang kompetensi yang tentang kompetensi yang diperlukan diperlukan pada pada suatu suatu bidang bidang  pekerjaan pekerjaan oleh seluruh "stakeholder" di oleh seluruh "stakeholder" di bidangnya-bidangnya. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuaisesuai dengan dengan unjuk kerja yang unjuk kerja yang di persyaratkan-dipersyaratkan. Standar-Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.[5]
Sifat non-etis artinya permasalahan yang dipersoalkan bukanlah buruk atau baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tsb secara analitis. Contoh : kajian sosiologis tentang anismisme dan dinamisme di masyarakat Islam pantai Utara Jawa.
Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi membahas suatu gejala sosial tanpa memperhatikan nilai baik -buruk persoalan yang sedang dikaji tersebut. pandangan terhadap bagaimana mengimplementasikan Revolusi Mental dalam keseharian, yakni dengan mengembangkan Kompetensi Etis. Dikaji dari berbagai aspek dan sudut pandang, melalui pendekatan ilmu komunikasi. Lengkap dengan indikator pengukurannya. Pembaca diharapkan tidak saja mampu memahami, mengukur dan mengasah kompetensi etisnya, tetapi juga mengkritisi perilaku yang bertentangan dengan etika.[6]
C.       Efek negatig monofpoli
Monopoli Secara etimologi, monopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu “monos”, yang artinya satu atau sendiri, dan “polein” yang artinya menjual atau penjual. Berdasarkan etimologi monopoli tersebut dapat diartikan bahwa monopoli adalah kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan suatu barang dan jasa tertentu.Monopoli terbentuk jika hanya ada satu pelaku mempunyai control eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikian juga terhadap penentuan harganya.
Ajaran Islam membolehkan praktik monopoli yang dilakukan oleh negara, dengan syarat hanya terbatas pada bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Manusia berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput". Ke depan, diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengelola investasi yang diharapkan dapat mengembangkan perekonomian nasional.
Monopoli membuat konsumen tidak mempunyai kebebasan memilih produk sesuai dengan kehendak dan keinginan mereka. Jika penawaran sepenuhnya dikuasai oleh seorang produsen, secara praktis para konsumen tidak punya pilihan lain. Dengan kata lain, mau tidak mau konsumen harus menggunakan produk satu-satunya itu.
Monopoli membuat posisi konsumen menjadi rentan di hadapan produsen. Ketika produsen menempati posisi sebagai pihak yang lebih dibutuhkan daripada konsumen, terbuka peluang besar bagi produsen untuk merugikan konsumen melalui penyalahgunaan posisi monopolistiknya. Antara lain, menjadi bisa menentukan harga secara sepihak, secara menyimpang dari biaya produksi riil.
Monopoli juga berpotensi menghambat inovasi teknologi dan proses produksi. Dalam keadaan tidak ada pesaing, produsen lantas tidak memiliki motivasi yang cukup besar untuk mencari dan mengembangkan teknologi dan proses produksi baru. Akibatnya, inovasi teknologi dan proses produksi akan mengalami stagnasi.[7]
1)      Ketidakadilan karena monopoli memperoleh keuntungan diatas keuntungan normal.
2)      Jumlah produksi ditentukan oleh monopolis sesuai dengan keuntungan yang ingin diperolehnya.
3)      Memproduksi output pada tingkat lebih rendah daripada output kompetitif (yang sesuai dengan permintaan konsumen).
4)      Mengenakan harga lebih tinggi daripada harga kompetitif.
5)      Terjadi eksploitasi monopolis terhadap pemilik faktor produksi dan konsumen.
6)       Praktek monopoli dapat memicu inflasi yang dapat merugikan masyarakat luas.
7)      Pelaku usaha dapat menetapkan harga barang secara seenaknya pada konsumen.
8)      Dapat menyebabkan eksploitasi daya beli konsumen dan tidak memberikan hak pilih terhadap konsumen.[8]
D.      Efek positif persaingan
Persaingan bisnis merupakan hal yang wajar di dunia perindustrian. Setiap perusahaan berlomba menawarkan berbagai macam keunggulan dan manfaat produk yang dipasarkannya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam menghadapi persaingan tersebut, manajemen perusahaan harus cerdik dalam menciptakan ikatan tertentu antara produk yang ditawarkannya dengan konsumen. Perusahaan dituntut untuk dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar dapat bertahan dan memenangipersaingan, sehingga tujuan dari perusahaan tersebut dapat tercapai.
Setiap perusahaan harus bekerja keras untuk menciptakan kebijakan-kebijakan strategi baru dalam memasarkan produk barang dan jasa mereka terhadap konsumen. Pada dasarnya semakin banyak persaingan maka semakin banyak pula pilihan bagi pelanggan untuk dapat memilih produk yang sesuai dengan apa yang diharapkannya. Maka dari itu pelanggan akan lebih pintar dan cermat dalam menghadapi munculnya produk-produk baru. Pilihan produk konsumen berubah secara terus-menerus. Sebuah perusahaan harus mempunyai pengetahuan seksama tentang perilaku konsumen agar dapat memberikan definisi pasar yang baik untuk mengikuti perubahan yang konsisten dan terus-menerus ini, serta untuk merancang bauran pemasaran yang tepat.
Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa ( Lamb dkk, 2001 ).Perusahaan yang berusaha memberikan kepuasan tertinggi bagikonsumen akan menetapkan strategi pemasaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu perusahaan wajib melakukan studi atau penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian terhadap suatu produk.Strategi pemasaran umumnya terdapat empat unsur yaitu product, price, promotion, place yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan gerak perusahaan serta perubahan perilaku konsumen. Perilaku konsumen mempunyai peran yang sangat penting terhadap perumusan strategi pemasaran. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut pemilihan pasar-pasar yang akan dijadikan sasaran pemasaran, serta merumuskan dan menyusun suatu kombinasi yang tepat dari marketing mixagar kebutuhan konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.
Perencanaan produk yang dihasilkan oleh perusahaan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan konsumen. Selain itu, produk yang dihasilkan harus mencerminkan kualitas yang baik. Hal tersebut agar sesuai dengan tujuan perusahaan yang mana produk yang dihasilkan dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan dapat memuaskan konsumen. Karena produk merupakan titik sentral dari kegiatan pemasaran, keberhasilansuatu perusahaan dapat diketahui dari respon yang ditunjukkan oleh konsumen. Karena persepsi [9]
UU No. 5 Tahun 1999 yang disusun untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, serta memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, 23 ternyata dalam implementasinya dirasakan kurang berjalan secara efektif. Kurang efektifnya implementasi dari UU No. 5 Tahun 1999 dikarenakan kelembagaan KPP yang kurang diatur secara jelas di dalam UU No. 5 Tahun 1999. KPPU, sebagai lembaga yang diamanati oleh UU No. 5 Tahun 1999 untuk mengawasi dan juga menegakkan UU No. 5 Tahun 1999, yang dapat dikatakan memiliki peranan penting dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia masih dipersoalkan kedudukannyakarena di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak disebutkan bahwa KPPU adalah lembaga negara.
 Padahal tugas yang diamanatkan oleh UU No. 5 Tahun 1999 merupakan tugas yang diemban oleh suatu lembaga negara. Jika dibandingkan dengan pengaturan status lembaga negara yang lain, seperti dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran(UU No. 32 Tahun 2002)disebutkan secara eksplisit kedudukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga negara. Pasal 1 angka 13 UU No. 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa “Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.” Pasal 7 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa “KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.” Begitupun dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga menyebutkan secara tegas mengenai kedudukan Komisi 23Penjelasan Undang-undang Bagian Umum Undang-undang No.5/1999.
17 Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara. Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 menyebutkan bahwa “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.” Kemudiandalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentangOmbudsman Republik Indonesia, di dalam Pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa “Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negera dan pemerintah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.”Ketidakjelasankedudukan KPPU sebagai lembaga negara dalam UU No. 5 Tahun 1999.
membawa implikasi terhadap status kelembagaan KPPU yang belum terintegrasi dengan sistem kelembagaan dan kepegawaian nasional, meskipun pembiayaan operasional KPPU bersumber dari APBN. Sehingga sampai saat ini Anggota KPPU belum dianggap sebagai pejabat negara dan bahkan tidak pernah disumpah/ atau dilantik oleh Presiden/Mahkamah Agung meskipun di dalam UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan dalam Pasal 31 ayat (2) bahwa: Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[10]
Selain itu, kewenangan yang diberikan UU No. 5 Tahun 1999 kepada KPPU masih dianggap kurang mendukung tugas yang diamanahkan oleh UU No. 5 Tahun 1999 kepada KPPU, dimana KPPU selama ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan bukti-bukti yang dibutuhkan di dalam proses pemeriksaan, dikarenakan selama ini bukti-bukti didapatkan KPPU tersebut sebagian besar .
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Pemasaran tidak akan pernah lepas dari unsur persaingan. Persaingan adalah usaha-usaha dari 2 pihak/lebih perusahan yang masing-masing bergiat “memperoleh pemesanan” dengan menawarkan harga /sayart yang paling menguntungkan. Secara umum persaingan bisnis adalah persetujuan atau rivalitas antara pelaku bisnis yang baik dengan kualitas barang atau jasa yangg baik.
B.  Saran
Mohon maaf apabila penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya. Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya kami penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas. 
DAFTAR PUSTAKA
Barthos basir, Manajemen Sumber Daya Manusia. Pt Bumi  Aksar, Jakarta13220,2004,H.17.
Eprints.walisongo.ac.id
Sondikin Slamen Sugiri, Akuntasi Pengamatan 2.Yojakarta55581.hlm. 2

No comments:

Post a Comment