MAKALAH PERIODE ABBASIYAH
A.
Pendahuluan
Dalam
peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah
peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan
ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang.
Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani
Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui
sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat Islam
itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan negara-negara Eropa.
Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam
itu diakui oleh seluruh dunia, maka akan
memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban
ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu
kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.
B. Proses Peralihan Kekuasaan dari Dinasti
Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah
Kelahiran
bani Abbasiyah erat kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh
golongan syi'ah terhadap pemerintahan
Bani Umayyah. Golongan Syi'ah
selama pemerintahan Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkir karena kebijakan-kebijakan yang di ambil
pemerintah. Hal ini bergejolak sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan
pengikutnya di Karbela.[1]
Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang
syi'ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai'ah oleh orang-orang
syi'ah sebagai imam. Tujuan utama dari perjuangan Muhammad Bin Ali untuk
merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari tangan Bani Umayyah, karena menurut
keyakinan orang syi'ah keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau
khalifah, yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan bani
umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib.
Pada awalnya
golongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum menonjolkan nama Syi'ah
atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari dukungnan masyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini
adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib. Keturunan ini
bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.
Strategi
yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Gerakan secara rahasia
Propoganda Abbasiyah dilaksakan dengan strategi yang cukup
matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah
yang berkeinginan mendirikan kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh
khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan
dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia
mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui
bahwa ia akan di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah.
Tahap terang-terangan dan terbuka
secara umum
Tahap ini dimulai setelah terungkap surat rahasia Ibrahim
bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap
orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi
isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan membunuhnya.
Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh Abul Abbas Abdullah bin
Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin Muhammad.[2]
Abul
Abbas sangat beruntung, karena pada masanya pemerintahan Marwan bin Muhammad
telah mulai lemah dan sebaliknya gerakan oposisi semakin mendapat dukungan dari
rakyat dan bertambah luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat
Abul Abbas untuk menggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya.
Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali untuk
menumpas pasukan Marwan bin Muhammad.
Pertempuran
terjadi antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad dengan
pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi, Iran. Marwan bin
Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul, kemudian ke palestina, Yordania
dan terakhir di Mesir. Abdullah bin Ali terus mengejar pasukan Marwan bin
Muhammad sampai ke Mesir dan akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin
Muhammad pun akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada tanggal
27 Zulhijjah 132 H/750 M.
Pada tahun 132 H/ 750 M Abul Abbas Abdullah bin Muhammad
diangkat dan di bai'ah menjadi khalifah , dalam pidato pembaiatan tersebut , ia
antara lain mengatakan "saya berharap semoga pemerintahan kami ( Bani Abbas ) akan mendatangkan kebaikan dan
kedamaian pada kalian. Wahai
penduduk kuffah, bukan intimidasi, kezaliman, malapetaka
dan sebagainya. Keberhasilan kami beserta ahlul Bait adalah berkat pertolongan
Allah SWT.
Hai penduduk kuffah, kalian adalah tumpuan kasih sayang
kami, kalian tidak pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang
zalim (Bani Umayyah) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah
dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian orang-orang yang
berbahagia dan yang paling kami muliakan, ketahuilah, hai penduduk koufah, saya
adalah al-saffah".[3]
C. Sejarah Pendirian Bani Abbasiyah
Dinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas Ash-shaffah, dan
sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbas melewati rentang waktu
yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M.
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan
oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan
bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros
utama yang merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki
kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk menegakkan kekuasaan
keluarga paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib.
Kota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang
pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar
–dasar berdirinya Dinasti Abbasiyah. Ia
menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama keluarga
Rasulullah. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para
pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin
Ali.
Setelah Abul Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi
mengambil Damaskus sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai
pusat pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Para pendukung Bani Umayyah masih banyak
yang tinggal di Damaskus.
2) Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun
orang-orang Persia merupakan tulang punggung Bani Abbas dalam menggulingkan Bani Umayyah.
3) Kota Damaskus terlalu
dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang merupakan ancaman bagi
pemerintahannnya, akan tetapi pada masa pemerintahan khalifah Al-Mansur
(754-775 M ) dibangun kota Baghdad sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang
baru.[4]
D. Bentuk dan Kebijakan
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah
Kekalifahan
Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Kekalifahan sebelumnya yakni Bani Umayyah,
dimana pendiri dari kekalifahan ini adalah Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn
Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas Rahimahullah. Pola pemerintahan yang diterapkan
oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan
budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).
Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa
pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
·
Periode Pertama
(132 H/750 M - 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
·
Periode Kedua
(232 H/847 M - 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
·
Periode Ketiga
(334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
·
Periode Keempat
(447 H/1055 M - 590 H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Seljuk Raya (salajiqah
al-Kubra/Seljuk agung).
·
Periode Kelima
(590 H/1194 M - 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh
invasi dari bangsa Mongol.
Pada periode
pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para
khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan
agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat
dan ilmu pengetahuan terus berkembang.[5]
E. Pencapaian dan Kemajuan Dinasti Abasiyyah
Peradaban
dan kebudayaan Islam tumbuh dan berkembang bahkan mencapai kejayaannya pada
masa Abbasiyyah. Hal tersebut dikarenakan dinasti Abbasiyyah pada periode awal
lebih menekankan pembinaan dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah,
serta menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Disini letak perbedaan pokok antara Dinasti Umayyah dan Dinasti
Abbasiyyah.
Puncak
kejayaan dinasti Abbasiyyah terjadi pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809
M) dan anaknya al-Makmun (813-833 M). Ketika al-Rasyid memerintah, negara dalam
keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin meski ada pemberontakan,
dan luas wilayahnya mulai dari Afrika utara hingga ke India.
Di
masanya berkembang ilmu pengetahuan agama seperti ilmu al-Qur’an, Qiraat,
Hadis, Fiqh, ilmu kalam, bahasa dan sastra. Salah satu karya sastra yang sangat
fenomenal di masa itu adalah Alf Lailah Wa Lailah (seribu satu malam).
Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika, matematika,
astronomi, musik, kedokteran, al- jabar, aritmatika, geografi, dan kimia.
Karena kecintaannya terhadap ilmu, maka didirikanlah perpustakaan sekaligus
lembaga ilmu pengetahuan yang diberi nama Baitul Hikmah, di dalamnya orang
dapat membaca, menulis dan berdiskusi.
Ilmu-ilmu
umum masuk ke dalam Islam melalui terjemahan dari bahasa Yunani, Persia dan
India. Pada masa al-Makmun, beliau memerintahkan supaya dibeli dan dikumpulkan
untuknya buku-buku karya bangsa asing, kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
arab, lalu dikumpulkan di Baitul Hikmah. Di antara penerjemah yang masyhur
adalah Hunain bin Ishak, seorang Kristen Nestorian yang banyak menerjemahkan
buku-buku Yunani kedalam bahasa Arab.
Ia
menerjemahkan kitab Republick dari
Plato, dan kitab Katagori, Metafisika, Magna Moralia dari Aristoteles. Lalu ada
al-Hajaj bin Yusuf bin Matr telah menerjemahkan untuk al-Makmun beberapa buah
buku karya Euclides dan buku Ptolemy. Sehingga pada zamannya itulah lahir
filosof Arab yang terkenal seperti al-Kindi dan ahli astronomi al-Khawarizmi
yang menyusun ringkasan astronomi berdasarkan ilmu Yunani dan India.[6]
Berikut
daftar beberapa kemajuan yang berhasil dicapai pada masa Dinasti Abbasiyyah:
1. Bidang Agama.
a. Fiqh
Para tokoh bidang fiqih dan pendiri mazhab,
antara lain:
1)
Imam Abu Hanifah (700-767 M).
2)
Imam Malik (713-795 M).
3)
Imam Syafi’i (767-820 M).
4)
Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
b. Ilmu Tafsir
Para tokoh bidang ilmu Tafsir, antara lain:
1)
Ibnu Jarir Al-Tabari
2)
Ibnu Atiyah al-Andalusi
3)
Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani.
c. Ilmu Hadis
Para
tokoh ilmu Hadis, antara lain:
1)
Imam Bukhari
2)
Imam Muslim
3)
Ibnu Majah
4)
Abu Dawud
5)
Imam al-Nasa’i
6)
Imam Baihaqi.
Para ahli ilmu kalam (teologi), antara lain:
1) Imam Abu Hasan al-Asy’ari (260 H/873 M - 324
H/935 M).
2) Imam Abu
Mansur Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi (w.333
H/944 M).
3) Zamakhsyari (w. 528 H), tokoh Mu’tazilah
sekaligus pengarang kitab Tafsir al-Kasysya.
e. Ilmu Bahasa
Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti
Abbasiyyah adalah ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, ilmu Bayan, ilmu Badi’, dan ilmu
Arudh. Bahasa
Arab dijadikan bahasa ilmu pengetahuan, di samping alat komunikasi antar
bangsa, tokohnya antara lain:
·
Imam Sibawaih
(w. 183 H), karyanya terdiri dari 2 jilid setebal 1.000 halaman.
·
Abu
Zakaria al-Farra (w. 208 H), kitab Nahwunya terdiri dari 6.000 halaman lebih.
2. Bidang Umum
a. Filsafat
Para
filusuf Islam kala itu antara lain:
·
Abu
Ishaq al-Kindi (809-873 M), karyanya lebih dari 231 judul.
·
Abu Nasr
al-Farabi (961 M), karyanya lebih dari 12 buku. Dijuluki al-Mua’llimuts Tsani (
the second teacher), guru kedua, sedang guru pertama bidang filsafat adalah
Aristoteles.
·
Ibnu
Sina, terkenal dengan Avicenna (980-1037 M), menghidupkan kembali filsafat
Yunani aliran Aristoteles dan plato.
·
Ibnu
Tufail (w. 581 H), penulis buku novel filsafat Hayy bin Yaqzan.
·
Al-Gazali
(1058-1111 M), dijuluki Hujjatul Islam. Karyanya antara lain: Maqasid
al-Falsafiyyah, Tahafut al-falsafiyyah, dan Ihya Ulumuddin.
·
Ibnu
Rusyd dikenal dengan Averros (1126-1198 M), seorang filosof, dokter, dan ulama.
Karyanya antara lain: Mabadi al-Falsafiyyah, Tahafut al-Tahafut al-Falsafiyyah,
al-Kuliah fi al-Tib , dan Bidayah al-Mujtahid.
b. Ilmu
Kedokteran.
·
Ibnu
Sina (Avicenna)
Karyanya
yang terkenal adalah al-Qanun fi al-Tib tentang teori dan praktik ilmu
kedokteran serta membahas pengaruh obat-obatan. Kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Eropa, Canon of Medicine.
·
Abu
Bakar ar-Razi (Rhazez) (864-932 M)
Dikenal
sebagai “ Galien Arab”. Tokoh pertama yang membedakan antara
penyakit cacar dengan measles, penulis buku mengenai kedokteran anak.
c. Matematika
Terjemahan
buku-buku asing ke dalam bahasa Arab, menghasilkan karya-karya dalam bidang
matematika. Di antara ahli matematika yang terkenal adalah al-Khawarizmi.
Al-Khawarizmi adalah pengarang kitab al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan
penemu angka nol. Sedangkan angka lain: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut
angka arab karena diambil dari Arab. Sebelumnya dikenal angka Romawi I, II,
III, IV, V dan seterusnya. Tokoh lain adalah Abu al-Wafa Muhammad bin Muhammad
bin Ismail bin al-Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli ilmu matematika.
d. Farmasi
Di
antara ahli farmasi pada masa dinasti Abbasiyah adalah:
·
ibnu
Baithar, karyanya yang terkenal adalah al-Mughni (berisi tentang obat-obatan),
·
Jami
al-Mufradat al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi).
e. Ilmu Astronomi
Kaum muslimin
mengkaji dan menganalisis berbagai aliran ilmu astronomi dari berbagai bangsa
seperti Yunani, India, Persia, Kaldan, dan ilmu falak Jahiliah. Di antara ahli
astronomi Islam adalah:
·
Abu
Mansur al-Falaki (w. 272 H). karyanya yang terkenal adalah Isbat al-Ulum dan
Hayat al-Falak.[9]
·
Jabir
al-Batani (w.319 H). al-Batani adalah pencipta teropong bintang pertama.
Karyanya yang terkenal adalah kitab Ma’rifat Mathiil Buruj Baina Arbai
al-Falak.
·
Raihan
al-Biruni (w.440). karyanya adalah al-Tafhim li awal as-Sina al-Tanjim.
f. Geografi
Dalam
bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak semula bangsa Arab
merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh untuk berniaga. Di
antara wilayah pengembaraan umat Islam adalah umat Islam mengembara ke Cina dan
Indonesia pada masa-masa awal kemunculan Islam.
Di
antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah:
1) Abul Hasan al-Mas’udi (w.345 H/956 M),
seorang penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia, India, Srilanka,
Cina, dan penulis buku Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir.
2) Ibnu Khurdazabah (820-913 M) berasal dari
Persia yang dianggap sebagai ahli geografi Islam tertua. Di antara karyanya
adalah Masalik wa al-Mamalik, tentang data-data penting mengenai sistem pemerintahan
dan peraturan keuangan.
3) Ahmad el-Yakubi, penjelajah yang pernah
mengadakan perjalanan sampai ke Armenia, Iran, Mesir, Maghribi, dan menulis
buku al-Buldan.
4) Abu Muhammad al-hasan al-Hamadani (w.334
H/946 M), karyanya berjudul Sifatu Jazirah al-Arab.
g. Sejarah
Masa
dinasti Abbasiyah banyak muncul tokoh-tokoh sejarah. Beberapa tokoh sejarah
antara lain:[10]
·
Ahmad
bin Ya’kubi (w.895 M) karyanya adalah al-Buldan (negeri-negeri), al-Tarikh
(sejarah).
·
Ibnu
Ishaq.
·
Abdullah
bin Muslim al-Qurtubah (w.889 M), penulis buku al-Imamah wa al-Siyasah,
al-Ma’arif, Uyunul Ahbar, dan lain-lain.
·
Ibnu
Hisyam.
·
Al-Tabhari
(w.923 M), penulis buku kitab al-Umam wa al-Muluk.
·
Al-Maqrizi
·
Al-Baladzuri
(w.892 M), penulis buku-buku sejarah.
h. Sastra
Dalam
bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan sastrawan. Para tokoh
sastra antara lain:
1) Abu Nawas,
salah seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya.
2) Al-Nasyasi,
penulis buku alfu lailah wa lailah (the Arabian night), adalah buku cerita
sastra Seribu satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh bahasa dunia.[11]
F. Faktor-Faktor yang
Memepengaruhi Ketinggian Peradaban
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan di masa Dinasti Abbasiyah paling tidak
ditentukan oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab
dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang
ilmu pengetahuan. Bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat
dan sastra. Bangsa India terlihat dalam bidang ilmu kedokteran, matematika, dan
astronomi. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan di
berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam
tiga fase.
·
Fase
pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Buku-buku yang
banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq.
·
Fase
kedua, pada masa al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku dalam bidang filsafat
dan kedokteran adalah yang paling banyak diterjemahkan.
·
Fase
ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan
kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu lainnya yang diterjemahkan semakin
meluas.
Dengan
demikian, Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai
pusat peradaban dan pusat ilmu pengetahuan.
G. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kemunduran
Dinasti Abbasiyah
Kebesaran,
keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat pemerintahan
dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawa sungai Tigris, setelah kota itu
dibumihanguskan oleh tentara Mongol di bawah Hulaggu Khan pada tahun 1258 M.
semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan Mongol,
meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gedung ilmu, dan membakar buku-buku
yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M, kota ini diserang pula oleh pasukan
Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara Kerajaan Safawi.
Menurut
W. Montgomery Watt, bahwa beberapa factor yang menyebabkan kemunduran pada masa
daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.
·
Luasnya
wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah
sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintah sangat rendah.
·
Dengan
profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi.
·
Keuangan
Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk bayaran tentara sangat
besar. Pada saat kekuasaan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.
Sedangkan
menurut DR. Badri Yatim, M.A. di antara hal yang menyebabkan kemunduran daulah
Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.[12]
1. Persaingan antara bangsa
Khilafah
Abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.
Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa
Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah
berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan
antarbangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing
bangsa unutk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah
Abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah
Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan
kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah
merupakan pemerintah yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari pada yang
keluar, sehingga Baitul Mal penuh dengan harta. Setelah khilafah mengalami periode
kemunduran, pendapatan Negara menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan
dalam bidang ekonomi.
3. Konflik keagamaan
Pada
periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga
mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah,
Syi’ah, Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang
ada.
4. Munculnya dinasti-dinasti kecil sebagai akibat
perpecahan sosial yang berkepanjangan.
5. Perang Salib
Perang
salib merupakan sebab dari eksternal umat Islam. Perang Salib yang berlangsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian
pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib sehingga
memunculkan kelemahan-kelemahan.[13]
6. Serangan Bangsa Mongol (1258 M)
Serangan
tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi
lemah, apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada
kekuatan Mongol.
H. Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Baghdad
dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada mulanya Hulagu Khan mengirim suatu
tawaran kepada Khalifah Bani Abbasiyah
yang terakhir Al-Mu'tashim billah untuk bekerja sama menghancurkan gerakan
Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi oleh khalifah. Oleh karena itu
timbullah kemarahan dari pihak Hulagu Khan. Pada bulan september 1257 M,
Khulagu Khan melakukan penjarahan terhadap daerah Khurasan, dan mengadakan
penyerangan didaerah itu. Khulagu Khan memberikan ultimatum kepada khalifah
untuk menyerah, namun khalifah tidak mau menyerah dan pada tanggal 17 Januari
1258 M tentara Mongol melakukan penyerangan.
Pada waktu penghancuran kota Baghdad, khalifah dan
keluarganya dibunuh disuatu daerah dekat Baghdad sehingga berakhirlah Bani
Abbasiyah. Penaklukan itu hanya membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol
tidak hanya menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga menghancurkan
peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang terkumpul di Baitul Hikmah
hasil karya ummat Islam yang tak ternilai harganya. Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi
Tigris sehingga berubah warna air sungai tersebut, dari yang jernih menjadi
hitam kelam karena lunturan air tinta dari buku-buku tersebut.[14]
I. KESIMPULAN
Bani
Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang merupakan masa keemasan
dan kejayaan dari peradaban ummat Islam yang pernah ada. Pada masa Bani
Abbasiyah kekayaan negara melimpah ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi.
Pusat peradaban Islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada masa ini banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan
Ummat Islam
Namun
diakhir pemerintahan Khalifah Bani Abbasiyah, Islam mengalami keterpurukan yang
sangat parah. Hal ini disebabkan dari serangan tentara Mongol yang telah
mengahncurkan pusat peradaban Ummat Islam di Baghdad dan mengahancurkan Pusat
ilmu pengetahuan yaitu Baitul Hikmah, yang berisi buku-buku karangan pakar ilmu
ummat Islam yang tak ternilai harganya
DAFTAR PUSTAKA
Munir,
Amin. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah. 2010
Abdul,
Karim. Sejarah
Pemikiran Dan Peradaban Islam.
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher. 2007
Maidir
dan Firdaus. Sejarah Peradaban Islam jilid II. Padang : IAIN-IB Press. 2001
[2]
Munir,
Amin. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah. 2010
[3]
Munir,
Amin. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amzah. 2010
No comments:
Post a Comment