1

loading...

Tuesday, October 30, 2018

Makalah Olahraga Untuk Disabilitas

Makalah Olahraga Untuk Disabilitas 

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 
           Kecacatan (Disabilitas) bagi sebagian orang merupakan suatu masalah yang berat serta dapat menghambat cita-cita dan aktivitas. Permasalahan yang dihadapi penyandang cacat bukan hanya masalah psikologis seperti rendah diri, merasa tidak mampu dan tidak berdaya, menutup diri dan tidak percaya diri untuk bergaul di tengah kehidupan masyarakat bahkan sebagian dari mereka ingin mengakhiri hidup mereka saja,karena sering kali mereka mendapat perlakuan yang berbeda ketika ia di tengah masyarakat yang membuat mereka sangat menderit menjalani hidup dengan keadaannya, mereka bahkan di hina dan diragukan apapun yang mereka lakukan.

Hal tersebut tentu merupakan sikap yang salah yang ditunjukkan oleh penderita Disabilitas,hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman bagi penderita Disabilitas tentang dirinya dan lingkungannya, karena sesungguhnya mereka memiliki hak yang sama dengan masyarakat normal pada umumnya.

 Bukan hanya memiliki hak yang sama,kesempatan apapun di dunia ini juga berlaku untuk penderita Disabilitas, sering kali penderita Disabilitas dapat lebih berprestasi dengan kemampuan mereka yang mungkin selama ini terpendam, maka dari itu diperlukan penyikapan yang baik dan benar agar penderita Disabilitas tidak merasa di tindas maupun rendah diri di tengah masyarakat.


        Karena latar belakang diatas kita menyusun makalah mengenai cara yang baik dalam Menyikapi penderita Disabilitas.Makalah ini akan memberikan wawasan mengenai apa itu disabilitas dan cara menyikapinya dengan cerdas,agar tidak ada lagi penderita Disabilitas yang merasa dirinya tidak berguna dan rendah diri di kehidupan ini.
   
 

1.2 Rumusan Masalah 
1.Apakah pengertian dari Disabilitas?
2. Bagaimana ciri-ciri penderita Disabilitas?
3.Apa saja jenis-jenis Disabilitas?
4.Apa penyebab Disabilitas?
5.Bagaimana pandangan masyarakat terhadap penderita Disabilitas?
6.Bagaimana cara menyikapi penderita Disabilitas dengan baik?

1.3 Tujuan 
1. Untuk mengetahui pengertian dari Disabilitas.
2. Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri penderita Disabilitas.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Disabilitas.
3.Untuk mengetahui penyebab Disabilitas.
4.Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap penderita Disabilitas.
5.Untuk mengetahui bagaimana cara menyikapi penderita Disabilitas dengan baik.


BAB II
PEMBAHASAN

21 Pengertian Disabilitas
      
            Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.
          Menurut WHO, disabilitas adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan suatu aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Disabilitas adalah ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment (kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat (Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009). Dahulu istilah disabilitas dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi menggunakan istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak.
2.2 Ciri-ciri penderita Disabilitas

1.     Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Misalnya gangguan penglihatan, pendengaran, dan gerak.
2.     Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan mental dan atau tingkah laku akibat bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang  lain (normal), sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
3.     Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu  individu yang mengalami kelainan fisik dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku, sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari selayaknya.

2.3  Jenis-jenis Disabilitas 

       Berdasarkan definisi yang diterbitkan oleh Kementerian Sosial Tahun 2005, penyebab disabilitas dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu disabilitas akibat kecelakaan (korban peperangan, kerusuhan, kecelakaan kerja/industri, kecelakaan lalu lintas serta kecelakaan lainnya), disabilitas sejak lahir atau ketika dalam kandungan, termasuk yang mengidap disabilitas akibat penyakit keturunan, dan disabilitas yang disebabkan oleh penyakit (penyakit polio, penyakit kelamin, penyakit TBC, penyakit kusta, diabetes dll).berdasarkan pernyataan diatas maka jeni-jenis Disabilitas dapat dikelompokkan, sebagai berikut:


2.4 Penyebab Disabilitas 

1.Disabilitas mental
Kelainan genetik dan kromosom, salah satu penyebab utama adalah genetik yang disebut down syndrome pada dasarnya adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki 47 kromosom, yang bertentangan dengan 46 kromosom yang biasanya dimiliki seseorang manusia normal. Kromosom ekstra ini mengganggu fungsi otak, sehingga sering menimbulkan keterbelakangan.

Kekurangan gizi, adalah salah satu penyebab terbesar dari berbagai kondisi kesehatan. Kekurangan gizi selama kehamilan dapat lebih merugikan bagi anak yang belum lahir daripada untuk ibu.Kurangnya nutrisi seperti vitamin A,zat besi,yodium,seng,dsb, terbukti diketahui menyebabkan masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental selama lebih dari 2 miliar orang di dunia.Hal ini ini tidak mengherankan mengingat tren makanan jank food ditengah masyarakat saat ini, kekurangan gizi menjadi cepat berkembang tidaak seperti sebelumnya.

Kondisi lingkungan dan zat beracun, Lingkungan dalam kasus seperti itu umumnya mengacu pada kemiskinan dan pola hidup. Kemiskinan diketahui menjadi penyebab yang sering terjadi,karena kondisi miskin dapat menyebabkan paparan kondisi lingkungan yang tidak cocok untuk pertumbuhan mental.
Kondisi lain yang menyebabkan keterbelakangan mental juga seperti kondisi traumatis yang dihadapi selama kehamilan atau setelah melahirkan,hanguan metabolik,infeksi, dan banyak masalah lain yang tidak dapat dijelaskan.

2.Disabilitas fisik

Penyandang Cacat Fisik :
a.     Tuna Netra
Masa Prenatal :
-   Akibat penyakit campak Jerman. Jika menyerang ibu yang sedang hamil 1-3 bulan, besar kemungkinan bayinya lahir dalam keadaan tuna netra.
- Akibat penyakit Syphilis, bayi yang ada dalam kandungan  kemungkinan terlahir dengan keadaan tuna netra.
-   Akibat kecelakaan, keracunan obat2an/zat kimia, sinar laser, minuman keras yg mengakibatkan kerusakan janin khususnya pada bagian mata.
-   Infeksi virus Rubella, toxoplasmosis.
-   Malnutrisi berat pada tahap embrional minggu ke 3 sampai ke 8.
Masa Natal :
-   Kerusakan mata atau syaraf mata pada saat proses kelahiran. Terjadi karena proses kelahiran yang sulit, sehingga bayi harus keluar dengan bantuan alat (vakum).
-   Ibu menderita penyakit Gonorrchoe, sehingga kuman gonococcus (GO) menular pada bayi saat kelahiran.
-   Retrolenta Fibroplasia yang disebabkan karena bayi lahir sebelum waktunya, sehingga diberikan konsentrasi oksigen yang tinggi dalam inkubator.
Masa Perkembangan :
-  Kekurangan vitamin A.
-  DM, menyebabkan kelainan retina.
-  Darah tinggi ; pandangan rangkap/kabur.
-  Stroke ; kerusakan syaraf mata.
-   Radang kantung air mata, radang kelenjar kelopak mata, hemangiona, retinoblastoma, efek obat/zat kimiawi.

b.     Tuna Rungu
Masa Prenatal :
-   Salah satu dari orang tua penderita merupakan pembawa sifat abnormal.
-   Ibu yang sedang mengandung mengalami sakit pada masa 3 bulan pertama kehamilan, yaitu pada masa pembentukan ruang telinga.
-   Keracunan obat-obatan.

Masa Natal :
-   Kesulitan pada saat melahirkan, sehingga harus dibantu oleh beberapa alat.
-   Kelahiran prematur.
·       
Masa Perkembangan :
-   Ketulian karena terjadinya infeksi, difteri, dan morbili.
-   Karena kecelakaan yang mengakibatkan rusaknya alat pendengaran bagian dalam.

c.      Tuna Daksa

 Masa Prenatal :
-   Anoxia prenatal, disebabkan pemisahan bayi dari placenta, penyakit anemia, kondisi jantung yang gawat, shock, percobaan abosrtus.
-   Gangguan metabolisme pada ibu.
-   Kromosom, gen yang tidak sempurna.
-   Pembelahan sel telur, sperma yang kualitasnya buruk.

Masa Natal :
-   Kesulitan saat persalinan karena letak bayi sungsang, atau pinggul ibu terlalu kecil.
-   Pendarahan pada otak saat kelahiran.
-   Kelahiran prematur.
-  Gangguan pada placenta yang dapat mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya anorexia.
Masa Perkembangan :
-   Faktor penyakit ; meningitis, radang otak, diptheri, partusis dll
-   Faktor kecelakaan.
-   Pertumbuhan tubuh/tulang yang tidak sempurna.



3.Disabilitas fisik dan mental (ganda)
a.     Tuna Ganda
Masa Prenatal :
-   Ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu yang
kekurangan gizi pada saat sedang mengadung, serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan alkohol.

 Masa Natal :
-   Kelahiran prematur dan kekurangan oksigen
-   Terdapat luka pada otak saat kelahiran.

 Masa Perkembangan :
-   Kepala mengalami kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau siksaan.
-   Anak tidak dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu yang sama, sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau encephalities).



1. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari: 

(cacat mental)

a. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.

b. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

c. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh



2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu: 

(cacat fisik)

a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.

b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
3. Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental)

2.5 Pandangan Masyarakat terhadap penderita Disabilitas

       Disabilitas dan Pandangan masyarakat adalah dua hal yang saling berkaitan, tetapi berbeda. Masyarakat memiliki pandangan yang berbeda terhadap disabilitas yang berada di sekitar mereka. Umumnya masyarakat menganggap jika keberadaan kaum disabilitas ini sebagai sesuatu hal yang merepotkan. Ada yang menganggap keberadaan mereka sebagai aib keluarga, biang masalah, hingga kutukan akan sebuah dosa yang pada akhirnya semakin memojokan disabilitas dari pergaulan masyarakat.

Dalam perkembangan berikutnya, pandangan masyarakat terhadap disabilitas berubah menjadi sesuatu yang harus mereka kasihani dan mereka tolong. Hal ini dikarenakan mereka adalah sosok yang dianggap kurang mampu dan membutuhkan bantuan.

Secara garis besar, sikap dan pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas dapat dibedakan menjadi tidak berguna/tidak bermanfaat, dikasihani, dididik/dilatih, dan adanya persamaan hak.

Pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas juga dibedakan menjadi dua model, yaitu individual model dan social model. Individual model menganggap jika kecacatan yang dialami oleh seseorang itu lah yang dianggap sebagai masalahnya. Sedangkan social model menganggap jika masalahnya bukan terletak pada kecacatan yang dialami oleh seseorang, tapi bagaimana cara pandang masyarakat yang negatif terhadap kaum disabilitas ini yang menimbulkan masalah.

Perlu diingat bahwa keberadaan kaum disabilitas itu pasti ada dalam sebuah negara. Menurut WHO sebagai organisasi kesehatan dunia, jumlah kaum disabilitas dalam sebuah negara itu setidaknya sebesar 10% dari total keseluruhan penduduk sebuah negara. Di indonesia sendiri menurut catatan dari kementerian sosial jumlah kaum disabilitas mencapai 7 juta orang atau sekitar 3% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 238 juta pada tahun 2011.

Keberadaan kaum disabilitas ini layak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Upaya pemerintah dalam melindungi kehidupan disabilitas sudah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Contohnya adalah perlindungan hukum seperti yang tercantum dalam UUD 1945, No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat, UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, dan lainnya.

Dengan adanya payung hukum di atas, diharapkan akan tercipta sebuah tata kehidupan yang dapat mendorong disabilitas untuk turut aktif berpartisipasi dan mengembangkan potensi dalam bidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan bidang lainnya.

Meskipun secara jelas pemerintah sudah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan yang melindungi hak-hak kaum disabilitas, tetapi pada praktiknya hal ini tidak berjalan sebagai mana mestinya. Banyak terjadi pelanggaran terhadap kaum disabilitas terutama pada bidang pendidikan dan pekerjaan.

Pada bidang pendidikan, coba lihat beragam kasus yang pernah muncul di media masa mengenai perlakuan yang tidak adil terhadap kaum disabilitas ini. Kebanyakan disabilitas tidak mampu mengakses pendidikan yang lebih baik karena mereka minim sekali untuk mendapatkan akses melakukan hal itu.

Misalnya, dari segi persyaratan pendidikan yang diterapkan. Memang ada bidang pendidikan tertentu yang mengharuskan muridnya tidak boleh cacat karena berkaitan dengan kinerjanya nanti selama masa pendidikan. Akan tetapi, hal itu bukan lah harus berlaku secara umum. Harus ada semacam kajian yang baik apakah persyaratan itu benar-benar dibutuhkan atau tidak. Karena jika penetapan persyaratan ini terkesan asal-asalan, maka hal ini akan sangat mengancam eksistensi para kaum disabilitas dalam mendapatkan akses pendidikan yang layak.

Banyak disabilitas tidak dapat bersekolah dan melanjutkan ke perguruan tinggi karena mereka dianggap cacat fisik yang dianggap tidak dapat mengikuti proses pendidikan dengan baik. Padahal dalam UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dinyatakan bahwa setiap institusi pendidikan wajib menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang menyediakan kemudahan bagi para kaum disabilitas dalam mengakses fasilitas pendidikan.

Pada bidang pekerjaan pun juga demikian. Perhatikan bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 1, Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat 2, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dua ayat tersebut secara tegas dan jelas memperlihatkan bahwa semua warga negara baik yang normal dan disailitas memiliki peluang yang setara dalam memperoleh pekerjaan.

Pada No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat juga dinyatakan jika dalam rasio penerimaan pekerjaan, paling tidak harus ada 1 orang disabilitas yang diterima dari 100 pekerja yang diterima.

Akan tetapi, sama halnya dengan dunia pendidikan jika partisipasi disabilitas dalam dunia kerja juga kurang akibat adanya perlakuan diskriminasi terhadap mereka. Disabilitas dianggap sebagai kaum yang tidak mampu dan tidak berdaya guna dalam bekerja. Sehingga disabilitas diklaim tidak memiliki kinerja dan produktifitas yang mumpuni.
Berdasarkan penjelasan diatas masyarakat yang cerdas diharapkan dapat menjadi Masyarakat yang inklusif bisa diartikan sebagai sebuah kondisi masyarakat yang menghargai adanya perbedaan dalam kebersamaan. Adanya perbedaan antara kaya dan miskin, cacat dan normal ini dianggap sebagai sebuah hal biasa yang sudah membaur dalam mayarakat.

Masyarakat menghargai hak-hak setiap individu dan mendorong setiap individu untuk berkembang lebih baik. Mereka juga menganggap jika setiap individu harus berprestasi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan tidak harus disamakan dengan kemampuan orang lain, sehingga kehidupan harmonis pun dapat tercipta.


2.6 Cara menyikapi penderita Disabilitas dengan baik

           Menyikapi penderita Disabilitas bukanlah hal yang mudah, menyikapi tingkah laku penderita disabilitas dengan penyebab dan jenis yang berbeda juga membutuhkan perlakuan yang berbeda pula disetiap perlakuan yang harus kita berikan. Tidak hanya tindakan, penderita disabilitas dapat merasakan dengan hati mereka ketulusan dan keikhlasan seseorang dengan baik terhadapa perlakuan seseorang kepada mereka, sikap yang harus ditunjukkan kepada mereka yang terutama yaitu menghargai, karena pada dasarnya sebagian dari mereka merasa tidak di hargai dalam kehidupan ini, yang kedua yaitu percaya dan bersikaplah normal sama seperti orang normal pada umumnya. Kaum Disabilitas bukanlah kaum yang harus di hujat dan kucilkan namun seharusnya dirangkul bersama-sama agar mereka dapat hidup layaknya manusia yang normal. Diperlukanlah pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan berdasarkan kebutuhannya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penanganan terhadap Penyandang Cacat, yaitu :
1.     Destigmatisasi
Pendekatan ini berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat untuk menghilangkan stigma yang diberikan kepada penyandang cacat.
2.     Deisolasi
pendekatan ini menghindari kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat dari lingkungnya. Sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
3.     Desensitifisasi
Pendekatan ini menitik beratkan untuk menghilangkan rasa sensitif/ rendah diri atas kecacatan yang mereka derita.
4.     Di sini dan saat ini (here and now)
Pendekatan ini menyesuaikan ruang dan waktu, dimana dan kapan pelayan sosial dapat dilaksanakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka.
5.     Diversifikasi
Pendekatan ini mengupayakan untuk meningkatkan mentalitas kemandirian penyandang cacat, sehingga mereka mampu hidup dan mengembangkan potensi yang dimiliki serta menghindari ketergantungan peran orang lain.
6.     Dedramatisasi
Pendekatan ini mencoba untuk meminimalisir bentuk hiperbola atas suatu masalah yang dialami oleh penyandang cacat.
7.     Mengembangkan Empati, bukan Simpati
Pendekatan ini mengkedepankan rasa simpati untuk membantu para penyandang cacat untuk mengembangkan diri dan berdiri dalam kemandirian. Bukan di jaga secara berlebihan yang justru semakin membatasi ruang gerak mereka.
Pendekatan-pendekatan di atas dirasa sangat cocok untuk diterapkan dalam proses pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat, karena sudah mencakup segala aspek pola yang dibutuhkan untuk melaksanakan praktik kerja pelayanan dan rehabilitasi. 


  2.7 Olahraga
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik, artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa yang aktif mengikuti kegiatan pendidikan jasmani olahraga dibanding siswa yang tidak aktif mengikuti pendidikan jasmani olahraga tersebut.
Menurut Cholik Mutohir, olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala


kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila
Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 5), olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Olahraga juga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang spesifik, arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan dilaksanakan sedimikian beragam sehingga sebagai bukti bahwa olahraga merupakan fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan juga ekspresi budaya berkarya pada manusia (KDI-Keolahragaan, 2000: 7).
Adapun macam olahraga menurut Faizati Karim (2002; 8) yaitu, olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya, jogging, senam, renang dan bersepeda. Sedangkan olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, angkat besi, lari sprint 100 m, tenis lapangan, bulu tangkis dan lain-lain.
Jika melihat dari tujuannya, olahraga menurut KDI-Keolahragaan (2002: 10-11) dapat diklasifikasikan menjadi olahraga pendidikan, olahraga kesehatan, olahraga rekreatif, olahraga rehabilitatif dan olahraga kompetitif yang diuraikan sebagai berikut: (1) Olahraga pendidikan adalah proses pembinaan yang menekankan penguasaan ketrampilan dan ketangkasan berolahraga. Nilai-nilai kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang lengkap sehingga yang terjadi adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam olahraga. (2) Olahraga kesehatan adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih menitik beratkan pada upaya mencapai tujuan kesehatan dan fitness yang tercakup dalam konsep well-being melalui kegiatan berolahraga. (3) Olahraga rekreatif adalah jenis kegiatan olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat rekreatif atau manfaat dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis. (4) Olahraga rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang menekankan pada tujuan yang bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku. (5) Olahraga kompetitif adalah jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan pada peragaan perfoma dan pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh organisasi olahraga formal, baik nasional maupun internasional.
Melihat uraian dari macam olahraga di atas, maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan olahraga mempunyai tujuan dan maksud tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas gerak yang berdampak pada meningkatnya kesehatan baik secara fisik maupun mental. Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 8-9) olahraga juga mempunyai manfaat diantaranya:
1.   Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang ditandai dengan:
a.    Denyut nadi istirahat menurun.
b.    Isi sekuncup bertambah.
c.    Kapasitas bertambah.
d.   Penumpukan asam laktat berkurang.
e.    Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
f.     Meningkatkan HDL Kolesterol.
g.    Mengurangi aterosklerosis.


2.    Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai pada:

a.    Pada anak: mengoptimalkan pertumbuhan.
b.    Pada orang dewasa: memperkuat masa tulang dan menurunkan nyeri sendi kronis.

3.      Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada tubuh sehingga dapat   mengurangi cedera.

4.      Meningkatkan metabolisme tubuh untuk mencegah kegemukan dan     mempertahankan berat badan ideal.

5.    Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti:

a. Tekanan darah tinggi: mengurangi tekanan sistolik dan diastolik.
b. Penyakit jantung koroner: menambah HDL-kolesterol dan mengurangi   lemak tubuh.
c.  Kencing manis: menambah sensitifitas insulin.
d.  Infeksi: meningkatkan sistem imunitas.

6.  Meningkatkan sistem hormonal melalui peningkatan sensitifitas hormon   terhadap   jaringan tubuh.

7. Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit melalui peningkatan   pengaturan kekebalan tubuh.

8.  Hasil penelitian Kavanagh, latihan aerobik 3 kali seminggu selama 12 minggu:

a.  Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
b.  Meningkatkan HDL kolesterol.

2.8 Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah pengganti istilah lama anak cacat atau penyandang cacat.  Anak bekebutuhan khusus adalah anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial
Anak bekebutuhan khusus pada awalnya dikenal sebagai anak luar biasa (ALB) sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai pendidikan luar biasa (PLB), dimana UU No. 2 tahun 1989  pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa”.
Perkembangan selanjutnya dalam bidang pendidikan  pasal 5 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 mengganti istilah pendidikan luar biasa menjadi pendidikan khusus  dengan menjamin  bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Selain itu ayat 4  juga menjamin  bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Jadi diketahui bahwa kelainan pada anak dapat ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya.

Seperti yang pernah kita temukan di masyarakat, bahwa terdapat berbagai macam anak yang mengalami kelainan pada tubuh maupun perilakunya, baik yang terjadi sejak lahir maupun saat beranjak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Menurut Arma Abdoellah (1996: 11-13) mendefinisikan macam-macam kelainan anak berkebutuhan khusus, yaitu keterbelakangan mental, tuli, pendengaran kurang, kerusakan penglihatan, buta-tuli, gangguan emosional, ketidakmampuan belajar yang khusus, kelemahan dalam berbicara, kelemahan secara orthopedik, kelemahan kesehatan yang lain dan kelainan ganda.

1.    Keterbelakangan mental (tuna grahita)
Merupakan keterbatasan fungsi intelektual umum berada di bawah rata-rata normal diikuti perilaku penyesuaian yang kurang sehingga mempengaruhi unjuk kerja pendidikan anak (Arma Abdoellah, 1996: 11). Selain itu tuna grahita menurut American on Mental Deficiency (AAMD) yaitu meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-avarage) yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Adapaun ciri-ciri anak tuna grahita, yaitu:
a.    Penampilan fisik tidak seimbang, misal kepala terlalu kecil atau besar,
b.    Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
c.    Perkembangan bicara atau bahasa terlambat,
d.   Tidak ada atau kurang perhatiannya terhadap lingkungan,
e.    Pandangan kosong,
f.     Koordiansi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
g.    Sering keluar ludah atau caiaran dari mulut (ngiler)
Jika melihat dari pengertian dan ciri di atas, maka olahraga bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental pada dasarnya dapat dikatakan sama dengan anak atau orang normal, hanya saja dalam pemahaman dan koordinasi gerak sedikit terganggu. Sehingga pada anak tuna grahita dapat melakukan aktifitas olahraga seperti orang normal, hanya saja peraturan dan kualitas dari gerak anak tersebut kurang.

2.    Tuli (tuna rungu)
Menurut Arma Abdoellah (1996: 11) tuli merupakan kerusakan berat dalam pendengaran, sehingga anak terhalang dalam pemrosesan informasi linguistik melalui pendengaran dengan atau tanpa penjelasan yang akibatnya mempengaruhi unjuk kerja pendidikan. Selain itu terdapat ciri-ciri tuna rungu sebagai berikut:
a.    Tidak mampu mendengar,
b.    Terlambat perkembangan bahasa,
c.    Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
d.   Kurang atau tidak tanggap apabila diajak bicara,
e.    Ucapan kata tidak jelas,
f.     Kualitas suara aneh atau monoton,
g.    Terdapat kelainan organis pada telinga,
h.    Banyak perhatian terhatap getaran,
i.      Keluar nanah dari kedua telinga,
j.       Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
Selain ciri-ciri di atas, pada anak tuna rungu juga mengalami gangguan keseimbangan tubuh sehingga aktifitas fisik pada anak tuna rungu cenderung lebih sederhana. Maka dalam usaha meningkatkan kesehatan dan kebugaran anak tersebut dapat diberikan aktifitas dengan memodifikasi seperti anak yang mengalami gangguan keseimbangan harus diposisikan lebih rendah (duduk) dibanding orang normal (berdiri). Misal olahraga yang dapat dilakukan yaitu, angkat besi, senam, tes kesegaran jasmani.

3.    Gangguan penglihatan (tuna netra)
Buta merupakan kelainan pada penglihatan yang berarti satu penglihatan yang kabur walaupun dengan koreksi seperti kacamata, secara tidak menguntungkan akan mempengaruhi unjuk kerja pendidikan dari peserta didik. Istilah ini mencakup baik yang mengalami setengah buta maupun buta total (Arma Abdoellah, 1996: 32).  Adapun ciri tuna netra sebagai berikut:
a.    Tidak mampu melihat,
b.    Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 m,
c.    Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d.   Sering meraba-raba dan tersandung saat berjalan,
e.    Mata bergoyang terus
f.     Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh,
g.    Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya
Olahraga yang baik bagi anak tuna netra yaitu olahraga yang sederhana atau tidak sukar seperti halnya telah dijelaskan hambatan atau ciri yang dialami tuna netra di atas. Olahraga yang mengembangkan kekuatan dan daya tahan kardiovaskuler merupakan aktifitas yang perlu ditekankan, seperti aktifitas mendorong, menarik dan mengangkat pada latihan beban. Selain itu dapat juga lari di tempat, olahraga menggunakan sepeda statis.

4.    Kelemahan secara orthopedik (tuna daksa)
Merupakan satu kelemahan orthopedik yang sangat berpengaruh tidak baik terhadap unjuk kerja pendidikan. Istilah itu mencakup kelemahan yang disebabkan oleh kelainan keturunan (misal anggota tubuh yang tidak ada) dan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit (pyliomyelitis, tbc tulang) serta kelemahan yang disebabkan lain, misal amputasi (Arma Abdoellah, 1996: 13).
Ciri-ciri lain yang dapat kita lihat pada anak penyandang tuna daksa adalah:
a.    Anggota gerak tubuh kaku, lemah dan lumpuh,
b.    Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna),
c.    Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap,
d.   Terdapat cacat pada alat gerak,
e.    Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
f.     Hiperaktif (tidak dapat tenang),
g.    Kesulitan pada saat berdiri, berjalan, duduk dan menunjukkan sikap tubuh tidak
Aktifitas olahraga yang dapat dilakukan oleh anak tuna daksa berbeda-beda, sesuai dengan kelainan yang ia miliki. Misal, pada anak yang mengalami kekurangan pada salah satu atau kedua kaki dapat melakukan aktifitas lari dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda sehingga pada anak tersebut tetap dapat melakukan aktifitas lari.

5.    Gangguan emosioanal (tuna laras)
Ciri-ciri pada anak penyandang tuna laras adalah:
a.    Bersikap membangkang,
b.    Mudah terangsang emosinya,
c.    Sering melakukan tindakan agresif,
d.   Sering bertindak melanggar norma sosial, norma susila dan hukum
Anak yang mengalami gangguan emosional dikenal sebagai anak yang mungkin mempunyai tipe kelainan yang misterius dan tidak dapat diselesaikan. Misal anak autis, paranoid, katatonik dan hebrefenik. Menurut French dan Jansma (1982: 149) yang dikutip oleh Arma Abdoellah (1996: 111) bahwa anak yang emosinya terganggu didefinisikan sebagai anak yang mempunyai ciri-ciri dalam waktu lama dan cukup menonjol diantaranya sebagai berikut:
a.    Ketidakmampuan belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor intelektual, indera atau kesehatan,
b.    Ketidakmampuan untuk menciptakan atau memelihara hubungan antara pribadi dengan teman sebaya dan guru secara memuaskan,
c.    Tipe perilaku atau perasaan yang tidak pantas dalam suasana lingkungan normal,
d.   Perasaan hati yang tidak bahagia atau tertekan yang pada umumnya mudah menular,
e.    Kecenderungan timbulnya ketakutan yang berkaitan dengan masalah pribadi atau sekolah.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka secara umum anaka yang mempunyai gangguan emosional adalah anak yang mempunyai masalah secara menonjol dalam  menghadapi kejadian-kejadian sehari-hari dan berperilaku kurang wajar.
Jika melihat dari berbagai ciri atau sifat yang dialami oleh anak yang memiliki gangguan emosional, maka aktifitas olahraga yang tepat adalah olahraga yang menitik beratkan pada kesegaran jasmani dan gerak yang dirancang khusus dalam satu ingkungan dan tidak menakutkan.
6.    Kelainan ganda
Kelainan ganda berarti kerusakan yang bersamaan yang dialami oleh anak, seperti keterbelakangan mental dengan buta yang dapat menyebabkan masalah pendidikan yang rumit sehingga anak tidak dapat dimasukkan dalam program pendidikan khusus yang hanya mempunyai salah satu kelainan atau kerusakan (Arma Abdoellah, 1996: 107).
Jika melihat dari berbagai definisi dan ciri-ciri anak yang mengalami gangguan hanya pada salah satu anggota gerak, indera maupun emosional, maka pada anak yang mengalami gangguan atau kelainan ganda memiliki tingkat kesulitan gerak yang lebih kompleks. Sehingga aktifitas ataupun olahraga pada penyandang kelainan ganda harus dirancang sedemikian rupa sehingga ank tersebut dapat beraktifitas untuk menjaga kesehatan fisik maupun mental. Misal pada anak yang mengalami gangguan tuna daksa tidak mempunyai kaki dan gangguan tuna grahita. Pada anak ini dapat melakukan aktifitas seperti lari dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda untuk melakukan aktifitas tersebut.

Berikut ini ada beberapa cabang olahraga yang dimodifikasi peraturan permainannya  bagi siswa berkebutuhan khusus: 
a)        Atletik
Bagi beberapa siswa berkebutuhan khusus cabang olahraga altetik terutama cabang berlari ini tidak memerlukan begitu banyak penyesuaian, tetapi bagi siswa tunanetra dan siswa tunarungu sangat membutuhkan penyesuaian. Contoh penyesuaian yang dilakukan bagi siswa tunanetra saat mengikuti pembelajaran atletik adalah pada saat berlari siswa tunanetra memegang tali yang terbentang dari garis star sampai ke garis finish jadi saat berlari siswa tidak tersesat atau bertabrakan dengan siswa lainnya. Atau  cara  lain seperti  yang diungkapkan oleh Auxter (2005;) pada saat berlari siswa tunanetra diikuti oleh teman yang memiliki penglihatan normal  dari belakang dengan saling memegang tali. jadi pada saat harus berbelok ke kanan temannya menggerakan talinya kesebelah kanan dan itu menandakan berbelok ke sebelah kanan dan sebaliknya.
Peraturan atletik pada umumnya saat start di lakukan biasanya wasit membunyikan pistol atau peluit sebagai tanda dimulainya pertandingan tersebut. Tetapi bagi siswa tunarunggu hal tersebut tidaklah sesuai dengan keterbatasan mereka, maka diperlukan sedikit penyesuaian diantaranya dengan mengganti peluit atau pistol dengan alat yang dapat memberikan dilihat mereka contohnya seperti bendera. Jadi pada saat pertandingan dimulai wasit mengibaskan bendera sebagai tandanya.
b)      Basket
Dalam permainan bola basket bagi siswa berkebutuhan khusus diperlukan beberapa penyesuaian dan perubahan peraturan seperti:  pemain yang mengikuti permainan ini terdiri dari 6 orang atau lebih, diperbolehkan  melangkah dua atau tiga kali setelah menangkap bola. Bagi siswa tunadaksa yang menggunakan kursi roda  penyesuaian yang dilakukan dengan cara menurunkan tinggi ring dalam permainan.
Bagi siswa tunanetra bola yang digunakan harus mengeluarkan bunyi begitu pula dengan keranjang atau ringnya harus mengeluarkan bunyi agar dapat dikenali oleh para pemain. 
c)      Sepak bola
Permaiana sepakbola bagi kebanyakan siswa berkebutuhan khusus tidak terlalu banyak memerlukan penyesuaian, hanya ukuran lapangan yang harus di modifikasi karena siswa berkebutuhan khusus memiliki tingkat kekuatan atau kemampuan fisik yang lemah sehingga mudah kecapean.  Jadi mereka hanya bermain setengah  lapangan sepak bola besar atau lebih kecil lagi dari itu sesuai dengan kemampuan mereka.
Tetapi bagi siswa tunanetra ada beberapa penyesuaian yang dilakukan diantaranya bola dan gawang yang harus mengeluarkan bunyi agar bisa dikenali oleh mereka. Lapangan yang diperkecil serta tidak ada aturan  bola keluar.
Masih banyak lagi permainan atau cabang olahraga bagi siswa berkebutuhan khusus yang memerlukan penyesuaian.   

2.9 Kesimpulan
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga berlaku pada orang normal maupun orang atau anak yang memiliki kelainan khusus, hanya perbedaan yang ada mengakibatkan olahraga dilakukan dengan cara lain atau perlu memodifikasi alat yang digunakan sesuai kebutuhan yang diperlukan sesuai kelainan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.

Daftar situs/web:


No comments:

Post a Comment