1

loading...

Wednesday, November 1, 2017

MAKALAH PSIKOLOGI

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN “Teori Perkembangan”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan ini dari waktu ke waktu manusia (makhluk hidup) mengalami suatu perkembangan, entah itu dalam fisik atau psikologisnya. Dimana dalam kehidupan sehari-hari perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan, sedangkan pada yang lainnya (non fisik) dinamakan perkembanga psikologis.
Perkembangan psikologi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu yang muncul pada diri manusia (binatang) diantara konsepsi (pembuahan) dan mati.  Dimana dalam makalah ini sedikit banyak akan dibahas mengenai teori-teori psikologi perkembangan anak tersebut. Sehingga dengan dibahasnya teori-teori tersebut dapat membantu orangtua atau guru dalam memahami tingkah laku dan mendidik anak-anaknya.
Sehinnga ketika besok kita sudah menjadi guru atau orang tua tidak salah dalam mendidik atau menanggapai tingkah laku anak didik atau anak kita sendiri. Karena banyak kasus yang salah dalam pengambilan tindakan yang dilakukan guru atau orangtua terhadap anak didiknya atau anaknya sendiri. Yaitu salah dalam hal memahami keinginan atau tindakan “super” (anak berkebutuhan khusus) dari peserta didik atau anak kita sendiri.
Sehinnga disuatu kesempatan kita tidak menghambat langkah dari anak-anak tersebut. Yaitu ketika anak sudah pintar berlari kita malah baru mengajarinya berjalan, dan ketika para anak-anak sudah dapat terbang kita sebagai guru atau orang tua malah baru mengajarinya berlari.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan perkembangan?
2.      Bagaimana fungsi dan hubungan perkembangan?
3.      Apa hubungan teori dan data empirisme?
4.      Apa saja isu-isu utama dalam psikologi perkembangan?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perkembangan
2.      Untuk mengetahui fungsi dan hubungan perkembangan
3.      Untuk mengetahui hubungan teori dan data empirisme
4.      Untuk mengetahui isu-isu utama dalam psikologi perkembangan

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perkembangan
Perkembangan menunjukkan adanya perubahan, adanya masa yang dilalui, menunjukkan suatu proses.  Proses yang terjadi sepanjang kehidupan manusia.  Perkembangan mengacu pada perubahan sepanjang waktu selama manusia hidup (change over times). Perkembangan menunjukkan perubahan yang sifatnya progresif.[1]
Yang dimaksud progresif adalah perkembangan manusia bergerak maju yang sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangannya. Pada masa tua kondisi fisik yang mengalami penurunan, hal tersebut kemudian mempengaruhi kondisi psikisnya. Pada hakikatnya orang tersebut tetap mengalami perkembangan secara progresif.
Beberapa pengertian mengenai perkembangan :
1.      Elizabeth Hurlock menjelaskan perkembangan sebagai seri perubahan yang progresif yang terjadi sebagai hasil dari kematangan dan pengalaman dengan tujuan memampukan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan.
2.      Lerner berpendapat bahwa perkembangan menunjukkan perubahan yang sistematik atau terorganisir dalam diri individu.
3.      Mussen cs mengungkapkan bahwa perkembangan adalah perubahan yang terjadi ada fisik, struktur neurologis, perilaku, traits, yang terjadi secara teratur dan masuk akal, dan menghasilkan yang baru, yang lebih terorganisir, lebih stabil, lebih kompleks, lebih kompeten dan lebih efisien.
Secara umum dapat dikatakan bahwa perkembangan adalah perubahan yang teratur, sistematis, dan terorganisir yang mempunyai tujuan tertentu.


B.     Fungsi  dan Hubungan Perkembangan
Perkembangan yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh adanya perubahan fisik dari tubuh individu akan tetapi juga dari lingkungannya. Interaksi individu dengan keluarga, masyarakat, kehidupan sosial budaya dilingkungannya memiliki peran dalam perkembangan fungsionalnnya. Secara bersama sama fungsi fisik, fungsi psikologis, dan fungsi sosial membentuk aktivitas fungsional.
1.      Fungsi fisik: keterampilan sensomotorik yang berperan dalam aktivitas sehari hari seperti berpakaian, makan, merawat diri, dll
2.      Fungsi psikologis: berperan dalam aktivitas intelektual, motivasi, konsentrasi, problem solving, dan tingkah laku, atau prilaku
3.      Fungsi social: mempengaruhi kemampuan interaksi individu dengan lingkungan sekitar
Dari skema diatas, dapat di tafsirkan bahwa untuk membentuk status fungsional, tidak satupun dari katagori fungsi yang dapat berdiri sendiri, akan tetapi ketiganya saling berhubungan dan saling ketergantungan. Banyak fungsi-fungsi sosial yang sangat tergantung oleh kemampuan dari fungsi fisik (mobilitas pada interaksi sosial) dan fungsi psikologis (intelegensi, status emosional, dan motivasi).

C.    Hubungan Teori dan Data Empiris
Perkembangan pada prinsipnya merupakan rentetan perubahan jasmani dan rohani (fisio-psikis) manusia yang menuju ke arah yang lebih maju dan sempurna. Proses-proses perkembangan yang berkaitan dengan kegiatan belajar diantaranya:
1.      Motor Development (Perkembangan Motor) Siswa
Dalam psikologi, motor digunakan sebagai istilah yang menunjuk pada hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan pada otot-otot dan gerkan-gerakannya, juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya. Dapat pula dipahami sebagai segala keadaan yang menigkatkan atau menghasilkan stimulasi / rangsangan terhadap organ-organ fisik. Motor Development (perkembangan motor) merupakan perkembangan progresif dan berhubungan dengan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills).
Keterampilan motorik (Motor skill). Orang yang memiliki keterampilan motorik mampu melakukan suatu gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
Faktor-faktor yang mendorong perkembangan motor skills yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu: [2]
a)      Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf
Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya membuat intelegensi anak meningkat dan mendorong timbulnya pola-pola tingkahlaku baru. Semakin baik perkembangan system syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimikinya
b)      Pertumbuhan otot-otot
Penigkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulakan perubahan dan penigkatan aneka ragam kemampuan dan kakuatan jasmaninya. Pendayagunaan otot-otot tersebut tergantung pada kualitas pusat system syaraf dalam otaknya
c)      Perkembangan dan pertumbuhan fungsi kelenjar-kelenjar endoktrin (endocrine glands). Kelenjar endokrin secara umum merupakan kelenjar dalam tubuh yang memproduksi dalam hormon yang disalurkan ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Lawan endokrin adalah eksokrin (excocrine) yang memiliki pembuluh tersendiri untuk meyalurkan hasil sekresinya (proses pembuatan cairan atau getah)seperti kelenjar ludah (Gleitman, 1987). Perubahan fungsi kelenjar akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya.
d)     Perubahan struktur jasmani
Pengaruh Perubahan fisik seseorang juga tampak pada sikap dan perilaku terhadap orang lain, karena perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self concept) siswa tersebut. Self concept ialah totalitas sikap dan presepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. [3]
2.      Cognitive Development (Perkembangan Kognitif) Siswa
Cognitive berasal dari kata cognition yang pandannya Knowing, berarti mengetahui, dalam arti yang luas cognition ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan (Neiser, 1976).
Kognitif adalah perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak. Istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu domain atau wilayah/ ranah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecah masalah, kesenjangan, dan keyakinan. Aktivitas ranah kognitif juga mempengaruhi bekal dan modal dasar perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori. Aktifitas ranah kognitif manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi, yakni rentang kehidupan antara 0-2 tahun.
Ranah Kognitif (cognitive domain) menurut Bloom Dan Kawan-Kawan adalah:
(1)    Pengetahuan: Mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan
(2)    Pemahaman: mencakup pengetahuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari
(3)    Penerapan: mencakup kemampuan untuk menagkap kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus/ problem yang konkret atau baru
(4)    Analisis: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga setruktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik
(5)    Sintesis: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru
(6)    Evaluasi: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai suatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu.
Sedangkan perkembangan kognitif, menurut Jeen Piaget, pakar disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak mengklasikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahapan, yaitu:
a)      Tahap Sensori-Motor (0 – 2 tahun)
Pada umumnya bayi yang berusia dibawah usia 18 bulan, belum memiliki Object permanence. Artinya benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar selalu dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada ditempat lain.
Ketika seorang bayi berinteraksi dengan lingkungannya, ia akan mengasimilasi sekema sensori motor sedemikian rupa dengan mengarahkan kemampuan akomodasi yang ia miliki hingga mencapai ekuilibrium yang memuaskan kebutuhannya.
Pada fase ini aktivitas kognitif didasarkan pada pengalaman langsung dari panca indra.
b)      Tahap Praoperasional (2 – 7 tahun)
Pada tahap ini anak akan merepresentasikan dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gamabar-gambar ini menunjukan adanya penigkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi dan sensor dan tindak fisik. Perkembangan ini bermula ketika anak telah memiliki penguasaan sempurna mengenai object permanence.
Sekema kognitif anak yang masih terbatas itu ialah bahwa pengamatan dan pemahaman anak terhadap situasi lingkungan yang ia tanggapi sangat ditanggapi oleh watak egocentrism. Maksudnya anak tersebut belum bisa memahami pandangan-pandangan orang lain yang berbeda dengan pandangannya sendiri. Gejala ini disebabkan masih terbatasnya conservation (koservasi/ pengekalan) yakni operasi kognitif yang berhubungan dengan pemahaman anak terhadap aspek dan dimensi kuantitatif materi lingkungan yang ia respon.
c)      Tahap konkret operasional (7 – 11 tahun)
Anak saat ini dapat berfikir seara logis tentang peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Pada fase ini bentuk aktivitas dapat ditentukan dengan peraturan yang berlaku dan anak masih berpikir harfiah sesuai dengan tugas-tugas yang diberikannya.
Pada tahap konkret operasional terdapat system operasi kognitif yang meliputi:
(1)   Conservation
Conservation (konservasi/ pengekalan)adalah kemampuan anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah.
(2)   Addition of classes
Addition of class (penambahan golongan benda) yakni kemampuan anak dalam memahami cara mengombinasikan beberapa golonagan benda
(3)   Multiplication of classes                                 
Multiplication of classes (pelipat gandaan golongan benda),  yakni kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda.
d)     Tahap formal operasional (11 – 15 tahun)
Pada fase ini, anak telah mampu mengembangkan pola-pola berpikir formal, mampu berpikir logis, rasional, dan bahkan abstrak. Mampu menangkap arti simbolis, kiasan dan menyimpulkan suatu berita dan sebagainya.

D.    Isu-Isu Penting Dalam Psikologi Perkembangan
Isu adalah kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya. Pertanyaan-pertanyaan seputar bagaimana perkembangan manusia, apakah dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Hal-hal tersebut yang akhirnya mengganggu pemikiran para psikolog sejak berkembangnya ilmu psikologi, selanjutnya perdebatan para psikolog sering kali terjadi, diantaranya :
1.      Bawaan dan Lingkungan (Nature Vs Nurture)
Salah satu pokok permasalahan yang sering diperdebatkan diantara para ahli psikologi ialah mengenai kotroversi bawaan-lingkungan (nature-nurture controversy) yakni, apakah perkembangan utama yang terjadi pada tiap-tiap individu lebih dipengaruhi oleh bawaan ataukah lebih dipengaruhi oleh lingkungan.[4]
a.       Paham “Bawaan”
Psikolog yang menganut paham “Bawaan” mengatakan bahwa  manusia itu berkembang secara teratur sesuai dengan gen yang dimiliki oleh tiap individu hingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangannya memiliki kesamaan dengan gen tersebut.
Paham bawaan, banyak dipengaruhi oleh pendapat plato (427-346 SM) yang menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan individual mempunyai dasar genetik. Potensi individu dipengaruhi oleh faktor keturunan. Artinya sejak lahir anak telah memiliki bakat-bakat atau benih-benih kemampuan yang dapat di kembangkan melalui pengasuhan dan pendidikan. Baginya, pendidikan tidak lain hanyalah upaya untuk menarik potensi itu keluar, namun tidak menambahkan sesuatu yang baru.
Contohnya, dengan memberikan stimulasi ringan pada telapak tangan bayi muda-belia dapat menimbulkan gerakan menggenggam pada tangan bayi tersebut.
Respon dalam bentuk menggenggam yang diberikan oleh bayi tersebut, merupakan perintah yang diberikan oleh DNA kepada syaraf-syaraf atau reseptor yang berada di telapak tangan.
Pada bayi yang baru lahir, gerakan-gerakan yang dimunculkan adalah gerakan reflek dan instink. Gerakan instink digunakan untuk mempertahankan (kehidupan) diri. Yaitu, instink untuk makan dan minum. Untuk keperluan-keperluan yang lain, dia sangat menggantungkan diri pada lingkungannya. Kesempatan untuk mendapatkan pertolongan dengan respon menangis sebagai gerakan refleknya.
Anak-anak dianggap oleh paham ini sebagai miniatur orang dewasa. Secara sosial anak-anak juga diperlakukan layaknya orang dewasa. Selain itu proses-proses yang mendasari cara berpikir dan perbuatan yang dilakukan  oleh anak tersebut dianggap sama seperti orang dewasa. Dan apabila ia melakukan perbuatan menyimpang dari standart orang dewasa, anak tersebut dianggap bodoh dan tolol. Sementra jika anak melakukan perbuatan ang melanggar norma sosial dan moral, maka ia dianggap telah melakukan sebuah kejahatan dan menerima hukuman seperti orang dewasa.[5]
Paham ini juga menyatakan bahwa lingkungan ekstrim, yakni berupa kondisi psikolois yang hampa dan bermusuhan, merpakan faktor yang dapat menghambat laju perkembangan individu. Akan tetapi, mereka tetap yakin bahwa  kebutuhan akan pertumbuhan dasar pada individu tersebut telah terpenuhi.
b.      Paham “Lingkungan”
Berlawanan dengan paham bawaan tersebut, pada paham kedua, psikolog lain mengemukakan bahwa perkembangan pada tiap individu lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan individu.
Seluruh tingkah laku yang muncul, merupakan tingkah laku yang telah dipelajari sebelumnya atau dengan kata lain di butuhkan adanya pengalaman belajar terhadap lingkungan. Dan proses perkembangan tersebut tidak tergantung pada faktor hereditas. Faktor hereditas hanya merupakan sebagian kecil yang dapat mempengarihi perkembangan manusia
Paham lingkungan, dipengaruhi oleh pendapat John Locke (1632-1704), yang mengemukakan pendapat bahwa pengalaman dan pendidikan merupkan faktor yang peling menentukan dalm perkembangan anak. Ia tidak mengakui adanya kemampuan bawaan (innate knowledge). Ia mengibaratkan isi kejiwaan anak ketika dilahirkan layaknya secarik kertas kosong, dimana bentuk dan corak krtas tersebut nantinya sangat ditentukan oleh bagaimana kertas itu ditulisi.
Pengalaman yang dimaksud ialah mencakup pengalaman terhadap lingkungan biologis anak-gizi, perawatan kesehatan, obat dan kecelakaan fisik, sampai pada lingkungan sosial-keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat, media dan budaya.
Contohnya, seorang anak yang merasa takut dengan adanya orang yang baru/asing yang tak pernah ia kenal/tidak akrab dengannya. Menurut Hebb dalam bukunya a Text Book of Psychology. Dalam penelitiannya mengenai contoh tadi, menyatakan bahwa ketakutan yang dirasakan anak tersebut, merupakan hasil dari pembelajarannya selama ini untuk menyukai seseorang. Dan ketika orang yang ditemui tersebut adalah orang yang jarang jarang atau tidak pernah didekatnya, maka anak tersebut cenderung akan merasa asing dan ketakutan sebagai bentuk respon yang ia berikan.[6]
2.      Kontinuitas dan Diskontinuitas
Permasalahan atau isu yang kedua ialah bagaimana laju perkembangan itu sendiri. apakah berjalan secara kontinyu ataukah diskontinyu. Dalam buku Life Span Development, John W. Santrock, memberikan dua opsi. Yang pertama, mengibaratkan  pertumbuhan manusia itu secara berangsur layaknya pertumbuhan bibit hingga menjadi sebuah pohon raksasa, dimana pertumbuhannya berjalan lambat. Ia juga menggambarkan bahwa pertumbuhan manusia itu layaknya ulat yang kemudian berubah menjadi kupu-kupu, dimana perkembangannya berjalan lebih cepat.
a)      Paham “Kontinuitas”
Sebagian psikolog berpendapat bahwa perkembangan manusia itu berjalan secara kontinyu. Maksud dari kontinuitas perkembangan (continuity of development) adalah pandangan bahwa perkembangan meliputi perubahan yang berangsur-angsur, sedikit demi sedikit, dari pembuahan hingga kematian.
Paham ini mengatakan bahwa perkembangan manusia itu berjalan secara mulus dari waktu ke waktu melalui tahapan-tahapan perkembangan secara urut. Proses yang berjalan merupakan suatu proses pembelajaran bagi manusia dengan tujuan meraih kesuksesan tahap selanjutnya.
Contohnya, ketika seorang anak berhasil berjalan dengan jarak tiga langkah kaki orang dewasa menuju pada ibunya yang sedang membawa susu, itu semua merupakan hasil dari latihan yang dia lakaukan selama beberapa waktu. Ia juga telah melewati beberapa tahapan secara urut seperti tengkurap, duduk, merangkak hingga berjalan.
b)      Paham “Diskotinuitas”
Paham kedua mengenai laju perkembangan yakni diskontinuitas, yang memiliki pandangan yang bertentangan dengan pandangan yang pertama. Diskontinuitas perkembangan yaitu perkembangan yang meliputi tahapan-tahapan yang khas atau berbeda dalam masa hidupnya. Dalam paham ini individu di gambarkan memiliki kemampuan lebih besar pada suatu tahapan.[7]
Contohnya pada suatu saat anak berubah dari tidak mampu berpikir abstrak mengenai dunia tiba-tiba ia mampu berpikir abstrak abstrak mengenai dunia. Maksudnya berfikir abstrak adalah memikirkan sesautu yang sulit dibuktikan dan diwujudkan. Dan perubahannya cenderung mengarah pada kondisi psikis.
3.      Stabilitas dan perubahan
Permasalahan yang ke-3 ialah apakah perkembangan itu stabil ataukah mengalami perubahan selama beberapa waktu.
a)      Paham Stabilitas
Stabilitas perkembangan ialah perkembangan yang terjadi pada diri inividu sejak kecil hingga mencpai usia yang lebih tua tidak mengalami perbedaan atau tetap.
Contohnya : seorang anak TK, yang cenderung merasa malu-malu untuk berkenalandengan teman hingga ketika ia memasuki perguruan tinggi pun, ia tetap merasakan malu terhadap kontak sosial dilingkungan baru, ia akan bersikap dengan sikap yang sama, malu-malu.
b)      Paham Perubahan
Paham perubahan mengatakan bahwa perkembangan manusia itu mengalami perubahan perkembangan pada diri individu hingga mengakibatkan adanya perbedaan dengan masa-masa sebelumnya.
Klaus Riegel (1975) berpendapat bawa perubahan, bukan stabilitas merupakan kunci untuk mengalami perkembangan. Pandangan Riegel Tersebut dikenal dengan model Dialegtis (Dialectical Model) yang mencatakan bahwa setiap individu terus berubah karna brbagai kekuatan yang mendorong dan menarik perkembangn kedepan, dalam model dialektis ini tiap orang dipandang bertindak berdasarkan dan bereaksi terhadap kondisi2 sosial kesejahteraan.[8]
4.      Pengalaman sebelum dan pengalaman kemudian
a.       Pengalaman sebelumnya.
Beberapa ahli perkembangan menyatakan bahwa bila bayi tidak mengalami pengasuhan dari pemeliharaan yang hangat pada tahun pertama kehidupan perkembangan mereka tidak akan pernah optimal (Bowbly,1989)
Pengalaman pada masa pertama kehidupan memberikan pengaruh yang sangat besardalam perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman tersebut merupakan pembekalan awal untuk proses perkembangan selanjutnya.
b.      Pengalaman kemudian
Para ahli yang mendukung paham ini menyatakan bahwa anak-anak dapat di tempa sepanjang perkembangan dan pengasuhan sebelum dan kemudian berkedudukan sama pentingnya.
Ahli perkembangan masa hidup menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman sebelumnya merupakan penyumbang penting bagi perkembangan, tetapi tidak lebih penting dari pada pengalaman-pengalaman kemudian (Baltes, 1987).
5.      Pengaruh Masa Prenatal terhadap perkembangan individu dalam jangka panjang.
Perkembangan manusia pada masa prenatal ini sangatlah penting dan sangatlah besar pengaruhnya bagi perkembangan individu dalam tahap-tahap perkembangan kehidupan selanjutnya. Pada masa ini kondisi rahimlah yang sangat menentukan perkembangan janin.
Pada umumnya rahim merupakan lingkungan yang sangat nyaman dan terlindung dari setiap gangguan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika kondisi tersebut berubah disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar hingga akibat terparah yang akan terjadi pada janin ialah kerusakan-kerusakan pada sel yang sedang terbentuk pada janin tersebut. Dan pada akhirnya bayi tersebut akan terlahir dengan kondisi cacat atau mengalami kelatarbelakangan mental.

E.     Evaluasi Isu Perkembangan
Proses perkembangan manusia hendaknya tidak dipandang sepenuhnya sebagai salah satu saja, apakah dari hereditas atau dari lingkungan atau sebagainya. Kebanyakan para ahli perkembangan masa hidup mengakui bahwa sikap (posisi) yang ekstrim dalam isu ini tidak bijaksana, perkembangan tidak semuanya kontinyu atau semuanya diskontinyu, dan tidak semuanya stabilitas dan perubahan. Karena semua itu menandai perkembangan kita sepanjang siklus masa hidup.
Lingkungan nutritif selama masa prenatal, memberikan dampak atau pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan individu di masa depannya. Faktor gen, kematangan embrio, faktor psikiologis, serta asupan-asupan dari sang ibu. Seluruh faktor tersebut sangat menunjang dan menentukan bagaimana dan seperti bayi akan terlahir nantinya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang berlangsung sepanjang hidup.
2.      Perdebatan mengenai apakah perkembangan utamanya dipengaruhi oleh bawaan atau lingkungan.
3.      Para ahli menggambarkan perkembangan sebagai kontinyu (perkembangan yang berangsur-unsur, sedikit demi sedikit) atau diskontinyu (tiba-tiba, urutan tahapan).
4.      Apakah perkembangan sebaiknya digambarkan sebagai stabil atau berubah. Suatu aspek khusus itu stabilitas perubahan ialah sejauh mana perkemagan ditentukan oleh pengalaman sebelumnya atau pengalaman kemudian. Dalam prespektif masa hidup, pengalaman-pengalaman sebelumya dan pengalaman-pengalaman kemudian memberikan sumbangan yang pentin kepada perkembangan.
5.      Kebanyakan para ahli perkembangan mengakui bahwa pengambilan posisi ekstrim dalam isu-isu bawaan dan lingkungan, kontinuitas dan diskontinuitas, stabilitas dan perubahan adalah tidak bijaksana.
6.      Lingkungan nutritif khususnya pada masa prenatal sangat mempengaruhi perkembangan anak dimasa yang akan datang.

B.     Saran
Demikianlah pembahasan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi rekan pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat pemakalah harapkan demi untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Dasmita. Psikologi Perkembangan. (PT. Rosda Karya : Bandung. 2009)

John. W. Santrock. Perkembangan Remaja, (Adollense. Erlangga : Jakarta. 1997)

Ahmadi. Abu, Sholeh. Munawar. Psikologi Perkembangan. (PT. Rineka Cipta : Jakarta. 2005)





[1] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak (Psikologi PEmbelajaran I). hal 56.
[2] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak  … hal 70
[3] Woolfolk, Anita E dan Nicolich, Lorrain McCune. Mengembangkan Kepribadian & Kecerdasan Anak-Anak  … hal 71
[4] Dasmita. Psikologi Perkembangan. (PT. Rosda Karya : Bandung. 2009) h. 14
[5] John. W. Santrock. Perkembangan Remaja, (Adollense. Erlangga : Jakarta. 1997) h. 27
[6] John. W. Santrock. Perkembangan Remaja,  … h. 28
[7] Dasmita. Psikologi Perkembangan.  … h. 16
[8] Ahmadi. Abu, Sholeh. Munawar. Psikologi Perkembangan. (PT. Rineka Cipta : Jakarta. 2005) h. 84

No comments:

Post a Comment