1

loading...

Sunday, October 21, 2018

MATERI UAS AKHLAK TASAWUF

MATERI UAS AKHLAK TASAWUF


A. Arti dan Pengertian Akhlak
Ibnu Maskawaih mengidentikkan antara akhlak dan karekter, keduanya adalah merupakan keadaan jiwa, demikian juga Imam Ghazali mengibaratkan akhlak sebagai gerak jiwa seseorang serta gambaran batinnya. Dari kedua pengertian yang diberikan oleh kedua pakar ilmu akhlak ini bahwa akhlak sebagai suatu aktifitas yang muncul dari dorongan jiwa dan gerak batin seseorang sehingga baik dan buruk karakter, kepribadian, sikap dan tingkah laku seseorang yang telah menjadi tabiat sehari-hari yang dikerjakan dengan kesadaran dan tanpa pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu berkait erat dengan jiwa dan batin seseorang, sehingga jelaslah bahwa akhlak merupakan bagian penting didalam ajaran agama, karena itu wajar kalau justru fungsi keseluruhan Nabi (pembawa agama) adalah untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana peringatan beliau:
Sesungguhnya Allah mengutus saya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan memperbaiki perbuatan yang baik.[1]
            Karena keduanya (akhlak dan agama Islam) keduanya membahas dan mengupayakan bagaimana jiwa seseorang menjadi baik dan sempurna dengan membuahkan suatu pola piker, sikap dan tingkah laku (shaleh), dengan keharmonisan dan keselarasan yang sempurna tanpa adanya kamoplase penipuan, kemunafikan disharmonisasinya antara batin dan jiwa, dengan prilaku, misalnya hatinya baik perilakunya jelek, atau sebaliknya perilakunya baik tetapi keluar dari jiwa dan niatan batin yang jelek, baik karena kebodohan maupun karena kejelekan jiwa. Sehingga akhlak terkait erat dengan keimanan yang sama-sama berpangkal didalam hati seseorang bahkan menurut Nabi Muhammad orang yang terbaik keimanannya adalah orang yang baik akhlaknya (ketinggian budi pekerti yang muncul dari gerakan jiwa yang suci).
Seperti pernyataan Nabi :
Sempurna-sempurnanya iman seorang mukmin adalah yang terbaik akhlaknya.(HR. Tirmidzi). [2]
            Dalam bahasa agama (Islam) kata yang orang menyebut budi pekerti , perilaku, karakter dll, itu didalam islam diambil dari bahasa arab :
Yang kesemuanya berarti menciptakan, pencipta, ciptaan dan akhlak perilaku (untuk mencipta atau buah dari ciptaan). Sehingga dalam islalm yang disebut dengan akhlak tidak hanya mempunyai sasaran antara manusia dengan manusia, tetapi yang dimaksud akhlak mempunyai sasaran yang sangat luas, akhlak antara manusia dengan manusia, manusia dengan Al-Khaliq dan manusia dengan sesama makhluk selain manusia, termasuk binatang, tumbuhan dan lingkungannya.
B. Arti dan Pengertian Tasawuf
Tasawuf (sufi) adalah suatu kata istilah atau nama yang muncul jauh dari masa Nabi (2 abad) setelah Nabi, yang pertama kali dimunculkan oleh seorang zahid Abu Hasyim Al-Kufi (wafat 150 H),[3]  untuk suatu kelompok orang Islam yang mengkonsentrasikan dirinya pada kehidupan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dengan berbagai cara dan upaya.
            Kata tasawuf berasal dari kata shuffah, yang menurut etimologi dengan pendekatan historis berasal dari kata ahli. Shuffah ialah orang-orang yang ikut pindah atau hijrah dengan Nabi dari Mekkah ke Madinah, dan karena hartanya ditinggalkan, mereka berada dalam kehidupan miskin dan tak mempunyai apa-apa.[4]  Mereka tinggal di masjid Nabi dengan selalu memakai pelana kuda”suffah” sebagai bantalnya sehingga disebut “Ahli Shuffah” adalah kelompok kaum muslimin yang miskin tetapi mereka berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan, miskin tetapi berhati baik dan mulia, itulah sifat-sifat ahli shuffah yang dijadikan contoh orang sufi dikemudian hari . Ada juga yang mengatakan tasawuf atau sufi berasal dari kata shuf “           “yang berarti kain wool, karena para sahabat Nabi yang tinggal di masjid Nabi dan hanya mementingkan kehidupan kerohanian itu selalu mengenakan baju wol  kasar sebagai lambang kesederhanaan pada saat itu. Dan masih banyak lagi yang mencoba mengkait-kaitkan asal kata dan istilah tasawuf itu, tetapi yang jelas tasawuf berarti pokok hidup kerohanian Islam dan syari’at batin dalam ajaran Islam.
            Pada masa Nabilah mula pertama timbulnya embrio munculnya sufi sebagai suatu aliran keagamaan yang digambarkan dengan adanya kelompok ahlli shuffah di Masjid Nabi, yang mendapat restu dari Nabi bahkan Nabi sendiri dan hamper semua sahabaat dekat Nabi memberikan contoh-contoh kehidupan kerohanian yang sangat tinggi, berpola hidup sederhana atau bahkan miskin dan senantiasa memperbanyak ibadah dan muraqabah serta mujahadah-mujahadah yang sangat serius, dengan shalat, dzikir dan membaca Al-qur’an serta berpuasa disamping tidak pernah dari semangat jihad dan dakwah.
C. Keterikatan Antara Akhlak dan Tasawuf
Antara akhlak dan tasawuf adalah bagaikan api dengan asapnya yang masing-
masing tidak dapat berdiri sendiri, keduanya mempunyai obyek kajian hati dan jiwa seseorang. Bahkan Al-Ghozali memberikan pengertian tentang bentuk ilmu akhlak sebagai ilmu sifat haati dan ilmu rahasia hubungan keagamaan yang kemudian menjadi pedoman untuk akhlaknya orang-orang baik. Al-Ghozali lebih menitik beratkan masalah hlak itu untuk pedoman orang-orang sholeh (ahli thariqat) dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran syari’at Islam, seperti yang digariskan oleh para fuqaha, sehingga ilmu tersebut lebih popular di kalangan umat Islam menjadi ilmu tasawuf. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa akhlaknya orang mukmin itu adalah tasawuf, suatu etika yang terkonsentrasikan pada Allah semata dengan keterlibatan hati dan jiwa secara utuh.
            Akhlak tasawuf atau akhlak dan tasawuf ini timbul pada diri seseorang karena kesadaran dan keterpanggilan jiwa, yang mungkin terjadi sebagai reaksi banyak hal :
mungkin karena membaca dan melagukan Al-qur’an, mungkin dari tafakur, semedi dan membaca beberapa Hadits, atau mencontoh perbuatan sahabat-sahabat utama dan pengaruh keadaan sekeliling. Waktu permulaan timbulnya tasawuf  belumlah menjadi suatu ilmu yang teratur atau filsafat yang sistimatik, sebelum abad ketiga nama tasawuf belumlah dikenal, barulah yang dikenal istilah suhud atau abid atau fakir atau nasik.
D.Kedudukan Akhlak Tasawuf Dalam Agama Islam
Secara garis besar Agama Islam terdiri dari tiga dimensi ajaran, yaitu : iman, Islam, ihsan. Sebagaimana hadits dari Umar bin Khattab tentang peristiwa dialog yang terjadi antara Nabi dengan Jibril yang menyamar sebagai seorang manusia yang datang kala Nabi sedang mengajar para sahabat dan bertanya tentang Iman, Islam dan Ihsan, maka Nabi Menjawab tentang ihsan :Ihsan adalah jika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak mampu melihat Allah maka sesungguhnya Allah melihatMu. (HR. Bukhari – Muslim). [5]
            Ihsan berarti ma’rifat kepada Allah, menyaksikan keberadaan Allah di dalam setiap keadaan dengan pandangan yang yakin, dengan pengetahuan yang yakin dan hakikat kenyakinan. Allah memerintahkan agar manusia mendapatkan kenyakinan yang benar dengan jalan senantiasa beribadah kepada Allah:
“Dan beribadahlah engkau sehingga dating kepada keyakinan”. (QS. 15: 99).Dan orang yang faham akan keberadaan dirinya dan keberadaan Tuhannya, maka dia akan memiliki akhlak yang baik kepada dirinya dan kepada Tuhannya. Keberadaan dan kedudukan tasawuf dalam ajaran Islam  sama dengan keberadaan ihsan dalam tiga dimensi bangunana agama islam atau setidak-tidaknya merupakan ilmu pendukung kea rah keberhasilan memiliki kwalitas keihsanan seseorang dalam ajaran agama islam.Agar dapat memiliki iman yang benar maka seseorang harus mempelajari ilmu aqidah atau tauhid, dan agar seseorang dapat melaksanakan ajaran islam yang benar maka seseorang harus mempelajari syari’at secara baik dan jika seseorang ingin menjadi seorang muhsin (berperilaku ihsan) maka seseorang harus memasuki dan belajar tasawuf, karena tasawuf adalah ilmu dan amaliyah dalam upaya ma’rifat kepada Allah dengan senantiasa menjaga akhlak kepada Allah yang sebaik-baiknya. Dan ketiga unsure serta dimensi agama Islam itulah yang disebut Islam itu sendiri, tidak dapat dipisah-pisahkan.
Oleh karena ajaran islam memiliki dasar pokok yang berupa al-Quran dan al-Hadits, maka dengan sendirinya Akhlak Tasawuf yang menjadi bagian dari hasil pemahaman terhadap ajaran Islam itupun sumber juga harus dari Al quran dan Al hadits. Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak. Pelaksanaan dari akhlak tasawuf ini, tidak terlepas dari adanya sumber dalil naqli yang mendasarinya, yaitu al quran dan al- hadist karena keduanya tersebut merupakan sumber hukum islam dan pedoman bagi umat islam.
 Berikut ini akan dipaparkan sumber dari al quran dan al hadist yang menjelaskan akhlak tasawuf 1. Sumber dari al-qur’an Al quran ini menjadi sumber pertama dan utama dari akhlak tasawuf. a. Akhlak Kata yang berkaitan dengan akhlak dalam al quran diantaranya sebagai berikut: QS. Asyu’ara’ ayat 137 yang Artinya: (agama Kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu. QS. Al Qalam ayat 4 yang Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Dua ayat tersebut , jika dilihat dari asal kata dan muatan kata, dapat dijadikan dasar atau acuan untuk membuktikan istilah akhlaq memang terdapat dalam al quran. Namun apabila dilihat dari konteks ayat, terdapat perbedaan objek kajian akhlaq di dalamnya. Dalam surat Asyu’ara’ ayat 137, istilah akhlak diartikan sebagai “adat kebiasaan buruk” dari seorang umat nabi Hud, sedangkan istilah akhlak yang termuat dalam Al qolam ayat 4 adalah akhlaq dalam konteks ”budi pekerti yang agung atau luhur” dari sosok nabi Muhammad. Berdasarkan keterangan tersebut maka akhlaq yang dijelaskan dalam al quran mencakup akhlaq yang baik dan buruk. b. Tasawuf Istilah tasawuf secara eksplisit kebahasaan tidak pernah disebut dalam alquran, sehingga sebagian besar ulama’ tasawuf sepakat bahwa masalah tasawuf tersebut secara implisit dan termuat dalam istilah “zuhud”. Sementara itu istilah zuhud yang berarti orang yang tidak merasa tertarik terhadap sesuatu, hanya terdapat satu kali ditulis dalam al quran yaitu dalam surat yusuf ayat 20 Artinya: Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, Yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dari cara penelusuran ayat seperti diatas, maka banyak konsep dalam ajaran tasawuf yang dicarikan hubungan ayatnya dalam al-Qur’an, seperti yang dikutipkan dari beberapa kata kunci mengenai maqam (terminal rohani) anatara lain kata-kata kunci : taubat. Sabar, zuhud, tawakkal, mahabbah, ma’rifah, ridla, dan sebagainya. Kata kunci “taubat” antara lain didasarkan pada surat Al Baqoroh ayat 222 Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Kata kunci “sabar’ antara lain didasarkan pada surat Al mu’minun ayat 55 yang Artinya: Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar. Kata kunci “tawakkal” dikaitkan dengan surat ath-tholaq ayat 3 yang Artinya: Dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Kata kunci “mahabbah” dikaitkan antara lain dengan surat Ali imran ayat 31 Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Kata kunci “ma’rifah” dikaitkan antara lain dengan surat Qaf ayat 16 Artinya: Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, Yang terakhir kata kunci “ridla” dikaitkan dengan surat Al maidah ayat 119 Artinya: Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar". Mencermati contoh-contoh ayat diatas, maka dalam peristilahan maqam ada beberapa kata kunci yang dari asal kata-katanya memang dapat dirujukan pada Al quran.
2. Sumber dari Al hadits Sumber hukum ini berarti merujuk terhadap sunnah Nabi yang disebut dengan Al hadits. Dalam kedudukannya sebagai sumber, Al Hadits atau As Sunnah mendapat tempat sesudah Al Quran, hal ini sesuai dengan bunyi hadits: قد تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه (رواه مالك) Artinya: Aku tinggalkan padamu dua pedoman, sekali-kali kamu tidak akan sesat sesudahnya selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik). Berikut adalah uraian sumber-sumber dari Al Hadits yang berkaitan dengan Akhlak Tasawuf. a. Akhlak Istilah Akhlak yang dikaitkan dengan Al Hadits memang ada dasarnya. Di sini akan dikutipkan beberapa hadits yang secara eksplisit menyinggung isltilah akhlak tersebut sebagai berikut: Nabi bersabda : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق Artinya: bahwasanya aku bangkitkan (utus) adalah untuk menyempurnakan keluhuran Akhlak. (HR. Baihaqy) Hadits lain menyebutkan: أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلق Artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya. (HR. Tirmidzi) Pada pesan yang dimuat oleh kedua hadits di atas adalah searah, yaitu bahwa masalah akhlak sangat dipentingkan berkaitan dengan masalah kerisalahan (utusan) Nabi Muhammad SAW dan juga berkaitan dengan masalah keimanan (keyakinan teguh bagi seluruh umat islam). b. Tasawuf Berkaitan dengan sumber dari Al Hadits mengenai tasawuf, semua ulama tasawuf hampir sepakat mengatakan bahwa istilah tasawuf belum pernah dikenal dalam hadits-hadits Rasulullah Muhammad SAW. Justru yang diperkenalakan oleh Rasulullah SAW adalah istilah ihsan. Salah satu hadits yang berbicara tentang ihsan menyatakan sebagai berikut: قال: يا رسول الله ما الإحسان؟ قال: أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك (رواه مسلم) Artinya: (tamu Rasulullah) berkata: Wahai Rasulullah, apakah yang disebut ihsan? Nabi menjawab: Hendaknya kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika kamu tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa sesungguhnya Dia melihat kamu (HR. Muslim) Jika direnungkan secara mendalam, sebenarnya ajaran ihsan ini sudah sangat mendalam. Disini sudah ditekankan adanya unsur kesadaran dan penghayatan ketuhanan. Allah SWT seolah-olah sebagai pengontrol pada perilaku manusia sekaligus sangat dekat dengan manusia dalam kehidupanya. Al-Qur’an memang layak menjadi sumber ajaran tasawuf karena muatan alQur’an pada hakikatnya adalah dunia akhlak. Bahkan ada sebutan yang dinyatakan oleh Siti Aisyiyah bahwa akhlak Nabi Muhammad saw adalah akhlak al-qur’an. Sementara Nabi menyampaikan bahwa kebangkitannya menjadi seorang Rasul adalah juga dalam rangka menyempurnkan akhlak manusia. Pada hakekatnya akhlak yang dibangun oleh Al Quran adalah akhlak yang mendapat pencerahan berdasar prisip ihsan, yang bagi penyuka istilah tasawuf disebut akhlak tasawuf.
TINJAUAN UMUM TENTANG AKHLAK BAIK DAN AKHLAK BURUK
Hasan Bashri meringkas mengenai akhlak baik dengan beberapa kalimat yang tepat dan ungkapan yang ringkas serta mengagumkan, beliau berkata : “Akhlak baik itu adalah wajah yang berseri-seri, dermawan dan menahan dari menyakiti orang lain”.
Imam Ali bin Abi Thalib berkata mengenai akhlak dengan ungkapan yang mengagumkan serta tepat. Beliau meringkas akhlak yang baik itu dalam tiga perkara yaitu : “Menjauhi perkara-perkara yang diharamkan, melaksanakan yang halal dan bertanggung jawab kepada keluarga”.
Pujian Allah yang paling agung kepada Rasul-Nya adalah akhlak yang baik, Allah berfirman :
“Dan sesungguhnya engkau (diciptakan) atas perangai yang besar” (Al-Qalam : 4)
Kebaikan itu semuanya tercakup dalam akhlak yang baik, karena orang yang memiliki akhlak baik senantiasa bersegera kepada perbuatan yang baik dan menjauhi dari perbuatan yang jelek. Di dunia ia akan memperoleh kebahagiaan dan di akhirat ia akan memperoleh keuntungan yang besar jika orang itu beriman.
Islam akan memberikan pahala kepada yang memiliki akhlak baik dan membalasnya dengan balasan yang baik. Berhias diri dengan akhlak baik dan ketakwaan akan memasukan ke surga, karena ketakwaan itu akan memberikan kemaslahatan antara hamba dan Rabnya, sedangkan akhlak baik akan memberikan kemaslahatan antara hamba dan sesama manusia.
Hubungan yang jelas dan nampak antara iman dan akhlak baik adalah perkara yang menyelamatkan. Setiap kali manusia berakhlak baik maka pada saat itu ia menyempurnakan keimananannya. Setiap kali manusia berbuat baik dengan wajah yang berseri-seri, menahan dari menyakiti orang-orang serta mencurahkan kebaikan terhadap mereka. Hal itu merupakan keutamaan dan derajat yang paling tinggi dihadapan Rabnya.
Dalam hadits-haditsnya Rasulallah saw menganjurkan berakhlak baik dan mengancam dari akhlak yang jelek.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata : “Rasulallah itu tidak berbuat fahsya dan tidak mutafahhisy, dan beliau bersabda : ‘sesungguhnya orang yang terpilih diantara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya”.
Fahsya adalah sesuatu yang keluar dari batasnya sehingga menjadi jelek. Fahsya itu berlaku bagi ucapan dan shifat.
Mutafahhisy adalah orang yang sering berbuat fahsya, sengaja melakukannya serta menjadi kebiasaannya.
Dari Abu Hurairoh, ia berkata : “Rasulallah saw pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukan manusia ke surga, beliau menjawab : ‘takwa kepada Alllah dan akhlak baik’. Dan Rasul juga ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukan manusia ke neraka, beliau menjawab : ‘mulut dan kemaluan (farji)’”.
Dari Abu Darda, ia berkata : “sesungguhnya Nabi saw pernah bersabda : ‘Tidak ada sesuatu yang paling berat timbangan bagi orang mu’min pada hari kiamat daripada akhlak baik, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berperangai jahat lagi berllidah kotor”.
Tirmidzi meriwayatkan pada riwayat Abu Darda dari Nabi saw, beliau bersabda : “Sesungguhnya orang yang berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang shaum dan shalat”.
Akhlak baik itu memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi, yaitu derajat orang yang shaum, orang yang shalat. Dari Aisyah, ia berkata, aku mendengar Rasulallah saw bersabda : “Sesungguhnya orang mu’min akan memperoleh derajat orang yang shuam dan orang yang shalat dengan akhlak baik”.
Akhlak baik itu memiliki beberapa tahapan, Nabi yang mulia menetapkan tahapan-tahapan tersebut, pertamakali dimulai dengan takwa kepada Allah di setiap tempat dan waktu, ia memulai kebaikan di belakang kejelekan yang ia lakukan, mengganti kejelekan dengan kebaikan. Dan diantara hal itu adalah seseorang bergaul dengan orang-orang dengan akhlak yang baik.
Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulallah saw bersabda kepadaku : “Bertakwalah kamu dimanapun kamu berada, iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, maka kebaikan itu akan menghapus kejelekan, dan pergaulilah orang-orang dengan akhlak yang baik”.
Rasulallah saw senantiasa berdoa kepada Rabnya agar Ia memperbaiki Akhlaknya sebagaimana Ia memperbaiki ciptaannya. Dari Aisyah, ia berkata : “Rasulallah saw berdo’a : ‘Ya Allah sebagaimana engkau telah memperindah kejadianku, maka perindah jugalah akhlakku”.
Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani, ia berkata, Rasulallah saw besabda : “Sesungguhnya yang paling aku cintai dan paling mendekatkanku pada hari kiamat diantara kalian adalah yang paling baik akhlaknya. Sesungguhnya yang paling aku benci dan yang paling menjauhkanku pada hari kiamat diantara kalian adalah yang paling jelek akhlaknya, yang suka berteriak-teriak, orang yang sombong dan orang yang melebarkan mulutnya”
Tsartsar adalah banyak berbicara secara dipaksa. Mutasyaddiq adalah berbicara dengan selebar sudut mulutnya, karena ia memenuhi mulutnya dengan ucapan, memperluas mulutnya untuk menampakan kefasihan dan keutamaannya dan merasa lebih tinggi dari yang lainnya. Maka Nabi menafsirkan bahwa mutasyaddiq itu adalah sombong.

A. Pengertian Akhlak, Baik dan Buruk
1. Pengertian Akhlak
a. Secara Bahasa
Luis Ma’luf (1986 : 194), Abuddin Nata (2002 : 1) dan Sofyan Sauri (2008 : 136) menjelaskan bahwa Akhlak adalah bentuk jama dari khuluq, yang bermakna al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-muru’ah (peradaban yang baik) dan al-din (agama). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007 : 20) akhlak bermakna budi pekerti.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat kita simpulkan bahwa akhlak secara bahasa adalah perangai, kelakuan, tabiat, watak dasar, kebiasaan, kelaziman, peradaban yang baik, agama, dan budi pekerti yang baik.
b. Secara Istilah
Abuddin Nata (2002:3-5) mencatat berbagai pengertian tentang akhlak secara istilah menurut para ulama, yaitu :
1. Menurut Ibnu Miskawaih
حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من غير فكر و لا رؤية
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukat perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Menurut Imam Ghozali
عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الأفعال بسهولة و يسر من غير حاجة إلى فكر و رؤية
Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Pengertian tersebut dicatat pula oleh Imam al-Jurjani dalam kitabnya at-Ta’rifat (2001 : 100)
3. Menurut Ibrahim Anis
حال للنفس راسخة تصدر عنها الأعمال من خير أو شر من غير حاجة إلى فكر و رؤية
Sifat yang tertanam didalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan.baik dan buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
4. Menurut Abdul Hamid
صفات الإنسان الأدبية
Sifat-sifat manusia yang terdidik.
Dari perngertian para ulama di atas, dapat kita gambarkan bahwa akhlak setidaknya memiliki lima karakteristik yaitu :
٭ Tertanam kuat di dalam jiwa seseorang
٭ Akhlak di lakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran
٭ Akhlak timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan dan tekanan dari luar
٭ Akhlak dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara
٭ Akhlak dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian.
2. Pengertian Baik dan Buruk
Abuddin Nata (2002:102-103) menggambarkan bahwa yang disebut baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan, dan menyukai manusia. Sedangkan buruk adalah sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang seharusnya, tidak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tidak mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia.
Dalam konteks Bahasa Arab, kata Baik setidaknya diistilahkan dengan enam istilah, yaitu :
1. Al-Hasanah
Al-hasanah sebagaimana di kemukakan oleh Ar-Raghib Al-Asfahani (2008 : 133) adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang disukai atau di pandang baik. Selanjutnya beliau membagi hasanah itu kepada tiga bagian, yaitu dari segi akal, hawa nafsu dan pancaindera. Yang termasuk hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki dan kemenagan.
2. At-Thoyyibah             
Ar- Roghib (2008 : 349) menjelaskan bahwa ath-thoyyibah itu khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang memberi kelezaran kepada panca indra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya.
3. Khairan
Ar-Roghib (2008: 181) juga menjelaskan bahwa khairan itu digunakan untuk menunjukan sesuatu yang baik oleh seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang bermanfaat.
4. Karimah
Ar-Roghib (2008: 79) menerangkan bahwa Karimah digunakan untuk menunjukan pada perbuatan dan akhlak yang terpuji yang ditampakan dalam kenyataan hidup sehari-hari.
5. Mahmudah
Ar-Roghib (2008: 147) mengemukakan bahwa mahmudah digunakan untuk menunjukan suatu yang utama sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah swt.
6. Al-birr
Ar-Roghib (2008: 50) juga menjelaskan bahwa Al-birr digunakan untuk menunjukan pada upaya memperluas atau memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut terkadang digunakan sebagai sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya.

No comments:

Post a Comment