MAKALAH METODELOGI STUDI ISLAM “PENDEKATAN HISTORIS DALAM STUDI ISLAM”
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PENDEKATAN HISTORIS
Sejarah
atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa
dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku
dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat
dalam peristiwa atau biasa disebut dengan 5W+1H. Obyek dalam sejarah terdiri
dari tiga macam, yaitu:[1]
1. Makhluk
hidup/benda mati
2. Waktu
3. Ruang/tempat
Melalui
pendekatan sejarah seseorang diajak menukik
dari alam idealis kealam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan
ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang
terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis. Sejarah
hanya sebagai metode analisis atas dasar pemikiran bahwa sejarah dapat
meyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga.
Pendekatan sejarah bertujuan untuk menentukan inti karakter agama dengan
meneliti sumber klasik sebelum dicampuri dengan yang lain. Dalam menggunakan
data historis maka akan dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah
tentang sebab akibat dari suatu persoalan agama.
Secara umum, sejarah
mempunyai dua pengertian, yaitu sejarah dalam arti subyektif, dan sejarah dalam
arti obyektif. Menurut materinya (subject-matter) nya, sejarah dapat
dibedakan atas:
1.
Daerah, misalnya Asia, Eropa, Amerika, Asia
Tenggara, dan sebagainya
2.
Zaman, misalnya zaman kuno, zaman pertengahan,
dan modern
3.
Tematis, ada sejarah sosial politik, sejarah
kota, agama, seni, dan sebagainya.
Metode sejarah
menitikberatkan pada kronologi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Soerjono
Soekanto (1969:30), pendekatan historis mempergunakan analisa atas
peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk merumuskan prinsip-prinsip umum.
Metode ini dapat dipakai misalnya, dalam mempelajari masyarakat Islam dalam hal
pengamalan, yang disebut dengan ”masyarakat Muslim” atau ”kebudayaan
Muslim”. Metode ini biasanya dikombinasikan dengan metode komparative (perbandingan).
Contohnya, seperti yang digunakan oleh Geertz yang membandingkan bagaimana
Islam berkembang di Indonesia (Jawa) dan di Maroko.[2]
Tapi,
tidak semua peristiwa masa silam dimasukkan kedalam sejarah. terdapat
pembatasan-pembatasan tertentu tentang peristiwa masa lampau itu. Ada empat hal
yang membatasi peristiwa masa lampu yaitu pertama, pembatasan yang menyangkut waktu, kedua pembatasan yang menyangkut
peristiwa, ketiga, pembatasan
yang menyangkut tempat, dan keempat,
pembatasan yang menyangkut seleksi artinya tidak semua peristiwa masa lampu
dianggap katagori sejarah. Oleh karena itu masalah waktu penting dalam memahami
satu peristiwa.[3]
Pendekatan
kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri
turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam
terhadap agama yang dalam hal ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia
mempelajari Alquran, ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya
kandungan alquran itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi
konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam
bagian pertama yang berisi
konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah alquran yang merujuk kepada
pengertian-pengertian norm atif yang khusus, doktrin-doktrin etik,
aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah
atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep
yang telah dikenal oleh masyarakat arab pada waktu alquran diturunkan atau bisa
jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep
religius yang ingin di perkenalkannya. Istilah-istilah itu kemudian diintegrasikan ke dalam pandangan dunia
Alquran, dan dengan demikian lalu menjadi konsep-konsep yang otentik. Dalam
bagian pertama ini kita mengenal banyak sekali konsep, baik yang bersifat
abstrak ataupun konkret.[4]
· Konsep
bersifat abstrak, tentang allah, konsep tentang malaikat, tentang akhirat,
tentang ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah konsep-konsep yang abstrak.
· Konsep
bersifat konkret dan dapat amati (observable), misalnya konsep tentang fuqara (orang-rang fakir), dhu’afa (orang lemah), mustadl’afin (kelas tertindas), zhalimun (para tiran), aghniya (orang kaya), mustakbirun (penguasa), mufasidun (koruptor-koruptor), dan
sebagainya.
Bagian
yang berisi konsep-konsep Alquran bermaksud membentuk pemahaman yang komprehensif
mengenai nilai-nilai islam.
Pada
bagian kedua yang berisi kisah-kisah dan perumpamaan, alquran ingin mengajak
dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui kontemplasi terhadap
kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa historis dan juga melalui
kiasan-kiasan yang berisi hikmah tersembunyi, manusia diajak merenungkan
hakikat dan makna kehidupan.[5]
Banyak sekali ayat yang berisi ajakan semacam ini, tersirat maupun tersurat,
baik menyangkut hikmah historis ataupun menyangkut simbol-simbol. Misalnya simbol
tentang rapuhnya rumah laba-laba,
‘Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung
selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya
rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui’ (QS. Al-Ankabut:41).
Ayat di atas memberi
perumpamaan bahwa serapuh-rapuhnya sandaran atau selemah-lemahnya pertolongan
adalah bagi siapa saja yang menjadikan selain Allah sebagai sandaran hidup atau
pelindungnya. Seseorang yang menyandarkan hidupnya kepada harta, popularitas,
pangkat, jabatan dan kedudukan. Maka semua itu adalah sandaran yang rapuh.
Begitu banyak manusia putus asa, kecewa, bahkan nekat mengakhiri hidup karena sandaran
yang dikejarnya tidak kunjung datang, bila didapatkan, sifatnya hanya sementara
tidak bersifat abadi, bahkan terkadang sandaran itulah yang menjadi awal
kehinaan baginya di dunia dan di akhirat.
tentang
luruhnya sehelai daun yang tak lepas dari pengamatan tuhan atau tentang
keganasan samudera yang menyebabkan orang-orang kafir berdoa.
“Dan pada
sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)"
(QS Al An’aam 59).
Jadi
ayat tersebut menjelaskan kepada kita, bahwa kita tidak akan lepas dari
pengawasan Allah , dan yang mengatur semua yang terjadi di alam semesta dan
tidak ada lebih mengetahui kecuali Allah. Seperti hal-hal yang tidak pernah
kita ketahui selain dari itu yaitu hari kiamat, turunnnya hujan, mengetahui apa
yg ada didaalam rahim, apa yang akan diusahakan besok, dan dibumi mana dia akan
mati nah itu yang mengetahui hanya Allah tidak seorang pun mengetahui atas hal
itu .
Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaaan yang sebenarnya
berkenanaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka seseorang tidak akan
memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu
akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami alquran
secara benar misalnya, yang besangkutan
harus mempelajari sejarah turunnya alquran atau kejadian-kejadian yang
mengiringi turunnya alquran yang selanjutnya disebut sebagai Ilmu Asbab Al-Nuzul
(ilmu tentang sebab-sebab turunnya ayat alquran) yang pada intinya berisi
sejarah turunnya ayat alquran. Dengan ilmu asbabun nuzul ini seseorang akan
dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan
hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan
memahaminya dan juga mengetahui sejarah ayat-ayat tersebut di turunkan. Dan dengan
pendekatan historis ini masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah
adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas
keberadaan islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.[6]
Menurut M.Yatimin
Abdullah, fungsi pendekatan historis atau sejarah dalam pengkajian Islam adalah
untuk merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensistematisasikan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.[7]
Menurut
Kuntowijoyo kegunaan kajian historis dibagi menjadi dua yaitu guna intrinsik dan
guna ekstrinsik.[8]
1.
Guna Intrinsik
Guna intrinsik, yakni kegunaan dari
dalam yang nampak terkait dengan keilmuan dan pembinaan profesi kesejarahan. Guna
intrinsik meliputi:
· Historis sebagai
ilmu
· Historis sebagai
cara mengetahui masa lampau
· Historis sebagai
pernyataan pendapat
· Sejarah
sebagai profesi
2.
Guna Ekstrinsik
Guna ekstrinsik terkait
dengan proses penanaman nilai dan proses pendidikan. Guna Ekstrinsik historis
meliputi:
· Historis sebagai
pendidikan moral
· Historis sebagai
pendidikan penalaran
· Historis sebagai
pendidikan politik
· Historis sebagai
pendidikan kebijakan
· Historis sebagai
pendidikan perubahan
· Historis sebagai
pendidikan masa depan
· Historis sebagai
pendidikan keindahan
· Historis sebagai
ilmu bantu.
Menurut Nugroho
Notosusanto dengan fungsi ekstrinsik tersebut, menjelaskan empat fungsi atau
guna historis yaitu:[9]
1. Fungsi
rekreatif
Ketika seseorang membaca
narasi historis dan isinya mengandung hal-hal yang terkait dengan
keindahan, romantisisme, maka akan melahirkan kesenangan estetis. Tanpa
bernajak dari tempat duduk, seseorang yang mempelajari sejarah dapat menimati
bagaimana kondisi suatu masa pada masa lampau. Jadi seolah-olah seseorang tadi
sedang berekreasi ke suasana yang lampau.
2. Fungsi
inspiratif
Dengan
mempelajari historis akan dapat mengembangkan inspiratif, imajinatif
dan kretivitas generasi yang hidup sekarang dalam rangka hidup
beragama dan bernegara. Fungsi inspiratif juga dapat dikaitkan dengan
pendidikan moral. Sebab setelah belajar historis/sejarah seseorang dapat
mengembangkan inspirasi dan berdasarkan keyakinannya dalam menerima atau
menolak nilai yang terkandung dalam suatu peristiwa sejarah/ historis.
3. Fungsi
instruktif
Maksud fungsi
intrukstif adalah sejarah sebagai alat bantu dalam proses suatu pembelajaran.
Sejarah berperan sebagai upaya penyampaian pengetahuan dan ketrampilan kepada
orang lain.
4. Fungsi
edukatif
Belajar historis/sejarah
sebenarnya dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan keseharian bagi setiap
manusia. Historis mengajarkan tentang contoh yang sudah terjadi agar
seseorang menjadi arif, sebagai petunjuk dalam berperilaku.
Melalui
pendekatan historis ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Disini seseorang tidak
akan memahami agama keluar dari konsep historisnya, karena pemahaman demikian
itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Misalnya seseorang yang ingin
memahami Al-Qur’an secara benar maka ia harus mempelajari sejarah turunnya
Al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya Al-Qur’an.
Dengan
pendekatan historis ini masyarakat diharapkan mampu memahami nilai sejarah
adanya agama Islam. Sehingga terbentuk manusia yang sadar akan historisitas
keberadaan islam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung didalamnya.
B.
KELEMAHAN DANKELEBIHAN
PENDEKATAN HISTORIS DALAM KAJIAN ISLAM
Sebagai suatu
pendekatan, pendekatan historis memiliki titik-titik kelemahan, disamping
titik kekuatan/kelebihan.
1.
Sikap memihak kepada pendapat dan
madzhab-madzhab tertentu
2.
Terlalu percaya kepada pihak penukil berita
sejarah
3.
Gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat
atau di dengar serta menurunkan laporan atas dasar persangkaan dan perkiraan
4.
Kebodohan dalam mencocokkan keadaan dengan
kejadian yang sebenarnya
5.
Kesukaan kebanyakan manusia untuk mendekatkan
diri kepada para pembesar dan orang-orang yang berpengaruh.
1.
Melalui pendekatan sejarah seorang diajak
menukik dari alam idialis kealam yang bersifat empiris dan mendunia. Dari
keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara
yang terdapat dalam alam idialis dengan yang ada dalam alam empiris dan
historis.
2.
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam
memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkrit
bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini
kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang yang dalam
hal ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari alquran, ia
sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan alquran itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi
kisah-kisah seejarah dan perumpamaan.
3.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak
untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu
peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks
historisnya karena pemahaman demikiian itu akan menyesatkan orang yang
memahaminya.seseorang yang ingin memahami alquran secara benar misalnya, yang
bersangkutan harus mempelajari sejarah turunya alquran atau kejadian kejadian
yang mengiringi turunya alquran yang selanjutnya disebut sebagai ilmu Asbab an
Nuzul (ilmu tentang sebab sebab turunya ayat ayat alquran) yang pada intinya
berisi sejarah turunya ayat alquran. Dengan ilmu asbabun Nuzul ini seseorang
akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenan
dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dari kekeliruan
memahaminya.
C.
CONTOH
PENDEKATAN HISTORIS DALAM STUDI ISLAM
Contoh
Studi Islam Dalam Pendekatan Historis Contoh penerapan pendekatan historis
dapat dilakukan pada studi sumber Islam atau studi Al-Quran maupun Sunnah. 1.
Fenomena orang mabuk shalat. Terdapat landasan normatif dalam Al-Quran
“janganlah kamu mendekati shalat, sedang kamu mabuk”. Melalui teks tersebut
terdapat makna bahwa jika sesorang sedang mabuk janganlah ia shalat hingga ia
sadar. Namun juga berkesan bahwa di luar shalat boleh mabuk. Jelas keliru. Ayat
tersebut mesti dipahami melalui pendekatan historis asbabun nuzul-nya. Ayat itu
merupakan rangkaian pengharaman khamr. Awalnya khamr hanya disebutkan banyak
madharatnya saja dibanding dengan manfaatnya. Lalu dipertegas oleh ayat di atas
bahwa janganlah shalat ketika mabuk dan diakhiri dengan pengharaman khamr di
ayat lain. Maka, dengan pendekatan historis ayat, tidak akan ada misinterpretasi
makna dalam memahami sebuah ayat.
Contoh
Studi Islam Dalam Pendekatan Historis 2. Buku yang paling awal di tulis oleh
kaum muslimin adalah Kitab Allah. Awalnya mereka sempat ragu- ragu untuk
menuliskannya. Pembunuhan besar- besaran pada para penghafal Al-Qur’an pada
saat terjadinya perang Riddah (perang melawan orang- orang murtad) dan perang
melawan nabi palsulah yang membuat mereka menuliskan kitab Allah. Hal itu di
karenakan adanya rasa khawatir kitab Allah akan lenyap dan dilupakan.
Contoh
Studi Islam Dalam Pendekatan Historis 3. Keraguan yang lebih besar terjadi
tatkala akan dilakukan penulisan hadist-hadist Rasulullah. Hadist-hadist
Rasulullah itu tidak dituliskan karena khawatir bercampur baur dengan
Al-Qur’an. Abu Bakar telah memerintahkan manusia saat ini untuk tidak
meriwayatkan sesuatu dari Rasulullah. Umar kemudian melanjutkan tradisi Abu
Bakar. Penulisan hadist ini tidak dimulai kecuali pada pertengahan abad ke-2
Hijriyah atau pertengahan abad ke-8 Masehi.
[1]
Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 46.
[2]
Supiana, Metodologi Studi
Islam, cet. II, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam 2012)
hlm.87.
[3]
Yatim Badri, Historiografi Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1997), hlm. 24.
[5] Ibid, … hlm. 48.
[6]
Ibid,… hlm. 49.
[7]
M.Yatimin Abdullah, Studi
Islam Kontemporer,(Jakarta:Sinar Grafika Offset, 2006), hlm. 222.
[8]
Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi
Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2000), hlm. 64.
[9] Ibid,… hlm. 67.
[10] M.Yatimin Abdullah, Studi Islam
Kontemporer,(Jakarta:Sinar
Grafika Offset, 2006), hlm.101.
[11] Ibid,… hlm. 103.
No comments:
Post a Comment