MAKALAH PANCASILA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Pancasila bagi kita merupakan pandangan
hidup,kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah
berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia.inilah suatu kebudayaan yang mengajarkan
bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagiaan jika dapat di kembangkan
keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, dalam
hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan
manusia dengan tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuaan lahiriya dan
kebahagiaan rohaniyah.dalam pandangan hidup ini terkandung konsep dasar
mengenai kehidupan yang di cita-cita kan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran
yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap
baik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari pancasila ?
2. Apakah pengertian dari politik ?
3. Bagaimana awal munculnya etika
politik ?
4. Apakah yang dimaksud dengan etika
politik ?
5. Bagaimana peran Pancasila sebagai
etika politik di Indonesia
1.3 TUJUAN PENULISAN
Para
pembaca akan mengetahui tentang awal munculnya etika politik, memahami
pengertian dari etika dan memahami pengertian dari politik, karena sebelum kita
mempelejari apa itu yang dimaksud dengan etika politik kita harus memahami dulu
apa pengertian dari Etika. Dan juga dengan membaca makalah kami ini pembaca
dapat memahami apa yang di maksud dengan etika politik, mengetahui serta
memahami pengertian dari nilai, norma dan moral.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang
bagaiman dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran
moral (Suseno,1987).Menurut
Bartens, ada tiga makna dari etika. Pertama, etika dipakai dalam
arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup manusia
perseorangan atau hidup bermasyarakat). Kedua, etika dipakai dalam
arti kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode
etik. Ketiga, etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau
yang buruk (sama dengan filsafat moral).Etika pada pada umumnya membicarakan
masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak
susila”, “baik” dan “buruk”. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila.
Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar
pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia
(Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan
dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika
adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita
bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. [1]
Etika
dibagi menjadi dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.Etika merupakan
suatu pemikiran kritis dan pandangan moral.
1.
Pengertian Nilai,Norma,dan Moral
a.
Pengertian Nilai
Nilai atau “velue” (bahasa Inggris)
termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai di bahas dan
dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai {Axiology, Theory of value}Filsafat juga
sering diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai.
b.
Hakikat Nilai
Terdapat berbagai macam pandangan
tentang hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya
masing-masing dan menentukan tentang pengertian serta hakikat nilai.Misalnya
kalangan tenalis memandang bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai
material.Kalangan Hedonisme berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah
kenikmatan.Pada hakikatnya segala sesuatu bernilai, hanya nilai macam apa yang
ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut bagi manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan
nilai tersebut dan penggolongan tersebut sangat beraneka ragam,tergantung dalam
sudut pandang dalam rangka penggolangan tersebut.
2.
Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Nilai Praksis
Dalam kaitanya dengan derivasi atau
penjabarabya maka nilai-nilai dapat dikelompokan menjadi 3 macam yaitu niali
dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
a.
Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat
abstrak artinya tidak bisa diamati oleh indra manusia ,namun dalam realisasinya
nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang
bersifat nyata namun demikian setiap nilai memiliki nilai dasar (dalam bahasa
ilmiah di sebut dasar ontogilis) yaitu merupakan hakikat esensi,intisari atau
makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut.
b.
Nilai Instrumental
Untuk direalisasikan dalam suatu
kehidupan praksismaka nialai dasar tersebut di atas harus memiliki formasi atau
parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental inilah yang merupakan
suatu pedoman yang dapat di arahkan.bilamana nilai instrumental itu berkaitan
dengan dalam tingakah laku manusia dalamdalam kehidupan sehari-hari maka hal
itu adalah suatau knorma moral.namun jika nilai instrumental itu berkaitan
dengan suatu organisasi dan Negara maka nilai instrumental-instrumental itu
merupakan nilai arahan,kebijaksanaan atau strategi yang bersumber dari niali
dasar.
c.
Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya
merupakan penjabaran lebih lanjut tentang nilai instrumental dalam kehidupan
yang nyata.sehingga nilai praksisi ini meruakan perwujudan dari nilai
instrumental itu.atau bahkan tidak bisa bertentangan.artinya oleh karena Dapat
pula dimungkinkan berbeda-beda wujudnya,namun demikian tidak bisa menyimpang
atau bahkan tidak bisa bertentangan.artinya oleh karena nilai dasar,nilai
instrumental,dan nilai praksis itu merupakan suatu perwujudantidak boleh
menyimpang dari system tersebut.
3.
Hubungan Nilai,Norma,dan Moral
Nilai berbeda dengan fakta,dimana
fakta dapat diobservasi suatau verifikasi empiris,sedangkan niali abstrak yang
hanya dapat dipahami,dimengerti,dan dihayati oleh manusia.nilai berkaitan juga
dengan harapan,cita-cita,impian dan segala sesuatu pertimbangan
internal(batiniah) manusia.Nilai demikian bukan merupakan nilai yang kongkrit
yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra manusia,dan nilai dapat bersifat
subjektif dan objektif.Bersifat subjektif manakala niali tersebut diberikan
oleh subjek
Sebagai pendukung pokok nilai.
2.3 Pengertian Politik.
Menurut Miriam budiardjo Politik
adalah macam-macam kegiatan seseorang,
sekelompok orang, dan lembaga-lembaga dalam suatu Negara yang menyangkut
proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu. Untuk melaksanakan
tujuan-tujuan itu perlu di tentukan kebijakan-kebijakan umum yang menyangkut
pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada. Politik
selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat. Politik juga
menyangkut berbagai kegiatan kelompok
termasuk partai politik.Menurut soutau politik adalah ilmu yang
mempelajari Negara tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang akan
melaksanakan tujuan itu, hubungan antar Negara dan warga negaranya serta dengan
Negara lain. Menurut davideaston politik adalah bermacam-macam kegiatan yang
mempengaruhi kebijakan dan pihak yang berwenang, yang di terima untuk suatu
masyarakat, dan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu.
Pengertian
politik berasal dari kosa kata “politics” yang memiliki makna
bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau “negara” yang
menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti
dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies,
yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari
sumber-sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu
diperlukan suartu kekuasaan (power), dan kewenangan (authority)
yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik
yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat
bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan. Tanpa
adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan
belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Secara
operasional bidang politik menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan
negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionsmaking),
kebijaksanaan (policy), pembagian (distributions) serta alokasi (allocation).Politik
selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals),
dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik, lembaga
masyarakat maupun perseorangan. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat,
bangsa, maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam
arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang
otoriter. Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harus dipahami
dalam pengertian yang luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu
persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
a.
Dimensi Politik Manusia
Berbagai paham antropologi filsafat
memandabg sifat kodrat manusia,dari kacamata yang berbeda-beda.paham
induvidualisme yang merupakan cikal bakal dari paham liberalism,memandang
manusia sebagai makhluk induvudu yang luas dan bebas.kosekuensinya dalam setiap
kehidupan masyarakat,bangsa maupun Negara dasar ontologism ini merupakan dasar
morak politik bangsa.segala hak dan kewajiban bersama selalu diukur berdasarkan
kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma kodrat manusia sebagai
individu.selanjutnya kalangan kolektivisme yang meruopakan cikal bakal dari
paham sosialisme dam komunisme memendang sifat kodrat manusia sebagai makhlik
social saja.individu menurut paham kolektivisme di anggap sebagai sarana bagi
masyarakat.oleh karena itu konsekuensiny adalah segala spek dalm kehidupan
manusia,bangsa dan Negara,paham kolektivisme
mendasarkan kepada sifat kodrat manusia sebagai makhluk social.segala
hak dan kewajiban baik moral maupun hokum,dalam hubunagan masyarakat,bangsa dan
Negara selalu diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makahluk social.
b.
Dimensi politik kehidupan manusia
dalam kehidupan manusia secara
alamiah,jaminan kehidupan manusia sebagai makhluk individu maupun social sulit
untuk di laksanakan,karena terjadi pembenturan kepentingan di antara mereka
sehingga terdapat suatu kemungkinan terjadinya anarkisme dalam masyarakat.dalam
inilah manusia membutuhkan masyarakat hukum yang mampu menjamin hak-haknya,dan
masyarakat itulah yang di sebut Negara.oleh karena itu kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan social,dimensi politis mencakup lingkaran kelembagaan
hokum dan Negara,system-sitem nilai serta ideology yang memberikan legitimasi
kepadanya.
c.
Politik dan Hukum
Politik dan hukum dapat diibaratkan
sebagai dua sisi dari salah satu mata uang logam pengibaratan itu member makna
bahwa hubungan antara politik dan hokum sangatlah erat.bila kita membahas atau
membicarakan penyelenggaran Negara atau pemerinthan baik di tingkat pusat
maupun daerah maka politik dan hokum selalu mendapat tempat yang utama.pada
masa orde baru bidang hokum selalu disatukan dengan bidang politik atau
pembangunan hukum menjadi bagian dari pembnagunan politik.hal tersebut bukan
berarti bidang politi dan hokum atau masing-masing bidang tersebut tidak erat
kaitannya dengan bidang-bidang lainnya seperti ekonomi,social
budaya,hankam,luar negri dan sebagainya.tetapi hubunagan hokum dan politik melibihi
keertan hubungan kedua bidang tersebut dengan bidang-bidang laninya itu.hukum
selau menjadi saran politil dari politik untuk mempengrihi,membangun dan
mengembangkan bidang-bidang lainnya.dalam hal inilah berlaku tesis bahwa “hukum
adalah utusan politi”(law is a political decision).
Agar lebih memehami politik hukum itu maka perlu di
kemukakan terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan politik dan apa yang di maksud dengan hukum.
d.
Negara,system politik,format politik,dan konfigurasi politik
1.
Negara dan Pemerintahannya
Negara demokrasi konstisional atau
Negara hukum dan demokratis,umumnya system politiknya adalah sisitem politik
yang demokratis,sedang pada Negara kekuasaan (machpsstaat)sisitem politik yang
di anut adalah sisitem politik yang otoriter atau autokrasi atau nondemokrasi.
Ciri dari Negara demokrasi
konstisional adalah para pemerintahannya adalah pemerintahan yang terbatas
kekuasaanya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganya.
Negara kekuasaan(machpsstaat)atau
wikursstaat adalah Negara yang memerintah menurut kehendaknya sendiri
Perkembangan Ilmu Politik di Indonesia
Etika
politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur
politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai ambruk. Dengan
runtuhnya tatanan masyarakat Athena, muncul berbagai macam pertanyaan tentang
masyarakat dan negara, seperti bagaimana seharusnya masyarakat harus di tata
dan siapa yang harus menata, apa tujuan negara dan beragam pertanyaan lainnya.
Dua ribu tahun kemudian, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu, etika politik
bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam tatanan hierarkis kosmos
tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi tatanan hukum, negara dan hak raja
untuk memerintah masyarakat dipertanyakan. Situasi seperti ini tampak jelas
pada zaman industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat politik.
Klaim-klaim legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut refleksi
filosofis atas prinsip dasar kehidupan politik. Etika politik lebih berperan
pada tuntutan agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari
segala macam kekuatan, baik bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di
belakang pembenaran normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum.
Filsafat politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam
permukaan saja, tetapi memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan diri
filsafat, dengan demikian menjadi reflektif dan terbuka terhadap kritik, atau
memang ditelanjangi sebagai layar asap ideologis bagi kepentingan
tertentu.Al-Ghazali merupakan seorang penulis dan filsuf muslim abad
pertengahan yang memiliki corak pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan
relevan dengan hal tersebut. Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik)
seperti dalam teorinya bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang
mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang
mempunyai integritas tinggi ditopang dengan kekuatan moral yang memenuhi
beberapa kriteria yang al-Ghazali idealkan.
Masih dimungkinkan sebagai referensi dalam
menata sebuah negara pada masa sekarang dari beberapa teori tentang filsafat
politik khususnya dalam tradisi filsafat Islam.Konsepsi etika politik
al-Ghazali adalah suatu teori sistem pemerintahan yang berisikan masyarakat dan
aparatur negara yang mempunyai moral yang baik dengan ditopang oleh agama
sebagai dasar negara. Seorang pemimpin yang ideal menurut al-Ghazali adalah
seorang yang mengerti tentang budi luhur atau moral agama dan kebijaksanaan
yang harus diterapkan dalam menjalankan sistem pemerintahan.
2.4 Awal Munculnya Etika Politik
Etika
politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat struktur
politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai ambruk. Dengan
runtuhnya tatanan masyarakat Athena, muncul berbagai macam pertanyaan tentang
masyarakat dan negara, seperti bagaimana seharusnya masyarakat harus di tata
dan siapa yang harus menata, apa tujuan negara dan beragam pertanyaan lainnya.
Dua ribu tahun kemudian, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu, etika politik
bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam tatanan hierarkis kosmos
tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi tatanan hukum, negara dan hak raja
untuk memerintah masyarakat dipertanyakan. Situasi seperti ini tampak jelas
pada zaman industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat politik.
Klaim-klaim legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut refleksi
filosofis atas prinsip dasar kehidupan politik. Etika politik lebih berperan
pada tuntutan agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat
dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral dasar. Klaim-klaim legitimasi dari
segala macam kekuatan, baik bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di
belakang pembenaran normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum.
Filsafat politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam
permukaan saja, tetapi memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan diri
filsafat, dengan demikian menjadi reflektif dan terbuka terhadap kritik, atau
memang ditelanjangi sebagai layar asap ideologis bagi kepentingan tertentu.
Al-Ghazali
merupakan seorang penulis dan filsuf muslim abad pertengahan yang memiliki
corak pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan relevan dengan hal tersebut.
Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik) seperti dalam teorinya
bagaimana cara menjalankan sebuah sistem kenegaraan yang mempertimbangkan
moralitas untuk kemaslahatan bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas
tinggi ditopang dengan kekuatan moral yang memenuhi beberapa kriteria yang
al-Ghazali idealkan. Masih dimungkinkan sebagai referensi dalam menata sebuah
negara pada masa sekarang dari beberapa teori tentang filsafat politik
khususnya dalam tradisi filsafat Islam.Konsepsi etika politik al-Ghazali adalah
suatu teori sistem pemerintahan yang berisikan masyarakat dan aparatur negara
yang mempunyai moral yang baik dengan ditopang oleh agama sebagai dasar negara.
Seorang pemimpin yang ideal menurut al-Ghazali adalah seorang yang mengerti
tentang budi luhur atau moral agama dan kebijaksanaan yang harus diterapkan
dalam menjalankan sistem pemerintahan.
2.5 Etika Politik
Pengertian
etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika, yakni
manusia. Oleh karena itu etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan
moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian “moral” senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa dalam
hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara. Dasar ini lebih meneguhkan
akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia
sebagai makhluk beradab dan berbudaya.
Etika
politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat manusia sebagai
makhluk yang berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan
politik. Etika politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia
sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah norma digunakan
untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik menelusuri batas-batas ilmu
politik, kajian ideologi, asas-asas dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan
ketatanegaraan dan kondisi psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari
manusia melalui pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan
kebijakan politik.
Etika
politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang melegitimasi
kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai intersubjektif (dan sekaligus
nilai objektif juga) hasil kesepakatan awal. Jadi, tugas utama etika politik
sebagai metode kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh
kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa
etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat kritik. Etika politik harus
pula dikritisi. Oleh karena itu, etika politik harus terbuka terhadap kritik
dan ilmu-ilmu terapan .
Fungsi
etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung
jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara
rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri
politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah
ideologis dapat dijalankan secara objektif.
Hukum
dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai
lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga
penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia
(makhluk individu dan sosial). Pokok permasalahan etika politik adalah
legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat
berhak untuk menuntut pertanggung jawaban. Legitimasi etis mempersoalkan
keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul
dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik legislatif maupun eksekutif
dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Moralitas kekuasaan lebih
banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.
2.5 Peran Pancasila sebagai
Sumber Etika Politik di Indonesia
Pancasila
sebagai dasar falsafah bangsa dan Negara yang merupakan satu kesatuan nilai
yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena
jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan
dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna Pancasila terletak pada
nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu kesatuan yang tak bias
ditukar-balikan letak dan susunannya. Pancasila tidak hanya merupakan sumber
derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber
moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum, serta
kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami dan mendalami nilai
nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila
Pancasila.
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila
pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang
mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara
tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan berdasarkan
legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun Negara Indonesia tidak mendasarkan
pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam
kehidupan negara. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan
legitimasi moral.
2.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila
kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup secara bersama
dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta prinsip hidup demi
kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan penyelenggaran
negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam
kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus
mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan
atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga
harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara.
3.
Persatuan Indonesia
Persatuan
berati utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian
bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai negara plural yang memiliki beraneka
ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang rawan konflik. Oleh
karenanya diperlukan semangat persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah
antara satu golongan dengan golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling
menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keuthan negara dan kebaikan
besama. Oleh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan dengan legitimasi moral.
4.
Kerakyatanyang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan dan Perwakilan
Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan asal muasal
kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala
kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat
sebagai pendukung pokok negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis, hal-hal
yang menyangkut kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep
pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki “legitimasi
demokratis”.
5.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam
penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu prinsip “legalitas”.
Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup
bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Dalam
penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian
senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran atas
prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan
berpolitik yang murni dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila
yang telah dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai
alat untuk menelaah perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis
untuk memutuskan benar atau slaah sebuah kebijakan dan tindakan pemerintah
dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah itu dengan makna
sila-sila Pancasila.
Etika
politik harus direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat eksekutif,
legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa
legitimasi hukum dan legitimasi demokratis juga harus berdasarkan pada
legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila mutlak harus dimiliki oleh setiap
penguasa yang berkuasa mengatur pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan
seperti yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi, kolusi
dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan penyalahgunaan narkotika
sampai perselingkuhan dikalangan elit politik yang menjadi momok masyarakat.
Dalam penerapan etika politik
Pancasila di Indonesia tentunya mempunyai beberapa kendala-kendala, yaitu :
1.
Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri. Ketika
seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari kelemahan-kelemahan
dan kekurangannya, baik secara konseptual maupun praksis. Hingga muncul sebuah
keyakinan bahwa etika politik menjadi satu-satunya cara yang efektif dan
efisien dalam mengkritik ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah
ideologi tersendiri.
2.
Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih
lengkap disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun yang
ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak mungkin berangkat
dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak akan membuahkan apa-apa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari analisis permasalahan dalam makalah ini adalah
Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi tolok ukur pemikiran bangsaIndonesia
yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristalilasi dalam
sila-silanya. yang dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia
sesuaidengan kodratnya, sebagai makhluk pribadi dan sosial. Didalam tubuh
pancasilatelah terukir berbagai aspek pemikiran bangsa yang mengandung asas
moralitas, politik, sosial, agama, kemusyawaratan, persatuan dan
kesatuan.Seluruh aspek tersebut senafas, sejiwa, merupakan suatu totalitas
saling hidup menjiwai, diliputi dan dijiwai satu sama lain.
3.2 Saran
Kita
sebagai para calon penerus masa depan untuk Negara yang kita cintai ini tanah
air Indonesia sudah sepatutnya bahwasannya kita berkewajiban mempelajari serta
menjunjung tinggi pancasila, karena pancasila sebagai landasan dalam kehidupan
manusia , pancasila sebagai etika dalam berpolitik. Jadi akan menciptakan
masyarkat yang beretika serta taat pada aturan yang ada. Bagi para mahasiswa
maupun para pembaca bisa menerapkan setiap sila-sila pancasila yang sangat
bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari dalam bidang akademik maupun non
akademik pun juga bisa diterapkan.
Daftar Pustaka
Suseno Von Magnis. 1978. Etika
Politi., Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. Jakarta : PT.
Gramedia.
Hasan, M. Iqbal, M.M. 2002. Pokok-pokok
Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Gusmansyah Wery. 2015. Resume Mata Kuliah Pancasila. Bengkulu :
Institut Agama Islam Negeri Bengkulu.
No comments:
Post a Comment