LAPORAN MAGANG 1
DI SMP PESANTREN PANCASILA KOTA BENGKULU
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagaimana
yang kita ketahui bersama, semakin hari tingkat pengangguran semakin tinggi
semakin banyak bahkan tidak sedikit sarjana yang menjadi pengangguran. Salah satu landasan yang menyebabnya adalah
kesarjanaan mereka dtidak dibarengi dengan pengalaman keahlian yang diandalkan
untuk memasuki dunia kerja. Dalam era serba modern ini maka masiswa dituntut
agar lebih maju dengan carameningkatkan SDA yang mutlak harus dimiliki
mahasiswa. Salah satu perwujudannya adalah melalui program magang.
Magang
adalah bagian penting dan merupakanpra kondisi dari system penyiapan guru
professional. Dengan magang mahasiswa dapat mengaplikasikan langsung mengenai
apa yang di dapatnya di bangku perkuliahan dengan keterlibatan langsung di
sekolah yang menuntut rasa tanggung jawab sehingga akan tercipta guru-guru yang
bermutu dan berkualitas. Kegiatan magang ini juga merupakan sarana latihan
kerja bagi mahasiswa dalam meningkatkan pemahaman, pengahayatan, dan
ketrampilan di bidang keguruan. Hal
tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa serta upaya untuk
membentuksikap dan ketrampilan sebagai calon guru yang professional.
B.
Tujuan Program Magang 1
Magang 1 bertujuan membangun
landasan jati diri pendidik dan menghasilkan pendidik pemula yang unggul dalam
kecerdasan spritual, intelektual, emosional, dan sosial untuk penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran, baik di sekolah mupun di luar sekolah dengan cara:
1. Pengamatan lansung kultur sekolah.
2. Pengamatan untuk membangun kompetensi
dasar, pedagogik, keperibadian, dan sosial.
3. Pengamatan untuk memperkuat pemahaman
peserta didik.
4. Pengamatan lansung proses belajar
dikelas.
5. Refleksi hasil pengamatan proses
pembelajaran
C.
Manfaat observasi Program Magang 1
1) Bagi Peserta
a Menambah pemahaman dan penghayatan
tentang proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
b Memperoleh pengalaman tentang cara
berpikir dan bekerja secara interdisipliner, sehingga dapat m emahami adanya
keterkaitan ilmu dalam mengatasi permasalahan pendidikan yang ada di sekolah.
c Memperoleh daya penelaran dalam
melakukan penelaahan, perumusan, dan pemecahan masalah pendidikan yang ada di
sekolah.
d Memperoleh pengalaman dan keterampilan
untuk melaksanakan pembelajaran dan kegiatan manajerial di sekolah.
a Memperoleh kesempatan untuk ikut dalam
menyiapkan pendidik pemula yang berdedikasi dan profesional.
b Mendapatkan bantuan pemikiran, tenaga,
ilmu, dan teknologi dalam merencanakan, serta melaksanakan pengembangan
sekolah.
BAB II
LANDASAN KAJIAN TEORI
A. Konsep
( Teori Tentang Guru )
1.
Pengertian
Guru Menurut Para Ahli
Ahmadi (1977)Menurut Ahmadi, pendidik
ataupun guru merupakan sosok yang berperan sebagai pembimbing dalam proses
belajar mengajar. Guru harus dapat menghadirkan kondisi dan situasi proses
belajar mengajar yang dapat mendorong dan membangkitkan semangat siswanya
sehingga siswa mampu menyadari kecakapan dan peluang prestasi yang mungkin
didapatkannya.
Mulyasa (2003)Menurut E. Mulyasa,
pendidik haruslah memiliki standar kualifikasi akademik dan kompetensi agen
pembelajaran, sehat secara jasmani dan rohani, serta memiliki kemauan dan
kemampuan yang besar dalam proses perwujudan tujuan pendidikan nasional.
Dri Atmaka (2004)Menurut Dri Armaka
pendidik merupakan manusia dewasa yang memiliki tugas sebagai pemberi
pertolongan untuk setiap anak didik dalam proses perkembangan jasmani dan
rohani dari setiap anak didik tersebut. Untuk bisa memenuhi tugas ini, seorang
pendidik harus mampu menopang dirinya sendiri, melaksanakan tugasnya terhadap
Tuhan-nya, dan melaksanakan tugas sebagai mahluk sosial serta mahluk individu
yang mandiri.
Husnul Chotimah (2008)Menurut Husnul
Chotimah, pengertian guru adalah orang yang memberikan fasilitas dalam kegiatan
transfer ilmu pengetahuan dari sumber ilmu ke peserta belajar.
2.
Karakteristik Yang Melekat Pada Guru
Menurut Drs. Moh. Uzer Usman (1996) ada
beberapa karakteristik yang melekat pada profesi guru. Beberapa karakteristik
dan ciri tersebut yaitu :
v Guru harus memiliki fungsi dan
signifikasi sosial untuk masyarakat yang ada di sekitarnya.
v Guru membutuhkan keterampilan khusus
yang dapat diperoleh melalui proses pendidikan yang bertanggung jawab dan juga
dapat dipertanggung jawabkan.
v Guru harus memiliki kompetensi yang
ditopang oleh sebuah fokus disiplin ilmu tertentu (a systematic body of
knowledge)
v Profesi guru harus memiliki kode etik
yang melekat dan mengikat dimana ketika kode etik ini dilanggar, maka ada
sangsi tegas terhadap pelanggarnya.
v Guru berhak mendapatkan imbalan berupa
kompensasi secara material ataupun finansial sebagai balas jasa dari apa yang
telah dilakukannya.
3.
ETIKA
Kata etik (atau etika) berasal dari kata
ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Menurut Martin (1993),
etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance
index or reference for our control system”.
Kata etik (atau etika) berasal dari kata
ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang
dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan
yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Sedangkan jika
ditinjau dari bahasa latin etika adalah “ethnic”, yang berarti kebiasaan,
serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral principles or
values.
4.
ETIKA
PROFESI
v Memiliki kepribadian yang tangguh yang
bercirikan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif,
mandiri.
v Memiliki wawasan kependidikan,
psikologi, budaya peserta didik dan lingkungan.
v Mampu melaksanakan praktik bimbingan dan
konseling secara professional.
v Mampu memecahkan berbagai persoalan yang
menyangkut bimbingan konseling.
v Mampu mengembangkan dan mempraktekkan kerja
sama dalam bidangnya dengan pihak terkait.
v Memiliki wawasan psiko-sosial
kependidikan dan kemampuan memberdayakan warga belajar dalam konteks
lingkungannya.
v Memiliki pengetahuan tentang hakikat,
tujuan, prinsip evaluasi pendidikan.
B. Konsep
Teori Siswa
1. Pengertian Siswa
Pengertian siswa/murid/peserta didik. Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian murid berarti anak (orang yang
sedang berguru/belajar, bersekolah). Sedangkan menurut Sinolungan (dalam Riska,
dkk., 2013) peserta didik dalam arti luas adalah setiap orang yang terkait
dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah
setiap siswa yang belajar di sekolah. Menurut Hamalik (2001) siswa atau murid
adalah salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru, tujuan dan
metode pengajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid
adalah komponen yang terpenting diantara komponen lainnya. Murid atau anak
didik menurut Djamarah (2011) adalah subjek utama dalam pendidikan setiap saat.
Sedangkan menurut Daradjat (dalam Djamarah, 2011) murid atau anak adalah
pribadi yang “unik” yang mempunyai potensi dan mengalami berkembang. Dalam
proses berkembang itu anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya
tidak ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan
bersama dengan individu-individu yang lain. Berdasarkan uraian diatas, murid
atau anak didik anak adalah salah satu komponen manusiswi yang menempati posisi
sentral dalam proses belajar mengajar yang ingin meraih cita-cita, memiliki
tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.
2. Karakteristik Siswa
Karakteristik berasal dari kata karakter
yang berarti tabiat watak, pembawaan, atau kebiasaan yang di miliki oleh individu
yang relatif tetap .Menurut Moh. Uzer Usman karakteristik adalah mengacu kepada
karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara
teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan.
Siswa atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau sekelompok orang yang menjalankan pendidikan. Adapun karakteristik siswa
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
·
Pribadi
dan lingkungan : Umur, Jenis kelamin, Keadaan ekonomi orang tua, Kemampuan pra
sekolah, Lingkungan tempat tinggal
·
Psikis
: Tingkat Kecerdasan, Perkembangan jiwa anak, Modalitas belajar, Motivasi,
Bakat dan minat
·
Aliran
yang berkaitan dengan potensi manusia menerima pendidikan adalah sebagai
berikut :
·
Nativisme
: Arthur Schopenhour dari Jerman (1788-1860) anak yang baru lahir membawa bakat
kesanggupan dan sifat-sifat tertentu
·
Empirisme
: Manusia itu dalam perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia
di luar dirinya. John Locke (1632-1704) dari Inggris dengan teorinya “Tabula
Rasa”
·
Konvergensi
: William Stern (1871-1938), yang mengatakan : “kemungkinan-kemungkinan yang
dibawa lahir itu adalah petunjuk-petunjuk nasib dengan ruangan permainan. Dalam
ruangan permainan itulah letaknya pendidikan dalam arti seluas-luasnya.
3. Etika Siswa
Etika Murid terhadap Guru dalam kitab
Ta’lim Muta’allim. Dijelaskan dalam kitab Ta’lim Muta’allim bagi setiap pelajar
sebaiknya mempunyai etika terhadap gurunya. Karena begitu tinggi penghargaan
itu sehingga menerapkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi. Agar
siswa bisa memuliakan gurunya. Maka sebaiknya seorang murid diperlukan
internalisasi sikap wara’ dalam beretika terhadap guru, sikap ini akan
menjadikan ilmu yang didapat mempunyai berdaya guna lebih banyak. Di antara
sikap Wara’ adalah:
·
Menghindari
rasa kenyang.
·
Menjaga
diri dari dari kebanyakan tidur.
·
Menjaga
diri agar tidak terlalu banyak bicara yang tidak bermanfaat.
·
Menjaga
diri dari ghibah (memberikan kejelekan orang lain).
·
Menjaga
diri dari perkumpulan yang isinya hanya gurau. Perkumpulan semacam itu hanya
akan mencuri umur, menyia-nyiakan waktu.
·
Menjauhkan
diri dari orang-orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat. Sebaiknya siswa
hendaknya berdekat-dekat dengan orang-orang sholeh (pada bait lain, Az Zarnuji
juga menyampaikan bahwa maksiat menghambat proses hafalan).
·
Rajin
melaksanakan perbuata-perbuatan baik dan sunah-sunah Rasul.
·
Memperbanyak
shalat sebagaimana shalatnya orang-orang khusyuk.
4. Tugas
Siswa
Tugas seorang siswa di sekolah dibagi
menjadi 5 unsur pokok yaitu:
Belajar : belajar merupakan tugas pokok
seorang siswa, karena melalui belajar dapat menciptakan generasi muda yang
cerdas. Tugas siswa di sekolah dibagi menjadi 3 diantaranya adalah:
· Memahami dan mempelajari materi yang
diajarakan
· Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
oleh guru.
· Mempelajari kembali materi yang telah
diajarkan dan mengerjakan PR jika Ada PR.
· Taat pada peraturan sekolah: setiap
sekolah memiliki tatatertib yang harus ditaati oleh para siswa, demi
terciptanya kondisi sekolah yang kondusif, aman, nyaman untuk siswa dalam
belajar dan menjalani aktivitas selama di sekolah. Selain itu tatatertib
sekolah juga sebagai patokan dan kontrol prilaku siswa di sekolah. Jika tatatertib
dilangar maka akan mendapatkan sangsi atau hukuman.
· Patuh dan hormat pada guru: tugas
seorang siswa di sekolah selanjutnya adalah patuh dan hormat kepada guru.
Rahmat, barokah dan manfaat dari sebuah ilmu itu tergantung dari ridhonya guru.
Oleh karena itu jika siswa ingin menjadi siswa yang cerdas haruslah patuh, taat
dan hormat pada guru.
· Disiplin: ada sebuah istilah “ kunci
meraih sukses adalah disiplin” istilah ini memiliki makna yang kuat jika
seseorang memiliki disiplin yang tinggi maka dia akan sukses.
C. Tradisi
Siswa
Pesantren
adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanya semua tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan
Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Kata pesantren terdiri
dari kata "santri" yang ditambahkan imbuhan "pe" dan
akhiran "an". Kata "santri" menurut A.H Johns berasal dari
Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan istilah santri digunakan
untuk menyebut siswa di pesantren. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan
Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di
Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem
pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam.
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berkembang di
negeri ini diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah
bangsa.
Menurut
Soerjono Soekamto tradisi ialah kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat dengan secara langgeng (berulang- ulang ). Menurut WJS Poerwadaminto
tradisi ialah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat yang
dilakukan secara terus menerus, seperti adat, budaya, kebiasaan dan juga
kepercayaan. Sedangkan menurut Van Reusen tradisi adalah warisan atau norma
adat istiada, kaidah-kaidah, harta-harta. Tetapi tradisi bukan suatu yang tidak
bisa dirubah. Tradisi justru perpaduan dengan beragam perbuatan manusia dan di
angkat dalam keseluruhannya.Serta menurut KBBI tradisi ialah adat kebiasan
turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh masyarakat;
penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling
baik dan benar.
Dengan
demikian dari pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tradisi siswa
adalah segala sesuatu yang dikalukan secara terus menerus sehingga menjadi
suatu kebiasaan siswa, contohnya seperti saat bertemu dengan guru maka siswa
bertegur sapa serta bersalaman, ketika memasukikelas siswa mengucaokan salam,
serta berdoa sebelum dan sesudah belajar, dan lain sebagainya.[2]
D. Aspek-Aspek
Dalam Pembelajaran
Belajar
merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari
berbagai aspek, dua diantaranya yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa misalnya,
belajar dialami sebagai suatu proses, yakni proses mental dalam menghadapi
bahan belajar yang berupa keadaan, hewan, tumbuhan, manusia, dan bahan yang
telah terhimpun dalam buku pelajaran. Dari segi guru proses belajar tampak
sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal. Belajar merupakan proses internal
yang kompleks, melibatkan ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik,
begitu juga dengan perkembangan sosial anak. Seyogyanya guru dapat mengatur
keempat hal tersebut dalam hal acara pembelajaran yang sesuai dengan fase-fase
belajar dan hasil belajar yang dikehendaki, sehingga tujuan dari pembelajaran
itu sendiri dapat tercapai dengan hasil yang maksimal.
Keempat
aspek tersebut menjadi rumusan tujuan instruksional, aspek-aspek pembelajaran
tersebut menurut Bloom dan Krathwohl sebagaimana dikutip oleh Moh. Uzer Usman
dalam bukunya Menjadi guru professional telah menjadi suatu klasifikasi tujuan
yang memungkinkan hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan
belajar-mengajar.[1] Hal ini disadari oleh asumsi bahwa hasil belajar dapat
terlihat dari keempat aspek tersebut (aspek kognitif, afektif, psikomotorik,
dan perkembangan sosial).
a) Aspek Pembelajaran Kognitif
Istilah “Cognitive” berasal dari kata
cognition yang padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas,
cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kognisi adalah proses
pengenalan dan penafsiran oleh seseorang; kegiatan memperoleh pengetahuan atau
usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman sendiri. Dalam perkembangan
selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau
wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan
masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kewajiban yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
konasi dan efeksi yang bertalian dengan ranah rasa.
b) Aspek Pembelajaran Afektif
Menurut Haidar Putra Daulay dalam
Pendidikan Islam mengatakan bahwa afektif adalah masalah yang berkenaan dengan
emosi, berkenaan dengan ini terkait dengan suka, benci, simpati, antipati, dan
lain sebagainya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud
afektif adalah: 1). Berkenaan dengan perasaan, 2) keadaan perasaan yang
memengaruhi keadaan penyakit (panyakit jiwa), 3) gaya atau makna yang
menunjukkan perasaan. Muh. Azer Usman membagi klasifikasi tujuan afektif ke
dalam lima kategori yaitu:
1) Penerimaan. Mengacu kepada kesukarelaan
dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respons terhadap stimulasi yang
tepat. Penerimaan merupakan hasil belajar terendah dalam domain afektif.
2) Pemberian Respons. Satu tingkat di atas
penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi tersangut secara aktif, menjadi
peserta, dan tertarik.
3) Penilaian. Mengacu pada nilai atau
pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan
reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
4) Pengorganisasian. Mengacu pada penyatuan
nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan
konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nila internal, mencakup
tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
5) Karakterisasi. Mengacu pada karakter dan
gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga
tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam
kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial, dan emosi
siswa.
c) Aspek Pembelajaran Psikomotorik
Berbicara mengenai kemampuan
psikomotorik, orang biasanya menganggap bahwa mencapai tujuan penguasaan
keterampilan psilkomotorik jauh lebih sukar daripada mencapai tujuan kognitif.
Sebagian guru mengira bahwa taktik dan strategi mengajarnya juga berlainan.
Kedua asumsi ini jauh berlainan, karena walaupun secara penekanan berlainan,
tetapi secara garis besar prosedurnya sama saja.
d) Aspek Perkembangan Sosial
Secara potensial manusia dilahirkan
sebagai makhluk sosial (zoom politicon), kata Plato. Namun, untuk mewujudkan
potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan
manusia-manusia lain. Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada
orang lain, maka mulailah pula ia menyadari bahwa ia harus belajar apa yang
semestinya ia perbuat seoerti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk
menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
BAB III
METODE OBSERVASI
A. Jenis
observasi
Pada observasi
pengenalan budaya di SMP pancasila kota Bengkulu ini saya menggunakan observasi
jenis non-partisipan, dimana peneliti mengumpulkan data yang dibutuhkanya tanpa menjadi bagian dari situasi yang
terjadi.peneliti memang hadir secara fisik ditempat kejadian, namun hanya
mengamati serta melakukan pencatatan secara sistematis terhadap informasi yang
di perolehnya. Observasi jenis ini harus dilakukan dalam suatu perode yang
panjang agar seluruh data yang
dibutuhkan benar-benar terkumpul secara lengkap.
B. Waktu/
tempat
Proses observasi pada magang 1 ini saya dan
rekan kelompok 1 mulai melakukan kegiatan pada tanggal 27 april sampai tanggal
28 april 2019, tepatnya pada hari sabtu dan hari minggu, jadi kenapa kami
melakukan observasi di hari minggu, itu dikarenakan pada hari minggu anak SMP
pancasila masih masuk seperti hari aktif belajar seperti biasanya, karna mereka
punya jadwal libur pada hari jumat, dan tempat saya melakukan observasi
beralatkan di jalan rinjani jembatan kecil ko,gadingcempaka, jl. Gedang, cemp,
kota Bengkulu 38224
C. Sumber
Informasi
Sumber informasi yang kami dapatkan dari
berbagai sumber, baik dari kepala sekolah langsung¸ maupun dari guru, dan juga
dari para siswa SMP pancasila itu sendiri, mereka sangat antusias dalam
menerima kami pada magang 1 ini, banyak pihak yang berperan dalam memberi
informasi, sehingga dari banyak pertanyaan yang kami ajukan, mereka dapat
menjawab, dan kami sangat puas dengan jawaban mereka. Kami tidak hanya
mengambil sample dari siswa dalam mencari informasi, tapi kami langsung
becakap-cakap langsung dengan anak kelas 7. Agar data yang kami dapatkan
benar-benar valid, begutupun dengan guru yang kami wawancarai, bapak namuik husein.
M,pd. Beliau memberi informasi yang sangat memuaskan, dan itu bear-benar
membuat kami sangat terkesan.
D. Tehnik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi, kajian dokumen-dokumen dan pengumpulan atau pembuatan material
audiovisual. [3]
Studi literatur dan dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan untuk memperoleh
gambaran umum lokasi penelitian dan data karakteristik demografi dari wilayah
penelitian melalui pengkajian dokumen yang tersedia seperti laporan
kantor,koran, arsip-arsip data sekolah. Studi literatur adalah studi yang
dilakukan melalui literatur seperti buku. Jurnal, makalah dan artikel tentang
hasil penelitian sebelumnya. Studi ini dilakukan untuk membantu memperluas
cakrawala pemikiran dan membantu untuk lebih mendalami teori dan isu-isu
terkait tema yang sedang diteliti serta memperoleh konsep atau kerangka
pemikiran yang digunakan dalam analisis data.
·
Observasi
Observasi atau pengamatan adalah salah
satu metode dalam pengumpulan data saat membuat sebuah karya tulis ilmiah.
Nawawi dan Martini mengungkapkan bahwa observasi adalah pengamatan dan juga
pencatatan sistematik atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau
gejala-gejala yang muncul dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi
tersebut akan dilaporkan dalam suatu laporang yang tersusun secara sistematis
mengikuti aturan yang berlaku.
Sedangkan menurut Prof. Heru, observasi
adalah studi yang dilakukan secara sengaja dan sistematis, terarah dan
terencana pada tujuan tertentu dengan mengamati dan mencatat fenomena-fenomena
yang terjadi dalam suatu kelompok orang dengan mengacu pada syarat-syarat dan
aturan penelitian ilmiah. Dalam suatu karya tulis ilmiah, penjelasan yang
diutarakan harus tepat, akurat, dan teliti, tidak boleh dibuat-buat sesuai
keinginan hati penulis.
Ada 2 indra yang diutamakan di dalam
melakukan pengamatan, yaitu telinga dan mata. Kedua indra tersebut harus
benar-benar sehat. Dalam melakukan pengamatan, mata lebih dominan dibandingkan
dengan telinga. Mata ini memiliki kelemahan yaitu mudah letih. Untuk mengatasi
kelemahan yang bersifat biologis tersebut, maka perlu melakukan hal-hal
berikut.
1) Dengan menggunakan kesempatan yang lebih
banyak untuk melihat data-data.
2) Dengan menggunakan orang lain untuk
turut sebagai pengamat (observers).
3) Dengan mengambil data-data sejenis lebih
banyak.
Usaha-usaha
untuk mengatasi kelemahan yang bersifat psikologis, yaitu :
1.
Dengan meningkatkan daya penyesuaian (adaptasi).
2.
Dengan membiasakan diri.
3.
Dengan rasa ingin tahu.
4.
Dengan mengurangi prasangka.
5.
Dengan memiliki proyeksi.
Dalam observasi diperlukan ingatan
terhadap observasi yang telah dilakukan sebelumnya. Karena manusia memiliki
sifat pelupa, maka diperlukan catatan-catatan (check-list), alat-alat
elektronik seperti kamera, video dan sebagainya; lebih banyak menggunakan
pengamat; memusatkan perhatian pada data-data yang relevan; mengklasifikasikan
gejala dalam kelompok yang tepat; menambah bahan persepsi mengenai objek
diamati.
Alat bantu yang dipergunakan di dalam
observasi antara lain, yaitu daftar riwayat kelakuan (anecdotal record);
catatan berkala; daftar catatan (check list); rating scale, yaitu pencatatan
gejala menurut tingkatannya; alat-alat optik elektronik.
Tingkat kecermatan observasi sangatlah
dipengaruhi oleh faktor prasangka dan keinginan observee; terbatasnya kemampuan
pancaindra dan ingatan; terbatasnya wilayah pandang, yaitu kecenderungan
observe menaruh perhatian dengan membandingkannya kepada kejadian lainnya;
kemampuan observer dalam menangkap hubungan sebab akibat; kemampuan menggunakan
alat bantu; ketelitian pencatatan; pengertian observer terhadap gejala yang
diukur.
·
Wawancara
Wawancara menurut Nazir (1988) adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab
sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan
wawancara). Walaupun wawancara adalah proses percakapan yang berbentuk tanya
jawab dengan tatap muka, wawancara adalah suatu proses pengumpulan data untuk
suatu penelitian. Beberapa hal dapat membedakan wawancara dengan percakapan
sehari-hari adalah antara lain:
·
Pewawancara
dan responden biasanya belum saling kenal-mengenal sebelumnya.
·
Responden
selalu menjawab pertanyaan.
·
Pewawancara
selalu bertanya.
·
Pewawancara
tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi harus selalu bersifat
netral.
·
Pertanyaan
yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat sebelumnya.
·
Pertanyaan
panduan ini dinamakan interview guide.
·
Wawabcara
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang
harus diteliti. Selain itu wawancara juga digunakan apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondenya
sedikit/kecil.
Untuk
melakukan wawancara, ada anggapan yang harus atau perlu dipegang yaitu:
·
Bahawa
subyek atau responden adalah yang paling tau tentang dirinya sendiri.
·
Bahwa
yang idinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah hal yang sebenar-benarnya.
·
Bahwa
interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti
kepadanya adalah sama dengan apa yang dimasksud oleh peneliti.
·
Wawancara
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Wawancara juga dapat dibendakan menjadi
wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
a
Wawancara
Terstruktur
terstruktur lebih sering digunakan dalam
penelitian survey atau penelitian kuantitatif, walaupun dalam beberapa situasi,
wawancara tersetruktur juga dalam penelitian kualitatif. Wawancara bentuk ini
sangat terkesan seperti interogasi karena sangat kaku, dan pertukaran informasi
antara peneliti dengan subyek yang diteliti sangat minim. Dalam melakukan
wawancara tersetruktur, fungsi peneliti sebagian besar hanya mengajukan
pertanyaan dan subyek penelitian hanya bertugas menjawab pertanyaan saja.
Terlihat adanya garis yang tegas antara peneliti dengan subyek penelitian.
Selam proses wawancara harus sesuai dengan pedoman wawancara (guideline
interview) yang telah dipersiapkan. Beberapa ciri-ciri wawancara terstruktur
adalah sebagai berikut:
1) Daftar pertanyaan dan kategori jawaban
telah dipersiapkan
Dalam wawancara tersetruktur, daftar
pertanyaan sudah tertulis dalam form pertanyaan serta dengan kategori jawaban
yang telah disediakan. Biasanya dalam bentuk pedoman wawancara. Peneliti hanya
tinggal membacakan pertanyaan yang telah tertulis, sementara subyek penelitian
hanya tinggal menjawab sesuai dengan jawaban yang telah disediakan.
2) Kecepatan wawancara terkendali
Karena jumlah pertanyaan dan jumlah
pilihan jawaban sudah tersedia,dan kemungkinan jawaban yang akan diperoleh
sudah dapat diperediksi, tentu saja waktu dan kecepatan wawancara dapat
terkendali dan telah diperhitungkan sebelumnya oleh peneliti. Peneliti dapat
melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum melakukan wawancara, dan mencatat
waktu yang dibutuhkan selama wawancara tersebut.
3) Tidak ada fleksibilitas (pertanyaan atau
jawaban)
Fleksibilitas terhadap pertanyaan atau
jawaban hamper tidak ada. Peneliti tidak perlu lagi membuat pertanyaan lain
dalam proses wawancara karena semua pertanyaan yang dibuat sudah disimulasikan
terlebih dahulu dan biasanya sudah “fix” ketika turun kelapanga. Begitu juga
dengan jawaban.
4) Mengikuti Pedoman/Guideline Wawancara
(dalam urutan pertanyaan, penggunaan kata dan kalimat, pilihan jawaban dan
tidak improvisasi)
Pedoman wawancara mencakup serangkaian
pertanyaan beserta urutannya yang telah diatur dan disesuaikan dengan alur
pembicaraan. Tidak diperkenankan menggunakan Bahasa atau kata-kata yang tidak
tertulis dalam pedoman wawancara.
·
Dokumentasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil
Penelitian
1)
Pengamatan Langsung Kultur Sekolah
Praktik Baik
yang dilakukan Sekolah (Best Practice)
Praktik
baik yang di lakukan SMP PANCASILA Kota Bengkulu ini tidak jauh berbeda dengan
SMP yang lainnya. Namun, praktik baik ini dapat di contoh bagi sekolah-sekolah
yang belum melaksanakannya. Praktik baik ini yaitu: a. setiap pagi siswa
bersalaman dan baris terlebih dahulu di luar kelas masing-masing dengan guru
sebelum memasuki kelas. b. bagi yang terlambat sebelum diperbolehkan masuk
kelas, siswa harus dicatat namanya terlebih dahulu dan diberi hukuman yang
mendidik . Guru berharap siswa tersebut jera dan tidak datang terlambat lagi.
c. Setiap memulai dan mengakhiri proses pembelajaran siswa, membaca doa
terlebih dahulu.
2)
Kurikulum yang diterapkan di Sekolah
Kurikulum
yang diterapkan di SMP pancasila Kota Bengkulu yang penulis amati adalah menerapkan kurikulum 2013, yang menuntut
proses pembelajaran aktif , inovatif, kreatif, mandiri, gembira dan berbobot
(PAIKEM GEMBROT)
3)
Keadaan Fisik Sekolah
A. Keadaan Lingkungan Sekolah
Kondisi Lingkungan Sekolah SMP pancasila
Kota Bengkulu mempunyai lingkungan yang tidak begitu luas, dan sedikit gedung,
dikarenakan peminat untuk masuk jurusan SMP sangat sedikit, kebanyakan dari
mereka yang masuk pondok pesantren pancasila lebih memilih MTS. Sedangkan
tingkat kebersihan sekolah memang kurang, masih ada sampah yang berserakan
terutama sampah dari daun yang berguguran meskipun begitu sekolahan ini
memiliki lingkungan yang hijau, ini sangat baik bagi kondisi siswa dan tidak
terlalu terkena polusi dari sepeda motor dan pabrik. Selain itu tingkat
keamanan sekolah ini lumayan baik, karena sekolah ini dikelilingi oleh pagar
yang cukup tinggi.serta tidak berada di dekat jalan raya, sehingga suasana
lingkungan menjadi tenang dan siswa menjadi lebih fokus dalam belajar.
B.
Kesiswaan
a
Kriteria
penerimaan siswa baru
Lulus
SD/MI atau surat keterangan yang berpenghargaan sama dengan ijazah SD/MI,
ijazah Program Paket A/ULA/ijazah satuan pendidikan luar negeri yang dinilai
atau dihargai sama atau setingkat dengan SD. Usia paling tinggi 18 tahun pada
awal tahun pelajaran baru
b
Kegiatan
pengembangan siswa / kegiatan ekstra kurikuler
Kegiatan
ekstrakulikuler adalah kegiatan yang dilakukan di luar waktu pembelajaran
sekolah dan bertujuan untuk menggali potensi siswa di non akademik. Selain itu,
kegiatan ekskul ini dapat mengembangkan bakat yang dimiliki siswa.
Ekstrakulikuler
yang ada di SMP pancasila Kota Bengkulu ini lumayan banyak, dan yang paling
mengharumkan di SMP pancasila kota bengkulu ini ada memanah, tetapi siswa
banyak pilihan ekstra kulikuler seperti Futsal, PMR , Pencak Silat,
Pramuka,Paskibraka, dan lainnya.
4)
Proses
Kegiatan Pembelajaran
Proses
pembelajaran di SMP pancasila Kota Bengkulu secara umum sudah berjalan dengan
baik ,hal tersebut dapat penulis lihat dari hasi penelitian, dimana prosedur
guru dalam mengajar sudah cukup baik dengan mengikuti prosedur pengajaran yang
benar. Pada proses pembelajaran langsung di kelas penulis mengamati dari
awal sampai pembelajaran berakhir. Pada waktu itu penulis mengamati proses
pembelajaran di kelas VII yang diajar oleh bpak namuik husein,S.Pd pembelajaran
dimulai dari guru memberikan salam dan mengajak siswa berdoa sesuai keyakinan
masing-masing dan siswa mngikuti dengan baik. Saat guru memulai pembelajaran,
terlebih dahulu guru menanyakan materi yang dibahas kemarin dan menanyakan
kepada siswa tentang materi yang belum dimengerti. Siswa menjawab dengan cukup
antusias. Setelah itu guru memulai materi baru dan menjelaskan materi tersebut
kepada siswa. Selanjutnya, guru memberikan tugas kepada siswa dan hasil tugas
tersebut dipresentasikan di depan teman-teman. Guru juga senantiasa mengamati
respon siswa. Menurut pengamatan penulis, siswa dalam proses belajar sebagian
besar aktif dan sebagian kecil kurang memperhatikan saat guru menerangkan dan
saat temannya mempresentasikan hasil tugas. Ini disebabkan Siswa mempunyai
kemampuan dan potensi yang berbeda-beda dan kurangnya minat siswa terhadap
materi yang diajarkan. Karena kemampuan siswa terkadang tergantung dari mata
pelajaran atau cara guru menyampaikan atau metoda pembelajaran yang guru pakai.
Akhir
pembelajaran di kelas, guru mengulas serta mengevaluai kembali materi yang baru
di sampaikan dan menanyakan kepada siswa bagian mana yang masih bingung.
Setelah itu guru menjelaskan ulang dan kesimpulan dari materi tersebut.
Selanjutnya guru memberikan tugas yang di kerjakan di rumah. Hal ini, guna
untuk proses tindak lanjut agar terlihat mana siswa yang sudah mengerti dan
siswa yang belum mengerti materi yang telah diberikan. Selain itu guru dapat
menilai seberapa besar siswa bertanggungjawab terhadap tugas yang di berikan.
B. Pembahasan
a
Kultur
Atau Tradisi Sekolah
Pembenahan
pendidikan di sekolah melalui kultur sekolah, belum banyak diperhatikan dan
dikembangkan. Sasaran peningkatan mutu pendidikan dipandang tidak cukup hanya
pada aspek proses pembelajaran, kepemimpinan dan manajemen, kendatipun ketiga
aspek tersebut pada dasarnya memberikan kotribusi yang sangat signifikan
terhadap mutu sekolah. Namun satu aspek yang tidak dapat diabaikan sebagai
penentu keberhasilan penyelanggaraan proses pendidikan di sekolah adalah kultur
sekolah. Kultur sekolah yang baik diharapkan akan berhasil meningkatkan mutu
pendidikan yang tidak hanya memiliki nilai akademik namun sekaligus bernilai
afektif. Anwar Hasnun mengemukakan bahwa
kegagalan kepala sekolah dalam mengelola sekolah dikarenakan kegagalan memanej
kultur sekolah dengan baik.[4]
Menurut
Zamroni Hubungan kultur sekolah dengan mutu pendidikan terlihat dari hasil The
Third International Math and Science Study (TIMSS) bahwa faktor penentu
kualitas pendidikan bukan hanya menekankan faktor fisik saja, seperti
kebedaraan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan buku
perpustakaan, tetapi juga dalam wujud non fisik, yakni berupa kultur sekolah.[5]
Kultur sekolah adalah karakter atau pandangan hidup yang merefleksikan
keyakinan, nilai, norma, simbol dan kebiasaan yang telah dibentuk dan
disepakati bersama oleh warga sekolah. Kultur sekolah bersifat bottom-up,
bahwa asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
kebiasaan-kebiasaan dibangun atas kesadaran dan kehendak dari warga sekolah
sehingga merupakan suatu kesepakatan bersama yang diyakini sebagai instrument
dan pendorong semangat untuk mencapai yang terbaik terhadap efektifitas
pengelolaan sekolah sehingga diharapkan semakin kondusif kultur sekolah maka
makin berkembang atau efektiflah peningkatan mutu sekolah yang telah dibentuk
dan disepakati bersama oleh warga sekolah.
Kultur
sekolah ada yang bersifat postitif, negatif, dan netral. Kultur yang bersifat
positif adalah kultur yang mendukung peningkatan mutu pendidikan, seperti
menjalin networking dalam mencapai prestasi akademik dan non
akademik, adanya subsidi silang antar sekolah, memberi penghargaan terhadap yang berprestasi, komitmen dalam
belajar, saling percaya antar warga sekolah, dan se bagainya. Kultur yang
bersifat negatif adalah kultur yang menghambat peningkatan mutu pendidikan,
seperti banyak jam pelajaran yang kosong, siswa takut berbuat salah, siswa
takut bertanya/mengemukakan pendapat, kompetisi yang tidak sehat di antara para
siswa, perkelahian antar siswa atau antar sekolah dan sebagainya. Sedangkan
kultur yang bersifat netral adalah kultur yang tidak mendukung peningkatan mutu
pendidikan, seperti arisan keluarga sekolah, seragam guru dan karyawan, dan
sebagainya.
Pengembangan
kultur sekolah harus menjadi prioritas penting. Semua warga sekolah memiliki
tanggung jawab untuk mengembangkan kultur sekolah untuk mewujudkan pendidikan
yang bermutu. Sekolah yang berhasil membangun dan memberikan kultur yang baik
akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi baik akademik maunpun non
akademik. Artinya, dalam memperbaiki mutu sekolah tanpa adanya kultur sekolah
yang positif maka perbaikan itu tidak akan tercapai, sehingga kultur sekolah
harus menjadi komitmen luas bagi warga dan menjadi kepribadian sekolah, serta
didukung oleh stakeholder sekolah. Dengan kultur sekolah yang positif
dan mewaspadai adanya kultur negatif, maka suasana kebersamaan, kolaborasi,
semangat untuk maju dan berkembang, dorongan bekerja keras dan kultur belajar
mengajar yang bermutu akan dapat diciptakan.
b
Lingkungan Sekolah Yang Baik
Ketua
Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Prof Dr H Arief Rachman, MPd,
mengatakan sekolah yang bagus adalah sekolah yang suasana belajarnya
menyenangkan untuk anak.[6]
Selain itu, masih ada beberapa kriteria sekolah yang bagus menurutnya.Pakar
pendidikan ini membagi setidaknya 10 kriteria untuk memilih sekolah yang baik
bagi anak.
Kepemimpinan
sekolah profesional : Sekolah yang bagus adalah sekolah yang gaya
kepemimpinannya partisipatif, tegas dan bertujuan. Selain itu sekolah yang baik
adalah sekolah yang pemimpinnya mempunyai keterampilan, kemampuan dan kemauan
untuk memajukan sekolah. Ia menyarankan begitu cari sekolah, ketemu kepala
sekolahnya. Ketika wajah kepala sekolah kencang jangan masuk ke sekolah itu.
Tapi kalau dia ramah dan baik bisa jadi pilihan.Semua warga sekolah memahami
dan melaksanakan visi dan misi sekolah : Sekolah yang baik adalah sekolah yang
memiliki kesatuan pandangan dan arah mengenai visi. Selain itu, sekolah baik
itu konsisten dalam pembuatan dan pelaksanaan aturan. Di sekolah itu juga ada
kebersamaan.
Suasana
pembelajaran di sekolah menyenangkan : Ciri sekolah yang baik terutama adanya
atmosfir suasana yang mendukung. Serta lingkungan kerja yang menyenangkan.
Kegiatan
saling mendung: Kegiatan pembelajaran di sekolah sangat beragam seperti intra
dan ekstrakurikuler berjalan secara seimbang dan saling mendukung. Sekolah yang
baik itu berkonsentrasi pada pembelajaran, optimalisasi waktu pembelajaran,
penekanan pada keahlian akademik serta fokus pada pencapaian prestasi.
Guru
mempunyai perencanaan pembelajaran: Sekolah yang baik juga bisa dilihat dari
kualitas guru-gurunya. Dimana sanga guru harus terorganisasi dengan baik,
terstruktur dengan jelas dan mempunyai target yang jelas. Selain itu, guru juga
sebaiknya mengkomunikasikan pembelajaran pada siswa dan adanya fleksibilitas
sesuai dengan kondisi siswa.
Program
positif: Semua program-program yang positif mendapat penguatan dari sekolah,
orangtua dan siswa. Di sekolah yang baik harus ada penegakan disiplin yang
adil, transparan dan jelas. Adanya umpan balik terhadap perkembangan yang
dicapai.
Monitoring:
Sekolah melakukan monitoring dan evaluasi secara terprogram dan berdampak
terhadap perbaikan sekolah. Sekolah yang baik juga harus melakukan monitoring
kemajuan siswa setiap saat. Juga harus ada evaluasi kemajuan sekolah secara
berkelanjutan.
Hak
dan kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di sekolah: Sekolah
yang baik juga harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hak dan
kewajiban siswa dipahami dan dilaksanakan dengan baik di sekolah. Sehingga
percaya diri siswa muncul. Selain itu, siswa diberi peran dan tanggung jawab,
juga diberi kesempatan untuk mengontrol peran dan tanggung jawab mereka sendiri
Kemitraan
antara sekolah dengan rumah tangga atau orangtua: Sekolah yang baik juga harus
melibatkan orang tua. Pelibatan orangtua dalam program-program anak di sekolah
dan pelibatan orangtua dalam program-program anak di rumah.
Munculnya
kreativitas dalam organisasi sekolah untuk pengembangan pendidikan: Semua
stakeholders sekolah (guru, kepala sekolah, siswa, pegawai sekolah dan orangtua)
merasa terlibat dalam pengembangan diri demi kemajuan bersama.[7]
c
Pengembangan
Kesiswaan
Pentingnya
Kegiatan Ekstrakulikuler disekolah. Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia
tercantum dalam pembukaan Undang – Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk itu setiap warga negara
Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan
bakat yang dimilikinya tanpa memandang status social, ras, etnis, agama dan
gender. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agarmenjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.[8]
Kegiatan
Ekstrakulikuler merupakan salah kegiatan diluar jam sekolah siswa yang menjadi
wadah untuk siswa dalam berkreasi atau menyalurkan bakat serta minatnya.
Kegiatan Ekstrakulikuler disekolah bermacam – macam ada yang bersifat pendidikan,
kedisiplinan, Olahraga, Seni dan Budaya dan masih banyak lainnya.. Diantaranya
Manfaat dari Kegiatan Ekstrakurikuler untuk Siswa yaitu: Wadah
Mengembangkan Bakat, Melatih Kemandirian dan Tanggung Jawab, Belajar
Berorganisasi dan Bekerja Sama, Belajar Bersosialisasi dan Memperbanyak Teman,
Belajar Bekerja Sama, Belajar Manajemen Waktu yang Baik, Sebagai Sarana
Refreshing yang Mendidik., Pembentukan Karakter.
d
Kegiatan Proses Pembelajaran
Pengamatan
Terhadap Unsur Pembangun Kompetensi Dasar Pedagogik, Kepribadian, dan Sosial Guru
adalah unsur penting di dalam keseluruhan sistem pendidikan. Karena itu peranan
dan kedudukan guru adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas siswa. Guru
bukan hanya pegawai pemerintah saja tetapi guru memiliki tanggung jawab yang
besar yaitu mencerdaskan anak bangsa.
Menurut
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 bahwa ada 4
kompetensi yg harus dimiliki oleh seorang guru yaitu, kompetensi pedagogic,
kepribadian, social, dan professional.
1.
Kompetensi
Pedagogik
Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang
guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa
melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami siswa melalui
perkembangan kognitif siswa, merancang pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan siswa. Kegiatan
pembelajaran yang mendidik di kelas dan di lapangan.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
kelas berjalan dengan baik, dan sederhana, walaipun sarana dan prasarana kurang
memadai, tetapi siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik .Kegiatan
pembelajaran di lapangan adalah kegiatan olahraga yang dibimbing oleh guru mata
pelajaran. Dalam hal ini semua siswa mengikuti olahraga, ada yang bermain bola,
basket, volley dan yang lainnya.
Mengamati
kegiatan Pembelajaran yang Mendorong Peserta didik mencapai prestasi belajar
secara optimal.Dalam hal ini guru memberikan
kesempatan siswa untuk berpendapat atau memberikan jawaban saat guru bertanya.
Siswa ditunjuk untuk maju ke depan untuk mengungkapkan pendapatnya dan
menjelaskannya kepada teman-teman. Dalam hal ini siswa dilatih untuk
mengembangkan sikap keberanian dan percaya diri akan pertanyaan atau jawaban.
Meskipun jawabannya benar atau salah, akan tetapi siswa mempunyai rasa
keberanian. Di akhir proses pembelajaran guru juga memberikan tugas kepada
siswa untuk mengerjakan soal. Hal ini dilakukan agar siswa mampu
bertanggungjawab terhaap tugas yang diberikan.
Mengamati
Berbagai Kegiatan Pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik,
termasuk kreativitasnya, yang dilakukan guru.Untuk mengaktualisasikan potensi
siswa guru melakukan berbagai model pembelajaran. Termasuk menggunakan alat
peraga atau menginovasi proses pembelajaran menggunakan media pembelajaran agar
siswa tidak merasa bosan karena pembelajaran yang monoton.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi
kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh
guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri
sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta
mempunyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik.
a Perilaku saling menghargai antar warga
sekolah tanpa membedakan suku, adat istiadat, daerah asal dan
gender. Perilaku warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, karyawan maupun
siswa saling menghargai, menghormati, bekerjasama dan adanya rasa toleransi
antar sesama untuk menciptakan suasana harmonis serta kekeluargaan.
b Sikap dan perilaku warga sekolah, terhadap
norma-norma yang dianut (agama, hukum, dan sosial) yang berlaku dalam
masyarakat, serta kebudayaan nasional indonesia yang beragam.Sikap dan perilaku
warga sekolah yang ada di SMP pancasila Kota Bengkulu ini sudah cukup baik.
Dari segi agama mereka insyaalah sudah terdidik dengan baik, karna lingkungan
pondok, dan walaupun ada beberapa anak yang tidak mukim di asrama. Dari segi
hukum di SMP pancasila Kota Bengkulu ini memiliki aturan dan sanksi sendiri
baik itu guru, karyawan maupun siswa. Sedangkan dari segi sosial baik guru,
karyawan maupun siswa saling menghargai dan mengormati posisi masing-masing.
c Mengamati berbagai strategi
berkomunikasi pembelajaran yang aktif,kreatif, efektif dan menyenangkan.Siswa
diberi tugas untuk mempresentasikan hasil dari tugas tersebut dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hal ini, untuk melatih siswa agar
berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan hasil tugas tersebut
d Mengamati komunikasi para guru, staf,
dan kepala sekolah dari sudut komunikasi yang aktif,kreatif, efektif dan
menyenangkan pada peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi
pembelajaran yang terbangun secara klasikal mulai dari:
1) Penyiapan kondisi psikologi peserta
didik : Sebelum memulai pelajaran terlebih dahulu guru selalu mengingatkan dan
mengajarkan siswa untuk berdoa sebelum pelajaran dimulai.
2) Memberikan pertanyaan atau tugas sebagai
umpan kepada peserta didik untuk merespon : Guru menanyakan tugas kepada siswa
dan memberikan pertanyaan seputar materi kemarin. Hal ini dilakukan agar siswa
merespon dan siap untuk menerima materi selanjutnya.
3) Respon peserta didik :Saat siswa
menerima pertanyaan yang diberikan guru ada yang berpikirnya cepat dan ada juga
yang berpikirnya lambat. Tetapi siswa aktif dalam
menjawab pertanyaan atau memberikan pertanyaan kepada guru jika ada
yang belum mereka pahami.
4) Reaksi guru terhadap respon peserta
didik :Ketika ada siswa yang berani untuk menjawab pertanyaan, guru selalu
memberikan pujian agar siswa termotivasi untuk selalu aktif dalam pembelajaran.
3. Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yaitu melalui
cara yang baik dalam berkomunikasi dengan siswa dan seluruh tenaga kependidikan
serta hubungan secara keseluruhan di sekolah tersebut.
a
Hubungan
guru-guru
Dari
observasi yang penulis dapatkan hubungan antar sesama guru di SMP Negeri 20 Kota
Bengkulu ini, memiliki interaksi sosial
yang cukup bagus. Hal ini bisa dilihat dari komunikasi yang baik antar sesama
guru dan adanya timbal balik dalam kerjasama memberikan kontribusi ilmu kepada
siswa.
b
Hubungan
guru-siswa
yang
penulis amati hubungan guru dengan
siswa sangat baik. Siswa bersikap sopan dalam berbicara maupun bersikap dengan
guru. Siswa juga memiliki kebiasaan atau tradisi yang baik yaitu setiap hari
saat masuk sekolah siswa menjabat tangan guru dan mengucapkan salam.
c
Hubungan
siswa-siswa
Dari
penulis amati hubungan antar siswa ini cukup baik.
Meskipun masih banyak siswa yang mengelompok dan kurang berbaur dengan yang
lain. Namun, sejauh ini tidak ada pertengkaran atau selisih paham
antar siswa atau adanya kekerasan sesama siswa.
d
Hubungan
guru-pegawai tata usaha
Dari yang kita
amati hubungan antar guru dengan pegawai tata usaha sangat baik karena
saling bekerjasama serta memiliki akomodasi yang baik dalam
membangun sekolah menuju yang lebih baik.
e
Hubungan
sosial secara keseluruhan
Dari
keseluruhan yang di amati penulis melihat adanya hubungan sosial
yang baik, saling mendukung, saling menghormati antara yang satu dengan yang
lain tanpa membeda-bedakan jabatan, kedudukan atau pangkat. Hal ini sangat
bagus untuk berlangsungnya pembangunan dan peningkatan mutu sekolah di SMP
pancasila Kota Bengkulu.
e
Pengamatan terhadap Unsur Pemerkuat Pemahaman
Peserta Didik
Ada
beberapa aspek yang mempengaruhi dan memperkuat pemahaman peserta didik yaitu:
1) Aspek psikologis
Pada aspek ini siswa sudah mulai
berpikir yang baik atau yang buruk. Siswa di SMP pancasila Kota Bengkulu ini
memiliki nilai moral yang cukup baik, sebagian siswa sudah dapat
mengendalikan emosi cukup baik. Meskipun masih banyak murid yang mudah emosi
dan memiliki norma yang kurang baik. Namun, pada usia terseburt siswa memang
masih labil dan memiliki kenakalannya yang wajar.
2) Aspek fisiologis
Dalam aspek fisik, fisik siswa dalam satu
sekolah bervariasi ada yang gemuk, ada yang kurus, ada yang tinggi, ada yang
pendek. Karena pada masa-masa SMP sebagian siswa sedang dalam masa perubahan
fisik yang cukup signifikan dari mulai suara, kematangan fisik dan kesehatan.
Hal ini, adalah tanda dari perubahan siswa dari anak-anak menuju ke
remaja.
3) Aspek sosiologis
Siswa memiliki aspek sosial yang cukup
baik, baik dari interaksi terhadap guru, karyawan, maupun sesama teman. Siswa
dapat menghormati dan saling menghargai sesama. Siswa tidak
membeda-bedakan hubungan pergaulan dengan latar belakang sosial-budaya.
f
Refleksi Hasil Pengamatan
Proses Pembelajaran
Dari
yang penulis amati selama observasi, kegiatan pembelajaran di kelas cukup
aktif. Guru menggunakan metode pembelajaran yang cukup membuat siswa mengerti
terhadap materi yang di ajarkan. Meskipun menurut penulis, guru tersebut masih
kurang untuk menumbuhkan rasa ketertarikan seluruh siswa. Karena hanya sebagian
siswa yang terlihat antusias sedangkan yang lainnya hanya mengikuti ataupun
terpaksa mendengarkan. Seharusnya guru tidak hanya menggunakan buku sebagai
bahan ajar siswa, menurut penulis guru juga dapat memberikan inovasi serta ber
mprovisasi saat mengajarkan materi akan diajarkan kepada siswa. Akan tetapi
penulis cukup terkesan karena guru tersebut juga telah melibatkan siswa dalam
memberikan contoh materi tersebut. Guru juga mengajak siswa untuk berpikir
aktif saat guru menjelaskan. Selain itu, guru juga melakukan proses pengajaran
yang runtut sesuai prosedur pembelajaran yang berlaku.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
observasi yang penulis lakukan, penulis menyimpulkan bahwa sekolah SMP
pancasila kota Bengkulu memang bagus dalam pembelajaran, tetapi fasilitas
sedikit kekurangan, esktra kulikuler pun sangat menonjol, terutama dalam bidang
memanah. SMP pancasila terletak di Jl.rinjani jembatan kecil ko,gading cempaka
kota Bengkulu Provinsi Bengkulu.
Memiliki lingkungan sekolah yang tidak terlalu luas dengan kondisi
gedung yang digunakan cukup sedikit untuk kegiatan belajar mengajar yang baik
dan kondusif. Gedung sekolah dilengkapi dengan ruang kelas yang cukup dan
memiliki fasilitas yang cukup.
Suasana
lingkungan sekolah cukup nyaman banyak pohon yang tumbuh sehingga udara di
sekitar sekolah sangat bagus. Selain itu, lokasi sekolah cukup stategis
didukung dengan dekatnya akes jalan menuju sekolah dari jalan utama. SMP
pancasila Kota Bengkulu ini memiliki kebiasaan atau tradisi baik
yang dilakukan siswa setiap hari. Salah satunya setiap pagi siswa
bersalaman dengan guru dan berbaris di luar kelas terlebuh dahulu. Dan SMP
pancasila Kota Bengkulu juga memiliki ekstrakulikuler yang cukup banyak dan ada
beberapa yang berprestasi dalam lomba hingga ketingkat nasional.
B.
Saran
Berikut
ini saran yang disampaikan penulis untuk SMP pancasila Kota Bengkulu adalah:
1)
Dari
observasi yang kita lihat dari lingkungan sekolah sudah memadai tetapi dari
beberapa ruangan seperti laboraturium komputer, dan toilet belum terawat dengan
baik.
2)
Dari
semua yang kami lihat di lingkungan sekolah belum semua bersih karena masih
terdapat sampah yang berserakan. Seharusnya pihak sekolah mengkoordinasi dengan
pihak kebersihan. Karena sampah ini sebagian besar di karenakan adanya daun
yang berguguran sehinnga cukup susah dalam membersihkan. Apalagi sekolah yang
cukup
3)
Lebih
meningkatkan lagi sarana dan prasarana sekolah agar lebih menunjang kegiatan
yang belajar mengajar yang dilaksanakan sekolah, dan tentunya memenfaatkan
sarana dan prasarana tersebut dengan maksimal.
4)
Sebaiknya
dalam proses pembelajaran siswa yang harus banyak aktif dan guru hanya sebagai
vasilitator.
5)
Dalam
menentukan metoda pembelajaran, guru harus mempertimbangkan materi yang di
ajarkan oleh guru sesuai silabus. Tetapi guru juga di sarankan dapat
menginovasi pembelajaran baik dari segi media atau cara penyampaian agar siswa
lebih tertarik kepada materi yang di ajarkan terutama mata pelajaran IPS.
Untuk
penulis dan pembaca :
Dalam penulisan laporan ini penuis nenyadari
bahwa masih terdapat kekurangan baik dalam materi maupun redaksi penulisannya,
maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi untuk
pencapaian penulisan hasil laporan berikutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka,
2005.
Idris, Muhamad. Kiat Menjadi Guru Profesional.
Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
Rusn, Abidin Ibn. Pemikiran Al-Ghazali tentang
Pendidikan. Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Abȋ Shâlih, Muhȋbb al-Dȋn Ahmad, et al. Mudzakkirah
Mu’jizah fȋ al-Tarbiyah al-Islâmiyyah wa Thuruq Tadrȋs al-‘Ulûm al-Diniyyah wa
al-Arabiyyah. Al-Madȋnah al-Munawwarah: Matâbi‘ al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah,
1410 H.
Usmaan Uzer Moh 2010 Menjadi Guru Profesional
edisi kedua. Remaja Rosdakarya: Bandung
Suparlan. 2002. Menjadi Guru Efektif.
Yogyakarta : Hikayat Publishing
Santrock, John W 2008 Psikologi Pendidikan edisi
kedua. Prenada Media Group: Jakarta
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. Al-Tarbiyyah
al-Islâmiyyah, ter. Bustami A. Gami dan Djohar Bahry, Dasar-dasar Pokok
Pendidikan Islam. Cet. IV; Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Hamalik, Oemar. (2004). Pendidikan Guru
Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta : Bumi Aksara
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rajawali Press
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta; Kencana, 2006
[3]
Op,cit Jhon W Cresswell. ( 2010 ). Hal 300
[4]
Anwar Hasnun
Mengembangkan sekolah yang efektif (modal untuk cakep dan kepsek)
/ Media. Serial Book.: Data Media, 2010
[5] Zamroni. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Pubilshing.,
2000
[6] Prof. DR. H. Arief Rachman, M.Pd Peran Orang Tua dan
Guru dalam Mensukseskan Pendidikan dan Karakter Anak , Gramedia, 2009
[8] (Undang-undang
No.20, 2003).
No comments:
Post a Comment