1

loading...

Wednesday, October 31, 2018

MAKALAH LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH “Baitul Maal Wa Tanwil”

MAKALAH  LEMBAGA KEUANGAN DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH  “Baitul Maal Wa Tanwil”



KATA PENGANTAR
Bismillahir-Rahmanir-Rahim,
            Alhamdulillah puji syukur selalu terlimpahkan kepada Allah SWT karena atas izin-Nya kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah lembaga keuangan dan lembaga keuangan syari’ah  dengan judul “Baitul Maal Wa Tanwil  ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.  Untuk itu apabila masih ada penjelasan yang kurang dalam makalah kami, kami mengharapkan tambahan penjelasan dari teman-teman dan dosen pengampuh dalam bidang ini. Karena kami menyadari bahwasanya makalah yang kami buat ini belum sempurna dan masih banyak sekali kesalahan yang harus dibenarkan. Kami juga mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman dan dosen pengampu supaya ke depannya kami bisa membuat makalah yang lebih baik pastinya.
            Akhir kata, semoga makalah yang kami buat ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan bisa mempermudah para pembaca untuk mengetahui dan memahami pembahasan tentang Baitul Maal Wa Tanwil (BMT).

Bengkulu,       Oktober   2018
                       
     Penulis








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
Bab II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Baitul Maal Wa Tanwil......................................................... 3....
B.     Sejarah Baitul Maal Wa Tanwil............................................................... 4....
C.     Prinsip Baitul Maal Wa Tanwil............................................................. 10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan............................................................................................ 15
B.     Saran ..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang

Seiring berkembangnya perbankan syariah di Indonesia, berkembang pula lembaga keuangan mikro syariah dgn sarana pendukung yg lebih lengkap. Ketersedian infrastruktur baik berupa Peraturan Mentri, Keputusan Mentri, S0P, SOM, IT, Jaringan dan Asosiasi serta perhatian perbankan khususnya perbankan syariah mempermudah masyarakat mendirikan BMT. Apabila BMT berisi SDM yg memiliki integritas tinggi, kapable di bidangnya, semangat kerja dan kinerja yg baik maka BMT akan bergerak dan tumbuh dengan dinamis. Namun pergerakan dan pertumbuhannya akan terhambat ketika modal kerja yg dimiliki tidak memadai.
Modal kerja sangat dibutuhkan untuk mengembangkan BMT. Jumlah pendapatan yang ditargetkan tidak mungkin tercapai jika target pembiayaan (yang menjadi core business BMT)tidak tercapai.Salah satu faktor pendukung besarnya volume pembiayaan yang dapat dikeluarkan adalah modal kerja. Sehebat apapun SDM yang dimiliki BMT, jika tidak didukung oleh modal kerja yang memadai maka SDM yang baik pun akan goyah karena dihadapkan oleh perolehan pendapatan yang minim yang tentu juga dikhawatirkan berdampak pada penghasilan mereka dan kepastian masa depannya.Maka timbulah berbagai masalah di BMT terkait SDM. Pengunduran diri karyawan terlatih adalah hal yang sering muncul karena masalah kesejahteraan. Yang terberat adalah karyawan menjadi tidak amanah, dana anggota diselewengkan. Maka tinggalah pengurus BMT menanggung akibatnya.[1]
Jika BMT memiliki SDM yang baik dan modal kerja yang cukup kita bisa lebih berharap kepada BMT dengan kondisi seperti ini. Namun BMT dengan kondisi seperti ini pun tidak selamanya terbebas dari masalah. BMT tumbuh menjadi lembaga keuangan yang terus berkembang menjadi besar. Namun suatu saat BMT ini tersadar ketika proses audit dilakukan. Terjadi banyak selisih data, yang pada akhirnya menimbulkan biaya baru. BMT ini pun kesulitan melakukan evaluasi terhadap kinerja keuangan, kinerja marketing dan resiko yang sedang dihadapinya. Banyak BMT besar yang runtuh karena hal ini. Akar masalah dari hal tersebut adalah tidak adanya atau tidak dijalankannya sistem. Banyak sistem yang harus dijalankan oleh BMT. Sistem Operasional Prosedur, Sistem Informasi (IT), Sistem Marketing, Sistem Operasional Manajemen dan sistem-sistem lainnya.

B.   Rumusan Masalah,,
Dari latar belakang di atas dapat penulis ambil beberapa permasalahan dalam makalah ini, yaitu:
1.      Apa pengertian Baitul Maal Wa Tanwil (BMT) ?
2.      Sejarah Lengkap Baitul Maal Wa Tanwil (BMT) ?
3.      Prinsip Baitul Maal Wa Tanwil (BMT) ?

C.  Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas tujuan penulis dalam makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui Apa pengertian Baitul Maal Wa Tanwil (BMT).
2.      Untuk mengetahui Sejarah Lengkap Baitul Maal Wa Tanwil (BMT).
3.      Untuk mengetahui Prinsip Baitul Maal Wa Tanwil (BMT).








                                                          BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Baitul Maal Wa Tanwil (BMT)
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari’ah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.[2]
a)    Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.. Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah.
b)   Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran, serta berkeadilan berlandaskan syari’ah dan diridhoi Allah SWT. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan sematamata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.[3]
Adapun fungsi BMT di masyarakat, adalah :
1)   Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus dan pengelola menjadi lebih professional, salaam (selamat, damai, dan sejahtera) dan amanah sehingga semakin utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan global.
2)   Mengorganisasi dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk kepentingan rakyat banyak.
3)   Mengembangkan kesempatan kerja
4)   Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota. Memperkuatkan dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial masyarakat 
B.  Sejarah Lengkap Baitul Maal Wa Tanwil (BMT)
1)      Sejarah Berdirinya Baitul Mal Sejak Jaman Rasulullah
a)   Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagi-bagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.[4]

b)   Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara’ (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibai’at sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya.
Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, “Anda mau kemana, hai Khalifah?” Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.” Umar berkata, “Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin?” Abu Bakar menjawab, “Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku?” Umar berkata, “Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu.” Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (ta’widh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahunyang diambil dan Baitul Mal.

c)    Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)
Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya.
Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, “Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin.” (Dahlan, 1999).

d)   Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)
Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Sa’ad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, “Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, ‘Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku.’ Itulah sebab rakyat memprotesnya.” (Dahlan, 1999).

e)    Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.
f)     Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya
Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).
2)      Sejarah dan Perkembangan BMT di Indonesia
Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syari’ah bagi usaha kecil dengan nama Bait at Tamwil SALMAN dan selanjutnya di Jakarta didirikan Koperasi Ridho Gusti. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan pola syari’ah, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) – melakukan kegiatan pengembangan usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) – menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya. Sekilas Tentang PINBUK.[5]
Peran ICMI yang mendorong terbentuknya PINBUK sangat berarti dalam sejarah perkembangan BMT. Pada tanggal 13 Maret 1995 ICMI yang diwakili oleh Prof. Dr. Ing. BJ Habibie (Ketua ICMI) , Majelis Ulama Indonesia yang diwakili oleh K.H. Hasan Basri (Ketua Umum MUI) dan Bank Muamalat Indonesia yang diwakili oleh Zaenul Bahar Noor, SE (Dirut BMI) menjadi tokoh-tokoh pendiri PINBUK. PINBUK didirikan karena adanya tuntutan yang cukup kuat dari masyarakat yang menginginkan adanya perubahan dalam struktur ekonomi masyarakat yang pada tahun-tahun 1995 di kuasai oleh segelintir golongan tertentu, utamanya dari ekonomi konglomerasi, kepada ekonomi yang berbasis kepada masyarakat banyak.
Maksud dan tujuan pendirian PINBUK sebagaimana telah dibakukan dalam akta pendiriannya adalah :
1)   Mewujudkan dunia usaha yang lebih adil dan berdaya saing, konsisten dengan nilainilai agama mayoritas bangsa Indonesia;
2)   Mewujudkan sumber daya insani yang bermutu tinggi, terutama di kalangan pengusaha mikro, kecil dan menengah, serta lembaga pendukungnya;
3)   Mendorong terwujudnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam dan sarana secara efektif dan efesien;
4)    Mengupayakan perluasan kesempatan kerja dan mewujudkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dalam suatu sistem pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut, sebagai langkah awal PINBUK memulai dengan pendirian dan pengembangan lembaga keuangan mikro (micro finance institution), yang diberi nama Baitul Maal wat Tamwil, disingkat BMT dengan menggunakan prinsip bagi hasil dan memilih tempat beroperasinya dalam masyarakat lapisan bawah. Sebagai lembaga keuangan alternatif, BMT menjalankan kegiatan simpan pinjam, fungsi penyaluran pembiayaan kepada anggotanya pengusaha mikro dan kecil, serta pendampingan dan pengembangan usaha-usaha sektor riel para anggotanya.[6]
Seperti halnya lembaga keuangan syariah yang lainnya BMT dala kegiatan operasionalnya menggunakan 3 prinsip, yaitu:
1)   Prinsip bagi hasil
a)   Mudharabah
b)   Musyarakah
c)   Muzara’ah
d)  Musaqah
2)   Jual beli dengan margin (keuntungan);
a)   Murabahah
b)   Ba’i As-Salam
c)   Ba’i Al-Istisna
3)   Sistem profit lainnya;
Kegiatan operasional dalam menghimpun dana dari masyarakat dapat berbentuk giro wadi’ah, tabungan mudharabah, Deposito investasi mudharabah, Tabungan haji, Tabungan Qurban.
Baitul Mal Wa Tamwil  suatu lembaga keuangan mikro syariah yang digerakan awal tahun sembilan puluhan oleh para aktivis muslim yang resah melihat keberpihakan ekoonomi negara yang tidak berpihak  kepada elaku ekonomi kecil dan menengah.
Dampak Perkembangan dan Pertumbuhan BMT di Indonesia
1.       Membangkitkan usaha mikro di kalangan masyarakat menengah ke bawah.
2.       Membantu masyarakat dalam hal simpan pinjam.
3.       Meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerja sama ekonomi dan bisnis
4.        Dengan adanya BMT maka tidak terjadi penimbunan uang karena uang terus berputar
5.       Memperluas lapangan pekerjaan khususnya didalam sector riil.

C.  Prinsip Baitul Maal Wa Tanwil (BMT)
Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) menerangkan prinsip dan produk inti Baitul Maal wat Tamwil sebagai berikut:
a)      Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal
Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti di tengah masyarakat ini hanya memiliki prinsip sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqah, dalam arti bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran umat untuk menyalurkan dana zakat,infaq, dan shadaqah-nya saja tanpa ada sesuatu kekuatan untuk melakukan pengambilan/pemungutan secara langsung kepada mereka yang sudah memenuhi kewajibannya tersebut, dan seandainya aktif pun hanya bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau, yang kemudian setelah itu Baitul Maal menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerimanya.[7]
Dari Prinsip Dasar di atas dapat kita ungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maalterdiri atas:
1.      Produk Penghimpunan Dana
Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas,Baitul Maal menerima dan mencari dana berupa zakat, infaq, dan shadaqah, meskipun selain sumber dana tersebut, Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah, ataupun wakaf serta dana-dana yang sifatnya sosial. 
2.      Produk Penyaluran Dana
Penyaluran dana yang bersumberkan dari dana Baitul Maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena dana zakat ini sarana penyalurannya sudah ditetapkan secara tegas dalam al- Qur’an, yaitu kepada  (delapan) ashnaf antara lain: fakir, miskin, amil, mu’alaf, fisabilillah, ghorimin, hamba sahayadan musafir,sedangkan dana di luar zakat dapat digunakan untuk pengembangan usaha orangmiskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biayabiaya operasional kegiatan social lainnya (termasuk di dalamnya untuk kepentingan kafir dhimmi, yang rela dengan pemerintahan Islam).
b)     Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil
        Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank Islam. Ada 3 (tiga) prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagaiBaitutTamwil), yaitu: prinsip bagi hasil, prinsip jual beli, dengan mark-up (keuntungan), dan prinsip non profit.
1.      Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabahdan Musyarakah.
2.      Prinsip Jual Beli dengan Mark-up (keuntungan)
Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada penyedia/penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai’ BitsamanAjil.
3.      Prinsip non Profit
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut di atas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qardhul Hasan.
Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai fungsi BaitutTamwil) adalah sebagai penghimpun dana dan penyaluran dana.
1)         Produk Penghimpunan Dana
   Yang dimaksud dengan produk penghimpunan dana disini, berupa jenis simpanan yang dihimpun oleh BMT sebagai sumber dana yang kelak akan disalurkan kepada usaha-usaha produktif.  Jenis simpanan tersebut antara lain:
a.       Al-Wadi’ah : Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi hasil, namun nisbah bagi penabung sangat kecil. Landasan (dasar) hukum yang membolehkan melakukan akad wadi’ah, Firman Allah dalam al-Qur’an surat An-Nisa ayat 58 :“sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.
b.      Al-Mudharabah : Penabung memiliki motivasi untuk memperoleh keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan bulan lalu.
c.       Amanah : Penabung memiliki keinginan tertentu yang diaqadkan atau diamanahkan kepada BMT. Misalnya, tabungan ini dimintakan kepada BMT untuk pinjaman khusus kepada kaum dhu’afa atau orang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil.
2)      Produk Penyaluran Dana
  Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaan yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah:[8]
a.       Pembiayaan Mudharabah : Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT kepada anggota, dimana pengelolaan usaha sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai nasabah debitur. Dalam hal ini anggota (nasabah) menyediakan usaha dan sistem pengelolaannya (manajemennya). Hasil keuntungsanakan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan bersama (misalnya 70%:30% atau 65%:35%).
b.       Pembiayaan Musyarakah : Pembiayaan berupa sebagian modal yang diberikan kepada anggota dari modal keseluruhan. Pihak BMT dapat dilibatkan dalamproses pengelolaannya. Pembagian keuntungan yang proposional dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
c.        Pembiayaan Murabahah : Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari 6 (enam) sampai 9 (sembilan) bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang dinaikkan.
d.      Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil : Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan Murabahah, yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan.
e.       Pembiayaan Al-Qardhul Hasan : Merupakan pinjaman lunak yang diberikan kepada anggota yang benar-benar kekurangan modal/kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Nasabah (anggota) cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan oleh BMT.









BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
            Baitul Mal Wat Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam, dengan berasaskan penuh keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan.
            Prinsip Dasar BMT adalah : (1) Ahsan (mutu hasil kerja yang terbaik), Thayyiban (terindah), Ahsanu’amala (memuaskan semua pihak) dan sesuai dengan nilai-nilai salaam (keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan). (2) Barakah, artinya berdaya guna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan, transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada masyarakat. (3) Spiritual Communication (penguatan nilai ruhiyah). (4) Demokratis, partisipatif dan inklusif. (5) Keadilan sosial dan kesetaraan gender, non-diskriminatif. (6) Ramah Lingkungan, peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman budaya. (7) Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.

B.      SARAN
            Sebagai pembaca yang baik,saya berharap ada kritik dan saran dari hasil makalah yang saya buat. Mudah-mudahan bermanfaat bagi yang membacanya. Walaupun makalah ini di buat dengan sederhana. Di dalam banyak mengandung perluasan makna dan arti.




DAFTAR PUSTAKA

Al Arif, M. Nur Rianto 2012. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.
Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro, UIN Press. Malang, 2009
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, UII Press, Yogyakarta, 2004
PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT, (Jakarta, PT. Bina Usaha Indonesia, tt)
Raharjo, M. Dawam 1989. Perspektif Dkelarasi Makkah, Menuju Ekonomi Islam, Bandung: mizan
Ridwan, Muhammad. 2005.Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT ). Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.
Sholihin, Ahmad Ifham. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Sudarsono, Heri 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 2, Yogyakarta Ekonisia,









 
 



[1] Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, UII Press, Yogyakarta, 2004
[2] Ridwan, Muhammad. 2005.Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil ( BMT ). Yogyakarta: UII Press Yogyakarta.

[3] Sholihin, Ahmad Ifham. 2010. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
[4] Raharjo, M. Dawam 1989. Perspektif Dkelarasi Makkah, Menuju Ekonomi Islam, Bandung: mizan
[5] PINBUKPedoman Cara Pembentukan BMT, (Jakarta, PT. Bina Usaha Indonesia, tt)
[6] Al Arif, M. Nur Rianto 2012. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.

[7] Sudarsono, Heri 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 2, Yogyakarta Ekonisia,
[8] Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syariah Mikro, UIN Press. Malang, 2009

No comments:

Post a Comment