MAKALAH TEORI PERSAINGAN DALAM ETIKA BISNIS ISLAM
BAB
1
TEORI
PERSAINGAN DALAM ETIKA BISNIS ISLAM
A. Berusaha
lebih unggul
Pemasaran tidak akan
pernah lepas dari unsur persaingan. Persaingan adalah usaha-usaha dari 2
pihak/lebih perusahan yang masing-masing bergiat “memperoleh pemesanan” dengan
menawarkan harga /sayart yang paling menguntungkan. Secara umum persaingan
bisnis adalah persetujuan atau rivalitas antara pelaku bisnis yang baik dengan
kualitas barang atau jasa yangg baik. Dalam dunia persaingan usaha dikenal
dengan dinamika persaingan yang terjadi pada perusahan dalam memperebutkan
pelanggan pada periode-periode tertentu.
Oleh
karena itu perusahan haru mampu untuk menjalin hubungan yang akrab antara
perusahan dengan masyarakat yang menjadi konsumen bagi peroduk-peroduk yang
dijhasilkan dan dipasarkan. Hubungan yang baik antar perusahan dengan
konsumennya aakan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Masyarakat
yang menggunakan barang hasil peroduk prusahan itu akan memperoleh dalam bentuk
mendapatkan barang, sebagi pemenuhan kebutuhan dengan kualitas yang baik,
sedangkan perusahan memperoleh keuntungan dengan bentuk diperolenya
penghasilan. Pemasaran merupakan kegiatan yang berupa penentuan jenis produk yang
dihasilkan, jumlah yang harus dipasarkan, harga yang ditetapkannya, cara
penyalurannya, bentuk promosinya dan sebagainya.[1]
Manajemen harus menetapkan siapa yang harus
bertanggung jawab atas pekerja tertentu kita dapat membayangkan betapa sulitnya
menetapkan siap yang harus bertanggung jawab hulangnya persedianbarang dagang
jika tidakada seorang punsecar spesif ditugaskan untuk menjaga persedian secara
fisis atau juka dibebani tanggung jawab untuk mejaga persedian lebih dari satu
orang kariawan. [2] Salah
satu indikator untuk berusaha lebih unggul adalah tenaga kerja bekerja
melakukan kegiatan dengan maksut memperoleh atau membentuk memperoleh
penghasilan atau keuntungan selam paling sedikit satu jam dalam satu minggu
yang lalu.[3]
1.
Hubungan perodusen dan konsumen
Perodusen
adalah suatu bisnis yang ngekhususkan diri dalam proses membuat peroduksi.
Peroduksi atau manufakturing adalah yang dilakukan oleh perodusen yang
merupakan aktivitas fungsional yang mesti dilakukan oleh setiap perusahan.
Adapun konsumen merupakan stakehoder yang hakiki dalm bisnis moderen. Bisnis
tidak akan berjalan tanpa adanya konsumen yang menggunakan produk atau jasa
yang ditawarkan oleh produsen. Secara formal hubungan antara produsen dan
konsumen bukanlah termasuk hubungan kontraktual, yaitu hak yang ditimbulkan dan
dimiliki oleh seseorang ketika memasuki sebuah perjanjian dengan pihak lain.
2.
Pasar Bebas
Pasar bebas merupakan perkembangan
dari pasar lokal dan nasional yan gtidak mengenal keterbatasan tertentu.
Dalam implementasinya walaupun dalam
pasar bebas terkesan adanya kebebasan antar kompetitor dalam memasarkan
komoditas yang dimiliknya, tetapi bukan berarti kebebasan yang tiada terbatas.
Kebebasan di sini dalam pengertian bahwa secara sadar dan tanpa adanya paksaan
pada pelaku bisnis mengoptimalkan upaya-upaya bisnisnya.
3.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Good Corporate
Governance
Tanggung
jawab sosial perusahaan merupakan tema yang terus berkembang dalam dunia
bisnis. Lebih jauh tanggung jawab sosial perusahaan secara luas terkait erat
dengan tuntutan pembangunan pemerintahan yang bersih. Dalam hubungan ini etika
bisnis memberikan tuntutan agar dalam proses produksi yang berkesinambungan
untuk memperoleh tujuan ekonomis, tidak melalaikan hukum yang telah ditetapkan
sebagai proteksi tidak terjadinya penyelewengan wewenang dan kekuasaan
pemerintah dalam hubungannya dengan upaya meningkatkan GNP misalnya.
Tuntutan
tersebut diharapkan pelaksaan sistem dan proses baik dalam perusahaan maupun
pemerintahan dan hubungan keduanya dilakukan secara terbuka dan tidak
memberikan peluang sedikitpun bagi munculnya praktek-praktek korupsi, kolusi dan
nepotisme.
4.
E- Business
E- Business adalah model bisnis yang menekankan
pertukaran inormasi dan transaksi bisnis bersifat paperless. Perkembangan yang
pesat dalam model bisnis ini ditunjang oleh tiga faktor pemicu utama, yaitu
pertama, faktor pasar dan ekonomi seperti kompetisi yang semakin intensif,
perekonomian global, kesepakatan dagang regionaldan keuasaan konsumen yang
semakin besar,Kedua, faktor sosial dan lingkungan seperti perubahan
karakteristik. Ketiga, faktor teknologi, inovasi yang muncul setiap saat.[4]
B. Kompotensi
non etis
Berdasar
pada arti estimologi kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang kemampuan yang
dibutuhkan dibutuhkan untuk melakukan atau untuk melakukan atau melaksanakan
pekerjaan melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap kerja. Sehingga dapatlah dirumuskan bahwa kompetensi diartikan
sebagai kemampuan kemampuan seseorang seseorang yang dapat yang dapat terob
servasi terob servasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap
kerjadalam dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas menyelesaikan suatu
pekerjaan atau tugas sesuaisesuaidengan standardengan standar performa performa
yang ditetapkanyang ditetapkan.
Pengertian Standar Standar
Kompetensi-Kompetensi Berdasar pada arti bahasa, standar kompetensi terbentuk
atas kata standar dan kompetensi. Standar diartikan sebagai "ukuran"
yang disepakati, sedangkan kompetensi telah didefinisikan sebagai kemampuan
seseorang yang dapat terobservasi mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan
sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa
yang ditetapkan. Dengan demikian dapatlah disepakati bahwa standar
kompetensi standar kompetensi merupakan kesepakatan--kesepakatan kesepakatan
tentang kompetensi yang tentang kompetensi yang diperlukan diperlukan pada pada
suatu suatu bidang bidang pekerjaan
pekerjaan oleh seluruh "stakeholder" di oleh seluruh
"stakeholder" di bidangnya-bidangnya. Dengan kata lain, yang dimaksud
dengan Standar Kompetensi adalah perumusan tentang kemampuan yang harus
dimiliki seseorang untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang didasari
atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuaisesuai dengan dengan unjuk
kerja yang unjuk kerja yang di persyaratkan-dipersyaratkan. Standar-Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia.[5]
Sifat non-etis artinya permasalahan yang
dipersoalkan bukanlah buruk atau baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya
adalah untuk menjelaskan fakta tsb secara analitis. Contoh : kajian sosiologis
tentang anismisme dan dinamisme di masyarakat Islam pantai Utara Jawa.
Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi
membahas suatu gejala sosial tanpa memperhatikan nilai baik -buruk persoalan
yang sedang dikaji tersebut. pandangan terhadap bagaimana mengimplementasikan
Revolusi Mental dalam keseharian, yakni dengan mengembangkan Kompetensi Etis.
Dikaji dari berbagai aspek dan sudut pandang, melalui pendekatan ilmu
komunikasi. Lengkap dengan indikator pengukurannya. Pembaca diharapkan tidak
saja mampu memahami, mengukur dan mengasah kompetensi etisnya, tetapi juga
mengkritisi perilaku yang bertentangan dengan etika.[6]
C. Efek
negatig monofpoli
Monopoli Secara etimologi,
monopoli berasal dari bahasa Yunani, yaitu “monos”, yang artinya satu atau
sendiri, dan “polein” yang artinya menjual atau penjual. Berdasarkan etimologi
monopoli tersebut dapat diartikan bahwa monopoli adalah kondisi dimana hanya
ada satu penjual yang menawarkan suatu barang dan jasa tertentu.Monopoli
terbentuk jika hanya ada satu pelaku mempunyai control eksklusif terhadap
pasokan barang dan jasa di suatu pasar, dan dengan demikian juga terhadap
penentuan harganya.
Ajaran Islam membolehkan praktik
monopoli yang dilakukan oleh negara, dengan syarat hanya terbatas pada
bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam sebuah
hadits, Rasulullah SAW bersabda: "Manusia
berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput". Ke depan,
diperlukan langkah-langkah strategis untuk mengelola investasi yang diharapkan
dapat mengembangkan perekonomian nasional.
Monopoli membuat
konsumen tidak mempunyai kebebasan memilih produk sesuai dengan kehendak dan
keinginan mereka. Jika penawaran sepenuhnya dikuasai oleh seorang produsen,
secara praktis para konsumen tidak punya pilihan lain. Dengan kata lain, mau
tidak mau konsumen harus menggunakan produk satu-satunya itu.
Monopoli
membuat posisi konsumen menjadi rentan di hadapan produsen. Ketika produsen
menempati posisi sebagai pihak yang lebih dibutuhkan daripada konsumen, terbuka
peluang besar bagi produsen untuk merugikan konsumen melalui penyalahgunaan
posisi monopolistiknya. Antara lain, menjadi bisa menentukan harga secara sepihak,
secara menyimpang dari biaya produksi riil.
Monopoli juga
berpotensi menghambat inovasi teknologi dan proses produksi. Dalam keadaan
tidak ada pesaing, produsen lantas tidak memiliki motivasi yang cukup besar
untuk mencari dan mengembangkan teknologi dan proses produksi baru. Akibatnya,
inovasi teknologi dan proses produksi akan mengalami stagnasi.[7]
1) Ketidakadilan karena monopoli memperoleh keuntungan diatas keuntungan normal.
2) Jumlah produksi ditentukan oleh monopolis sesuai dengan keuntungan
yang ingin diperolehnya.
3) Memproduksi output pada tingkat lebih rendah daripada output kompetitif (yang sesuai dengan permintaan konsumen).
4) Mengenakan harga lebih tinggi daripada harga kompetitif.
5)
Terjadi eksploitasi monopolis
terhadap pemilik faktor produksi dan konsumen.
6)
Praktek monopoli dapat memicu inflasi yang dapat merugikan masyarakat luas.
7)
Pelaku usaha dapat menetapkan
harga barang secara seenaknya pada konsumen.
8) Dapat menyebabkan eksploitasi daya beli konsumen dan tidak memberikan hak pilih terhadap konsumen.[8]
D. Efek
positif persaingan
Persaingan
bisnis merupakan hal yang wajar di dunia perindustrian. Setiap perusahaan
berlomba menawarkan berbagai macam keunggulan dan manfaat produk yang
dipasarkannya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam menghadapi
persaingan tersebut, manajemen perusahaan harus cerdik dalam menciptakan ikatan
tertentu antara produk yang ditawarkannya dengan konsumen. Perusahaan dituntut
untuk dapat menentukan strategi pemasaran yang tepat agar dapat bertahan dan
memenangipersaingan, sehingga tujuan dari perusahaan tersebut dapat tercapai.
Setiap
perusahaan harus bekerja keras untuk menciptakan kebijakan-kebijakan strategi
baru dalam memasarkan produk barang dan jasa mereka terhadap konsumen. Pada
dasarnya semakin banyak persaingan maka semakin banyak pula pilihan bagi
pelanggan untuk dapat memilih produk yang sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Maka dari itu pelanggan akan lebih pintar dan cermat dalam menghadapi munculnya
produk-produk baru. Pilihan produk konsumen berubah secara terus-menerus.
Sebuah perusahaan harus mempunyai pengetahuan seksama tentang perilaku konsumen
agar dapat memberikan definisi pasar yang baik untuk mengikuti perubahan yang
konsisten dan terus-menerus ini, serta untuk merancang bauran pemasaran yang
tepat.
Perilaku
konsumen menggambarkan bagaimana konsumen membuat keputusan-keputusan pembelian
dan bagaimana mereka menggunakan dan mengatur pembelian barang atau jasa ( Lamb
dkk, 2001 ).Perusahaan yang berusaha memberikan kepuasan tertinggi bagikonsumen
akan menetapkan strategi pemasaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
pelanggan. Oleh karena itu perusahaan wajib melakukan studi atau penelitian
yang bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumen dalam melakukan keputusan pembelian terhadap suatu
produk.Strategi pemasaran umumnya terdapat empat unsur yaitu product, price,
promotion, place yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan teknologi
dan gerak perusahaan serta perubahan perilaku konsumen. Perilaku konsumen
mempunyai peran yang sangat penting terhadap perumusan strategi pemasaran. Hal
ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut pemilihan pasar-pasar yang
akan dijadikan sasaran pemasaran, serta merumuskan dan menyusun suatu kombinasi
yang tepat dari marketing mixagar kebutuhan konsumen dapat dipenuhi secara
memuaskan.
Perencanaan
produk yang dihasilkan oleh perusahaan harus benar-benar sesuai dengan
kebutuhan konsumen. Selain itu, produk yang dihasilkan harus mencerminkan
kualitas yang baik. Hal tersebut agar sesuai dengan tujuan perusahaan yang mana
produk yang dihasilkan dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan
dapat memuaskan konsumen. Karena produk merupakan titik sentral dari kegiatan
pemasaran, keberhasilansuatu perusahaan dapat diketahui dari respon yang
ditunjukkan oleh konsumen. Karena persepsi [9]
UU No. 5
Tahun 1999 yang disusun untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan
perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha dalam upaya untuk menciptakan
persaingan usaha yang sehat, serta memberikan jaminan kepastian hukum untuk
lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan umum, 23 ternyata dalam implementasinya dirasakan kurang berjalan
secara efektif. Kurang efektifnya implementasi dari UU No. 5 Tahun 1999
dikarenakan kelembagaan KPP yang kurang diatur secara jelas di dalam UU No. 5
Tahun 1999. KPPU, sebagai lembaga yang diamanati oleh UU No. 5 Tahun 1999 untuk
mengawasi dan juga menegakkan UU No. 5 Tahun 1999, yang dapat dikatakan
memiliki peranan penting dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia
masih dipersoalkan kedudukannyakarena di dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak
disebutkan bahwa KPPU adalah lembaga negara.
Padahal tugas yang diamanatkan oleh UU No. 5
Tahun 1999 merupakan tugas yang diemban oleh suatu lembaga negara. Jika
dibandingkan dengan pengaturan status lembaga negara yang lain, seperti dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran(UU No. 32 Tahun
2002)disebutkan secara eksplisit kedudukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
sebagai lembaga negara. Pasal 1 angka 13 UU No. 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa
“Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang
ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-Undang
ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.” Pasal 7 ayat (2)
UU No. 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa “KPI sebagai lembaga negara yang bersifat
independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran.” Begitupun dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga
menyebutkan secara tegas mengenai kedudukan Komisi 23Penjelasan Undang-undang
Bagian Umum Undang-undang No.5/1999.
17 Pemberantasan
Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara. Pasal 3 UU No. 30 Tahun 2002 menyebutkan
bahwa “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun.” Kemudiandalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentangOmbudsman
Republik Indonesia, di dalam Pasal 1 ayat (1) dikatakan bahwa “Ombudsman
Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah lembaga negara
yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang
diselenggarakan oleh penyelenggara negera dan pemerintah termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan
Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah.”Ketidakjelasankedudukan KPPU sebagai lembaga negara
dalam UU No. 5 Tahun 1999.
membawa
implikasi terhadap status kelembagaan KPPU yang belum terintegrasi dengan
sistem kelembagaan dan kepegawaian nasional, meskipun pembiayaan operasional
KPPU bersumber dari APBN. Sehingga sampai saat ini Anggota KPPU belum dianggap
sebagai pejabat negara dan bahkan tidak pernah disumpah/ atau dilantik oleh
Presiden/Mahkamah Agung meskipun di dalam UU No. 5 Tahun 1999 dikatakan dalam
Pasal 31 ayat (2) bahwa: Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).[10]
Selain itu,
kewenangan yang diberikan UU No. 5 Tahun 1999 kepada KPPU masih dianggap kurang
mendukung tugas yang diamanahkan oleh UU No. 5 Tahun 1999 kepada KPPU, dimana
KPPU selama ini mengalami kesulitan untuk mendapatkan bukti-bukti yang
dibutuhkan di dalam proses pemeriksaan, dikarenakan selama ini bukti-bukti
didapatkan KPPU tersebut sebagian besar .
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemasaran
tidak akan pernah lepas dari unsur persaingan. Persaingan adalah usaha-usaha
dari 2 pihak/lebih perusahan yang masing-masing bergiat “memperoleh pemesanan” dengan
menawarkan harga /sayart yang paling menguntungkan. Secara umum persaingan
bisnis adalah persetujuan atau rivalitas antara pelaku bisnis yang baik dengan
kualitas barang atau jasa yangg baik.
B. Saran
Mohon maaf
apabila penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyusunan
makalah-makalah selanjutnya. Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya kami penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Barthos
basir, Manajemen Sumber Daya Manusia. Pt Bumi
Aksar, Jakarta13220,2004,H.17.
Eprints.walisongo.ac.id
Sondikin
Slamen Sugiri, Akuntasi Pengamatan 2.Yojakarta55581.hlm. 2
No comments:
Post a Comment