MATERI UAS AKHLAK TASAWUF
A. Arti dan Pengertian Akhlak
Ibnu Maskawaih mengidentikkan antara akhlak
dan karekter, keduanya adalah merupakan keadaan jiwa, demikian juga Imam
Ghazali mengibaratkan akhlak sebagai gerak jiwa seseorang serta gambaran
batinnya. Dari kedua pengertian yang diberikan oleh kedua pakar ilmu akhlak ini
bahwa akhlak sebagai suatu aktifitas yang muncul dari dorongan jiwa dan gerak
batin seseorang sehingga baik dan buruk karakter, kepribadian, sikap dan
tingkah laku seseorang yang telah menjadi tabiat sehari-hari yang dikerjakan
dengan kesadaran dan tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu berkait
erat dengan jiwa dan batin seseorang, sehingga jelaslah bahwa akhlak merupakan
bagian penting didalam ajaran agama, karena itu wajar kalau justru fungsi keseluruhan
Nabi (pembawa agama) adalah untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana peringatan
beliau:
Sesungguhnya Allah mengutus saya untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia dan memperbaiki perbuatan yang baik.[1]
Karena keduanya (akhlak dan agama Islam) keduanya membahas dan
mengupayakan bagaimana jiwa seseorang menjadi baik dan sempurna dengan
membuahkan suatu pola piker, sikap dan tingkah laku (shaleh), dengan
keharmonisan dan keselarasan yang sempurna tanpa adanya kamoplase penipuan,
kemunafikan disharmonisasinya antara batin dan jiwa, dengan prilaku, misalnya
hatinya baik perilakunya jelek, atau sebaliknya perilakunya baik tetapi keluar
dari jiwa dan niatan batin yang jelek, baik karena kebodohan maupun karena
kejelekan jiwa. Sehingga akhlak terkait erat dengan keimanan yang sama-sama
berpangkal didalam hati seseorang bahkan menurut Nabi Muhammad orang yang
terbaik keimanannya adalah orang yang baik akhlaknya (ketinggian budi pekerti
yang muncul dari gerakan jiwa yang suci).
Seperti pernyataan Nabi :
Sempurna-sempurnanya iman seorang mukmin
adalah yang terbaik akhlaknya.(HR. Tirmidzi). [2]
Dalam bahasa agama (Islam) kata yang orang menyebut budi pekerti ,
perilaku, karakter dll, itu didalam islam diambil dari bahasa arab :
Yang kesemuanya berarti menciptakan, pencipta,
ciptaan dan akhlak perilaku (untuk mencipta atau buah dari ciptaan). Sehingga
dalam islalm yang disebut dengan akhlak tidak hanya mempunyai sasaran antara
manusia dengan manusia, tetapi yang dimaksud akhlak mempunyai sasaran yang
sangat luas, akhlak antara manusia dengan manusia, manusia dengan Al-Khaliq dan
manusia dengan sesama makhluk selain manusia, termasuk binatang, tumbuhan dan
lingkungannya.
B. Arti dan Pengertian Tasawuf
Tasawuf (sufi) adalah suatu kata istilah atau
nama yang muncul jauh dari masa Nabi (2 abad) setelah Nabi, yang pertama kali
dimunculkan oleh seorang zahid Abu Hasyim Al-Kufi (wafat 150 H),[3] untuk suatu kelompok orang Islam yang
mengkonsentrasikan dirinya pada kehidupan untuk mendekatkan diri kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya dengan berbagai cara dan upaya.
Kata tasawuf berasal dari kata shuffah, yang menurut etimologi dengan
pendekatan historis berasal dari kata ahli. Shuffah ialah orang-orang yang ikut
pindah atau hijrah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, dan karena hartanya
ditinggalkan, mereka berada dalam kehidupan miskin dan tak mempunyai
apa-apa.[4] Mereka tinggal di masjid
Nabi dengan selalu memakai pelana kuda”suffah” sebagai bantalnya sehingga
disebut “Ahli Shuffah” adalah kelompok kaum muslimin yang miskin tetapi mereka
berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan, miskin tetapi berhati baik dan
mulia, itulah sifat-sifat ahli shuffah yang dijadikan contoh orang sufi
dikemudian hari . Ada juga yang mengatakan tasawuf atau sufi berasal dari kata
shuf “ “yang berarti kain wool,
karena para sahabat Nabi yang tinggal di masjid Nabi dan hanya mementingkan
kehidupan kerohanian itu selalu mengenakan baju wol kasar sebagai lambang kesederhanaan pada saat
itu. Dan masih banyak lagi yang mencoba mengkait-kaitkan asal kata dan istilah
tasawuf itu, tetapi yang jelas tasawuf berarti pokok hidup kerohanian Islam dan
syari’at batin dalam ajaran Islam.
Pada masa Nabilah mula pertama timbulnya embrio munculnya sufi sebagai
suatu aliran keagamaan yang digambarkan dengan adanya kelompok ahlli shuffah di
Masjid Nabi, yang mendapat restu dari Nabi bahkan Nabi sendiri dan hamper semua
sahabaat dekat Nabi memberikan contoh-contoh kehidupan kerohanian yang sangat
tinggi, berpola hidup sederhana atau bahkan miskin dan senantiasa memperbanyak
ibadah dan muraqabah serta mujahadah-mujahadah yang sangat serius, dengan
shalat, dzikir dan membaca Al-qur’an serta berpuasa disamping tidak pernah dari
semangat jihad dan dakwah.
C. Keterikatan Antara Akhlak dan Tasawuf
Antara akhlak dan tasawuf adalah bagaikan api
dengan asapnya yang masing-
masing tidak dapat berdiri sendiri, keduanya
mempunyai obyek kajian hati dan jiwa seseorang. Bahkan Al-Ghozali memberikan
pengertian tentang bentuk ilmu akhlak sebagai ilmu sifat haati dan ilmu rahasia
hubungan keagamaan yang kemudian menjadi pedoman untuk akhlaknya orang-orang
baik. Al-Ghozali lebih menitik beratkan masalah hlak itu untuk pedoman
orang-orang sholeh (ahli thariqat) dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran
syari’at Islam, seperti yang digariskan oleh para fuqaha, sehingga ilmu
tersebut lebih popular di kalangan umat Islam menjadi ilmu tasawuf. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa akhlaknya orang mukmin itu adalah tasawuf, suatu
etika yang terkonsentrasikan pada Allah semata dengan keterlibatan hati dan
jiwa secara utuh.
Akhlak tasawuf atau akhlak dan tasawuf ini timbul pada diri seseorang
karena kesadaran dan keterpanggilan jiwa, yang mungkin terjadi sebagai reaksi
banyak hal :
mungkin karena membaca dan melagukan
Al-qur’an, mungkin dari tafakur, semedi dan membaca beberapa Hadits, atau
mencontoh perbuatan sahabat-sahabat utama dan pengaruh keadaan sekeliling.
Waktu permulaan timbulnya tasawuf
belumlah menjadi suatu ilmu yang teratur atau filsafat yang sistimatik,
sebelum abad ketiga nama tasawuf belumlah dikenal, barulah yang dikenal istilah
suhud atau abid atau fakir atau nasik.
D.Kedudukan Akhlak Tasawuf Dalam Agama
Islam
Secara garis besar Agama Islam terdiri dari
tiga dimensi ajaran, yaitu : iman, Islam, ihsan. Sebagaimana hadits dari Umar
bin Khattab tentang peristiwa dialog yang terjadi antara Nabi dengan Jibril
yang menyamar sebagai seorang manusia yang datang kala Nabi sedang mengajar
para sahabat dan bertanya tentang Iman, Islam dan Ihsan, maka Nabi Menjawab
tentang ihsan :Ihsan adalah jika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah
engkau melihat Allah dan jika engkau tidak mampu melihat Allah maka
sesungguhnya Allah melihatMu. (HR. Bukhari – Muslim). [5]
Ihsan berarti ma’rifat kepada Allah, menyaksikan keberadaan Allah di
dalam setiap keadaan dengan pandangan yang yakin, dengan pengetahuan yang yakin
dan hakikat kenyakinan. Allah memerintahkan agar manusia mendapatkan kenyakinan
yang benar dengan jalan senantiasa beribadah kepada Allah:
“Dan beribadahlah engkau sehingga dating
kepada keyakinan”. (QS. 15: 99).Dan orang yang faham akan keberadaan dirinya
dan keberadaan Tuhannya, maka dia akan memiliki akhlak yang baik kepada dirinya
dan kepada Tuhannya. Keberadaan dan kedudukan tasawuf dalam ajaran Islam sama dengan keberadaan ihsan dalam tiga
dimensi bangunana agama islam atau setidak-tidaknya merupakan ilmu pendukung
kea rah keberhasilan memiliki kwalitas keihsanan seseorang dalam ajaran agama
islam.Agar dapat memiliki iman yang benar maka seseorang harus mempelajari ilmu
aqidah atau tauhid, dan agar seseorang dapat melaksanakan ajaran islam yang
benar maka seseorang harus mempelajari syari’at secara baik dan jika seseorang
ingin menjadi seorang muhsin (berperilaku ihsan) maka seseorang harus memasuki
dan belajar tasawuf, karena tasawuf adalah ilmu dan amaliyah dalam upaya
ma’rifat kepada Allah dengan senantiasa menjaga akhlak kepada Allah yang
sebaik-baiknya. Dan ketiga unsure serta dimensi agama Islam itulah yang disebut
Islam itu sendiri, tidak dapat dipisah-pisahkan.
Oleh karena ajaran islam memiliki dasar pokok
yang berupa al-Quran dan al-Hadits, maka dengan sendirinya Akhlak Tasawuf yang
menjadi bagian dari hasil pemahaman terhadap ajaran Islam itupun sumber juga
harus dari Al quran dan Al hadits. Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak
dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia,
sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan
Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam
prakteknya tasawuf mementingkan akhlak. Pelaksanaan dari akhlak tasawuf ini,
tidak terlepas dari adanya sumber dalil naqli yang mendasarinya, yaitu al quran
dan al- hadist karena keduanya tersebut merupakan sumber hukum islam dan
pedoman bagi umat islam.
Berikut
ini akan dipaparkan sumber dari al quran dan al hadist yang menjelaskan akhlak
tasawuf 1. Sumber dari al-qur’an Al quran ini menjadi sumber pertama dan
utama dari akhlak tasawuf. a. Akhlak Kata yang berkaitan dengan akhlak dalam al
quran diantaranya sebagai berikut: QS. Asyu’ara’ ayat 137 yang Artinya: (agama Kami) ini tidak lain
hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. QS. Al Qalam ayat 4 yang Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung. Dua ayat tersebut , jika dilihat dari asal kata dan
muatan kata, dapat dijadikan dasar atau acuan untuk membuktikan istilah akhlaq
memang terdapat dalam al quran. Namun apabila dilihat dari konteks ayat,
terdapat perbedaan objek kajian akhlaq di dalamnya. Dalam surat Asyu’ara’ ayat
137, istilah akhlak diartikan sebagai “adat kebiasaan buruk” dari seorang umat
nabi Hud, sedangkan istilah akhlak yang termuat dalam Al qolam ayat 4 adalah
akhlaq dalam konteks ”budi pekerti yang agung atau luhur” dari sosok nabi
Muhammad. Berdasarkan keterangan tersebut maka akhlaq yang dijelaskan dalam al
quran mencakup akhlaq yang baik dan buruk. b. Tasawuf Istilah tasawuf secara
eksplisit kebahasaan tidak pernah disebut dalam alquran, sehingga sebagian
besar ulama’ tasawuf sepakat bahwa masalah tasawuf tersebut secara implisit dan
termuat dalam istilah “zuhud”. Sementara itu istilah zuhud yang berarti orang
yang tidak merasa tertarik terhadap sesuatu, hanya terdapat satu kali ditulis
dalam al quran yaitu dalam surat yusuf ayat 20 Artinya:
Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, Yaitu beberapa dirham saja,
dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dari cara penelusuran
ayat seperti diatas, maka banyak konsep dalam ajaran tasawuf yang dicarikan
hubungan ayatnya dalam al-Qur’an, seperti yang dikutipkan dari beberapa kata
kunci mengenai maqam (terminal rohani) anatara lain kata-kata kunci : taubat.
Sabar, zuhud, tawakkal, mahabbah, ma’rifah, ridla, dan sebagainya. Kata kunci
“taubat” antara lain didasarkan pada surat Al Baqoroh ayat 222 Artinya: Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. Kata kunci “sabar’ antara lain didasarkan pada surat Al mu’minun ayat 55
yang Artinya: Maka bersabarlah kamu,
karena Sesungguhnya janji Allah itu benar. Kata kunci “tawakkal” dikaitkan
dengan surat ath-tholaq ayat 3 yang Artinya: Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Kata kunci “mahabbah” dikaitkan
antara lain dengan surat Ali imran ayat 31 Artinya: Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Kata kunci “ma’rifah” dikaitkan antara
lain dengan surat Qaf ayat 16 Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat
lehernya, Yang terakhir kata kunci “ridla” dikaitkan dengan surat Al maidah
ayat 119 Artinya: Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang
paling besar". Mencermati contoh-contoh ayat diatas, maka dalam peristilahan
maqam ada beberapa kata kunci yang dari asal kata-katanya memang dapat
dirujukan pada Al quran.
2. Sumber dari
Al hadits Sumber hukum ini berarti merujuk terhadap
sunnah Nabi yang disebut dengan Al hadits. Dalam kedudukannya sebagai sumber,
Al Hadits atau As Sunnah mendapat tempat sesudah Al Quran, hal ini sesuai
dengan bunyi hadits: قد تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم
بهما كتاب الله وسنة نبيه (رواه مالك) Artinya: Aku tinggalkan
padamu dua pedoman, sekali-kali kamu tidak akan sesat sesudahnya selama-lamanya
yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik). Berikut adalah uraian
sumber-sumber dari Al Hadits yang berkaitan dengan Akhlak Tasawuf. a. Akhlak
Istilah Akhlak yang dikaitkan dengan Al Hadits memang ada dasarnya. Di sini
akan dikutipkan beberapa hadits yang secara eksplisit menyinggung isltilah
akhlak tersebut sebagai berikut: Nabi bersabda : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya: bahwasanya aku bangkitkan (utus) adalah untuk menyempurnakan keluhuran
Akhlak. (HR. Baihaqy) Hadits lain menyebutkan: أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلق
Artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang
paling baik akhlaknya. (HR. Tirmidzi) Pada pesan yang dimuat oleh kedua hadits
di atas adalah searah, yaitu bahwa masalah akhlak sangat dipentingkan berkaitan
dengan masalah kerisalahan (utusan) Nabi Muhammad SAW dan juga berkaitan dengan
masalah keimanan (keyakinan teguh bagi seluruh umat islam). b. Tasawuf
Berkaitan dengan sumber dari Al Hadits mengenai tasawuf, semua ulama tasawuf
hampir sepakat mengatakan bahwa istilah tasawuf belum pernah dikenal dalam
hadits-hadits Rasulullah Muhammad SAW. Justru yang diperkenalakan oleh
Rasulullah SAW adalah istilah ihsan. Salah satu hadits yang berbicara tentang
ihsan menyatakan sebagai berikut: قال: يا رسول الله ما الإحسان؟ قال: أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن
تراه فإنه يراك (رواه مسلم) Artinya: (tamu Rasulullah)
berkata: Wahai Rasulullah, apakah yang disebut ihsan? Nabi menjawab: Hendaknya
kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika kamu tidak dapat
melihat-Nya, ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia melihat kamu (HR. Muslim) Jika
direnungkan secara mendalam, sebenarnya ajaran ihsan ini sudah sangat mendalam.
Disini sudah ditekankan adanya unsur kesadaran dan penghayatan ketuhanan. Allah
SWT seolah-olah sebagai pengontrol pada perilaku manusia sekaligus sangat dekat
dengan manusia dalam kehidupanya. Al-Qur’an memang layak menjadi sumber ajaran
tasawuf karena muatan alQur’an pada hakikatnya adalah dunia akhlak. Bahkan ada
sebutan yang dinyatakan oleh Siti Aisyiyah bahwa akhlak Nabi Muhammad saw
adalah akhlak al-qur’an. Sementara Nabi menyampaikan bahwa kebangkitannya
menjadi seorang Rasul adalah juga dalam rangka menyempurnkan akhlak manusia.
Pada hakekatnya akhlak yang dibangun oleh Al Quran adalah akhlak yang mendapat
pencerahan berdasar prisip ihsan, yang bagi penyuka istilah tasawuf disebut
akhlak tasawuf.
TINJAUAN UMUM
TENTANG AKHLAK BAIK DAN AKHLAK BURUK
Hasan Bashri
meringkas mengenai akhlak baik dengan beberapa kalimat yang tepat dan ungkapan
yang ringkas serta mengagumkan, beliau berkata : “Akhlak baik itu adalah wajah
yang berseri-seri, dermawan dan menahan dari menyakiti orang lain”.
Imam Ali bin Abi
Thalib berkata mengenai akhlak dengan ungkapan yang mengagumkan serta tepat.
Beliau meringkas akhlak yang baik itu dalam tiga perkara yaitu : “Menjauhi
perkara-perkara yang diharamkan, melaksanakan yang halal dan bertanggung jawab
kepada keluarga”.
Pujian Allah yang
paling agung kepada Rasul-Nya adalah akhlak yang baik, Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya
engkau (diciptakan) atas perangai yang besar” (Al-Qalam : 4)
Kebaikan itu
semuanya tercakup dalam akhlak yang baik, karena orang yang memiliki akhlak
baik senantiasa bersegera kepada perbuatan yang baik dan menjauhi dari
perbuatan yang jelek. Di dunia ia akan memperoleh kebahagiaan dan di akhirat ia
akan memperoleh keuntungan yang besar jika orang itu beriman.
Islam akan
memberikan pahala kepada yang memiliki akhlak baik dan membalasnya dengan
balasan yang baik. Berhias diri dengan akhlak baik dan ketakwaan akan memasukan
ke surga, karena ketakwaan itu akan memberikan kemaslahatan antara hamba dan
Rabnya, sedangkan akhlak baik akan memberikan kemaslahatan antara hamba dan
sesama manusia.
Hubungan yang
jelas dan nampak antara iman dan akhlak baik adalah perkara yang menyelamatkan.
Setiap kali manusia berakhlak baik maka pada saat itu ia menyempurnakan
keimananannya. Setiap kali manusia berbuat baik dengan wajah yang berseri-seri,
menahan dari menyakiti orang-orang serta mencurahkan kebaikan terhadap mereka.
Hal itu merupakan keutamaan dan derajat yang paling tinggi dihadapan Rabnya.
Dalam
hadits-haditsnya Rasulallah saw menganjurkan berakhlak baik dan mengancam dari
akhlak yang jelek.
Dari Abdullah bin
Amr bin Ash, ia berkata : “Rasulallah itu tidak berbuat fahsya dan tidak
mutafahhisy, dan beliau bersabda : ‘sesungguhnya orang yang terpilih diantara
kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya”.
Fahsya adalah
sesuatu yang keluar dari batasnya sehingga menjadi jelek. Fahsya itu berlaku
bagi ucapan dan shifat.
Mutafahhisy
adalah orang yang sering berbuat fahsya, sengaja melakukannya serta menjadi
kebiasaannya.
Dari Abu
Hurairoh, ia berkata : “Rasulallah saw pernah ditanya tentang sesuatu yang
paling banyak memasukan manusia ke surga, beliau menjawab : ‘takwa kepada
Alllah dan akhlak baik’. Dan Rasul juga ditanya tentang sesuatu yang paling
banyak memasukan manusia ke neraka, beliau menjawab : ‘mulut dan kemaluan
(farji)’”.
Dari Abu Darda,
ia berkata : “sesungguhnya Nabi saw pernah bersabda : ‘Tidak ada sesuatu yang
paling berat timbangan bagi orang mu’min pada hari kiamat daripada akhlak baik,
dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berperangai jahat lagi
berllidah kotor”.
Tirmidzi
meriwayatkan pada riwayat Abu Darda dari Nabi saw, beliau bersabda :
“Sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang shaum
dan shalat”.
Akhlak baik itu
memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi, yaitu derajat orang yang
shaum, orang yang shalat. Dari Aisyah, ia berkata, aku mendengar Rasulallah saw
bersabda : “Sesungguhnya orang mu’min akan memperoleh derajat orang yang shuam
dan orang yang shalat dengan akhlak baik”.
Akhlak baik itu
memiliki beberapa tahapan, Nabi yang mulia menetapkan tahapan-tahapan tersebut,
pertamakali dimulai dengan takwa kepada Allah di setiap tempat dan waktu, ia
memulai kebaikan di belakang kejelekan yang ia lakukan, mengganti kejelekan
dengan kebaikan. Dan diantara hal itu adalah seseorang bergaul dengan
orang-orang dengan akhlak yang baik.
Dari Abu Dzar, ia
berkata, Rasulallah saw bersabda kepadaku : “Bertakwalah kamu dimanapun kamu
berada, iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan
menghapus kejelekan, dan pergaulilah orang-orang dengan akhlak yang baik”.
Rasulallah saw
senantiasa berdoa kepada Rabnya agar Ia memperbaiki Akhlaknya sebagaimana Ia
memperbaiki ciptaannya. Dari Aisyah, ia berkata : “Rasulallah saw berdo’a : ‘Ya
Allah sebagaimana engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah jugalah
akhlakku”.
Dari Abu
Tsa’labah al-Khusyani, ia berkata, Rasulallah saw besabda : “Sesungguhnya yang
paling aku cintai dan paling mendekatkanku pada hari kiamat diantara kalian
adalah yang paling baik akhlaknya. Sesungguhnya yang paling aku benci dan yang
paling menjauhkanku pada hari kiamat diantara kalian adalah yang paling jelek
akhlaknya, yang suka berteriak-teriak, orang yang sombong dan orang yang
melebarkan mulutnya”
Tsartsar adalah
banyak berbicara secara dipaksa. Mutasyaddiq adalah berbicara dengan selebar
sudut mulutnya, karena ia memenuhi mulutnya dengan ucapan, memperluas mulutnya
untuk menampakan kefasihan dan keutamaannya dan merasa lebih tinggi dari yang
lainnya. Maka Nabi menafsirkan bahwa mutasyaddiq itu adalah sombong.
A. Pengertian
Akhlak, Baik dan Buruk
1. Pengertian
Akhlak
a. Secara
Bahasa
Luis Ma’luf (1986
: 194), Abuddin Nata (2002 : 1) dan Sofyan Sauri (2008 : 136) menjelaskan bahwa
Akhlak adalah bentuk jama dari khuluq, yang bermakna al-sajiyah (perangai),
ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman),
al-muru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007 : 20) akhlak bermakna budi pekerti.
Berdasarkan
pendapat para ahli diatas, dapat kita simpulkan bahwa akhlak secara bahasa
adalah perangai, kelakuan, tabiat, watak dasar, kebiasaan, kelaziman, peradaban
yang baik, agama, dan budi pekerti yang baik.
b. Secara
Istilah
Abuddin Nata
(2002:3-5) mencatat berbagai pengertian tentang akhlak secara istilah menurut
para ulama, yaitu :
1. Menurut
Ibnu Miskawaih
حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر و لا رؤية
Sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukat perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Menurut
Imam Ghozali
عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الأفعال بسهولة و يسر من غير
حاجة إلى فكر و رؤية
Sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Pengertian
tersebut dicatat pula oleh Imam al-Jurjani dalam kitabnya at-Ta’rifat (2001 :
100)
3. Menurut
Ibrahim Anis
حال للنفس راسخة تصدر عنها الأعمال من خير أو شر من غير حاجة إلى فكر
و رؤية
Sifat yang
tertanam didalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan.baik dan
buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
4. Menurut
Abdul Hamid
صفات الإنسان الأدبية
Sifat-sifat
manusia yang terdidik.
Dari perngertian
para ulama di atas, dapat kita gambarkan bahwa akhlak setidaknya memiliki lima
karakteristik yaitu :
٭ Tertanam kuat di dalam jiwa seseorang
٭ Akhlak di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran
٭ Akhlak timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa
ada paksaan dan tekanan dari luar
٭ Akhlak dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau
karena bersandiwara
٭ Akhlak dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena
ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.
2. Pengertian
Baik dan Buruk
Abuddin Nata
(2002:102-103) menggambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan,
dan menyukai manusia. Sedangkan buruk adalah sesuatu yang tidak baik, yang
tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, di bawah standar,
kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan,
tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari
baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang
berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai
sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
Dalam konteks
Bahasa Arab, kata Baik setidaknya diistilahkan dengan enam istilah, yaitu :
1. Al-Hasanah
Al-hasanah
sebagaimana di kemukakan oleh Ar-Raghib Al-Asfahani (2008 : 133) adalah suatu
istilah yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang disukai atau di pandang
baik. Selanjutnya beliau membagi hasanah itu kepada tiga bagian, yaitu dari
segi akal, hawa nafsu dan pancaindera. Yang termasuk hasanah misalnya
keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenagan.
2. At-Thoyyibah
Ar- Roghib (2008
: 349) menjelaskan bahwa ath-thoyyibah itu khusus digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang memberi kelezaran kepada panca indra dan jiwa, seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal dan sebagainya.
3. Khairan
Ar-Roghib (2008:
181) juga menjelaskan bahwa khairan itu digunakan untuk menunjukan sesuatu yang
baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala
sesuatu yang bermanfaat.
4. Karimah
Ar-Roghib (2008:
79) menerangkan bahwa Karimah digunakan untuk menunjukan pada perbuatan dan
akhlak yang terpuji yang ditampakan dalam kenyataan hidup sehari-hari.
5. Mahmudah
Ar-Roghib (2008:
147) mengemukakan bahwa mahmudah digunakan untuk menunjukan suatu yang utama
sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah swt.
6. Al-birr
Ar-Roghib (2008:
50) juga menjelaskan bahwa Al-birr digunakan untuk menunjukan pada upaya
memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut
terkadang digunakan sebagai sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah
memberikan balasan pahala yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka
yang dimaksud adalah ketaatannya.
No comments:
Post a Comment