1

loading...

Selasa, 21 Mei 2019

LAPORAN MAGANG I "DI SMP PESANTREN PANCASILA KOTA BENGKULU"


LAPORAN MAGANG 1

DI SMP PESANTREN PANCASILA KOTA BENGKULU

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, semakin hari tingkat pengangguran semakin tinggi semakin banyak bahkan tidak sedikit sarjana yang menjadi pengangguran.  Salah satu landasan yang menyebabnya adalah kesarjanaan mereka dtidak dibarengi dengan pengalaman keahlian yang diandalkan untuk memasuki dunia kerja. Dalam era serba modern ini maka masiswa dituntut agar lebih maju dengan carameningkatkan SDA yang mutlak harus dimiliki mahasiswa. Salah satu perwujudannya adalah melalui program magang.
Magang adalah bagian penting dan merupakanpra kondisi dari system penyiapan guru professional. Dengan magang mahasiswa dapat mengaplikasikan langsung mengenai apa yang di dapatnya di bangku perkuliahan dengan keterlibatan langsung di sekolah yang menuntut rasa tanggung jawab sehingga akan tercipta guru-guru yang bermutu dan berkualitas. Kegiatan magang ini juga merupakan sarana latihan kerja bagi mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman, pengahayatan, dan ketrampilan di bidang keguruan.  Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa serta upaya untuk membentuksikap dan ketrampilan sebagai calon guru yang professional.
B.  Tujuan Program Magang 1
Magang 1 bertujuan membangun landasan jati diri pendidik dan menghasilkan pendidik pemula yang unggul dalam kecerdasan spritual, intelektual, emosional, dan sosial untuk penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, baik di sekolah mupun di luar sekolah dengan cara:
1.    Pengamatan lansung kultur sekolah.
2.    Pengamatan untuk membangun kompetensi dasar, pedagogik, keperibadian, dan sosial.
3.    Pengamatan untuk memperkuat pemahaman peserta didik.
4.    Pengamatan lansung proses belajar dikelas.
5.    Refleksi hasil pengamatan proses pembelajaran
C.  Manfaat observasi  Program Magang 1
           1)      Bagi Peserta
a      Menambah pemahaman dan penghayatan tentang proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
b      Memperoleh pengalaman tentang cara berpikir dan bekerja secara interdisipliner, sehingga dapat m emahami adanya keterkaitan ilmu dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang ada di sekolah.
c      Memperoleh daya penelaran dalam melakukan penelaahan, perumusan, dan pemecahan masalah pendidikan yang ada di sekolah.
d     Memperoleh pengalaman dan keterampilan untuk melaksanakan pembelajaran dan kegiatan manajerial di sekolah.
           2)      Bagi sekolah
a      Memperoleh kesempatan untuk ikut dalam menyiapkan pendidik pemula yang berdedikasi dan profesional.
b      Mendapatkan bantuan pemikiran, tenaga, ilmu, dan teknologi dalam merencanakan, serta melaksanakan pengembangan sekolah.

BAB II
 LANDASAN KAJIAN TEORI
A.  Konsep ( Teori Tentang Guru )
      1.      Pengertian Guru Menurut Para Ahli
Ahmadi (1977)Menurut Ahmadi, pendidik ataupun guru merupakan sosok yang berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Guru harus dapat menghadirkan kondisi dan situasi proses belajar mengajar yang dapat mendorong dan membangkitkan semangat siswanya sehingga siswa mampu menyadari kecakapan dan peluang prestasi yang mungkin didapatkannya.
Mulyasa (2003)Menurut E. Mulyasa, pendidik haruslah memiliki standar kualifikasi akademik dan kompetensi agen pembelajaran, sehat secara jasmani dan rohani, serta memiliki kemauan dan kemampuan yang besar dalam proses perwujudan tujuan pendidikan nasional.
Dri Atmaka (2004)Menurut Dri Armaka pendidik merupakan manusia dewasa yang memiliki tugas sebagai pemberi pertolongan untuk setiap anak didik dalam proses perkembangan jasmani dan rohani dari setiap anak didik tersebut. Untuk bisa memenuhi tugas ini, seorang pendidik harus mampu menopang dirinya sendiri, melaksanakan tugasnya terhadap Tuhan-nya, dan melaksanakan tugas sebagai mahluk sosial serta mahluk individu yang mandiri.
Husnul Chotimah (2008)Menurut Husnul Chotimah, pengertian guru adalah orang yang memberikan fasilitas dalam kegiatan transfer ilmu pengetahuan dari sumber ilmu ke peserta belajar.
    2.       Karakteristik Yang Melekat Pada Guru
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman (1996) ada beberapa karakteristik yang melekat pada profesi guru. Beberapa karakteristik dan ciri tersebut yaitu :
v Guru harus memiliki fungsi dan signifikasi sosial untuk masyarakat yang ada di sekitarnya.
v Guru membutuhkan keterampilan khusus yang dapat diperoleh melalui proses pendidikan yang bertanggung jawab dan juga dapat dipertanggung jawabkan.
v Guru harus memiliki kompetensi yang ditopang oleh sebuah fokus disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge)
v Profesi guru harus memiliki kode etik yang melekat dan mengikat dimana ketika kode etik ini dilanggar, maka ada sangsi tegas terhadap pelanggarnya.
v Guru berhak mendapatkan imbalan berupa kompensasi secara material ataupun finansial sebagai balas jasa dari apa yang telah dilakukannya.
            3.       ETIKA
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”.
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau  adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin  etika  adalah “ethnic”, yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or values.
          4.      ETIKA PROFESI
v  Memiliki kepribadian yang tangguh yang bercirikan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri.
v  Memiliki wawasan kependidikan, psikologi, budaya peserta didik dan lingkungan.
v  Mampu melaksanakan praktik bimbingan dan konseling secara professional.
v  Mampu memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut bimbingan konseling.
v  Mampu mengembangkan dan mempraktekkan kerja sama dalam bidangnya dengan pihak terkait.
v  Memiliki wawasan psiko-sosial kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks lingkungannya.
v  Memiliki pengetahuan tentang hakikat, tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
B.  Konsep Teori Siswa
           1.      Pengertian Siswa
Pengertian siswa/murid/peserta didik. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian murid berarti anak (orang yang sedang berguru/belajar, bersekolah). Sedangkan menurut Sinolungan (dalam Riska, dkk., 2013) peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di sekolah. Menurut Hamalik (2001) siswa atau murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru, tujuan dan metode pengajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen yang terpenting diantara komponen lainnya. Murid atau anak didik menurut Djamarah (2011) adalah subjek utama dalam pendidikan setiap saat. Sedangkan menurut Daradjat (dalam Djamarah, 2011) murid atau anak adalah pribadi yang “unik” yang mempunyai potensi dan mengalami berkembang. Dalam proses berkembang itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan bersama dengan individu-individu yang lain. Berdasarkan uraian diatas, murid atau anak didik anak adalah salah satu komponen manusiswi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar mengajar yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.
          2.      Karakteristik Siswa
Karakteristik berasal dari kata karakter yang berarti tabiat watak, pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu yang relatif tetap .Menurut Moh. Uzer Usman karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan. Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Adapun karakteristik siswa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
·      Pribadi dan lingkungan : Umur, Jenis kelamin, Keadaan ekonomi orang tua, Kemampuan pra sekolah, Lingkungan tempat tinggal
·      Psikis : Tingkat Kecerdasan, Perkembangan jiwa anak, Modalitas belajar, Motivasi, Bakat dan minat
·      Aliran yang berkaitan dengan potensi manusia menerima pendidikan adalah sebagai berikut :
·      Nativisme : Arthur Schopenhour dari Jerman (1788-1860) anak yang baru lahir membawa bakat kesanggupan dan sifat-sifat tertentu
·      Empirisme : Manusia itu dalam perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia di luar dirinya. John Locke (1632-1704) dari Inggris dengan teorinya “Tabula Rasa”
·      Konvergensi : William Stern (1871-1938), yang mengatakan : “kemungkinan-kemungkinan yang dibawa lahir itu adalah petunjuk-petunjuk nasib dengan ruangan permainan. Dalam ruangan permainan itulah letaknya pendidikan dalam arti seluas-luasnya.
           3.      Etika Siswa
Etika Murid terhadap Guru dalam kitab Ta’lim Muta’allim. Dijelaskan dalam kitab Ta’lim Muta’allim bagi setiap pelajar sebaiknya mempunyai etika terhadap gurunya. Karena begitu tinggi penghargaan itu sehingga menerapkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi. Agar siswa bisa memuliakan gurunya. Maka sebaiknya seorang murid diperlukan internalisasi sikap wara’ dalam beretika terhadap guru, sikap ini akan menjadikan ilmu yang didapat mempunyai berdaya guna lebih banyak. Di antara sikap Wara’ adalah:
·      Menghindari rasa kenyang.
·      Menjaga diri dari dari kebanyakan tidur.
·      Menjaga diri agar tidak terlalu banyak bicara yang tidak bermanfaat.
·      Menjaga diri dari ghibah (memberikan kejelekan orang lain).
·      Menjaga diri dari perkumpulan yang isinya hanya gurau. Perkumpulan semacam itu hanya akan mencuri umur, menyia-nyiakan waktu.
·      Menjauhkan diri dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat. Sebaiknya siswa hendaknya berdekat-dekat dengan orang-orang sholeh (pada bait lain, Az Zarnuji juga menyampaikan bahwa maksiat menghambat proses hafalan).
·      Rajin melaksanakan perbuata-perbuatan baik dan sunah-sunah Rasul.
·      Memperbanyak shalat sebagaimana shalatnya orang-orang khusyuk.
·      Selalu membawa buku dalam setiap waktu untuk dianalisa.[1]
        4.       Tugas Siswa
Tugas seorang siswa di sekolah dibagi menjadi 5 unsur pokok yaitu:
Belajar : belajar merupakan tugas pokok seorang siswa, karena melalui belajar dapat menciptakan generasi muda yang cerdas. Tugas siswa di sekolah dibagi menjadi 3 diantaranya adalah:
· Memahami dan mempelajari materi yang diajarakan
· Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
· Mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan mengerjakan PR jika Ada PR.
· Taat pada peraturan sekolah: setiap sekolah memiliki tatatertib yang harus ditaati oleh para siswa, demi terciptanya kondisi sekolah yang kondusif, aman, nyaman untuk siswa dalam belajar dan menjalani aktivitas selama di sekolah. Selain itu tatatertib sekolah juga sebagai patokan dan kontrol prilaku siswa di sekolah. Jika tatatertib dilangar maka akan mendapatkan sangsi atau hukuman.
· Patuh dan hormat pada guru: tugas seorang siswa di sekolah selanjutnya adalah patuh dan hormat kepada guru. Rahmat, barokah dan manfaat dari sebuah ilmu itu tergantung dari ridhonya guru. Oleh karena itu jika siswa ingin menjadi siswa yang cerdas haruslah patuh, taat dan hormat pada guru.
· Disiplin: ada sebuah istilah “ kunci meraih sukses adalah disiplin” istilah ini memiliki makna yang kuat jika seseorang memiliki disiplin yang tinggi maka dia akan sukses.
C.  Tradisi Siswa
Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanya semua tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Kata pesantren terdiri dari kata "santri" yang ditambahkan imbuhan "pe" dan akhiran "an". Kata "santri" menurut A.H Johns berasal dari Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan istilah santri digunakan untuk menyebut siswa di pesantren. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berkembang di negeri ini diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.
Menurut Soerjono Soekamto tradisi ialah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dengan secara langgeng (berulang- ulang ). Menurut WJS Poerwadaminto tradisi ialah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat yang dilakukan secara terus menerus, seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga kepercayaan. Sedangkan menurut Van Reusen tradisi adalah warisan atau norma adat istiada, kaidah-kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak bisa dirubah. Tradisi justru perpaduan dengan beragam perbuatan manusia dan di angkat dalam keseluruhannya.Serta menurut KBBI tradisi ialah adat kebiasan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh masyarakat; penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.
Dengan demikian dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi siswa adalah segala sesuatu yang dikalukan secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan siswa, contohnya seperti saat bertemu dengan guru maka siswa bertegur sapa serta bersalaman, ketika memasukikelas siswa mengucaokan salam, serta berdoa sebelum dan sesudah belajar, dan lain sebagainya.[2]
D.  Aspek-Aspek Dalam Pembelajaran
Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari berbagai aspek, dua diantaranya yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa misalnya, belajar dialami sebagai suatu proses, yakni proses mental dalam menghadapi bahan belajar yang berupa keadaan, hewan, tumbuhan, manusia, dan bahan yang telah terhimpun dalam buku pelajaran. Dari segi guru proses belajar tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. Belajar merupakan proses internal yang kompleks, melibatkan ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, begitu juga dengan perkembangan sosial anak. Seyogyanya guru dapat mengatur keempat hal tersebut dalam hal acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase belajar dan hasil belajar yang dikehendaki, sehingga tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai dengan hasil yang maksimal.
Keempat aspek tersebut menjadi rumusan tujuan instruksional, aspek-aspek pembelajaran tersebut menurut Bloom dan Krathwohl sebagaimana dikutip oleh Moh. Uzer Usman dalam bukunya Menjadi guru professional telah menjadi suatu klasifikasi tujuan yang memungkinkan hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan belajar-mengajar.[1] Hal ini disadari oleh asumsi bahwa hasil belajar dapat terlihat dari keempat aspek tersebut (aspek kognitif, afektif, psikomotorik, dan perkembangan sosial).
         a)      Aspek Pembelajaran Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kognisi adalah proses pengenalan dan penafsiran oleh seseorang; kegiatan memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kewajiban yang  berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi dan efeksi yang bertalian dengan ranah rasa.
      b)      Aspek Pembelajaran Afektif
Menurut Haidar Putra Daulay dalam Pendidikan Islam mengatakan bahwa afektif adalah masalah yang berkenaan dengan emosi, berkenaan dengan ini terkait dengan suka, benci, simpati, antipati, dan lain sebagainya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud afektif adalah: 1). Berkenaan dengan perasaan, 2) keadaan perasaan yang memengaruhi keadaan penyakit (panyakit jiwa), 3) gaya atau makna yang menunjukkan perasaan. Muh. Azer Usman membagi klasifikasi tujuan afektif ke dalam lima kategori yaitu:
1)   Penerimaan. Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan hasil belajar terendah dalam domain afektif.
2)   Pemberian Respons. Satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
3)   Penilaian. Mengacu pada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
4)   Pengorganisasian. Mengacu pada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nila internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
5)   Karakterisasi. Mengacu pada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi siswa.
       c)      Aspek Pembelajaran Psikomotorik
Berbicara mengenai kemampuan psikomotorik, orang biasanya menganggap bahwa mencapai tujuan penguasaan keterampilan psilkomotorik jauh lebih sukar daripada mencapai tujuan kognitif. Sebagian guru mengira bahwa taktik dan strategi mengajarnya juga berlainan. Kedua asumsi ini jauh berlainan, karena walaupun secara penekanan berlainan, tetapi secara garis besar prosedurnya sama saja.
           d)     Aspek Perkembangan Sosial
Secara potensial manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoom politicon), kata Plato. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain. Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula ia menyadari bahwa ia harus belajar apa yang semestinya ia perbuat seoerti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
BAB III
 METODE OBSERVASI
A.  Jenis observasi
Pada observasi pengenalan budaya di SMP pancasila kota Bengkulu ini saya menggunakan observasi jenis non-partisipan, dimana peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkanya  tanpa menjadi bagian dari situasi yang terjadi.peneliti memang hadir secara fisik ditempat kejadian, namun hanya mengamati serta melakukan pencatatan secara sistematis terhadap informasi yang di perolehnya. Observasi jenis ini harus dilakukan dalam suatu perode yang panjang agar seluruh data  yang dibutuhkan benar-benar terkumpul secara lengkap.
B.  Waktu/ tempat
 Proses observasi pada magang 1 ini saya dan rekan kelompok 1 mulai melakukan kegiatan pada tanggal 27 april sampai tanggal 28 april 2019, tepatnya pada hari sabtu dan hari minggu, jadi kenapa kami melakukan observasi di hari minggu, itu dikarenakan pada hari minggu anak SMP pancasila masih masuk seperti hari aktif belajar seperti biasanya, karna mereka punya jadwal libur pada hari jumat, dan tempat saya melakukan observasi beralatkan di jalan rinjani jembatan kecil ko,gadingcempaka, jl. Gedang, cemp, kota Bengkulu 38224
C.  Sumber Informasi
 Sumber informasi yang kami dapatkan dari berbagai sumber, baik dari kepala sekolah langsung¸ maupun dari guru, dan juga dari para siswa SMP pancasila itu sendiri, mereka sangat antusias dalam menerima kami pada magang 1 ini, banyak pihak yang berperan dalam memberi informasi, sehingga dari banyak pertanyaan yang kami ajukan, mereka dapat menjawab, dan kami sangat puas dengan jawaban mereka. Kami tidak hanya mengambil sample dari siswa dalam mencari informasi, tapi kami langsung becakap-cakap langsung dengan anak kelas 7. Agar data yang kami dapatkan benar-benar valid, begutupun dengan guru yang kami wawancarai, bapak namuik husein. M,pd. Beliau memberi informasi yang sangat memuaskan, dan itu bear-benar membuat kami sangat terkesan.
D. Tehnik Pengumpulan Data 
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, kajian dokumen-dokumen dan pengumpulan atau pembuatan material audiovisual. [3] Studi literatur dan dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh gambaran umum lokasi penelitian dan data karakteristik demografi dari wilayah penelitian melalui pengkajian dokumen yang tersedia seperti laporan kantor,koran, arsip-arsip data sekolah. Studi literatur adalah studi yang dilakukan melalui literatur seperti buku. Jurnal, makalah dan artikel tentang hasil penelitian sebelumnya. Studi ini dilakukan untuk membantu memperluas cakrawala pemikiran dan membantu untuk lebih mendalami teori dan isu-isu terkait tema yang sedang diteliti serta memperoleh konsep atau kerangka pemikiran yang digunakan dalam analisis data.
·         Observasi
Observasi atau pengamatan adalah salah satu metode dalam pengumpulan data saat membuat sebuah karya tulis ilmiah. Nawawi dan Martini mengungkapkan bahwa observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam suatu laporang yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Prof. Heru, observasi adalah studi yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, terarah dan terencana pada tujuan tertentu dengan mengamati dan mencatat fenomena-fenomena yang terjadi dalam suatu kelompok orang dengan mengacu pada syarat-syarat dan aturan penelitian ilmiah. Dalam suatu karya tulis ilmiah, penjelasan yang diutarakan harus tepat, akurat, dan teliti, tidak boleh dibuat-buat sesuai keinginan hati penulis.
Ada 2 indra yang diutamakan di dalam melakukan pengamatan, yaitu telinga dan mata. Kedua indra tersebut harus benar-benar sehat. Dalam melakukan pengamatan, mata lebih dominan dibandingkan dengan telinga. Mata ini memiliki kelemahan yaitu mudah letih. Untuk mengatasi kelemahan yang bersifat biologis tersebut, maka perlu melakukan hal-hal berikut.
1)   Dengan menggunakan kesempatan yang lebih banyak untuk melihat data-data.
2)   Dengan menggunakan orang lain untuk turut sebagai pengamat (observers).
3)   Dengan mengambil data-data sejenis lebih banyak.
Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan yang bersifat psikologis, yaitu :
1. Dengan meningkatkan daya penyesuaian (adaptasi).
2. Dengan membiasakan diri.
3. Dengan rasa ingin tahu.
4. Dengan mengurangi prasangka.
5. Dengan memiliki proyeksi.
Dalam observasi diperlukan ingatan terhadap observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Karena manusia memiliki sifat pelupa, maka diperlukan catatan-catatan (check-list), alat-alat elektronik seperti kamera, video dan sebagainya; lebih banyak menggunakan pengamat; memusatkan perhatian pada data-data yang relevan; mengklasifikasikan gejala dalam kelompok yang tepat; menambah bahan persepsi mengenai objek diamati.
Alat bantu yang dipergunakan di dalam observasi antara lain, yaitu daftar riwayat kelakuan (anecdotal record); catatan berkala; daftar catatan (check list); rating scale, yaitu pencatatan gejala menurut tingkatannya; alat-alat optik elektronik.
Tingkat kecermatan observasi sangatlah dipengaruhi oleh faktor prasangka dan keinginan observee; terbatasnya kemampuan pancaindra dan ingatan; terbatasnya wilayah pandang, yaitu kecenderungan observe menaruh perhatian dengan membandingkannya kepada kejadian lainnya; kemampuan observer dalam menangkap hubungan sebab akibat; kemampuan menggunakan alat bantu; ketelitian pencatatan; pengertian observer terhadap gejala yang diukur.
·         Wawancara
Wawancara menurut Nazir (1988) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data untuk suatu penelitian. Beberapa hal dapat membedakan wawancara dengan percakapan sehari-hari adalah antara lain:
·         Pewawancara dan responden biasanya belum saling kenal-mengenal sebelumnya.
·         Responden selalu menjawab pertanyaan.
·         Pewawancara selalu bertanya.
·         Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi harus selalu bersifat netral.
·         Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat sebelumnya.
·         Pertanyaan panduan ini dinamakan interview guide.
·         Wawabcara digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang harus diteliti. Selain itu wawancara juga digunakan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya sedikit/kecil.

Untuk melakukan wawancara, ada anggapan yang harus atau perlu dipegang yaitu:
·         Bahawa subyek atau responden adalah yang paling tau tentang dirinya sendiri.
·         Bahwa yang idinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah hal yang sebenar-benarnya.
·         Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang dimasksud oleh peneliti.
·         Wawancara dapat dilakukan dengan berbagai cara. Wawancara juga dapat dibendakan menjadi wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.

a         Wawancara Terstruktur
 terstruktur lebih sering digunakan dalam penelitian survey atau penelitian kuantitatif, walaupun dalam beberapa situasi, wawancara tersetruktur juga dalam penelitian kualitatif. Wawancara bentuk ini sangat terkesan seperti interogasi karena sangat kaku, dan pertukaran informasi antara peneliti dengan subyek yang diteliti sangat minim. Dalam melakukan wawancara tersetruktur, fungsi peneliti sebagian besar hanya mengajukan pertanyaan dan subyek penelitian hanya bertugas menjawab pertanyaan saja. Terlihat adanya garis yang tegas antara peneliti dengan subyek penelitian. Selam proses wawancara harus sesuai dengan pedoman wawancara (guideline interview) yang telah dipersiapkan. Beberapa ciri-ciri wawancara terstruktur adalah sebagai berikut:
        1)      Daftar pertanyaan dan kategori jawaban telah dipersiapkan
Dalam wawancara tersetruktur, daftar pertanyaan sudah tertulis dalam form pertanyaan serta dengan kategori jawaban yang telah disediakan. Biasanya dalam bentuk pedoman wawancara. Peneliti hanya tinggal membacakan pertanyaan yang telah tertulis, sementara subyek penelitian hanya tinggal menjawab sesuai dengan jawaban yang telah disediakan.
            2)      Kecepatan wawancara terkendali
Karena jumlah pertanyaan dan jumlah pilihan jawaban sudah tersedia,dan kemungkinan jawaban yang akan diperoleh sudah dapat diperediksi, tentu saja waktu dan kecepatan wawancara dapat terkendali dan telah diperhitungkan sebelumnya oleh peneliti. Peneliti dapat melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara, dan mencatat waktu yang dibutuhkan selama wawancara tersebut.
       3)      Tidak ada fleksibilitas (pertanyaan atau jawaban)
Fleksibilitas terhadap pertanyaan atau jawaban hamper tidak ada. Peneliti tidak perlu lagi membuat pertanyaan lain dalam proses wawancara karena semua pertanyaan yang dibuat sudah disimulasikan terlebih dahulu dan biasanya sudah “fix” ketika turun kelapanga. Begitu juga dengan jawaban.
      4)      Mengikuti Pedoman/Guideline Wawancara (dalam urutan pertanyaan, penggunaan kata dan kalimat, pilihan jawaban dan tidak improvisasi)
Pedoman wawancara mencakup serangkaian pertanyaan beserta urutannya yang telah diatur dan disesuaikan dengan alur pembicaraan. Tidak diperkenankan menggunakan Bahasa atau kata-kata yang tidak tertulis dalam pedoman wawancara.
·      Dokumentasi

BAB IV
 HASIL PENELITIAN
A.  Hasil Penelitian
1)   Pengamatan Langsung Kultur Sekolah
Praktik Baik yang dilakukan Sekolah (Best Practice)
Praktik baik yang di lakukan SMP PANCASILA Kota Bengkulu ini tidak jauh berbeda dengan SMP yang lainnya. Namun, praktik baik ini dapat di contoh bagi sekolah-sekolah yang belum melaksanakannya. Praktik baik ini yaitu: a. setiap pagi siswa bersalaman dan baris terlebih dahulu di luar kelas masing-masing dengan guru sebelum memasuki kelas. b. bagi yang terlambat sebelum diperbolehkan masuk kelas, siswa harus dicatat namanya terlebih dahulu dan diberi hukuman yang mendidik . Guru berharap siswa tersebut jera dan tidak datang terlambat lagi. c. Setiap memulai dan mengakhiri proses pembelajaran siswa, membaca doa terlebih dahulu.
2)   Kurikulum yang diterapkan di Sekolah
Kurikulum yang diterapkan di SMP pancasila Kota Bengkulu yang penulis amati adalah  menerapkan kurikulum 2013, yang menuntut proses pembelajaran aktif , inovatif, kreatif, mandiri, gembira dan berbobot (PAIKEM GEMBROT)
3)   Keadaan Fisik Sekolah
        A.    Keadaan Lingkungan Sekolah
Kondisi Lingkungan Sekolah SMP pancasila Kota Bengkulu mempunyai lingkungan yang tidak begitu luas, dan sedikit gedung, dikarenakan peminat untuk masuk jurusan SMP sangat sedikit, kebanyakan dari mereka yang masuk pondok pesantren pancasila lebih memilih MTS. Sedangkan tingkat kebersihan sekolah memang kurang, masih ada sampah yang berserakan terutama sampah dari daun yang berguguran meskipun begitu sekolahan ini memiliki lingkungan yang hijau, ini sangat baik bagi kondisi siswa dan tidak terlalu terkena polusi dari sepeda motor dan pabrik. Selain itu tingkat keamanan sekolah ini lumayan baik, karena sekolah ini dikelilingi oleh pagar yang cukup tinggi.serta tidak berada di dekat jalan raya, sehingga suasana lingkungan menjadi tenang dan siswa menjadi lebih fokus dalam belajar.
        B.      Kesiswaan
a      Kriteria penerimaan siswa baru
Lulus SD/MI atau surat keterangan yang berpenghargaan sama dengan ijazah SD/MI, ijazah Program Paket A/ULA/ijazah satuan pendidikan luar negeri yang dinilai atau dihargai sama atau setingkat dengan SD. Usia paling tinggi 18 tahun pada awal tahun pelajaran baru
b      Kegiatan pengembangan siswa / kegiatan ekstra kurikuler
Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar waktu pembelajaran sekolah dan bertujuan untuk menggali potensi siswa di non akademik. Selain itu, kegiatan ekskul ini dapat mengembangkan bakat yang dimiliki siswa.
Ekstrakulikuler yang ada di SMP pancasila Kota Bengkulu ini lumayan banyak, dan yang paling mengharumkan di SMP pancasila kota bengkulu ini ada memanah, tetapi siswa banyak pilihan ekstra kulikuler seperti Futsal, PMR , Pencak Silat, Pramuka,Paskibraka, dan lainnya.
4)   Proses  Kegiatan Pembelajaran
Proses pembelajaran di SMP pancasila Kota Bengkulu secara umum sudah berjalan dengan baik ,hal tersebut dapat penulis lihat dari hasi penelitian, dimana prosedur guru dalam mengajar sudah cukup baik dengan mengikuti prosedur pengajaran yang benar. Pada proses pembelajaran langsung di kelas penulis mengamati dari awal sampai pembelajaran berakhir. Pada waktu itu penulis mengamati proses pembelajaran di kelas VII yang diajar oleh bpak namuik husein,S.Pd pembelajaran dimulai dari guru memberikan salam dan mengajak siswa berdoa sesuai keyakinan masing-masing dan siswa mngikuti dengan baik. Saat guru memulai pembelajaran, terlebih dahulu guru menanyakan materi yang dibahas kemarin dan menanyakan kepada siswa tentang materi yang belum dimengerti. Siswa menjawab dengan cukup antusias. Setelah itu guru memulai materi baru dan menjelaskan materi tersebut kepada siswa. Selanjutnya, guru memberikan tugas kepada siswa dan hasil tugas tersebut dipresentasikan di depan teman-teman. Guru juga senantiasa mengamati respon siswa. Menurut pengamatan penulis, siswa dalam proses belajar sebagian besar aktif dan sebagian kecil kurang memperhatikan saat guru menerangkan dan saat temannya mempresentasikan hasil tugas. Ini disebabkan Siswa mempunyai kemampuan dan potensi yang berbeda-beda dan kurangnya minat siswa terhadap materi yang diajarkan. Karena kemampuan siswa terkadang tergantung dari mata pelajaran atau cara guru menyampaikan atau metoda pembelajaran yang guru pakai.
Akhir pembelajaran di kelas, guru mengulas serta mengevaluai kembali materi yang baru di sampaikan dan menanyakan kepada siswa bagian mana yang masih bingung. Setelah itu guru menjelaskan ulang dan kesimpulan dari materi tersebut. Selanjutnya guru memberikan tugas yang di kerjakan di rumah. Hal ini, guna untuk proses tindak lanjut agar terlihat mana siswa yang sudah mengerti dan siswa yang belum mengerti materi yang telah diberikan. Selain itu guru dapat menilai seberapa besar siswa bertanggungjawab terhadap tugas yang di berikan.  
B.  Pembahasan
a        Kultur Atau Tradisi Sekolah
            Pembenahan pendidikan di sekolah melalui kultur sekolah, belum banyak diperhatikan dan dikembangkan. Sasaran peningkatan mutu pendidikan dipandang tidak cukup hanya pada aspek proses pembelajaran, kepemimpinan dan manajemen, kendatipun ketiga aspek tersebut pada dasarnya memberikan kotribusi yang sangat signifikan terhadap mutu sekolah. Namun satu aspek yang tidak dapat diabaikan sebagai penentu keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan di sekolah adalah kultur sekolah. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai afektif. Anwar Hasnun  mengemukakan bahwa kegagalan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dikarenakan kegagalan memanej kultur sekolah dengan baik.[4]
            Menurut Zamroni Hubungan kultur sekolah dengan mutu pendidikan terlihat dari hasil The Third International Math and Science Study (TIMSS) bahwa faktor penentu kualitas pendidikan bukan hanya menekankan faktor fisik saja, seperti kebedaraan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku perpustakaan, tetapi juga dalam wujud non fisik, yakni berupa kultur sekolah.[5] Kultur sekolah adalah karakter atau pandangan hidup yang merefleksikan keyakinan, nilai, norma, simbol dan kebiasaan yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah. Kultur sekolah bersifat bottom-up, bahwa asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan dibangun atas kesadaran dan kehendak dari warga sekolah sehingga merupakan suatu kesepakatan bersama yang diyakini sebagai instrument dan pendorong  semangat untuk mencapai yang terbaik terhadap efektifitas pengelolaan sekolah sehingga diharapkan semakin kondusif kultur sekolah maka makin berkembang atau efektiflah peningkatan mutu sekolah yang telah dibentuk dan disepakati bersama oleh warga sekolah.
            Kultur sekolah ada yang bersifat postitif, negatif, dan netral. Kultur yang bersifat positif adalah kultur yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti menjalin networking dalam mencapai prestasi akademik dan non akademik, adanya subsidi silang antar sekolah, memberi penghargaan  terhadap yang berprestasi, komitmen dalam belajar, saling percaya antar warga sekolah, dan se bagainya. Kultur yang bersifat negatif adalah kultur yang menghambat peningkatan mutu pendidikan, seperti banyak jam pelajaran yang kosong, siswa takut berbuat salah, siswa takut bertanya/mengemukakan pendapat, kompetisi yang tidak sehat di antara para siswa, perkelahian antar siswa atau antar sekolah dan sebagainya. Sedangkan kultur yang bersifat netral adalah kultur yang tidak mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti arisan keluarga sekolah, seragam guru dan karyawan, dan sebagainya.
            Pengembangan kultur sekolah harus menjadi prioritas penting. Semua warga sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kultur sekolah untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu. Sekolah yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi baik akademik maunpun non akademik. Artinya, dalam memperbaiki mutu sekolah tanpa adanya kultur sekolah yang positif maka perbaikan itu tidak akan tercapai, sehingga kultur sekolah harus menjadi komitmen luas bagi warga dan menjadi kepribadian sekolah, serta didukung oleh stakeholder sekolah. Dengan kultur sekolah yang positif dan mewaspadai adanya kultur negatif, maka suasana kebersamaan, kolaborasi, semangat untuk maju dan berkembang, dorongan bekerja keras dan kultur belajar mengajar yang bermutu akan dapat diciptakan.
b        Lingkungan Sekolah Yang Baik
            Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Prof Dr H Arief Rachman, MPd, mengatakan sekolah yang bagus adalah sekolah yang suasana belajarnya menyenangkan untuk anak.[6] Selain itu, masih ada beberapa kriteria sekolah yang bagus menurutnya.Pakar pendidikan ini membagi setidaknya 10 kriteria untuk memilih sekolah yang baik bagi anak.
            Kepemimpinan sekolah profesional : Sekolah yang bagus adalah sekolah yang gaya kepemimpinannya partisipatif, tegas dan bertujuan. Selain itu sekolah yang baik adalah sekolah yang pemimpinnya mempunyai keterampilan, kemampuan dan kemauan untuk memajukan sekolah. Ia menyarankan begitu cari sekolah, ketemu kepala sekolahnya. Ketika wajah kepala sekolah kencang jangan masuk ke sekolah itu. Tapi kalau dia ramah dan baik bisa jadi pilihan.Semua warga sekolah memahami dan melaksanakan visi dan misi sekolah : Sekolah yang baik adalah sekolah yang memiliki kesatuan pandangan dan arah mengenai visi. Selain itu, sekolah baik itu konsisten dalam pembuatan dan pelaksanaan aturan. Di sekolah itu juga ada kebersamaan.
            Suasana pembelajaran di sekolah menyenangkan : Ciri sekolah yang baik terutama adanya atmosfir suasana yang mendukung. Serta lingkungan kerja yang menyenangkan.
            Kegiatan saling mendung: Kegiatan pembelajaran di sekolah sangat beragam seperti intra dan ekstrakurikuler berjalan secara seimbang dan saling mendukung. Sekolah yang baik itu berkonsentrasi pada pembelajaran, optimalisasi waktu pembelajaran, penekanan pada keahlian akademik serta fokus pada pencapaian prestasi.
            Guru mempunyai perencanaan pembelajaran: Sekolah yang baik juga bisa dilihat dari kualitas guru-gurunya. Dimana sanga guru harus terorganisasi dengan baik, terstruktur dengan jelas dan mempunyai target yang jelas. Selain itu, guru juga sebaiknya mengkomunikasikan pembelajaran pada siswa dan adanya fleksibilitas sesuai dengan kondisi siswa.
            Program positif: Semua program-program yang positif mendapat penguatan dari sekolah, orangtua dan siswa. Di sekolah yang baik harus ada penegakan disiplin yang adil, transparan dan jelas. Adanya umpan balik terhadap perkembangan yang dicapai.
            Monitoring: Sekolah melakukan monitoring dan evaluasi secara terprogram dan berdampak terhadap perbaikan sekolah. Sekolah yang baik juga harus melakukan monitoring kemajuan siswa setiap saat. Juga harus ada evaluasi kemajuan sekolah secara berkelanjutan.
            Hak dan kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di sekolah: Sekolah yang baik juga harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban.  Hak dan kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di sekolah. Sehingga percaya diri siswa muncul. Selain itu, siswa diberi peran dan tanggung jawab, juga diberi kesempatan untuk mengontrol peran dan tanggung jawab mereka sendiri
            Kemitraan antara sekolah dengan rumah tangga atau orangtua: Sekolah yang baik juga harus melibatkan orang tua. Pelibatan orangtua dalam program-program anak di sekolah dan pelibatan orangtua dalam program-program anak di rumah.
            Munculnya kreativitas dalam organisasi sekolah untuk pengembangan pendidikan: Semua stakeholders sekolah (guru, kepala sekolah, siswa, pegawai sekolah dan orangtua) merasa terlibat dalam pengembangan diri demi kemajuan bersama.[7]
c         Pengembangan Kesiswaan
            Pentingnya Kegiatan Ekstrakulikuler disekolah. Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status social, ras, etnis, agama dan gender. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agarmenjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi  warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[8]
            Kegiatan Ekstrakulikuler merupakan salah kegiatan diluar jam sekolah siswa yang menjadi wadah untuk siswa dalam berkreasi atau menyalurkan bakat serta minatnya. Kegiatan Ekstrakulikuler disekolah bermacam – macam ada yang bersifat pendidikan, kedisiplinan, Olahraga, Seni dan Budaya dan masih banyak lainnya.. Diantaranya Manfaat dari Kegiatan Ekstrakurikuler untuk Siswa yaitu: Wadah Mengembangkan Bakat, Melatih Kemandirian dan Tanggung Jawab, Belajar Berorganisasi dan Bekerja Sama, Belajar Bersosialisasi dan Memperbanyak Teman, Belajar Bekerja Sama, Belajar Manajemen Waktu yang Baik, Sebagai Sarana Refreshing yang Mendidik., Pembentukan Karakter.
d        Kegiatan Proses Pembelajaran
            Pengamatan Terhadap Unsur Pembangun Kompetensi Dasar Pedagogik, Kepribadian, dan Sosial Guru adalah unsur penting di dalam keseluruhan sistem pendidikan. Karena itu peranan dan kedudukan guru adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas siswa. Guru bukan hanya pegawai pemerintah saja tetapi guru memiliki tanggung jawab yang besar yaitu mencerdaskan anak bangsa.
            Menurut peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 bahwa ada 4 kompetensi yg harus dimiliki oleh seorang guru yaitu, kompetensi pedagogic, kepribadian, social, dan professional.
1.    Kompetensi Pedagogik
     Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami siswa melalui perkembangan kognitif siswa, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan siswa. Kegiatan pembelajaran yang mendidik di kelas dan di lapangan.
     Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas berjalan dengan baik, dan sederhana, walaipun sarana dan prasarana kurang memadai, tetapi siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik .Kegiatan pembelajaran di lapangan adalah kegiatan olahraga yang dibimbing oleh guru mata pelajaran. Dalam hal ini semua siswa mengikuti olahraga, ada yang bermain bola, basket, volley dan yang lainnya.
     Mengamati kegiatan Pembelajaran yang Mendorong Peserta didik mencapai prestasi belajar secara optimal.Dalam hal ini guru memberikan kesempatan siswa untuk berpendapat atau memberikan jawaban saat guru bertanya. Siswa ditunjuk untuk maju ke depan untuk mengungkapkan pendapatnya dan menjelaskannya kepada teman-teman. Dalam hal ini siswa dilatih untuk mengembangkan sikap keberanian dan percaya diri akan pertanyaan atau jawaban. Meskipun jawabannya benar atau salah, akan tetapi siswa mempunyai rasa keberanian. Di akhir proses pembelajaran guru juga memberikan tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal. Hal ini dilakukan agar siswa mampu bertanggungjawab terhaap tugas yang diberikan.
            Mengamati Berbagai Kegiatan Pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya, yang dilakukan guru.Untuk mengaktualisasikan potensi siswa guru melakukan berbagai model pembelajaran. Termasuk menggunakan alat peraga atau menginovasi proses pembelajaran menggunakan media pembelajaran agar siswa tidak merasa bosan karena pembelajaran yang monoton.
2.    Kompetensi Kepribadian
     Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik.
a      Perilaku saling menghargai antar warga sekolah tanpa membedakan   suku, adat istiadat, daerah asal dan gender. Perilaku warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun siswa saling menghargai, menghormati, bekerjasama dan adanya rasa toleransi antar sesama untuk menciptakan suasana harmonis serta kekeluargaan.
b      Sikap dan perilaku warga sekolah, terhadap norma-norma yang dianut (agama, hukum, dan sosial) yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional indonesia yang beragam.Sikap dan perilaku warga sekolah yang ada di SMP pancasila Kota Bengkulu ini sudah cukup baik. Dari segi agama mereka insyaalah sudah terdidik dengan baik, karna lingkungan pondok, dan walaupun ada beberapa anak yang tidak mukim di asrama. Dari segi hukum di SMP pancasila Kota Bengkulu ini memiliki aturan dan sanksi sendiri baik itu guru, karyawan maupun siswa. Sedangkan dari segi sosial baik guru, karyawan maupun siswa saling menghargai dan mengormati posisi masing-masing.
c      Mengamati berbagai strategi berkomunikasi pembelajaran yang aktif,kreatif, efektif dan menyenangkan.Siswa diberi tugas untuk mempresentasikan hasil dari tugas tersebut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hal ini, untuk melatih siswa agar berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan hasil tugas tersebut
d     Mengamati komunikasi para guru, staf, dan kepala sekolah dari sudut komunikasi yang aktif,kreatif, efektif dan menyenangkan pada peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi pembelajaran yang terbangun secara klasikal mulai dari:
1)   Penyiapan kondisi psikologi peserta didik : Sebelum memulai pelajaran terlebih dahulu guru selalu mengingatkan dan mengajarkan siswa untuk berdoa sebelum pelajaran dimulai.
2)   Memberikan pertanyaan atau tugas sebagai umpan kepada peserta didik untuk merespon : Guru menanyakan tugas kepada siswa dan memberikan pertanyaan seputar materi kemarin. Hal ini dilakukan agar siswa merespon dan siap untuk menerima materi selanjutnya.
3)   Respon peserta didik :Saat siswa menerima pertanyaan yang diberikan guru ada yang berpikirnya cepat dan ada juga yang berpikirnya lambat. Tetapi siswa aktif dalam menjawab  pertanyaan atau memberikan pertanyaan kepada guru jika ada yang belum mereka pahami.
4)   Reaksi guru terhadap respon peserta didik :Ketika ada siswa yang berani untuk menjawab pertanyaan, guru selalu memberikan pujian agar siswa termotivasi untuk selalu aktif dalam pembelajaran.
3.    Kompetensi Sosial
     Kompetensi sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yaitu  melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan siswa dan seluruh tenaga kependidikan serta hubungan secara keseluruhan di sekolah tersebut.
a           Hubungan guru-guru
Dari observasi yang penulis dapatkan hubungan antar sesama guru di SMP Negeri 20 Kota Bengkulu  ini, memiliki interaksi sosial yang cukup bagus. Hal ini bisa dilihat dari komunikasi yang baik antar sesama guru dan adanya timbal balik dalam kerjasama memberikan kontribusi ilmu kepada siswa.
b          Hubungan guru-siswa                        
yang penulis  amati hubungan guru dengan siswa sangat baik. Siswa bersikap sopan dalam berbicara maupun bersikap dengan guru. Siswa juga memiliki kebiasaan atau tradisi yang baik yaitu setiap hari saat masuk sekolah siswa menjabat tangan guru dan mengucapkan salam.
c           Hubungan siswa-siswa
Dari penulis amati hubungan antar siswa ini cukup baik. Meskipun  masih banyak siswa yang  mengelompok dan kurang berbaur dengan yang lain. Namun, sejauh ini tidak ada pertengkaran atau selisih paham antar siswa atau adanya kekerasan sesama siswa.
d          Hubungan guru-pegawai tata usaha   
Dari  yang kita amati hubungan antar guru dengan pegawai tata usaha sangat baik karena saling bekerjasama  serta memiliki akomodasi yang baik dalam membangun sekolah menuju yang lebih baik.
e           Hubungan sosial secara keseluruhan  
Dari keseluruhan yang di amati  penulis melihat adanya hubungan sosial yang baik, saling mendukung, saling menghormati antara yang satu dengan yang lain tanpa membeda-bedakan jabatan, kedudukan atau pangkat. Hal ini sangat bagus untuk berlangsungnya pembangunan dan peningkatan mutu sekolah di SMP pancasila Kota Bengkulu.
e         Pengamatan terhadap Unsur Pemerkuat Pemahaman Peserta Didik
            Ada beberapa aspek yang mempengaruhi dan memperkuat pemahaman peserta didik yaitu:
      1)      Aspek psikologis
Pada aspek ini siswa sudah mulai berpikir yang baik atau yang buruk. Siswa di SMP pancasila Kota Bengkulu ini memiliki nilai moral yang cukup baik,  sebagian siswa sudah dapat mengendalikan emosi cukup baik. Meskipun masih banyak murid yang mudah emosi dan memiliki norma yang kurang baik. Namun, pada usia terseburt siswa memang masih labil dan memiliki kenakalannya yang wajar.
         2)      Aspek fisiologis
Dalam aspek fisik, fisik siswa dalam satu sekolah bervariasi ada yang gemuk, ada yang kurus, ada yang tinggi, ada yang pendek. Karena pada masa-masa SMP sebagian siswa sedang dalam masa perubahan fisik yang cukup signifikan dari mulai suara, kematangan fisik dan kesehatan. Hal ini, adalah tanda dari perubahan siswa  dari anak-anak menuju ke remaja. 
           3)      Aspek sosiologis
Siswa memiliki aspek sosial yang cukup baik, baik dari interaksi terhadap guru, karyawan, maupun sesama teman. Siswa dapat menghormati dan saling menghargai sesama. Siswa tidak membeda-bedakan hubungan pergaulan dengan latar belakang sosial-budaya.
f           Refleksi Hasil Pengamatan Proses Pembelajaran
            Dari yang penulis amati selama observasi, kegiatan pembelajaran di kelas cukup aktif. Guru menggunakan metode pembelajaran yang cukup membuat siswa mengerti terhadap materi yang di ajarkan. Meskipun menurut penulis, guru tersebut masih kurang untuk menumbuhkan rasa ketertarikan seluruh siswa. Karena hanya sebagian siswa yang terlihat antusias sedangkan yang lainnya hanya mengikuti ataupun terpaksa mendengarkan. Seharusnya guru tidak hanya menggunakan buku sebagai bahan ajar siswa, menurut penulis guru juga dapat memberikan inovasi serta ber mprovisasi saat mengajarkan materi akan diajarkan kepada siswa. Akan tetapi penulis cukup terkesan karena guru tersebut juga telah melibatkan siswa dalam memberikan contoh materi tersebut. Guru juga mengajak siswa untuk berpikir aktif saat guru menjelaskan. Selain itu, guru juga melakukan proses pengajaran yang runtut sesuai prosedur pembelajaran yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari observasi yang penulis lakukan, penulis menyimpulkan bahwa sekolah SMP pancasila kota Bengkulu memang bagus dalam pembelajaran, tetapi fasilitas sedikit kekurangan, esktra kulikuler pun sangat menonjol, terutama dalam bidang memanah. SMP pancasila terletak di Jl.rinjani jembatan kecil ko,gading cempaka kota Bengkulu Provinsi Bengkulu.  Memiliki lingkungan sekolah yang tidak terlalu luas dengan kondisi gedung yang digunakan cukup sedikit untuk kegiatan belajar mengajar yang baik dan kondusif. Gedung sekolah dilengkapi dengan ruang kelas yang cukup dan memiliki fasilitas yang cukup.
Suasana lingkungan sekolah cukup nyaman banyak pohon yang tumbuh sehingga udara di sekitar sekolah sangat bagus. Selain itu, lokasi sekolah cukup stategis didukung dengan dekatnya akes jalan menuju sekolah dari jalan utama. SMP pancasila Kota Bengkulu ini  memiliki kebiasaan atau tradisi baik yang dilakukan siswa setiap hari. Salah satunya setiap pagi siswa bersalaman dengan guru dan berbaris di luar kelas terlebuh dahulu. Dan SMP pancasila Kota Bengkulu juga memiliki ekstrakulikuler yang cukup banyak dan ada beberapa yang berprestasi dalam lomba hingga ketingkat nasional.
B.  Saran
Berikut ini saran yang disampaikan penulis untuk SMP pancasila Kota Bengkulu adalah:
      1)      Dari observasi yang kita lihat dari lingkungan sekolah sudah memadai tetapi dari beberapa ruangan seperti laboraturium komputer, dan toilet belum terawat dengan baik.
         2)      Dari semua yang kami lihat di lingkungan sekolah belum semua bersih karena masih terdapat sampah yang berserakan. Seharusnya pihak sekolah mengkoordinasi dengan pihak kebersihan. Karena sampah ini sebagian besar di karenakan adanya daun yang berguguran sehinnga cukup susah dalam membersihkan. Apalagi sekolah yang cukup
       3)      Lebih meningkatkan lagi sarana dan prasarana sekolah agar lebih menunjang kegiatan yang belajar mengajar yang dilaksanakan sekolah, dan tentunya memenfaatkan sarana dan prasarana tersebut dengan maksimal.
     4)      Sebaiknya dalam proses pembelajaran siswa yang harus banyak aktif dan guru hanya sebagai vasilitator.
       5)      Dalam menentukan metoda pembelajaran, guru harus mempertimbangkan materi yang di ajarkan oleh guru sesuai silabus. Tetapi guru juga di sarankan dapat menginovasi pembelajaran baik dari segi media atau cara penyampaian agar siswa lebih tertarik kepada materi yang di ajarkan terutama mata pelajaran IPS.
Untuk penulis dan pembaca :
Dalam penulisan laporan ini penuis nenyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam materi maupun redaksi penulisannya, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi untuk pencapaian penulisan hasil laporan berikutnya yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Idris, Muhamad. Kiat Menjadi Guru Profesional. Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Rusn, Abidin Ibn. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Abȋ Shâlih, Muhȋbb al-Dȋn Ahmad, et al. Mudzakkirah Mu’jizah fȋ al-Tarbiyah al-Islâmiyyah wa Thuruq Tadrȋs al-‘Ulûm al-Diniyyah wa al-Arabiyyah. Al-Madȋnah al-Munawwarah: Matâbi‘ al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah, 1410 H.
Usmaan Uzer Moh 2010 Menjadi Guru Profesional edisi kedua. Remaja Rosdakarya: Bandung
Suparlan. 2002. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta : Hikayat Publishing
Santrock, John W 2008 Psikologi Pendidikan edisi kedua. Prenada Media Group: Jakarta
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. Al-Tarbiyyah al-Islâmiyyah, ter. Bustami A. Gami dan Djohar Bahry, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Hamalik, Oemar. (2004). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi Aksara
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta; Kencana, 2006


[2] KBBI Online ini dikembangkan oleh Ebta Setiawan © 2012-2019 versi 2.5
[3] Op,cit Jhon W Cresswell. ( 2010 ). Hal 300
[4] Anwar Hasnun  Mengembangkan sekolah yang efektif (modal untuk cakep dan kepsek) /  Media. Serial Book.: Data Media, 2010
[5] Zamroni.  Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Pubilshing., 2000
[6] ProfDRHArief RachmanM.Pd Peran Orang Tua dan Guru dalam Mensukseskan Pendidikan dan Karakter Anak , Gramedia, 2009
[7] Ibit, ProfDRHArief RachmanM.Pd , 2009
[8] (Undang-undang No.20, 2003).

Senin, 20 Mei 2019

RESUME PROSES SUPERVISI PENDIDIKAN


 RESUME ADMINISTRASI DAN SUPERVISI PENDIDIKAN

(PROSES SUPERVISI PENDIDIKAN)


A.    Pengertian Proses Supervisi Pendidikan
Supervisi menurut Suhertian merupakan usaha memberikan layanan dan bantuan kepada guru-guru baik secara individual maupun berkelompok demi memperbaiki pengajaran. Senada dengan Suhertian, menurut Soewadji Supervisi merupakan rangsangan, bantuan yang diberikan guru agar kemampuan profesional semakin berkembang sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung efektif dan efisien. Dari pengertian tersebut, terdapat kata kunci yaitu bantuan. Inilah yang membedakan supervisi dengan pengawasan. pengawasan merupakan tindakan membandingkan yang seharusnya dengan yang terjadi sedangkan supervisi lebih menekankan pada bantuan. Bantuan yang dimaksud dapat berupa bimbingan, pelatihan untuk meningkatkan kinerja guru dan sekolah.
 Siklus supervisi menurut Lipham dimulai dari kegiatan perencanaan, penetapan tujuan, observasi awal, mengadakan diskusi, observasi kelas dan evaluasi. Hasil observasi dijadikan bahan untuk evaluasi, potensi dan kelemahan didiskusikan secara bersama serta pemecahannya. Membuat dan mengembangkan program untuk memperbaiki kelemahan yang ada. Program yang telah dibuat dilaksanakan oleh guru dibawah bimbingan pembina (supervisor). Efektifitas pelaksaan program yang dilakukan pun dievaluasi.
B.     Proses Supervisi Pendidikan
1.      Supervisi Korektif, Supervisi ini menekankan pada usaha-usaha mencari kesalahan guru. Supervisi yang bersifat korektif ini tidak menguntungkan karena dapat membuat guru frustasi dan bersikap negatif terhadap program-program supervisi.
2.      Supervisi Preventif, Supervisi yang bersifat preventif menekankan pada usaha-usaha untuk mencegah guru melakukan kesalahan misalnya dengan memberikan larangan-larangan atau pedoman secara tertulis. Supervisi ini tidak akan menolong guru meningkatkan kemampuannya. Guru menjadi takut dalam bertindak kecuali hal yang sesuai dengan yang dipaparkan.
3.      Supervisi Konstruktif, Supervisi yang bersifat konstruktif ialah supervisi yang berorientasi kemasa depan. Supervisi yang demikian ini didasari pada kenyataan dan keyakinan melihat kesalahan yang lampau serta menjaga agar guru tidak membuat kesalahan. Hal ini tidak banyak menolong guru-guru untuk berkembang dalam profesi maupun kepribadianya. Hakikat pendidikan ialah membangun agar menjadi lebih baik. Peranan supervisi adalah membina dan membangun. Kesalahan-kesalahan masa lampau dapat digunakan sebagai pengalaman dan penemuan untuk masa depan. Jadi tugas supervisi adalah menolong guru-guru untuk selalu melihat kedepan, melihat hal-hal yang baru dan secara antusias mengusahakan perkembangan.
4.      4. Supervisi Kreatif, Dalam supervisi konstruktif peran supervisor lebih besar dibanding guru, dalam supervisi kreatif peran guru lebih besar dibanding supervisor dalam hal perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang ada. Peran supervisor hanya membina dan mendorong guru. Dengan kata lain supervisor menciptakan situasi yang dapat meningkatkan kreatifitas guru. Hal-hal yang baru hanya mungkin terjadi berkat adanya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas hanya muncul dalam situasi dimana orang merasa aman untuk mencoba hal-hal yang baru, dengan resiko akan membuat kesalahan-kesalahan.
Ketika pengawas melakukan pengawasan terhadap guru, TU, dan kepala sekolah, pengawasan tersebut disebut pengawasan fungsional karena berhubungan dengan tugasnya. Ketika Kepala Sekolah melakukan pengawasan kepada guru, TU, dll pengawasan tersebut dinamakan pengawasan struktural karena berhubungan dengan jabatannya sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut. Karena supervisi dilakukan pula oleh kepala sekolah maka dikenalah istilah pengawasan melekat (waskat).
Ketika pengawas mengawasi guru maka sidebut supervisi klinis sedangkan saat mengawasi kepala sekolah, TU, dan lain-lain disebut supervisi administratif.
Pengawas melakukan kunjungan kelas, melihat hal-hal yang kurang kemudian membuat instrumen untuk kemudian melakukan pengawasan. sebelum melakukan pengawasan, maka seharusnya ada tahap-tahap yang harus dilakukan yaitu monitoring, evaluasi, dan bantuan. Yang harus dipahami adalah bahwa sepervisor bukanlah pengawas tetapi orang yang memberikan bantuan. Bantuan yang diberikan pun tidak sama pada tiap-tiap sekolah, tergantung dari permasalahan yang dihadapi.

5.       Supervisi Kooperatif, Dalam proses evaluasi di bidang supervisi pendidikan seorang supervisor dapat mempertimbangkan untuk melakukan sendiri¬ (single – process) atau bersama-sama dengan stafnya (cooperative process). Mengingat bahwa supervisi pendidikan bukan tanggung jawab pribadi supervisor, melainkan merupakan karya dan tanggung jawab bersama, maka evaluasi sebagai bagian yang esensial untuk menilai keberhasilan program supervisi pendidikan haruslah dilakukan secara kooperatif dengan berlandaskan pada prinsip prinsip supervisi pendidikan haruslah dilakukan secara kooperatif dengan berlandaskan pada prinsip prinsip pendidikan yang demokratis dimana seluruh staf dan pihak-pihak yang berkepentingan diikutsertakan atau wakil-wakilnya yang representative dan dikerahkan untuk proses evaluasi dalam suatu wadah “musyawarah”.
Proses evaluasi program supervisi pendidikan pada dasarnya berupa prosedur, tahapan-tahapan, atau langkah-langkah yang perlu ditempuh oleh supervisor dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi pendidikan.












DAFTAR PUSTAKA

Ngalim Purwanto, 2007, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Redja Mudyahardjo, 2002, Penngantar Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suryosubroto, 1998, Dasar Dasar Psikologi Untuk Pendidikan di Sekolah, Jakarta: PT Prima
Karya.



MAKALAH ENGLISH "ICT"


MAKALAH ICT
CHAPTER I
INTRODUCTION
In modernized areas of the world, almost every aspect of people’s lives is affected in some way by computers. If you rely on retirement income, disability checks from government, tax and insurance refunds, or a host of other such payments, your receiving them is dependent on computers. If you are an employee, chances are that your payroll checks are computerized. Computers keep track of money deposited in banking institutions and the interest paid. They control countless devices in modern homes, such as those that generate electricity or purify water. They are a boon to doctors, clinics and hospitals in diagnosing health problems – and saving lives. Computers are used to monitor weather conditions and to keep airplanes from colliding in the air.
The development of information Technology (IT) has permeated the application of computers in the learning process, which is generally known as Computer Assisted Learning (CAL). A computer as a medium is used for the sake of facilitating people in learning, such as learning a language. However a computer is solely a tool and a medium. Hence, it is powerless and is totally dependent on the users. In this case, the computer is an intermediary; it is merely a part of the entire learning process. (Hartoyo 2008, 11)
Recently, the numbers of English teachers using CALL has increased markedly. In addition, many articles have been written about the role of it in English learning. Although the potential of the Internet for educational use has not been fully explored yet and the average school still makes limited use of computers for some reasons , it is obvious that we have entered a new information age in which the links between ICT and EFL have already been established. This paper is aimed at discussing what CALL is and what advantages and disadvantages CALL offers so as we know its strength and weaknesses in their usage for teaching English for ESL students.
CHAPTER II
DISCUSSION
Computer-Assisted Language Learning ( CALL )
a.      Definition and History of CALL
Computer – Assisted Language Learning (CALL) is an approach to language teaching and learning in which computer technology is used as an aid to the presentation, reinforcement and assessment of material to be learned, usually including a substantial interactive element. Computer Assisted Language Learning (CALL) studies the role and the use of Information and Communication Technologies (ICT) in second/foreign language learning and teaching. It includes a wide range of activities spanning materials and courseware development, pedagogical practice and research.
Typical CALL programs present a stimulus to which the learner must respond. The stimulus may be presented in any combination of text, still images, sound, and motion video. The learner responds by typing at the keyboard, pointing and clicking with the mouse, or speaking into a microphone. The computer offers feedback, indicating whether the learner’s response is right or wrong, and in the more sophisticated CALL programs, attempting to analyses the learner’s response and to pinpoint errors. Branching to help and remedial activities is a common feature of CALL programs.
Facing this sudden deluge of CALL titles, students and teachers are likely to wonder: How effective are these programs? How worthwhile is it to spend time and money on them? How do we choose among so many offerings? Having invested much time and effort and come to the sobering realization that their labor of love may not have always worked miracles, CALL developers may also ask themselves: Have the initial promises of CALL been realized? How do we improve? Is there any untapped potential left in CALL?
There is no question that Computer Assisted Language Learning (CALL) has come of age. Computers have been a feature of teaching and learning of Modern Foreign Languages (MFL) since the 1960s in higher education and since the early 1980s in secondary education. The rapid growth in the use of ICT in MFL in the 1980s led to the foundation of the two leading professional associations: CALICO (USA) in 1982 and EUROCALL (Europe) in 1986, both of which continue to thrive and now form part of the World CALL umbrella association. Early CALL favored an approach that drew heavily on practices associated with programmed instruction. This was reflected in the term Computer Assisted Language Instruction (CALI), which originated in the USA and was in common use until the early 1980s, when CALL became the dominant term. Throughout the 1980s CALL widened its scope, embracing the communicative approach and a range of new technologies, especially multimedia and communications technology. An alternative term to CALL emerged in the early 1990s, namely Technology Enhanced Language Learning (TELL), which was felt to provide a more accurate description of the activities which fall broadly within the range of CALL. The term TELL has not, however, gained as wide an acceptance as CALL.
b.     Programs
For many years, foreign language teachers have used the computer to provide supplemental exercises. In recent years, advances in computer technology have motivated teachers to reassess the computer and consider it a valuable part of daily foreign language learning. Innovative software programs, authoring capabilities, compact disk technology, and elaborate computer networks are providing teachers with new methods of incorporating culture, grammar, and real language use in the classroom while students gain access to audio, visual, and textual information about the language and the culture of its speakers.
c.      Computer-Based Foreign Language Programs
For many years, basic drill-and-practice software programs dominated the market in computer-assisted language learning. These programs focused on vocabulary or discrete grammar points. A vast array of drill-and-practice programs are still available; in addition, however, an increasing number of innovative and interactive programs is being developed. Simulation programs, while reinforcing grammar points, present students with real-life situations in which they learn about the culture of a country and the protocol for various situations. For example, the “Ticket” series by Bluelion Software and “Recuerdos de Madrid” from D.C. Heath are simulations that provide country-specific situations in a task-based format. “PC Globe” and encyclopedia-type programs are information programs that allow students to conduct research in the target language. Games such as the foreign language versions of “Where in the World Is Carmen Sandiego?” by Broderbund Software or “Trivial Pursuit” from Gessler publishers provide an entertaining environment for students to learn culture and the target language through problem-solving and competition. Writing assistants, like “Salsa” and “Systeme-D” aid students in writing compositions in the target language by providing help in grammar, style, and verb conjugation and use.
d.      Customizing, Template, And Authoring Program
The greatest flexibility for teachers using CALL is in the area of authoring programs. Teachers can use these programs to create simple or elaborate software programs using their own materials. In this way, teachers are able to design the program to fit their own lesson plans. Authoring programs range from simple template programs to more complicated authoring languages. Template programs, such as “Choicemaster” and “Storyboard” from Eurocentres Software, provide teachers with the basic structure for a program into which they put their own exercises. “Dasher” by Conduit Software, and “Calis,” developed at Duke University, provide more flexibility in creating exercises that allow teachers to work with screen design and different types of programs. Teachers have the most flexibility in program development and design in authoring systems such as “Toolbook,” by Asymetrix, and “Hypercard,” packaged with each Macintosh computer, which allow multimedia capabilities as well as less complicated authoring possibilities.

2. Advantages and disadvantages of CALL
a.      Advantages of CALL
Many educators indicate that the current computer technology has many advantages for second language learning. The following are the advantages as stated by many experts:
♦       Interest and motivation
Classical language teaching in classroom can be monotonous, boring, and even frustrating, and students can loose interest and motivation in learning. CALL programmers can provide student ways to learn English through computer games, animated graphics, and problem-solving techniques which can make drills more interesting (Ravichandran 2000).
♦       Individualization
CALL allows learners to have non-sequential learning habit; they can decide on their own which skills to develop and which course to use, as well as the speed and level by their own needs.
♦       A compatible learning style
Students have different style of learning, and an incompatible style for students will cause serious conflicts to them. Computer can provide an exciting “fast” drill for one student and “slow” for another.
♦       Optimal use of learning time
The time flexibility of using computer enables students to choose appropriate timing for learning. Winter (1997) in Kiliçkaya (2007) stressed the importance of flexible learning, learning anywhere, anytime, anyhow, and anything you want, which is very true for the web-based instruction and CALL. Learners are given a chance to study and review the materials as many times they want without limited time.
♦       Error analysis
Computer database can be used by teacher to classify and differentiate the type of general error and error on account of the influence of the first language. A computer can analyze the specific mistakes that students made and can react in different way from the usual teacher, which make students able to make self-correction and understand the principle behind the correct solution. (Ravichandran, 2007)
♦       Guided and repetitive practice
Students have freedom of expression within certain bounds that programmers create, such as grammar, vocabulary, etc. They can repeat the course they want to master as many as they wish. According to Ikeda (1999) in Kiliçkaya (2007), drill-type CALL materials are suitable for repetitive practice, which enable students to learn concepts and key elements in a subject area.
b.      Disadvantages of CALL
Although there are many advantages of computer, the application of current computer technology still has its limitations and disadvantages.
•        Less-handy equipment.
According to Ansel et al (1992) in Hartoyo (2006, 31), the CALL program is different from traditional books that can be carried around and studied wherever and whenever they wish: on a train, at home, in the middle of the night, and so on. School computers or language laboratory can only be accessed in restricted hours, so CALL program only benefits people who have computers at home or personal notebook.
•        Increased educational costs.
Gips, DiMattia, and Gips (2004) in Lai (2006) indicated that CALL will increase educational cost, since computers become a basic requirement for students to purchase, and low-budget school and low income students cannot afford a computer
•        Lack of trained teachers.
It is necessary for teachers and students to have basic technology knowledge before applying computer technology in second language teaching and learning. Therefore, computers will only benefit those who are familiar with computer technology (Roblyer 2003 in Lai 2006).
•        Imperfect current CALL programs
At present, the software of CALL mainly deals with reading, listening, and writing skills. There are some speaking programs have been developed recently, but their functions are still limited. Warschauer (2004) in Lai (2006) stated that a program should ideally be able to understand a user’s spoken input and evaluate it not just for correctness but also for ‘appropriatness’. Speaking program should be able to diagnose a learner’s problem with pronunciation, syntax, or usage and then intelligently decide among a range of options.
•        Inability to handle unexpected situations
The learning situation that a second-language learner faces are various and ever changing. Computers merely have artificial intelligence, and it cannot deal with learner’s unexpected learning problem or response to learner’s questions immediately as teachers do. Blin (1994) in Lai (2006) stated that computer technology with that degree do not exist, and are not expected to exist quite a long time. In other words, todays computer technology and its language learning programs are not yet intelligent enough to be truly interactive.
 Conclusion
              The advantages of CALL can be outlined as providing motivation and autonomy for learner, compatible and time flexible learning, immediate and detailed feedback, error analysis, and a process syllabus. Some considerations must be given to the disadvantages of CALL, such as less handy equipment, high cost of education, lack of trained teachers and of CALL programs of perfect quality, and limited capacity of computers to handle unexpected situations.
CALL has certain advantages and disadvantages and  teachers should know the strengths and weaknesses in applying CALL in ESL classrooms. It is agreeable that technological advancement and development has enabled the application of CALL programs in language learning and instruction, and it has become a new trend recently. Even so, computer technology still has its limitation and weaknesses. Therefore, we must first realize the advantages and disadvantages of current CALL programs before applying them to improve our teaching or to help student learning. In the end, we can avoid the mistake in employing CALL program and get the maximum benefit for our ESL teaching and learning.

References
Breland,H.M. 1996. Computer-assisted writing assessment: The politics of science versus the humanities. New-York: Modern Language Association of America.
Hartoyo, Ma, Ph.D. 2006. Individual Differences in Computer Assisted Language Learning (CALL). Semarang: Universitas Negeri Semarang Press.
History of CALL - http://www.history-of-call.org/
htpp://www.iatefl.org.pl/call/j_soft27.htm





MAKALAH FIQIH IBADAH " PENGERTIAN NIAT DAN HUKUM NIAT"


MAKALAH PENGERTIAN NIAT DAN HUKUM NIAT

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Niat adalah salah satu unsur terpenting dalam setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Bahkan dalam setiap perbuatan yang baik dan benar (ibadah) menghadirkan niat hukumnya fardhu bagi setiap pelaksananya. Banyak hadis yang mencantumkan seberapa penting arti menghadirkan niat dalam setiap perbuatan. Niat juga mengan dung makna keikhlasan terhadap apa yang akan kita kerjakan.
Umar bin al-Khatthab yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dengan niat dan sesungguhnya masing-masing orang mendapatkan apa yang dia niatkan.” Jadi pada intinya setiap niat yang baik pasti menghasilkan perbuatan yang baik pula dan sebaliknya, setiap niat yang buruk akan menghasilkan perbuatan yang buruk pula.
Tetapi pada salah satu ibadah fardhu, yaitu salat. Masalah menghadirkan niat menjadi suatu objek pertentangan di antara beberapa mahzab. Hal yang menjadi titik pusat permasalahan bukanlah harus atau tidaknya niat itu dihadirkan. Karena memang niat itu harus dihadirkan pada setiap perbuata. Tapi masalahnya terletak pada cara menghadirkan niat dalam salat. Apakah cukup dalam hati saja? Atau harus diucapkan? Dan masih banyak masalah lainnya.
B.  Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian niat?
2. Apakah Hukum dari Niat?
3. Sebutkan macam-macam Niat?
4. Jelaskan kedudukan Niat?

BAB  II
PEMBAHASAN
        A.    Definisi Niat
An Niat (niat) secara bahasa artinya adalah al qashdu (maksud) dan al iraadah (keinginan) atau dengan kata lain qashdul quluub wa iraadatuhu (maksud dan keinginan hati).Sedangkan definisi niat secara istilah adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di,beliau berkata,“Niat adalah maksud dalam beramal untuk mendekatkan diri.
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya,maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya.Barang Siapa yang hijrahnya disebabkan karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.”(HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari,no.1 dan Muslim,no.1907]

Aspek niat itu ada 3 hal :
1.                   Diyakini dalam hati.
2.                   Diucapkan dengan lisan (tidak perlu keras sehingga dapat mengganggu orang lain atau bahkan menjadi riya.
3.                   Dilakukan dengan amal perbuatan.
Dengan definisi niat yang seperti ini diharapkan orang Islam atau Muslim itu tidak hanya 'bicara saja' karena dengan berniat berati bersatu padunya antara hati,ucapan dan perbuatan.Niat baiknya seorang muslim itu tentu saja akan keluar dari hati yang khusyu dan tawadhu, ucapan yang baik dan santun, serta tindakan yang dipikirkan masak-masak dan tidak tergesa-gesa serta cermat.Karena dikatakan dalam suatu hadits Muhammad apabila yang diucapkan lain dengan yang diperbuat termasuk ciri-ciri orang yang munafik,Imam an-Nawawi berkata:[1]
“Niat adalah fardhu, shalat tidak sah tanpanya”
Niat itu berarti bermaksud dan berkehendak.Letak niat adalah di dalam hati.Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ
“Niat itu letaknya di dalam  hati berdasarkan kesepakatan ulama.Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya,maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.”(Majmu’ah Al-Fatawa,18:262)

Ibnul Mundzir,Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini,Qadhi Abu ath-Thayyib, dan Muhammad bin Yahya dan lain-lainnya menukil ijma’ulama bahwa “salat tidak sah tanpa niat.”
Jadi para ulama telah berijma’ bahwa shalat tanpa niat tidak sah, ijma’ini berdasar kepada hadis yang disampaikan oleh Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.Maka siapa yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tujukan/niatkan”.
     B.     Hukum Niat
Dalam kitabnya, Risâlah fî Tahqîq Qawâid al-Niyyah, alSa’îdân menguraikan hukum niat sebagai berikut:
Sudah ada ketetapan bagi kami, para ulama’,bahwa niat adalah salah satu syarat sah segala yang diperintahkan, seperti tahârah, salat lima waktu, puasa Ramadlan,zakat, haji,dan lain-lain.Ibadah-ibadah ini tidak sah kecuali disertai niat; niat adalah syarat dalam pengamalan ibadah-ibadah tersebut; memang,salah satu ciri khas syarat ialah harus terpenuhi sebelum suatu tindakan pelaksanaan perintah dilakukan.
Penjelasan ini memposisikan niat sebagai syarat sah.Artinya,tanpa niat, pengamalan perintah ajaran agama tidak sah.Ada kaidah fiqhiyyah menyebutkan, segala tindakan yang tanpanya tindakan wajib tak bisa sempurna, maka tindakan tersebut menjadi wajib. Analoginya, jika disuruh mengambil topi di atas genteng, otomatis mencari galah atau tangga masuk dalam perintah itu, karena tanpa dua alat bantu itu, perintah tidak mungkin atau paling tidak,sulit dilaksanakan.Kiranya dalam konteks itulah, hadir sabda Rasulullah Saw yang menyatakah bahwa:
“Niat seorang mukmin lebih baik dari pada amalnya;dan niat orang jahat lebih buruk dari pada perbuatannya”.
Sabda rasulllah  di atas hadir dalam konteks prioritas niat. Artinya, niat baik saja sudah dinilai lebih baik, apalagi jika dilaksanakan. Sebaliknya, niat jahat pun sudah lebih buruk, apalagi jika dilakukan. Dari segi fungsi, al-Qarâfî yang menyatakan niat itu wajib dilakukan karena alasan fungsional.
Hikmah mengapa niat itu diwajibkan ialah untuk membedakan mana tindakan ibadah dan mana yang bukan,atau membedakan tingkat prioritas ibadah,sunah atau wajibkah. Pertama, niat itu berfungsi membedakan tindakan yang untuk Allah dari amaliyah yang tidak untukNya.Contohnya seperti mandi Bisa saja,dengan mandi yang Alasannya, karena niat itu tulus dan suci, sementara perbuatan banyak infeksi virus riya’, ‘ujub, dan sejenisnya.orang berniat segar-segaran saja,atau bersih-bersih badan saja;tapi itu bisa bernilai ibadah jika mandi diniatkan sebagai amaliah yang diperintahkan.Kalau diniatkan,mandi bersih itu untuk Allah; kalau tidak, maka tak ada nilai ibadah. Puasa juga begitu;bisa saja orang puasa kerena tak ada makanan atau diet.Kalau ada niat, jelas ituada nilai ibadah.
Uraian ini memperlihatkan bahwa dari sudut pandang yuridis, hukum melakukan niat bisa mubâh jika tindakan yang dilakukan bukan hal ibadah, dan bisa berhukum wajib jika tindakan yang dilakukan termasuk kategori ibadah, seperti telah dijelaskan;namun dari sisi kualitas output, amal baik yang diniatkan akan lebih optimal dari pada yang tidak diniatkan. Maka lazim didengar ungkapan “Tidak berhasil itu karena kamu nggak niat dalam melakukannya!”.
       C.     Macam-Macam Niat.
Niat dibagi mejadi 2 yaitu :
1.      Niyatu Al-‘amal
Yang dimaksud niyatu al-’amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain.Misalnya mandi,harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah.Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih.
2.Niyat Al-ma’mul Lahu
Niyat al-ma’mul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya.Dengan kata lain,amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.Di dalam al-Qur’an,niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha’(mencari).(Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sa’di dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar,sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal.36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami’ al-’Ulum oleh Ibnu Rajab hal.16-17).
      D.    Kedudukan Niat
Segala perbuatan yang kita lakukan setiap harinya tidak jauh hubungannya dengan niat. Perbuatan yang kita lakukan akan bernilai ibadah jika kita melakukan perbuatan itu dengan di niati ibadah kepada allah, begitu jiga sebaliknya perbuatan kita tidak akan bernilai apapun jika kita tidak menyertakan niat di dalam perbuatan kita. Sebagamana sabda nabi yang Artinya :
‘Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Yahya dari Muhammad Bin Ibrahim At Taimi dari 'Alqamah Bin Waqqash dia berkata; aku mendengar Umar berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda:"Perbuatan itu hanya tergantung pada niat,dan setiap orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan, barangsiapa Hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya akan menuju kepada Allah dan RasulullahNya,dan barangsiapa Hijrahnya untuk mendapatkan keduniaan atau untuk seorang wanita yang akan dinikahinya,maka Hijrahnya akan mendapatkan apa yang dia niatkan.”
Dari keterangan di atas jelas bahwa niat mempunyai posisi yang sangat penting dalam segala perbuatan yang kita lakukan sehari-hari.Segala perbuatan kita akan mempunyai bobot yang sangat tinggi jika kita barengi dengan niat yang baik, begitu juga sebaliknya jika kita beribadah yang kelihatanya bernilai tinggi di hadapan allah itu akan turun bobotnya jika ibadah tersebut terdapat niat yang salah.Bila kita di niatkan karena allah maka akan mendapat pahala,dan jika diniatkan hanya karena dunia akan mendapatkan dunia yang di inginkan dan tidak mendaoat pahala allah.
Adapun hikmah disyariatkannya niat adalah:
1.      Untuk membedakan perbuatan Ibadah dan perbuatan yang bukan ibadah (Misalnya: Duduk di Masjid.Ada orang yang duduk dimasjid hanya sekedar duduk - duduk saja, tetapi ada pula orang yang duduk dimasjid dengan maksud ber ibadah disertai niat itikaf)
2.      Untuk membedakan Antara satu perbuatan ibadah dan perbuatan ibadah lainnya (Niat Sholat Wajib berbeda dengan Niat Sholat Sunat).
3.      Untuk membedakan Antara perbuatan yang ditujukan kepada Allah S.W.T. dan yang ditujukan kepada selain Allah S.W.T. dan Untuk membedakan Antara perbuatan yang dilakukan atas dasar kesadaran sendiri dan adanya paksaan pihak lain. [2]

BAB  III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati. Wajib bagi seorang muslim mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau sunnah.Karena di dalam hadits ditunjukkan bahwasanya amalan itu bisa tertolak apabila luput darinya niatan yang disyariatkan.Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat wajib,dhuhur, atau ashar,dst.Bila ingin puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau yang lainnya.
Amal tergantung dari niat,tentang sah tidaknya,sempurna atau kurangnya,taat atau maksiat.Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu diingat niat yang baik tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi ma’ruf (kebaikan),dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.
B.  Saran dan Kritik                                                                               
Demikian dari makalah kami,kemudian kami mengharap kritik dan sara yang bersifat membangun guna tercapainya makalah yang lebih baik lagi.Selanjutnya kami memohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan. 

DAFTAR PUSTAKA
Abdulah,salim salim bahammam,fiqih ibadah:Jakarta pt.zam zam.2011.

Mohmammad,rifai,fiqih islam:semarang pt.toha putra.2009.



[1] Abdulah salim salim bahammam,fiqih ibadah:Jakarta pt.zam zam.2011.h 123-127.
[2] Abdulah salim salim bahammam,fiqih ibadah:Jakarta pt.zam zam.2011.h 127-129.
3 mohmammad rifai,fiqih islam:semarang pt.toha putra.2009.h.11-15.