MAKALAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN "TEORI-TEORI PERMULAA"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tokoh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan di
Switzerland, tetapi sebagian besarhidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia
menjadi filfus terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak
romantisisme, yaitu suatu gerakan dimana para seniman dan para penulis
menekankan tema-tema sentimental, kealamiahan/ Kewajaran, dan kemurnian. (betri buat footnot hal:41
Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara
lain berisi gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang bersasal dari Sang
Pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan
manusia”. Pendidikan Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam
arti: 1) pendidikan yang mengembangkan kemampuan alami atau bakat / pembawaan
anak, 2) pendidikan yang berlangsung dalam alam, 3) pendidikan negatif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori romantic naturalism (JJ. Rousseau)
2. Apa itu teori-teori perkembangan
3. Apa itu tahapan-tahapan perkembangan
C. Tujuan Penulis
1. Mengetahui apa itu teori romantic naturalism (JJ. Rousseau)
2. Mengetahui apa itu teori-teori perkembangan
3. Mengetahui apa itu tahapan-tahapan perkembangan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Romantic Naturalism (JJ Rousseau)
Tokoh Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan di Switzerland,
tetapi sebagian besarhidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia menjadi filfus
terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak romantisisme, yaitu suatu
gerakan dimana para seniman dan para penulis menekankan tema-tema sentimental,
kealamiahan/ Kewajaran, dan kemurnian.[1]
Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara
lain berisi gagasan sebagai berikut: “Segala sesuatu yang bersasal dari Sang
Pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia”.
Pendidikan Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: 1)
pendidikan yang mengembangkan kemampuan alami atau bakat / pembawaan anak, 2)
pendidikan yang berlangsung dalam alam, 3) pendidikan negatif.
Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada
pandangan Descartes bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan
ide yang berkembang secara alamiah dengan usianya. Pengetahuan itu diperoleh
secara bertahap melalui interaksi dengan lingkungannya yang diarahkan oleh
minat dan perkembangannya sendiri. Pengetahuan bawaan anak meliputi hal-hal
seperti prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran, dan yang berada diatas semuanya
yaitu rasa kesadaran. Rousseau memandang bahwa anak pada dasarnya adalah baik
karena Tuhan membuat segala sesuatu baik.
(krogh, 1994: 15).
Sesuai dengan pandangan diatas, maka pendekatan untuk mendidik anak
bukan dengan mengajar anak dengan secara formal atau melalui pelajaran
langsung, akan tetapi dengan memberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman
positif, diberi kebebasan dan mengikuti minat-minatspontannya. (krog, 1999:15).
Dalam biografinya Emile, Rousseau menyarankan bahwa untuk mendidik
Emile paling sedikit harus mengandung 3 gagasan yang saat ini didukung oleh
beberapa ahli pendidikan. Pertama, anak-anak
dapat didorong untuk mempelajari disiplin ilmu (body of knowledge) hanya apabila
mereka telah memiliki kesiapan kognitif untuk mempelajarinya. Kedua,
anak-anak belajar sebaik mungkin apabila mereka didorong secara mudah kepada
informasi atau gagasan dan dilibatkan untuk memperoleh suatu pemahaman tentang
dirinya melalui proses.
penemuan oleh dirinya sendiri. Ketiga, perawatan dan pendidikan
anak harus membantu perkembangan secara permisif dari pada menggunakan jenis
interaksi yang mengandung disiplin kaku, karena disiplin kaku tidak sesuai
dengan pandangan yang lebih romantis tentang anak.
Sesuai dengan pandangannya bahwa anak dilahirkan membawa bakat yang
baik, maka pendidikan adalah pengembangan bakat anak secara maksimal melaui pembiasaan,
latihan, interaksi dengan alam, permainan, partisipasi dalam kehidupan, serta
penyediaan kesempatan belajar dan belajar selaras dengan tahap-tahap
perkembangan anak.
B.
Teori-teori
Perkembangan
1.
Teori
Behavioristik
Watson, Thorndike, dan
Skinner adalah ahli behaviorisme yang terkenal. Skinner identik dengan teori
stimulus-respon dan operant conditioning. Unsur-unsurnya meliputi
bantuan dan hukuman. Kalau dalam classical conditioning, seorang
anak diberikan stimulus dan suatu penghargaan dan mengharapkan penghargaan
kapan saja stimulus diperkenalkan.
Kalau dalam operant
conditioning perilaku sudah mendahului penguatan tersebut. Seperti
percobaan pada tikus dan pedal dalam skinner box yang sudah
kita pelajari sebelumnya. Jika seorang anak melengkapi suatu tugas dan
memperlihatkan perilaku yang diinginkan, guru dapat menguatkan perilaku
tersebut dengan memberi pujian,dsb. Penguatan negatif dapat diberikan untuk
melepaskan anak dari tindakan atau situasi yang tidak menyenangkan. Contohnya,
dengan memberikan “time out” pada anak, atau distrap.
Operant conditioning dapat digunakan untuk membentuk suatu perilaku dengan cara
menyediakan bantuan ketika perilaku anak semakin menjauh dari tujuannya.
Membentuk perilaku melibatkan kompunen berikut:
·
Mengarahkan perilaku
yang diinginkan tersebut.
·
Perbaikan dari suatu
dasar terhadap perilaku.
·
Memilih penguatan.
·
Menerapkan sistem
penguatan secara sistematis.
Perilaku negatif dapat
dikurangi dengan sikap orang dewasa yang tidak mendukung atau mengacuhkan
perilaku anak yang tidak baik. Tujuan akhir dari teori ini adalah untuk semakin
meningkatkan perilaku yang diinginkan untuk memberikan penghargaan pada anak,
sehingga guru atau orang tua tidak perlu memberikan penghargaan secara terus
menerus. Teori behavioris lebih terkait bagaimana anak berkembang secara
sosial, emosional, dan intelektual.[2]
2. Teori Maturationis
Teori maturationis
(kematangan) pertama kali ditemukan oleh Hll, Rousseau dan Gessel dimana
ketiganya percaya bahwa anak harus diberi kesempatan berkembang. Menurut
teori ini, pengalaman memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan.
Hal ini dipandang lebih baik dari teori behaviorisme.
Teori maturationis
meyakini bahwa perkembangan fisik, sosial, intelektual, emosional, mengikuti
tahapan perkembangan dari setiap anak yang pada dasarnya berbeda-beda. Mereka
percaya bahwa setiap anak akan mengembangkan potensi mereka apabila mereka
ditempatkan pada suatu lingkungan yang optimal dan perkembangan mereka akan
menjadi lambat apabila lingkungan tidak sesuai.
Teori maturationis
menyatakan bahwa anak-anak akan mempunyai kesukaran disekolah apabila mereka
“salah ditempatkan” dimana anak ditempatkan pada kelas yang memiliki tingkatan
yang berbeda dengan tingkatan perkembangan si anak. Teori ini menekankan
tahapan perkembangan si anak lebih penting dari sekedar penghargaan, hukuman,
dll.
3. Teori Interaksi
Teori interaksi atau
perkembangan ditemukan oleh Piaget. Piaget percaya bahwa anak-anak itu membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan. Anak-anak bukan merupakan
objek penerima pengetahuan yang pasif, melainkan mereka dengan aktif melakukan
pengaturan pengalaman mereka ke dalam struktur mental yang kompleks.
Selanjutnya Piaget
menguraikan tentang pemikiran anak-anak mengenai konsep asimilasi, akomodasi,
dan keseimbangan. Asimilasi terjadi ketika anak melakukan pencocokan informasi
ke kategori yang ada. Jika anak diberikan pengetahuan tentang anjing, contoh
tersebut akan dimasukkan ke kategori yang sudah ada. Jika kemudian diberikan
pengetahuan tentang kucing, maka anak akan meciptakan suatu kategori baru
dimana bukan hanya anjing hewan berbulu yang dapat digendong dan ditimang.
Menciptakan suatu kategori baru adalah bagian dari akomodasi anak yang mana
anak secepatnya menciptakan suatu struktur mental yang berkaitan dengan semua
hewan yang ada.
Keseimbangan adalah
merupakan bagian akhir dari sisa yang mencapai semua informasi dan pengalaman,
yang kapan saja dapat dicocokan ke dalam suatu bagan yang baru diciptakan untuk
hal tersebut. Keseimbangan ini berumur sangat pendek, sebagai suatu informasi
dan pengalaman yang baru yang secara konstan ditemui oleh anak. Keseimbangan
adalah proses dari pergerakan dari keadaan ketidakseimbangan kepada keadaan
seimbang.
Pendukung teori
Piagetian menggolongkan pengetahuan sebagai berikut yaitu perkembangan fisik,
sosial, atau logika-matematika. Istilah yang digunakan dalam literatur untuk
menguraikan kategori ini adalah meta-knowledge. Jika seorang anak memahami
tentang sistem nomor, jumlah, maka ia juga memahami pengetahuan lain yang tidak
bersifat sosial, fisik, atau logika-matematika.
Wadsworth menguraikan
tentang defenisi belajar dalam terminologi para pengikut Piagetian: ada dua
penggunaan. Penggunaan pertama, disebut sebagi makna di dalam pengertian yang
luas, dimana bersinonim dengan kata perkembangan. Penggunaan kedua, adalah
mengenai hal-hal yang lebih dangkal. Hal ini mengacu pada pengadaan informasi
yang spesifik dari lingkungan, yang berasimilasi dalam suatu bagan yang ada.
Bagi teori behavioristik, mengatakan memori dihafal tanpa berpikir. Sedangkan
pada teori Poaget, belajar melibatkan konstruksi dan pengertian.
4. Teori Psikoanalis
Sigmund Freud, bapak
dari teori psikoanalitical, yang menggambarkan perkembangan dan
pertumbuhan anak. Di dalam terminologi dikatakan bahwa anak-anak bergerak
melalui langkah-langkah yang berbeda dengan tujuan untuk mencari kepuasan yang
berasal dari sumber yang berbeda, di mana mereka juga harus berusaha untuk
menyeimbangkan keadaan tersebut dengan harapan orang tua. Mekanisme pertahanan
diri diciptakan untuk tujuan agar dapat berhubungan dengan ketertarikan.
Kebanyakan orang belajar untuk mengendalikan perasan mereka dan juga berusaha
agar dapat diterima di dalam lingkungan sosial serta untuk mengintegrasi diri
mereka.
5. Teori Pengaruh
Berbagai teori yang
berbeda mengemukakan sudut pandang mereka yang berbeda dalam hal
menginterpretasikan pengamatan yang sudah mereka lakukan terhadap anak-anak
ketika mereka tumbuh dan berkembang. Seorang anak akan berkembang secara
menyeluruh. Perkembangan di suatu area pasti memengaruhi perkembangan di area
lain. Sebagai contoh, ketika anak menjadi gesit ia membuka lebih banyak lagi
hal-hal lain dari berbagai kemungkinan untuk melakukan eksplorasi dan belajar
tentang lingkungan. Anak-anak yang merasakan bahwa mereka sedang belajar dengan
sukses atau anak-anak yang merasa yakin tentang kemampuan fisik mereka memiliki
kepercayaan diri yang baik. Anak-anak yang belajar untuk mampu mengendalikan
perilaku mereka yang impulsif dapat berinteraksi dengan orang lain atau
alat-alat permainan dalam waktu yang lebih lama, dimana hal ini juga
berpengaruh terhadap perkembangan intelektual mereka. Perkembangan sosial,
fisk, dan intelektual selalu berkaitan.
6. Teori Kontruktivisme
Semiawan berpendapat
bahwa pendekatan konstruktivisme bertolak dari suatu keyakinan bahwa belajar
adalah membangun pengetahuan itu sendiri, setelah dicernakan kemudian dipahami
dalam diri individu, dan merupakan perbuatan dari dalam diri seseorang.
Pengetahuan itu diciptakan kembali dari dalam diri seseorang melalui
pengalaman, pengamatan, dan pemahamannya.
Vygotsky dikenal
sebagai socialkultural constructivist berpendapat bahwa
pengetahuan tidak diperoleh dengan cara dialihkan dari orang lain, melainkan
merupakan sesuatu yang dibangun dan diciptakan oleh anak. Vygotsky yakin bahwa
belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dipaksa dari luar karena anak
adalah pembelajaran aktif dan memiliki struktur psikologis yang mengendalikan
perilaku belajarnya. Prinsip dari teori Vygotsky adalah bahwa anak melakukan
proses konstruksi membangun berbagai pengetahuannya tidak dapat dipisahkan dari
konteks sosial dimana anak tersebut berada.
Berhubungan dengan
proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep Zone of
Proximal Development (ZPD) sebagai kapasitas potensial belajar anak
yang dapat erwujud melalui bantuan orang dewasa atau orang yang lebih terampil.
Vygotsky mendefenisikan ZPD sebagai jarak antarab level perkembangan aktual
dengan pemecahan masalah secara mandiri dengan level perkembangan potensial
oleh pemecahan masalah dengan bimbingan orang dewasa.
Stuyf mengatakan bahwa
strategi pembelajaran pentahapan memberikan bantuan secara perseorangan
berdasarkan ZPD. Aktifitas-aktifitas yang diberikan dalam pembelajaranscaffolding hanya
melewati tingkatan yang dapat dilalui sendiri. Askep penting dalam
pembelajaran scaffolding adalah bantuan bersifat sementara.
Akhirnya anak dapat menyelesaikan tugas dengan sendirinya tanpa bantuan lagi.
Penerapan teori
konstruktivisme dalam program kegiatan bermain pada anak usia dini haruslah
memperlihatkan hal-hal berikut: anak hendknya memperoleh kesempatan luas dalam
kegiatan pembelajaran, pembelajaran pada anak usia diini hendaknya dikaitkan
dengan tingkat perkembangan potensial daripada perkembangan aktualnya, program
kegiatan bermain lebih diarahkan pada penggunaan strategi, anak diberi
kesempatan luas untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah, dan proses
belajar tidak sekedar transfersal tetapi lebih kepada ko-konstruksi.
C.
Tahapan-tahapan
Perkembangan
1.
Tahapan
Perkembangan Periodisasi
Secara biologis tahapan perkembangan itu didasarkan kepada keadaan
atau proses pertumbuhan tertentu. Salah satu tokoh yang memberikan ulasan
terperinci mengenai tahapan perkembangan ini adalah Aristoteles, ia seorang
filfus, tetapi ia juga sangat memahami tentang tahap-tahap perkembangan,
sehingga ia dapat menjelaskan tahap-tahap perkembangan secara memadai dengan
mengkhususkan pada pembahasan perkembangan anak sejak lahir hingga 20 tahun.
Aristoteles kemudian mengklarifikasikan tahap perkembangan menjadi tiga periode
yang masing-masing periode berlansung selama 7 tahun , dan antara periode yang
satu dan yang lain mengikutinya dibatasi oleh adanya perubahan jasmani yang
dianggapnya penting.[3]
Adapun perubahan jasmani yang dianggapnya penting ialah terjadiny
pertukaran gigi diumur tujuh tahun, dan tumbuhnya tanda-tanda pubertas seperti
perubahan suara, kumis, dan tanda-tanda kelamin sekunder lainnya yang timbul
pada umur 14 tahun. Atau dasar pembagian itu dibagi sebagai berikut:
o
Periode
I: dari, 0,0 – 7,0
tahun (periode anak kecil)
o
Periode
II dari 7,0 – 14,0tahun (periode sekolah)
o
Periode
III dari 14,0 – 21,0 tahun (periode pubertas, masa peralihan usia anak menjadi dewasa)
Selain Aristoteles, ahli lain yang mengemukakan tentang tahab-tahab
perkembangan ini Adalah Kretscmer. (Mudzakir & Sutrisno, 1997). Ia
berpendapat bahwa sejak lahir hingga dewasa individu melewati empat tahapan,
yaitu:
o
Tahap
1 : dari 0,0 sampai kira-kira 3,0
tahun disebut dengan fullungs
(pengisian, periode ini anak kelihatan pendek.
o
Tahap
II : dari kira-kira 3,o tahun sampai kira-kira 7,o tahun; yang disebut dengan streckungs (rentangan, periode ini anak
terlihat langsing, memanjang, dan meninggi.
o
Tahap
III : dari kira-kira 7,o tahun sampai kira-kira 13,o tahun, periode ini adak
terlihat pendek gemuk kembali.
o
Tahab
IV : dari kira-kira 13,o sampai kira-kira 2o tahun, masa ini kelihatan lansing
kembali.
Ahli lain yang memberikan perkembangan dilihat dari periodissi
biologis adalah Elizabeth B. Hurlock, seorang ahli perkembangan kepribadian
dengan karyanya sangat terkenal, personality Development, ditulis pada 1898.
Menurut Hurlock, pentahapan perkembangan individu dibagi kedalam lima tanap,
yaitu:
o
Tahap
I: fase prenatal (sebelum lahir), terhitung
sejak proses kelahiran sampai 9 bulan
o
Tahap
II: infancy (bayi baru lahir, orok,
terhitung sejak lahir sampai usia 1o atau 1 hari.
o
Tahab
III: babyhood (bayi, mulai dari 14 hari sampai 2 tahun.
o
Tahap
IV: Childhood (kanak-kanak), mulai dari 2
tahun sampai masa remaja (puber).
o
Tahap
V: adolesence/puberty, mulai usia 11 atau 13 sampai 21 tahun. Pada tahap ini
terbagi menjadi 3 golongan, yaitu: pre-adolescence, early adolescence, late
adolescence.
Penahapan yang lebih lengkap dilihat dari aspek biologis ini adalah
tahapan perkembangan yang diberikan oleh Sumiati Ahmad Mohammad. Ia membagi
periodisasi biologis perkembangan manusia kedalam tujuh tahap, sebagai berikut:
o
Tahap
I : mulai dari 0-7 tahun, disebut masa bayi
o
Tahap
II : 7-6 tahun, disebut masa prasekolah
o
Tahap
III : 6-10 tahun, disebut masa sekolah
o
Tahap
IV : 10-20 tahun disebut masa pubertas
o
Tahap
V : 20-40tahun, disebut dewasa
o
Tahap
VI : 40-65 tahun, disebut masa setengah umur (praseneum).
o
Tahap
VII : 65 tahun keatas, disebut masa lanjut usia (senium.)
2.
Tahap
Perkembangan periode Didaktis
Dasar didaktis yang digunakan para ahli dapat digolongan kedalam 2
kategori: pertama, apa yang harus
diberikan kepada anak didik pada masa tertentu?. Kedua, bagaimana caranya mengajarkan atau menyajiakan pengalaman
belajar kepada anak didik pada masa-masa tertentu?. Kedua hal ini dilakukan
secara bersmaan.
Para ahli yang memberikan penahapan perkembangan berdasarkan
didaktis atau intruksionil adalah Comenius dan JJ. Rosseeau, Comenius memandang
dari sudut pandang pendidikan , pendidikan yang lengkap bagi seseorang
berlangsung dalam empat jenjang, yaitu:
o
Sekolah
ibu (scola maternal), untuk anak-anak usia o-6 tahun.
o
Sekolah
bahasa ibu (scola pernaculan) , untuk
anak-anak usia 6-12 tahun.
o
Sekolah
latin (scola latin) untuk remaja usia 12-18 tahun.
o
Akadem
(akademica), untuk pemuda-pemudi usia 18-2 tahun.
Pada setiap jenjang sekolah tersebut diberikan bahan pengajaran,
bahan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak didik, dan haru digunakan
metode yang sesuai dengan pekembanganya.
Adapun periodisasi perkembangan menurut Rosseau, tahapan
perkembangan dibagi kedalam, empat yaitu:
o
Tahap
I : mulai dari 0-2 tahun, disebut usia asuhan
o
Tahap
II : mulai dari 2-12 tahun, disebut masa pendidikan dan masa pancaindra
o
Tahap
III : mulai dari 12-15 tahun, disebut masa pendidikan akal
o
Tahap
IV : mlai dari 15-2 tahun, disebut sebagai periode watak dan pendidikan agama.
3.
Tahapan
Perkembangan Periodisasi Psikologis
Para ahli yang menggunakan aspek psikologis sebagai landasan dalam
menganalisis tahap perkembangan mengidentifikasi pengalaman- pengalaman
psikologis ana yang spesifik bagi individu agar dapat diterapkan dalam menandai
sebagai masa perpindahan tertentu, dari fase ke satu ke fase yang lain dalam
perkembangannya. Dalam hal ini, para ahli sepakat bhwa dalam perkembangan
psikologis, pada umumnya individu mengalami masa-masa kegoncangan.
Kegoncangan psikis itu dialami hampir semua orang , karena dapat
digunakan sebagai ancar-ancar perpindahan dari masa yang stu ke masa yang lain
dalam proses perkembangan. Selama masa perkembangan, pada umumnya individu
mengalami masa kegoncangandua puber. (Syamsu, 2oo1: 22).
Berdasarkan dua masa goncangan tersebut, perkembangan individu
dapat di gambarkn melewati tiga periode atau masa, yaitu:
o
Sejak
lahir sampai masa kogoncangan pertama (tahun ke3 atau ke4 yang biasa disebut
masa kanak-kanak).
o
Sejak
masa kegoncangan pertama sampai goncangan kedua yang disebut masa keserasian
bersekolah.
o
Sejak
masa kegoncangan kedua smpai akhir masa remaja yang biasa disebut masa
kematangan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ajaran
filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi gagasan
sebagai berikut: “Segala sesuatu yang bersasal dari Sang Pencipta adalah baik,
tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia”. Pendidikan Emile
adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: 1) pendidikan yang
mengembangkan kemampuan alami atau bakat / pembawaan anak, 2) pendidikan yang
berlangsung dalam alam, 3) pendidikan negatif.
Teori-teori perkembangan: Teori Behavioristik, teori Maturationis, teori interaksi,
teori psikoanalisi, teori pengaruh dan teori konstruktuvisme.
Tahapan-tahapan
perkembangan: Tahapan perkembangan
periodisasi, Tahap perkembangan
periode didaktis, tahapan perkembangan
periodisasi psikologis.
DAFTAR PUSTAKA
Trianto, 2011. Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik
Bagi Anak Usi Dini TK/RA & Anak Kelas
Awal SD/MI. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
Latif, Mukhtar dkk. 2013. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP.
Susanto,
Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
[1]
Trianto, Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bgi
Anak Usi Dini TK/RA & Anak Kelas
Awal SD/MI. (Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.2011) hal:41-43
[2] Latif,
Mukhtar, dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP 2013), hal: 73-74
[3]Susanto, Ahmad,
Perkembangan Anak Usia Dini,( Jakarta: KENCANA PRENADAMEDIA GROUP 2011), hal: 26-29
No comments:
Post a Comment