Makalah Olahraga Untuk Disabilitas
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecacatan (Disabilitas) bagi sebagian orang merupakan suatu masalah yang
berat serta dapat menghambat cita-cita dan aktivitas. Permasalahan yang
dihadapi penyandang cacat bukan hanya masalah psikologis seperti rendah diri,
merasa tidak mampu dan tidak berdaya, menutup diri dan tidak percaya diri untuk
bergaul di tengah kehidupan masyarakat bahkan sebagian dari mereka ingin
mengakhiri hidup mereka saja,karena sering kali mereka mendapat perlakuan yang
berbeda ketika ia di tengah masyarakat yang membuat mereka sangat menderit
menjalani hidup dengan keadaannya, mereka bahkan di hina dan diragukan apapun
yang mereka lakukan.
Hal tersebut tentu merupakan sikap yang salah
yang ditunjukkan oleh penderita Disabilitas,hal tersebut terjadi karena
kurangnya pemahaman bagi penderita Disabilitas tentang dirinya dan
lingkungannya, karena sesungguhnya mereka memiliki hak yang sama dengan
masyarakat normal pada umumnya.
Bukan
hanya memiliki hak yang sama,kesempatan apapun di dunia ini juga berlaku untuk
penderita Disabilitas, sering kali penderita Disabilitas dapat lebih
berprestasi dengan kemampuan mereka yang mungkin selama ini terpendam, maka
dari itu diperlukan penyikapan yang baik dan benar agar penderita Disabilitas
tidak merasa di tindas maupun rendah diri di tengah masyarakat.
Karena latar belakang diatas kita menyusun makalah mengenai cara yang
baik dalam Menyikapi penderita Disabilitas.Makalah ini akan memberikan wawasan
mengenai apa itu disabilitas dan cara menyikapinya dengan cerdas,agar tidak ada
lagi penderita Disabilitas yang merasa dirinya tidak berguna dan rendah diri di
kehidupan ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.Apakah
pengertian dari Disabilitas?
2. Bagaimana
ciri-ciri penderita Disabilitas?
3.Apa saja
jenis-jenis Disabilitas?
4.Apa penyebab
Disabilitas?
5.Bagaimana
pandangan masyarakat terhadap penderita Disabilitas?
6.Bagaimana
cara menyikapi penderita Disabilitas dengan baik?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari Disabilitas.
2.
Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri penderita Disabilitas.
2.
Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis Disabilitas.
3.Untuk
mengetahui penyebab Disabilitas.
4.Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat
terhadap penderita Disabilitas.
5.Untuk mengetahui bagaimana cara menyikapi
penderita Disabilitas dengan baik.
BAB II
PEMBAHASAN
21 Pengertian Disabilitas
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan,
keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah
masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan adalah
kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan,
sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu
dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah
fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri dari tubuh seseorang
dan ciri dari masyarakat tempat dia tinggal.
Menurut WHO, disabilitas adalah suatu ketidakmampuan melaksanakan
suatu aktifitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal, yang
disebabkan oleh kondisi kehilangan atau ketidakmampuan baik psikologis,
fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. Disabilitas adalah
ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana
layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment (kehilangan atau
ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat (Glosarium
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009). Dahulu istilah disabilitas
dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities
(Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi menggunakan
istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas. Penyandang
disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual,
atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan dengan
berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi penuh dan
efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak.
2.2 Ciri-ciri penderita Disabilitas
1.
Penyandang Cacat Fisik, yaitu individu yang mengalami kelainan kerusakan fungsi
organ tubuh dan kehilangan organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh.
Misalnya gangguan penglihatan, pendengaran, dan gerak.
2.
Penyandang Cacat Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan mental dan atau
tingkah laku akibat bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak bisa
mempelajari dan melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang lain (normal), sehingga menjadi hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
3.
Penyandang Cacat Fisik dan Mental, yaitu individu yang mengalami kelainan
fisik dan mental sekaligus atau cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh,
penglihatan, pendengaran dan kemampuan berbicara serta mempunyai kelainan
mental atau tingkah laku, sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari selayaknya.
2.3
Jenis-jenis Disabilitas
Berdasarkan definisi yang diterbitkan oleh Kementerian Sosial Tahun 2005,
penyebab disabilitas dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu disabilitas akibat
kecelakaan (korban peperangan, kerusuhan, kecelakaan kerja/industri, kecelakaan
lalu lintas serta kecelakaan lainnya), disabilitas sejak lahir atau ketika
dalam kandungan, termasuk yang mengidap disabilitas akibat penyakit keturunan,
dan disabilitas yang disebabkan oleh penyakit (penyakit polio, penyakit
kelamin, penyakit TBC, penyakit kusta, diabetes dll).berdasarkan pernyataan
diatas maka jeni-jenis Disabilitas dapat dikelompokkan, sebagai berikut:
2.4 Penyebab
Disabilitas
1.Disabilitas
mental
Kelainan
genetik dan kromosom, salah satu penyebab utama adalah genetik yang disebut
down syndrome pada dasarnya adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki 47
kromosom, yang bertentangan dengan 46 kromosom yang biasanya dimiliki seseorang
manusia normal. Kromosom ekstra ini mengganggu fungsi otak, sehingga sering
menimbulkan keterbelakangan.
Kekurangan
gizi, adalah salah satu penyebab terbesar dari berbagai kondisi kesehatan.
Kekurangan gizi selama kehamilan dapat lebih merugikan bagi anak yang belum
lahir daripada untuk ibu.Kurangnya nutrisi seperti vitamin A,zat
besi,yodium,seng,dsb, terbukti diketahui menyebabkan masalah yang berkaitan
dengan kesehatan mental selama lebih dari 2 miliar orang di dunia.Hal ini ini
tidak mengherankan mengingat tren makanan jank food ditengah masyarakat saat
ini, kekurangan gizi menjadi cepat berkembang tidaak seperti sebelumnya.
Kondisi
lingkungan dan zat beracun, Lingkungan dalam kasus seperti itu umumnya mengacu
pada kemiskinan dan pola hidup. Kemiskinan diketahui menjadi penyebab yang
sering terjadi,karena kondisi miskin dapat menyebabkan paparan kondisi
lingkungan yang tidak cocok untuk pertumbuhan mental.
Kondisi
lain yang menyebabkan keterbelakangan mental juga seperti kondisi traumatis
yang dihadapi selama kehamilan atau setelah melahirkan,hanguan
metabolik,infeksi, dan banyak masalah lain yang tidak dapat dijelaskan.
2.Disabilitas
fisik
Penyandang Cacat Fisik :
a. Tuna Netra
Masa Prenatal :
- Akibat penyakit campak Jerman.
Jika menyerang ibu yang sedang hamil 1-3 bulan, besar kemungkinan bayinya lahir
dalam keadaan tuna netra.
- Akibat penyakit Syphilis, bayi yang ada dalam
kandungan kemungkinan terlahir dengan
keadaan tuna netra.
- Akibat kecelakaan, keracunan
obat2an/zat kimia, sinar laser, minuman keras yg mengakibatkan kerusakan janin
khususnya pada bagian mata.
- Infeksi virus Rubella,
toxoplasmosis.
- Malnutrisi berat pada tahap
embrional minggu ke 3 sampai ke 8.
Masa Natal :
- Kerusakan mata atau syaraf mata
pada saat proses kelahiran. Terjadi karena proses kelahiran yang sulit,
sehingga bayi harus keluar dengan bantuan alat (vakum).
- Ibu menderita penyakit
Gonorrchoe, sehingga kuman gonococcus (GO) menular pada bayi saat kelahiran.
- Retrolenta Fibroplasia yang disebabkan
karena bayi lahir sebelum waktunya, sehingga diberikan konsentrasi oksigen yang
tinggi dalam inkubator.
Masa Perkembangan :
- Kekurangan vitamin A.
- DM, menyebabkan kelainan retina.
- Darah tinggi ; pandangan rangkap/kabur.
- Stroke ; kerusakan syaraf mata.
- Radang kantung air mata, radang
kelenjar kelopak mata, hemangiona, retinoblastoma, efek obat/zat kimiawi.
b. Tuna Rungu
Masa Prenatal :
- Salah satu dari orang tua
penderita merupakan pembawa sifat abnormal.
- Ibu yang sedang mengandung
mengalami sakit pada masa 3 bulan pertama kehamilan, yaitu pada masa
pembentukan ruang telinga.
- Keracunan obat-obatan.
Masa Natal :
- Kesulitan pada saat melahirkan,
sehingga harus dibantu oleh beberapa alat.
- Kelahiran prematur.
·
Masa Perkembangan :
- Ketulian karena terjadinya
infeksi, difteri, dan morbili.
- Karena kecelakaan yang
mengakibatkan rusaknya alat pendengaran bagian dalam.
c. Tuna Daksa
Masa
Prenatal :
- Anoxia prenatal, disebabkan
pemisahan bayi dari placenta, penyakit anemia, kondisi jantung yang gawat,
shock, percobaan abosrtus.
- Gangguan metabolisme pada ibu.
- Kromosom, gen yang tidak
sempurna.
- Pembelahan sel telur, sperma yang
kualitasnya buruk.
Masa Natal :
- Kesulitan saat persalinan karena
letak bayi sungsang, atau pinggul ibu terlalu kecil.
- Pendarahan pada otak saat
kelahiran.
- Kelahiran prematur.
- Gangguan pada placenta yang dapat
mengurangi oksigen sehingga mengakibatkan terjadinya anorexia.
Masa Perkembangan :
- Faktor penyakit ; meningitis,
radang otak, diptheri, partusis dll
- Faktor kecelakaan.
- Pertumbuhan tubuh/tulang yang
tidak sempurna.
3.Disabilitas
fisik dan mental (ganda)
a. Tuna Ganda
Masa Prenatal :
-
Ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada anak dalam kandungan
ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu yang
kekurangan
gizi pada saat sedang mengadung, serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan
alkohol.
Masa Natal :
-
Kelahiran prematur dan kekurangan oksigen
-
Terdapat luka pada otak saat kelahiran.
Masa Perkembangan :
-
Kepala mengalami kecelakaan kendaraan ,jatuh ,dan mendapat pukulan atau
siksaan.
-
Anak tidak dirawat dangan baik, keracunan makanan atau penyakit tertentu
yang sama, sehingga dapat berpengaruh tehadap otak (meningitis atau
encephalities).
1. Disabilitas
Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:
(cacat
mental)
a. Mental
Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas
dan tanggungjawab terhadap tugas.
b. Mental
Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence
Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak
lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ
(Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ
(Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan
khusus.
c. Berkesulitan
Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment)
yang diperoleh
2. Disabilitas
Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
(cacat fisik)
a.
Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan
gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio
dan lumpuh.
b. Kelainan
Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah individu yang memiliki
hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua
golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan
Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga
mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan
Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat
dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang
lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan
disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan
organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan
bicara.
3.
Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu
cacat fisik dan mental)
2.5 Pandangan Masyarakat terhadap penderita
Disabilitas
Disabilitas dan Pandangan masyarakat adalah dua hal yang saling berkaitan,
tetapi berbeda. Masyarakat memiliki pandangan yang berbeda terhadap disabilitas
yang berada di sekitar mereka. Umumnya masyarakat menganggap jika keberadaan
kaum disabilitas ini sebagai sesuatu hal yang merepotkan. Ada yang menganggap
keberadaan mereka sebagai aib keluarga, biang masalah, hingga kutukan akan
sebuah dosa yang pada akhirnya semakin memojokan disabilitas dari pergaulan
masyarakat.
Dalam
perkembangan berikutnya, pandangan masyarakat terhadap disabilitas berubah
menjadi sesuatu yang harus mereka kasihani dan mereka tolong. Hal ini
dikarenakan mereka adalah sosok yang dianggap kurang mampu dan membutuhkan
bantuan.
Secara
garis besar, sikap dan pandangan masyarakat terhadap kaum disabilitas dapat
dibedakan menjadi tidak berguna/tidak bermanfaat, dikasihani, dididik/dilatih,
dan adanya persamaan hak.
Pandangan
masyarakat terhadap kaum disabilitas juga dibedakan menjadi dua model, yaitu
individual model dan social model. Individual model menganggap jika kecacatan
yang dialami oleh seseorang itu lah yang dianggap sebagai masalahnya. Sedangkan
social model menganggap jika masalahnya bukan terletak pada kecacatan yang
dialami oleh seseorang, tapi bagaimana cara pandang masyarakat yang negatif
terhadap kaum disabilitas ini yang menimbulkan masalah.
Perlu
diingat bahwa keberadaan kaum disabilitas itu pasti ada dalam sebuah negara.
Menurut WHO sebagai organisasi kesehatan dunia, jumlah kaum disabilitas dalam
sebuah negara itu setidaknya sebesar 10% dari total keseluruhan penduduk sebuah
negara. Di indonesia sendiri menurut catatan dari kementerian sosial jumlah
kaum disabilitas mencapai 7 juta orang atau sekitar 3% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah 238 juta pada tahun 2011.
Keberadaan
kaum disabilitas ini layak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.
Upaya pemerintah dalam melindungi kehidupan disabilitas sudah tertuang dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Contohnya adalah perlindungan
hukum seperti yang tercantum dalam UUD 1945, No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang
cacat, UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, dan lainnya.
Dengan
adanya payung hukum di atas, diharapkan akan tercipta sebuah tata kehidupan
yang dapat mendorong disabilitas untuk turut aktif berpartisipasi dan
mengembangkan potensi dalam bidang pendidikan, pekerjaan, kesehatan,
kesejahteraan sosial, dan bidang lainnya.
Meskipun
secara jelas pemerintah sudah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan
yang melindungi hak-hak kaum disabilitas, tetapi pada praktiknya hal ini tidak
berjalan sebagai mana mestinya. Banyak terjadi pelanggaran terhadap kaum
disabilitas terutama pada bidang pendidikan dan pekerjaan.
Pada
bidang pendidikan, coba lihat beragam kasus yang pernah muncul di media masa
mengenai perlakuan yang tidak adil terhadap kaum disabilitas ini. Kebanyakan
disabilitas tidak mampu mengakses pendidikan yang lebih baik karena mereka
minim sekali untuk mendapatkan akses melakukan hal itu.
Misalnya,
dari segi persyaratan pendidikan yang diterapkan. Memang ada bidang pendidikan
tertentu yang mengharuskan muridnya tidak boleh cacat karena berkaitan dengan
kinerjanya nanti selama masa pendidikan. Akan tetapi, hal itu bukan lah harus
berlaku secara umum. Harus ada semacam kajian yang baik apakah persyaratan itu
benar-benar dibutuhkan atau tidak. Karena jika penetapan persyaratan ini
terkesan asal-asalan, maka hal ini akan sangat mengancam eksistensi para kaum
disabilitas dalam mendapatkan akses pendidikan yang layak.
Banyak
disabilitas tidak dapat bersekolah dan melanjutkan ke perguruan tinggi karena
mereka dianggap cacat fisik yang dianggap tidak dapat mengikuti proses
pendidikan dengan baik. Padahal dalam UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung dinyatakan bahwa setiap institusi pendidikan wajib menyediakan sarana
dan prasarana pendidikan yang menyediakan kemudahan bagi para kaum disabilitas
dalam mengakses fasilitas pendidikan.
Pada
bidang pekerjaan pun juga demikian. Perhatikan bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 1,
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Ayat
2, Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Dua ayat tersebut secara tegas dan jelas memperlihatkan bahwa
semua warga negara baik yang normal dan disailitas memiliki peluang yang setara
dalam memperoleh pekerjaan.
Pada
No.4 Tahun 1997 Tentang penyandang cacat juga dinyatakan jika dalam rasio penerimaan
pekerjaan, paling tidak harus ada 1 orang disabilitas yang diterima dari 100
pekerja yang diterima.
Akan
tetapi, sama halnya dengan dunia pendidikan jika partisipasi disabilitas dalam
dunia kerja juga kurang akibat adanya perlakuan diskriminasi terhadap mereka.
Disabilitas dianggap sebagai kaum yang tidak mampu dan tidak berdaya guna dalam
bekerja. Sehingga disabilitas diklaim tidak memiliki kinerja dan produktifitas
yang mumpuni.
Berdasarkan
penjelasan diatas masyarakat yang cerdas diharapkan dapat menjadi Masyarakat
yang inklusif bisa diartikan sebagai sebuah kondisi masyarakat yang menghargai
adanya perbedaan dalam kebersamaan. Adanya perbedaan antara kaya dan miskin,
cacat dan normal ini dianggap sebagai sebuah hal biasa yang sudah membaur dalam
mayarakat.
Masyarakat
menghargai hak-hak setiap individu dan mendorong setiap individu untuk
berkembang lebih baik. Mereka juga menganggap jika setiap individu harus
berprestasi sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan tidak harus disamakan
dengan kemampuan orang lain, sehingga kehidupan harmonis pun dapat tercipta.
2.6 Cara menyikapi penderita Disabilitas dengan
baik
Menyikapi penderita Disabilitas
bukanlah hal yang mudah, menyikapi tingkah laku penderita disabilitas dengan
penyebab dan jenis yang berbeda juga membutuhkan perlakuan yang berbeda pula
disetiap perlakuan yang harus kita berikan. Tidak hanya tindakan, penderita
disabilitas dapat merasakan dengan hati mereka ketulusan dan keikhlasan
seseorang dengan baik terhadapa perlakuan seseorang kepada mereka, sikap yang
harus ditunjukkan kepada mereka yang terutama yaitu menghargai, karena pada
dasarnya sebagian dari mereka merasa tidak di hargai dalam kehidupan ini, yang
kedua yaitu percaya dan bersikaplah normal sama seperti orang normal pada
umumnya. Kaum Disabilitas bukanlah kaum yang harus di hujat dan kucilkan namun
seharusnya dirangkul bersama-sama agar mereka dapat hidup layaknya manusia yang
normal. Diperlukanlah pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan berdasarkan
kebutuhannya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk penanganan
terhadap Penyandang Cacat, yaitu :
1. Destigmatisasi
Pendekatan
ini berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat untuk menghilangkan
stigma yang diberikan kepada penyandang cacat.
2. Deisolasi
pendekatan
ini menghindari kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat dari
lingkungnya. Sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan lingkungan.
3. Desensitifisasi
Pendekatan
ini menitik beratkan untuk menghilangkan rasa sensitif/ rendah diri atas
kecacatan yang mereka derita.
4. Di sini dan saat ini (here and now)
Pendekatan
ini menyesuaikan ruang dan waktu, dimana dan kapan pelayan sosial dapat
dilaksanakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka.
5. Diversifikasi
Pendekatan
ini mengupayakan untuk meningkatkan mentalitas kemandirian penyandang cacat,
sehingga mereka mampu hidup dan mengembangkan potensi yang dimiliki serta
menghindari ketergantungan peran orang lain.
6. Dedramatisasi
Pendekatan
ini mencoba untuk meminimalisir bentuk hiperbola atas suatu masalah yang
dialami oleh penyandang cacat.
7. Mengembangkan Empati, bukan Simpati
Pendekatan
ini mengkedepankan rasa simpati untuk membantu para penyandang cacat untuk
mengembangkan diri dan berdiri dalam kemandirian. Bukan di jaga secara
berlebihan yang justru semakin membatasi ruang gerak mereka.
Pendekatan-pendekatan
di atas dirasa sangat cocok untuk diterapkan dalam proses pelayanan dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat, karena sudah mencakup segala aspek
pola yang dibutuhkan untuk melaksanakan praktik kerja pelayanan dan
rehabilitasi.
2.7 Olahraga
Olahraga adalah serangkaian
gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan
hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Seperti
halnya makan, olahraga merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya periodik,
artinya olahraga sebagai alat untuk memelihara dan membina kesehatan, tidak
dapat ditinggalkan. Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas
emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi
dengan lingkungannya nyata lebih unggul pada siswa yang aktif mengikuti
kegiatan pendidikan jasmani olahraga dibanding siswa yang tidak aktif mengikuti
pendidikan jasmani olahraga tersebut.
Menurut Cholik Mutohir, olahraga adalah proses
sistematik yang berupa segala
kegiatan atau usaha yang dapat mendorong
mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang
sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan,
perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia
seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila
Selain itu menurut Faizati Karim (2002: 5),
olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur
yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan
kebugaran jasmani. Olahraga juga merupakan bentuk perilaku gerak manusia yang
spesifik, arah dan tujuan orang berolahraga termasuk waktu dan lokasi kegiatan
dilaksanakan sedimikian beragam sehingga sebagai bukti bahwa olahraga merupakan
fenomena yang relevan dengan kehidupan sosial dan juga ekspresi budaya berkarya
pada manusia (KDI-Keolahragaan, 2000: 7).
Adapun macam olahraga menurut Faizati Karim
(2002; 8) yaitu, olahraga aerobik dan anaerobik. Olahraga aerobik adalah
olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih
dapat dipenuhi tubuh, misalnya, jogging, senam, renang dan bersepeda. Sedangkan
olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat
dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Misalnya, angkat besi, lari sprint 100 m, tenis
lapangan, bulu tangkis dan lain-lain.
Jika melihat dari tujuannya, olahraga menurut
KDI-Keolahragaan (2002: 10-11) dapat diklasifikasikan menjadi olahraga
pendidikan, olahraga kesehatan, olahraga rekreatif, olahraga rehabilitatif dan
olahraga kompetitif yang diuraikan sebagai berikut: (1) Olahraga pendidikan
adalah proses pembinaan yang menekankan penguasaan ketrampilan dan ketangkasan
berolahraga. Nilai-nilai kependidikan melalui pembekalan pengalaman yang
lengkap sehingga yang terjadi adalah proses sosialisasi melalui dan ke dalam
olahraga. (2) Olahraga kesehatan adalah jenis kegiatan olahraga yang lebih
menitik beratkan pada upaya mencapai tujuan kesehatan dan fitness yang tercakup dalam konsep well-being melalui kegiatan berolahraga. (3) Olahraga rekreatif
adalah jenis kegiatan olahraga yang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat
rekreatif atau manfaat dari aspek jasmaniah dan sosial-psikologis. (4) Olahraga
rehabilitatif adalah jenis kegiatan olahraga atau latihan jasmani yang
menekankan pada tujuan yang bersifat terapi atau aspek psikis dan perilaku. (5)
Olahraga kompetitif adalah jenis kegiatan olahraga yang menitik beratkan pada
peragaan perfoma dan pencapaian prestasi maksimal yang lazimnya dikelola oleh
organisasi olahraga formal, baik nasional maupun internasional.
Melihat uraian dari macam olahraga di atas,
maka dapat diketahui bahwa setiap orang yang melakukan olahraga mempunyai
tujuan dan maksud tertentu dalam upaya meningkatkan kualitas gerak yang
berdampak pada meningkatnya kesehatan baik secara fisik maupun mental. Selain
itu menurut Faizati Karim (2002: 8-9) olahraga juga mempunyai manfaat
diantaranya:
1. Meningkatkan kerja dan
fungsi jantung, paru dan pembuluh darah yang ditandai dengan:
a.
Denyut nadi istirahat menurun.
b.
Isi sekuncup bertambah.
c.
Kapasitas bertambah.
d.
Penumpukan asam laktat berkurang.
e.
Meningkatkan pembuluh darah kolateral.
f.
Meningkatkan HDL Kolesterol.
g.
Mengurangi aterosklerosis.
2.
Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang yang ditandai pada:
a.
Pada anak: mengoptimalkan pertumbuhan.
b.
Pada orang dewasa: memperkuat masa tulang dan menurunkan nyeri sendi kronis.
3. Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada
tubuh sehingga dapat mengurangi cedera.
4. Meningkatkan metabolisme tubuh untuk
mencegah kegemukan dan mempertahankan
berat badan ideal.
5.
Mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti:
a. Tekanan
darah tinggi: mengurangi tekanan sistolik dan diastolik.
b. Penyakit
jantung koroner: menambah HDL-kolesterol dan mengurangi lemak tubuh.
c. Kencing
manis: menambah sensitifitas insulin.
d. Infeksi:
meningkatkan sistem imunitas.
6. Meningkatkan sistem hormonal
melalui peningkatan sensitifitas hormon terhadap
jaringan tubuh.
7. Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan
tubuh terhadap penyakit melalui peningkatan pengaturan kekebalan tubuh.
8. Hasil penelitian Kavanagh,
latihan aerobik 3 kali seminggu selama 12 minggu:
a. Meningkatkan
pembuluh darah kolateral.
b. Meningkatkan
HDL kolesterol.
2.8 Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah
pengganti istilah lama anak cacat atau penyandang cacat. Anak bekebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial
Anak bekebutuhan khusus pada awalnya dikenal
sebagai anak luar biasa (ALB) sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai pendidikan luar biasa (PLB), dimana UU No. 2 tahun 1989 pasal
8 ayat 1 menegaskan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan mental
berhak memperoleh pendidikan luar biasa”.
Perkembangan selanjutnya dalam bidang
pendidikan pasal 5 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2003 mengganti istilah pendidikan luar
biasa menjadi pendidikan khusus dengan menjamin bahwa “Warga negara
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak
memperoleh pendidikan khusus”. Selain itu ayat 4 juga menjamin
bahwa “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus”. Jadi diketahui bahwa kelainan pada anak dapat
ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya.
Seperti yang pernah kita temukan di masyarakat,
bahwa terdapat berbagai macam anak yang mengalami kelainan pada tubuh maupun
perilakunya, baik yang terjadi sejak lahir maupun saat beranjak tumbuh dan
berkembang menjadi dewasa. Menurut Arma Abdoellah (1996: 11-13) mendefinisikan
macam-macam kelainan anak berkebutuhan khusus, yaitu keterbelakangan mental,
tuli, pendengaran kurang, kerusakan penglihatan, buta-tuli, gangguan emosional,
ketidakmampuan belajar yang khusus, kelemahan dalam berbicara, kelemahan secara
orthopedik, kelemahan kesehatan yang
lain dan kelainan ganda.
1. Keterbelakangan mental
(tuna grahita)
Merupakan keterbatasan fungsi intelektual umum
berada di bawah rata-rata normal diikuti perilaku penyesuaian yang kurang
sehingga mempengaruhi unjuk kerja pendidikan anak (Arma Abdoellah, 1996: 11).
Selain itu tuna grahita menurut American
on Mental Deficiency (AAMD) yaitu meliputi fungsi intelektual umum di bawah
rata-rata (sub-avarage) yaitu IQ 84
ke bawah berdasarkan tes yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan
hambatan dalam perilaku adaptif. Adapaun ciri-ciri anak tuna grahita, yaitu:
a. Penampilan fisik tidak
seimbang, misal kepala terlalu kecil atau besar,
b. Tidak dapat mengurus diri
sendiri sesuai usia,
c. Perkembangan bicara atau
bahasa terlambat,
d. Tidak ada atau kurang
perhatiannya terhadap lingkungan,
e. Pandangan kosong,
f. Koordiansi gerakan
kurang (gerakan sering tidak terkendali),
g. Sering keluar ludah atau
caiaran dari mulut (ngiler)
Jika melihat dari pengertian dan ciri di atas,
maka olahraga bagi anak yang mengalami keterbelakangan mental pada dasarnya
dapat dikatakan sama dengan anak atau orang normal, hanya saja dalam pemahaman
dan koordinasi gerak sedikit terganggu. Sehingga pada anak tuna grahita dapat
melakukan aktifitas olahraga seperti orang normal, hanya saja peraturan dan
kualitas dari gerak anak tersebut kurang.
2. Tuli (tuna rungu)
Menurut Arma Abdoellah (1996: 11) tuli
merupakan kerusakan berat dalam pendengaran, sehingga anak terhalang dalam
pemrosesan informasi linguistik melalui pendengaran dengan atau tanpa
penjelasan yang akibatnya mempengaruhi unjuk kerja pendidikan. Selain itu
terdapat ciri-ciri tuna rungu sebagai berikut:
a. Tidak mampu mendengar,
b. Terlambat perkembangan
bahasa,
c. Sering menggunakan isyarat
dalam berkomunikasi,
d. Kurang atau tidak tanggap
apabila diajak bicara,
e. Ucapan kata tidak jelas,
f. Kualitas suara aneh
atau monoton,
g. Terdapat kelainan organis
pada telinga,
h. Banyak perhatian terhatap
getaran,
i. Keluar nanah
dari kedua telinga,
j. Sering memiringkan kepala dalam usaha
mendengar
Selain ciri-ciri di atas, pada anak tuna rungu
juga mengalami gangguan keseimbangan tubuh sehingga aktifitas fisik pada anak
tuna rungu cenderung lebih sederhana. Maka dalam usaha meningkatkan kesehatan
dan kebugaran anak tersebut dapat diberikan aktifitas dengan memodifikasi
seperti anak yang mengalami gangguan keseimbangan harus diposisikan lebih
rendah (duduk) dibanding orang normal (berdiri). Misal olahraga yang dapat
dilakukan yaitu, angkat besi, senam, tes kesegaran jasmani.
3. Gangguan penglihatan (tuna
netra)
Buta merupakan kelainan pada penglihatan yang
berarti satu penglihatan yang kabur walaupun dengan koreksi seperti kacamata,
secara tidak menguntungkan akan mempengaruhi unjuk kerja pendidikan dari
peserta didik. Istilah ini mencakup baik yang mengalami setengah buta maupun
buta total (Arma Abdoellah, 1996: 32).
Adapun ciri tuna netra sebagai berikut:
a. Tidak mampu melihat,
b. Tidak mampu mengenali
orang pada jarak 6 m,
c. Kerusakan nyata pada kedua
bola mata,
d. Sering meraba-raba dan
tersandung saat berjalan,
e. Mata bergoyang terus
f. Bagian bola mata
yang hitam berwarna keruh,
g. Mengalami kesulitan
mengambil benda kecil di dekatnya
Olahraga yang baik bagi anak tuna netra yaitu
olahraga yang sederhana atau tidak sukar seperti halnya telah dijelaskan
hambatan atau ciri yang dialami tuna netra di atas. Olahraga yang mengembangkan
kekuatan dan daya tahan kardiovaskuler merupakan aktifitas yang perlu
ditekankan, seperti aktifitas mendorong, menarik dan mengangkat pada latihan
beban. Selain itu dapat juga lari di tempat, olahraga menggunakan sepeda
statis.
4. Kelemahan secara orthopedik
(tuna daksa)
Merupakan satu kelemahan orthopedik yang sangat
berpengaruh tidak baik terhadap unjuk kerja pendidikan. Istilah itu mencakup
kelemahan yang disebabkan oleh kelainan keturunan (misal anggota tubuh yang
tidak ada) dan kelemahan yang disebabkan oleh penyakit (pyliomyelitis, tbc
tulang) serta kelemahan yang disebabkan lain, misal amputasi (Arma Abdoellah,
1996: 13).
Ciri-ciri lain yang dapat kita lihat pada anak
penyandang tuna daksa adalah:
a. Anggota gerak tubuh kaku,
lemah dan lumpuh,
b. Kesulitan dalam gerakan
(tidak sempurna),
c. Terdapat bagian anggota
gerak yang tidak lengkap,
d. Terdapat cacat pada alat gerak,
e. Jari tangan kaku dan tidak
dapat menggenggam,
f. Hiperaktif (tidak
dapat tenang),
g. Kesulitan pada saat berdiri,
berjalan, duduk dan menunjukkan sikap tubuh tidak
Aktifitas olahraga yang dapat dilakukan oleh
anak tuna daksa berbeda-beda, sesuai dengan kelainan yang ia miliki. Misal,
pada anak yang mengalami kekurangan pada salah satu atau kedua kaki dapat melakukan
aktifitas lari dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda sehingga pada anak
tersebut tetap dapat melakukan aktifitas lari.
5. Gangguan emosioanal (tuna
laras)
Ciri-ciri pada anak penyandang tuna laras
adalah:
a. Bersikap membangkang,
b. Mudah terangsang emosinya,
c. Sering melakukan tindakan
agresif,
d. Sering bertindak melanggar norma
sosial, norma susila dan hukum
Anak yang mengalami gangguan emosional dikenal
sebagai anak yang mungkin mempunyai tipe kelainan yang misterius dan tidak
dapat diselesaikan. Misal anak autis,
paranoid, katatonik dan hebrefenik.
Menurut French dan Jansma (1982: 149) yang dikutip oleh Arma Abdoellah (1996:
111) bahwa anak yang emosinya terganggu didefinisikan sebagai anak yang
mempunyai ciri-ciri dalam waktu lama dan cukup menonjol diantaranya sebagai
berikut:
a. Ketidakmampuan belajar
yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor intelektual, indera atau kesehatan,
b. Ketidakmampuan untuk
menciptakan atau memelihara hubungan antara pribadi dengan teman sebaya dan
guru secara memuaskan,
c. Tipe perilaku atau
perasaan yang tidak pantas dalam suasana lingkungan normal,
d. Perasaan hati yang tidak bahagia
atau tertekan yang pada umumnya mudah menular,
e. Kecenderungan timbulnya
ketakutan yang berkaitan dengan masalah pribadi atau sekolah.
Dari berbagai penjelasan di atas, maka secara
umum anaka yang mempunyai gangguan emosional adalah anak yang mempunyai masalah
secara menonjol dalam menghadapi
kejadian-kejadian sehari-hari dan berperilaku kurang wajar.
Jika melihat dari berbagai ciri atau sifat yang
dialami oleh anak yang memiliki gangguan emosional, maka aktifitas olahraga
yang tepat adalah olahraga yang menitik beratkan pada kesegaran jasmani dan
gerak yang dirancang khusus dalam satu ingkungan dan tidak menakutkan.
6. Kelainan ganda
Kelainan ganda berarti kerusakan yang bersamaan
yang dialami oleh anak, seperti keterbelakangan mental dengan buta yang dapat
menyebabkan masalah pendidikan yang rumit sehingga anak tidak dapat dimasukkan
dalam program pendidikan khusus yang hanya mempunyai salah satu kelainan atau
kerusakan (Arma Abdoellah, 1996: 107).
Jika melihat dari berbagai definisi dan
ciri-ciri anak yang mengalami gangguan hanya pada salah satu anggota gerak,
indera maupun emosional, maka pada anak yang mengalami gangguan atau kelainan
ganda memiliki tingkat kesulitan gerak yang lebih kompleks. Sehingga aktifitas
ataupun olahraga pada penyandang kelainan ganda harus dirancang sedemikian rupa
sehingga ank tersebut dapat beraktifitas untuk menjaga kesehatan fisik maupun
mental. Misal pada anak yang mengalami gangguan tuna daksa tidak mempunyai kaki
dan gangguan tuna grahita. Pada anak ini dapat melakukan aktifitas seperti lari
dengan dimodifikasi menggunakan kursi roda untuk melakukan aktifitas tersebut.
Berikut ini ada
beberapa cabang olahraga yang dimodifikasi peraturan permainannya bagi
siswa berkebutuhan khusus:
a)
Atletik
Bagi beberapa
siswa berkebutuhan khusus cabang olahraga altetik terutama cabang berlari ini
tidak memerlukan begitu banyak penyesuaian, tetapi bagi siswa tunanetra dan
siswa tunarungu sangat membutuhkan penyesuaian. Contoh penyesuaian yang
dilakukan bagi siswa tunanetra saat mengikuti pembelajaran atletik adalah pada
saat berlari siswa tunanetra memegang tali yang terbentang dari garis star
sampai ke garis finish jadi saat berlari siswa tidak tersesat atau bertabrakan
dengan siswa lainnya. Atau cara lain seperti yang diungkapkan
oleh Auxter (2005;) pada saat berlari siswa tunanetra diikuti oleh teman yang
memiliki penglihatan normal dari belakang dengan saling memegang tali.
jadi pada saat harus berbelok ke kanan temannya menggerakan talinya kesebelah
kanan dan itu menandakan berbelok ke sebelah kanan dan sebaliknya.
Peraturan
atletik pada umumnya saat start di lakukan biasanya wasit membunyikan pistol
atau peluit sebagai tanda dimulainya pertandingan tersebut. Tetapi bagi siswa
tunarunggu hal tersebut tidaklah sesuai dengan keterbatasan mereka, maka
diperlukan sedikit penyesuaian diantaranya dengan mengganti peluit atau pistol
dengan alat yang dapat memberikan dilihat mereka contohnya seperti bendera.
Jadi pada saat pertandingan dimulai wasit mengibaskan bendera sebagai tandanya.
b)
Basket
Dalam permainan
bola basket bagi siswa berkebutuhan khusus diperlukan beberapa penyesuaian dan
perubahan peraturan seperti: pemain yang mengikuti permainan ini terdiri
dari 6 orang atau lebih, diperbolehkan melangkah dua atau tiga kali
setelah menangkap bola. Bagi siswa tunadaksa yang menggunakan kursi roda
penyesuaian yang dilakukan dengan cara menurunkan tinggi ring dalam permainan.
Bagi siswa
tunanetra bola yang digunakan harus mengeluarkan bunyi begitu pula dengan
keranjang atau ringnya harus mengeluarkan bunyi agar dapat dikenali oleh para
pemain.
c)
Sepak
bola
Permaiana
sepakbola bagi kebanyakan siswa berkebutuhan khusus tidak terlalu banyak
memerlukan penyesuaian, hanya ukuran lapangan yang harus di modifikasi karena
siswa berkebutuhan khusus memiliki tingkat kekuatan atau kemampuan fisik yang
lemah sehingga mudah kecapean. Jadi mereka hanya bermain setengah
lapangan sepak bola besar atau lebih kecil lagi dari itu sesuai dengan
kemampuan mereka.
Tetapi bagi
siswa tunanetra ada beberapa penyesuaian yang dilakukan diantaranya bola dan
gawang yang harus mengeluarkan bunyi agar bisa dikenali oleh mereka. Lapangan
yang diperkecil serta tidak ada aturan bola keluar.
Masih banyak
lagi permainan atau cabang olahraga bagi siswa berkebutuhan khusus yang
memerlukan penyesuaian.
2.9 Kesimpulan
Olahraga adalah serangkaian
gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (mempertahankan
hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (meningkatkan kualitas hidup). Olahraga
berlaku pada orang normal maupun orang atau anak yang memiliki kelainan khusus,
hanya perbedaan yang ada mengakibatkan olahraga dilakukan dengan cara lain atau
perlu memodifikasi alat yang digunakan sesuai kebutuhan yang diperlukan sesuai
kelainan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.
Daftar
situs/web:
No comments:
Post a Comment