MAKALAH DIFERSITAS GENETIK DAN KONSEP DASAR PLASMA NUTFAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
keanekaragaman genetik adalah
variasi karakteristik yang ada diwariskan pada populasi spesies yang sama. Ini
melayani peran penting dalam evolusi dengan memungkinkan spesies untuk
beradaptasi dengan lingkungan baru dan untuk melawan parasit. Hal ini berlaku
untuk spesies peliharaan, yang biasanya memiliki tingkat rendah keragaman.
Mempelajari keragaman genetik pada manusia dapat membantu para peneliti
membentuk teori tentang asal-usul manusia.
Gen
atau flasma nutfah adalah substansi kimia yang menentukan sifat keturunan yang
terdapat dalam lokus kromosom. Tiap
individu mahluk hidup mempunyai kromosom yang tersusun atas benang-benang
pembawa sifat keturunan. Kromosom terdapat di dalam inti sel. Seluruh organisme
yang ada dipermukan bumi ini mempunyai kerangka dasar komponen sifat menurun
yang sama. Kerangka tersebut tersusun atas ribuan sampai jutaan faktor menurun
yang mengatur tata cara penurunan sifat organisme.
Plasma nutfah merupakan salah satu sumber daya alam
yang sangat penting karena tanpa plasma nutfah kita tidak dapat memuliakan
tanaman, membentuk kultivar atau ras baru karena itu plasma nutfah harus
dikelola secara tepat sehingga dari plasma tersebut dilakukan pemulian agar
dapat mengembangkan kultivar-kultivar unggul, selain itu koleksi plasma nutfah
juga mempunyai tujuan lain misalnya untuk pertukaran dengan Negara-negara lain.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian dari difersitas genetik
2.
Konsep-konsep
dasar plasma nutfah
3.
Keragaman
Plasma Nutfah
4.
Apa saja Macam Plasma
Nutfah
5.
Bagaimana Pemanfaatan
Plasma Nuftah Melalui Bioteknologi
6.
Bagaimana Usaha Pelestarian
C.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari difersitas genetik
2.
Untuk
mengetahui konsep-konsep dasar plasma nutfah
3.
Untuk
mengetahui Keragaman Plasma Nutfah
4.
Untuk
mengetahui apa saja Macam Plasma Nutfah
5.
Untuk
mengetahui bagaimana Pemanfaatan Plasma Nuftah Melalui
Bioteknologi
6.
Untuk
mengetahui bagaimana Usaha Pelestarian plasma nutfah
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Difersitas Genetik
(Keanekaragaman Makhluk Hidup)
Keragaman
genetik adalah variasi karakteristik yang ada diwariskan pada populasi spesies
yang sama. Ini melayani peran penting dalam evolusi dengan memungkinkan spesies
untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan untuk melawan parasit. Hal ini
berlaku untuk spesies peliharaan, yang biasanya memiliki tingkat rendah
keragaman. Mempelajari keragaman genetik pada manusia dapat membantu para
peneliti membentuk teori tentang asal-usul manusia.
Keanekaragaman
gen adalah variasi atau perbedaan gen yang terjadi dalam suatu jenis atau
spesies makhluk hidup. Ayam merupakan contoh dari satu
jenis hewan, yakni jenis ayam. Ternyata dalam jenis yang sama ini masih kita
temukan banyak keanekaragaman, baik dalam bentuk penampilan maupun
sifat-sifatnya. Anda mengenal yang dinamakan ayam bangkok, ayam pelung, ayam
buras, ayam hutan, ayam berkisar, ayam kinantan, ayam katai, ayam lampung, ayam
cemara, ayam broiler, ayam cemani, ayam
nunukan, dan ayam-ayam yang lainnya. Ini merupakan bukti masih terdapat
keanekaragaman di dalan ruang lingkup jenis, keanekaragaman ini dinamakan
keanekaragaman genetik atau keanekaragaman plasma nutfah.
Setiap jenis, umumnya terdiri atas beberapa populasi ynag tersusun dari
sekumpulan individu yang banyak sekali jumlahnya. Seluruh individu atau jenis
itu memiliki kerangka dasar komponen genetik yang sama. Akan tetapi, setiap kerangka
dasar komponen genetik yang sama, akan tetapi setiap kerangka dasar tadi
tersusun oleh ribuan faktor pengatur kebakaan. Faktor inilah yang menentukan
apakah suatu bibit jagung ini berbiji putih, kuning, merah, ungu atau
lainnyaatau apakah seekor ayam itu akan berbulu hitam, cokelat, putih, abu-abu
atau totol. Untuk setiap sifat yang nampak tadi atau yang tidak jelas, terlihat akan ada satu faktor pengaturnya
yang disebut gen.[1]
Sekalipun individu-individu suatu jenis itu memiliki kerangka dasar komponen
genetik yang sama, setiap individu ternyata memiliki komponen faktor yang
berbeda-beda, bergantung kepada penurunnya. Susunan perangkat faktor genetik
ini menentukan sifat yang disandang individu yang bersangkutan. Keanekaragaman
genetik suatu jenis ditentukan oleh keanekaragaman genetik yang terkandung
dalam jenis yang bersangkutan.
Jadi masing-masing individu dalam suatu jenis mempunyai susunan faktor
genetik yang tidak sama dengan susunan genetik individu yang lain meskipun
dalam jenis yang sama. Selain ditentukan oleh faktor genetika nya, sifat yang
terlihat dari luar pada masing-masing individu, ditentukan pula oleh keadaan
lingkungan atau perpaduan keduanya. Dua individu yang mempunyai susunan genetik
yang sama akan menunjukkan sifat luar yang sangat berbeda. Jika masing-masing
lingkungan hidupnya sangat berbeda. Sebaliknya, dua individu yang memiliki
susunan genetik yang berbeda boleh jadi akan menunjukkan beberapa sifat luar
yang mirip bila keduanya hidup dalam lingkungan yang sama.
Walaupun masing-masing individu itu memiliki susunan genetik yang berbeda,
di dalam tingkat jenisnya akan terdapat pengelompokan yang memungkinkan adanya
kisaran kesamaan dalam taraf-taraf tertentu, membentuk lungkang(pool) individu
yang mempunyai kesamaan dalam kisaran lingkungan itu
Keanekaragaman plasma nutfah yang terdapat dinegara kita sungguh luar biasa
sehingga tidak heran kalau negara kita ini mendapat julukan “megadiodivercity”.
Di dalam, masih tersimpan dalam jumlah besarnnplasma nutfah binatang yang
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan melalui proses oenjinakan, seleksi,
kemudian pemuliaan. Rusa bawean, rusa timor, babi rusa, belibis, gemak, balam,
tambra, siluk, belida, buaya, dan puluhan lainnya lagi adalah jenis-jenis yang
menunggu giliran sentuhan penelitian. Apabila jenis-jenis ini sudah dapat
diternakan, keanekaragaman genetik kalangan masing-masing pasti akan berkembang
pula. Dengan perkembangan keanekaragaman ini makin kayalah khasanah plasma
nutfah hewan indonesia.
B. Konsep-konsep
dasar plasma nutfah
Plasma
nutfah (germ plasm) adalah suatu
substansi sebagai sumber sifat keturunan yang terdapat dalam setiap kelompok
organisme. Substansi ini berpotensi untuk dikembangkan atau dirakit guna
menciptakan kultivar-kultivar baru melalui pemuliaan tanaman. Setiap populasi
tumbuhan memiliki seperangkat sifat dan ciri khas yang dikendalikan oleh suatu sistem genetika
yang mantap. Jadi dalam tubuh
masing-masing individu yang menyusun populasi tadi dikandung plasma nutfah,
merupakan substansi yang mengatur perilaku kehidupannya secara turun temurun
sehingga populasi tersebut mempunyai sifat yang membedakannya dari populasi
lain. Karena itu populasi pasak bumi
yang hidup di lereng gunung Halau-halau (pengunungan Meratus Kalimantan
Selatan) mempunyai konstruksi gen-gen yang berbeda dengan yang dimiliki
populasi pasak bumi yang terdapat di hutan Bukit Lawang (dekat Bahorok Sumatera
Utara). Perbedaan-perbedaan yang terjadi itu, mungkin dinyatakan dalam
ketahanannya terhadap penyakit, besarnya perakaran, kandungan zat kimianya,
kemudahannya tumbuh di tempat kritis dan
seterusnya. Jika kerena penebangan hutan populasi di Bukit Lawang itu musnah,
maka musnahlah seperangkat plasma nutfah pasak bumi dengan sifat-sifat dan
potensinya yang belum kita ketahui. Di sisi lain, sampai sekarang orang belum
memikirkan untuk merakit suatu kultivar pasak bumi yang unggul misalnya memiliki kadar kandungan zat yang berkhasiat tinggi,
produksi yang tinggi dan kandungan abu rendah. Mungkin nanti ketika akan
melangkah ke arah sana kita sudah terlambat; saat kita mulai mencari-cari sumber plasmanutfah dengan sifat-sifat
tertentu yang kita inginkan ternyata
semuanya sudah punah.
Plasma
nutfah tanaman memang tidak bisa dipegang secara nyata, juga tidak bisa dilihat
dalam waktu sekejap karena merupakan keanekaragaman kandungan gen. Sementara penampakan fenotip yang secara nyata dapat kita lihat, adalah
akumulasi dari faktor genotip dan lingkungannya. Plasma nutfah termanifestasi
sebagai total keanekaragaman genotip dan fenotip dalam jenis itu sendiri; yang
berada dalam jenis liar, subspesies, landrase, varietas, ras, forma, biotype,
kultivar, strain, galur, dan mutan. Berbagai macam kultivar rambutan dapat
dijumpai ketika musim rambutan tiba, masing-masing dengan sifat spesifiknya,
rambutan si nyonya yang ukuran buahnya lebih besar dan berair, rambutan rapiah
yang berdaging buah manis dan ngelotok. Ada juga rambutan citandui yang
meskipun jarang berbuah tetapi memiliki buah manis dan harum.[2]
C. Keragaman
Plasma Nutfah
Di Indonesia tempat tumbuh plasma nutfah nabati sebagian besar merupakan
hutan tropik, sehingga kaya akan suku dari tumbuh-tumbuhan yang khas tropik
seperti Dipterocarpaceae, Sapotaceae, Ebenaceae, Myristicaceae, Meliaceae,
Zingiberaceae, Palmae, Moraceae, Rhizopphoraceae, Padananceae dan lain-lain. Di
daerah-daerah pegunungan terdapat suku-suku yang mirip suku yang ada pada
belahan bumi utara seperti Fagaceae, Rosaceae, Lauraceae, Theaceae dan
lain-lain. Di kawasan Indonesia juga dapat tumbuh dengan subur jenis-jenis
tumbuhan, epifit, bambu dan benalu, Rafflesia, cendana, ficus dan lain-lain.
D. Macam Plasma
Nutfah
Macam plasma nutfah, selain berupa jenis tumbuhan liar juga varietas
primitif, varietas pembawa sumber sifat yang khusus, varietas unggul yang sudah
kuno dan varietas unggul masa kini.
1)
Jenis liar
atas dasar sejarah pembudidayaan dan penggunaan potensinya dapat digolong-kan
menjadi tiga kelompok yaitu:
a)
Jenis-jenis
yang mungkin mempunyai nilai ekonomi, tetapi sama sekali belum mem-budidayakan
atau dipetik hasilnya.
b)
Jenis-jenis
yang sudah dipetik dan dimanfaatkan hasilnya tetapi belum atau tidak
di-budidayakan.
c)
Jenis-jenis
yang tidak dipetik hasilnya, akan tetapi setelah mengalami atau melalui
hi-bridisasi baru kemudian dibudidayakan dan dimanfaatkan.
2)
Varietas
primitif
Semua
jenis yang dibudidayakan secara langsung atau tidak berasal dari liar. Varietas
primitif adalah kultivar yang pembudidayaannya masih sederhana, belum mengalami
pemuliaan. Tumbuhannya yang termasuk kelompok ini biasanya di daerah tumbuhnya
mempunyai daya daptasi yang lebih baik, lebih tahan terhadap tekanan lingkungan
yang bersifat fisik maupun biologi. Hal ini dimungkinkan karena sudah ada
seleksi gen secara alamiah yang tahan terhadap dingin, panas, hama ataupun
penyakit di daerah tumbuh.
3)
Varietas
sumber sifat yang khusus
Kultivar
yang mempunyai kelebihan dalam sifat-sifat tertentu, misalnya kepekaannya
terhadap pemupukan. Sinar ketahanan terhadap hama atau penyakit tertentu atau
sifat khusus yang lain seperti produksi.
4)
Varietas
unggul
Karena kemajuan
di bidang pemuliaan, varietas unggul dapat diciptakan dengan merakit
sifat-sifat yang baik dari beberapa sumber plasma nutfah. Semakin besar sifat
keanekaragaman yang dimilikinya, akan semakin bebas pemulia untuk merakit
sifat-sifat yang baik. Dengan silih bergantinya zaman, varietas unggul
tidak dapat langgeng bertahan dipakai oleh petani. Memang pada saat tertentu
atau pada kondisi yang memadai varietas unggul mampu mengatasi atau melebihi
hasil varietas lain, akan tetapi pada kondisi yang lain untuk lingkungan yang
kurang menguntungkan misalnya munculnya kembali penyakit atau hama di daerah
penanamannya dapat memukul parah bahkan mengakibatkan fatal.
E. Pemanfaatan
Plasma Nuftah Melalui Bioteknologi
Plasma nutfah dapat dimanfaatkan
secara langsung untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan
obat-obatan. Pemanfaatan ini bisa melalui budidaya maupun pemanenan langsung di
alam. Berbagai kultivar dan kerabat liar tanaman buah dan sayuran digunakan
untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Pemanfaatan semacam ini merupakan
pemanfaatan pada tingkat individu terhadap individu-individu yang sudah
terseleksi, berdasarkan penampilan tanaman dan sifat agronominya.
Secara tidak langsung, plasma nutfah dapat
digunakan pada tingkat gen, sebagai
penyedia agen hayati dalam bidang pemuliaan tanaman. Dengan cukup tersedianya
keanekaragaman sumber daya hayati maka para pemulia akan lebih mudah berinovasi
melakukan persilangan sehingga menghasilkan kultivar baru yang lebih unggul.
Perkembangan bioteknologi yang pesat
akhir-akhir ini memungkinkan pemanfaatan plasma nutfah secara lebih baik lagi.
Teknik gunting-tempel gen dapat secara
tepat memindahkan hanya sifat yang kita kehendaki saja, tanpa harus memadukan
seluruh sifat yang ada pada suatu individu kepada individu lainnya. Jadi dengan
bioteknologi waktu untuk pembuatan bibit unggul diperpendek. Tambahan pula,
kalau pada pemuliaan kovensional individu di dalam jenis yang sama yang dikawin-silangkan, maka
bioteknologi menghilangkan batas-batas jenis ini. Artinya dua individu dari
jenis yang berbeda, dengan teknik bioteknologi dimungkinkan untuk disatukan
menjadi jenis baru. Namun demikian persyaratan keberhasilan pengembangan
bioteknologi tersebut mutlak memerlukan ketersediaan keanekaragaman biologi
baik pada tingkat jenis maupun pada tingkat genetik. Selain dari
itu plasma nutfah juga merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk
peningkatan kualitas hasil tanaman seperti kandungan nutrisi yang lebih baik.
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan
yang dapat berupa organ utuh atau
bagian dari tumbuhan atau hewan serta mikroorganisme. Plasma
nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional.
Di lain pihak, bioteknologi dapat memanfaatkan semua
gen dari organisme hidup tanpa ada batasan taksonomi. Hal ini disebabkan karena
transfer gen pada bioteknologi tidak dilakukan dengan melalui penyerbukan
silang. Bioteknologi memiliki peluang untuk mengakses kekayaan plasma nutfah
yang tidak dapat dilakukan melalui pemuliaan tanaman secara konvensional. Sehingga
bioteknologi diharapkan dapat digunakan sebagai pelengkap pemuliaan tanaman
konvensional.
Tanaman transgenik seperti padi merupakan hasil
pemanfaatan plasma nutfah melalui bioteknologi. Saat ini lebih dari 70 varietas
tanaman transgenik telah terdaftar dan dikomersialisasi secara luas di dunia.
Menurut data dari ISAAA, hampir 54% dari tanaman transgenik di dunia merupakan
kedelai transgenik, 28% merupakan jagung transgenik, 9% kapas transgenik dan
lainnya. Pemanfaatan plasma nutfah melalui bioteknologi dalam industri
pertanian Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan
industri pertanian. Penggunaan bioteknologi dibutuhkan untuk pemanfaatan plasma
nutfah dalam pertanian secara luas. Di bawah ini diuraikan beberapa contoh
pemanfaatan plasma nutfah untuk menanggulangi masalah-masalah pertanian.
F. Usaha
Pelestarian
a.
Konservasi
in-situ
Plasma nutfah harus dikonversi karena plasma nutfah
sering mengalami erosi genetic yang mengakibatkan jumlah plasma nutfah semakin
menurun. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam pelestarian plasma nutfah
adalah penyimpanan. Metode konservasi sumber daya genetic secara luas terbagi
menjadi dua yaitu secara in-situ dan ex-situ.
Konservasi in-situ yaitu konservasi didalam kawasan
suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Khususnya untuk tumbuhan meskipun
untuk populasi yang dibiakkan secara alami, konservasi in-situ mungkin termasuk
regenerasi buatan apabila penanaman dilakukan tanpa seleksi yang disengaja dan
pada area yang sama bila benih atau materi reproduksi lainnya dikumpulkan
secara acak.
Memanfaatkan plasma nutfah dengan in-situ memungkinkan
karakterisasi dan evaluasi tanaman serta memudahkan program persilangan melalui
persendian bunga atau serbuk sari secara cepat. Selain itu proses produksi
secara klonal dapat mempertahankan kemasan genetic materi. Namun demikian,
metode koleksi ini rawan punah, trutama di Negara-negara berkembang yang
disebabkan oleh berbagai factor seperti hama penyakit (baik dilapangan maupun
penyimpanan), iklim yang ektrim, kebakaran lahan, konflik social, serta
perubahan pemanfaatan lahan yang tadinya untuk koleksi plasma nutfah.
Pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan dengan cara
konvensional ataupun modern/bioteknologi. Kedua cara ini membutuhkan
tindakanyang cermat karena sudah barang tentu terdapat kelebihan dan
kekurangannya. Dhanutirto (1990) mengungkapkan bahwa kelebihan cara
konvensional adalah menggunakan lahan yang luas (aneka ragam plasma nutfah
dapat dilestarikan), sedang kekurangannya sulit memonitor dan kestabilan plasma
nutfah sulit dijamin. Lebih lanjut diungkapkan mengenai kelebihan cara modern
membutuhkan ruang yang sempit (karena dilakukan secara in vitro), mudah
memonitor, tenaga kerja tidak banyak, sedang kekurangannya adalah investasi
awal tinggi dan membutuhkan tenaga ahli yang berkualitas. Para ahli
mengungkapkan bahwa kedua cara ini tidak dapat dipisahkan, karena pada
pelaksanaanya akan saling menunjang. Sejauh ini metode konvensional sudah banyak berhasil dalam menyelamatkan
plasma nutfah yang tentunya sangat berguna bagi kelangsungan hidup mahluk hidup
di muka bumi ini.
Memelihara di tempat dimana tanaman tumbuh merupakan
tindakan yang sudah berabad-abad dilakukan.dengan cara ini tanamna tidak akan
strees terhadap keadaan lingkungan yang baru. Namun demikian keadaan alami ini
akan nlebih membiarkan tanaman tersebut danakan berkembang secara sendirib
tanpa terlalu banyak, atau bahkan tidak ada jamahan tangan manusia sebagai
pengelola. Sudah tentu akan seperti komuniti alami. Keuntungan lain adalah
ekosistem akan lebih terjaga.
Dengan adanya evolusi , kemajuan perkembangan budaya
manusia tanaman banyak dipindah tempatkan oleh manusia dengan unsur kesengajaan . perlakuan ini dikenal dengan
istilah domestikasi. Tindakan ini ternyata membawa dampak positif terhadap
kemajuan pertanian, mereka belajar menanam dengan baik, mencoba memperbanyak
agar dapat memperoleh kesinambungan daerri keberadaan tanamanyang dipelihara.
Namun demikian kita masih tetap dapat memelihara secara in situ, sesuai dengan
tempat dimana tanaman itu tumbuh dan berkembang; karena biasanya tanaman yang
didomestikasikan berarti sudah menyesuaikan diri dengan keadaan tempat yang
baru.
Hal-hal yang diperhatikan dalam melaksanaan
pelestarian plasma nutfah adalah:
1.
Pengkajian teknologi pelestarian
2.
Penyediaan tenaga ahli
3.
Pembangunan sarana dan prasarana (Dhanutirto,1990).
Pemerintah dengan rekomendasi dari panitia Nasional
Bioteknologi telah menetapkan LIPI dalam hal ini sebagai pusat penelitian dan pembangunan
Bioteknologi menangani Pusat Plasma
Nutfah Nasional. Pemilihan kawasan tertentu dengan menggunakan kriteria
tertentu dengan pertimbangan habitat perwakilan biota serta penelaahan
keterlaksanaan yang baik. Lebih lanjut diungkapkan bahwa sistem pengeloaanya
yang perlu disempurnakan (Anonimous,1992).
Pemeliharaan intensif pada metode konvensional in situ
dapat dilakukan dengan mengikat sertakan daerah dan masyarakat bersama sama
mengelola suatu lahan milik Negara seperti halnya hutan, pantai, prairi/padang
rumput dalam hamparan luas dan lainnya dibatasi oleh perundang-unangan. Pada
pelaksanaannya akan memerlukan tenaga kerja dengan jumlah yang banyak dengan
struktur organisasi yang jelas.
Walaupun sebenarnya ada perundang -undangan yang
pasti, namun karna memelihara dalam hamparan luas yang tidak mungkin.
Kasus-kasus yang paling menyedihkan terjadi kehilangan beberapa plasma nutfah
akibat terbang ke negeri orang melalui tangan-tangan jahil manusia. Sudah
barang tentu hal ini sulit untuk di lacak siapa sebenarnya pelaku-pelaku yang
tidak bertanggung jawab tersebut.
Dalam usaha melestarikan hutan-hutan yang kaya akan
berbagai macam flora dan fauna telah di programkan adanya beberapa daerah
konservasil, penghijauan kembali (reboisasi), pembatasan pembukaan lahan, dan
pemeliharaan intensif untuk kawasan-kawasan tertentu yaitu daerah hutan, tanam
industri, taman-taman nasional, marga
satwa.
b.
Konservasi
ex-situ
Konservasi
ex-situ merupakan metode konservasi yang mengkonservasi spesies diluar
distribusi alami dari populasi aslinya. Konservasi ini merupakan proses
melindungi spesies tumbuhan dan hewan langka dengan mengambilnya dari habitat
yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya di bawah perlindungan manusia.
Tujuan konservasi ex-situ untuk mendapatkan kondisi penyimpanan yang ideal
sehingga penyimpana plasma nutfah dapat diprtahankan dengan menekan proses
metabolism pada tingkat yang sangat mini. Menurut Harington dalam Robert dan
King(1979) penyimpanan benih adalah salah satu metode preservasi genotif ang
termudah dan termurah.
Konservari
ex-situ, menghilangkan spesies dari konteks ekologi lainnya, melindunginya
dibawah kondisi semi terisolasi dimana evolusi alami dan proses adaptasi
dihentikan sementara atau diubah dengan mengintroduksi specimen pada habitat
yang tidak alami (buatan).
Pelestarian tanaman dengan cara memindah tempatkan
dari tempat asal tumbuhnya, dengan sendirinya tercermin ada unsur kesengajaan
untuk memelihara lebih intensif dengan cara mengurangi luas areal penanaman,
menggunakan tenaga kerja yang cukup, sarana yang memadai, atau bahkan
menggunakan bahan-bahan, alat-alat yang canggih seperti yang di peruntukkan
pada kultur teknik in vitro.
Beberapa hal
yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya adalah di perlukan tenaga terampil
yang terdidik dan mempunyai rasa tanggung jawab penuh pada pekerjaannya,
kelengkapan bahan dan alat yang di butuhkan seringkali sangat terbatas,
menyimpan cara ini khususnya dengan kebun pembibitan tidak dapat menjamin
penyimpan jangka panjang. Dipihak lain keuntungan yang dapat di harapkan tidak
sedikit. Dengan menggunakan cara ini kita dapat lebih memantau penyelamatan
koleksi, baik secara budidaya maupun masalah vandalisme. Selain itu
dapat ditambah koleksi setiap saat bila mana memungkinkan, baik yang sudah
teridentifikasi maupun yang masih sedang dalam taraf eksplorisasi. Sering para
peneliti mengalami kesukaran bila di minta usulan penelitian yang berkaitan
dengan penggunaan varietas-varietas lanras untuk tanaman tertentu.
Secara umum
sitem pelestarian plasma nutfah secara ex-situ belum memadai. Sampai saat
sekarang sistem nasional pelestarian ex-situ yang ada dapat digambarkan sebagai
berikut:
Kebun raya
Indonesia, bertanggung jawab pada jenis botani, jadi diutamakan penempatan
kelengkapan koleksi tanaman pribumi yang ada di Indonesia. Karena keterbatasan
lahan atau areal kebun maka masih diperlukan adanya tambahan terhadapkoleksi
botani yang ada dalam kebun raya itu yang dapat ditanam diberbagai tipe tapak
pelestairian lainnya. Keanekaragaman plasma nutfah tidak menjadi mandat kebun
raya sebab koleksi lebih di tunjukkan kepada keragaman jenis botani.
Kebun plasma nutfah, seperti pada PUSPITEK menekankan
pada tumbuhan yang berpotensi ekonomi. Oleh karena itu ditanam populasi jenis
untuk menangkap keaneka ragaman plasma nutfah. Arboretum merupakan koleksi
botani yang khusus hanya di isi dengan koleksi jenis pepohonan. Karena sifatnya
dapat pula keanekaragaman pohon diwakili didalamnnya, sehingga arboretum dapat
berfungsi sebagi kebun pohon-pohon hutan.
1.
Taman hutan
raya, adalah arboretum yang di beri fungsi tambahan sebagai tempat rekreasi.
Memiliki sifatnya itu tempat ini paling
tepat dikelola pihak departemen
kehutanan.
2.
Kebun raja
(bukan kebun raya) adalah penerus budaya bangsa dalam membina paru-paru kota
yang diisi dengan beraneka tumbuhan
setempat.Karena itu kebun raja sangat cocok untuk ditangani oleh provinsi untuk
memungkinkan pemerintah daerah setempat dapat memanfaatkan plasma nutfah
daerahnya untuk mberbagai macam keperluan.
3.
Kebun kampus
seyogyanya sebagai suatu kebun koleksi untuk keperluan pendidikan serta
laboratorium lapangan guna pendidikan perplasmanutfahan.
4.
Kebun
koleksi adalah kebun yang ditangani
lembaga-lembaga penelitian yang umumnya berisi koleksi plasma nutfah jenis
unggul masa lalu serta perangkat plasma nutfah lainnya yang langsung dapat
dimanfaatkan dalam perakitan jenis unggul baru.
5.
Kebun
binatang mencoba meliputi semua macam
dan tipe kebun tumbuhan diatas hanya membatasi diri pada binatang liar dan hewan peliharaan. Disamping itu
bukannya tidak mungkin menggabungkan kebun binatang dengan kebun raja, karena
pada mula sejarahnya keduanya menyatu.
Usaha
pelestarian dilakukan dengan konservasi secara ex-situ yaitu penanaman di
tempat koleksi baru/di luar habitat alaminya. Contoh tanaman yang dikumpulkan
dari eksplorasi berupa biji, umbi, setek dan organ tanaman lainnya. Materi
berupa organ tanaman disterilisasi menggunakan Rootone-F, selanjutnya ditanam
di pot-pot pemeliharaan di rumah kaca dan kebun pemeliharaan (visitor plot).
Pemeliharaan tanaman dilaksanakan dengan penyiraman, pemupukan baik pupuk
Gandasil maupun pupuk NPK, pengendalian hama dan penyakit, dan pemangkasan .
Menurut
Suharto. (2004), sampai dengan saat ini belum ada suatu kebijakan yang berskala
nasional, terintegrasi dan komprehensif tentang pengelolaan plasma nutfah.
Pengelolaan plasma nutfah terkotak-kotak sesuai dengan lembaga pengelolaanya.
Sehingga kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada lembaga pengelola yang
satu tidak berdampak pada lembaga lainnya. Selain permasalahan diatas, dalam
kebijakan yang adapun hanya tertuang dalam beberapa pasal dalam Undang Undang
dan Peraturan-Peraturan pelaksanaan, yang merupakan kebijakan yang bersifat
parsial dan (mungkin) kontemporer.dan itu pun tidak secara inflisitmenegaskan
makna akan plasma nutfah. Bila dikaji kebijakan-kebijakan yang di keluarkan
terakait lembaga pegelola sumber daya alam hayati maka di sangat kurang tegas
dinyatakan akan upaya-upaya pengelolaan sumberdaya genetik (plasma nutfah)-nya.
Sektor
pertanian yang lebih dahulu maju dalam pengembangan rekayasa genetika, dapat
dikatakan mulai memperhatikan unsur plasma nutfah tersebut dalam kebijakannya
itupun sifatnya sangat persial dan mungkin temporal. Pengelolaan smberdaya alam
hayati lebih di fokuskan pada pemanfaatan keanekaragam jenis dan hanya pada
jenis-jenis yang memiliki nilai-nilai komersial. Kurangnya perhatian
pengembangan jenis-jenis komesial dan jenis lainnya tersebut, tentu disebabkan
tidak adanya keberpihakan kebijakan yang dikeluarkan kearah pengembangan
genetic.
Para ahli
pertanian dan ahli konservasi biologi harus berterimakasih kepada para petani
tradisional yang mempunyai peranan penting dalam mengelola dan menjaga
keanekaragaman sumber plasma nutfah. Keanekaragama sumber plasma nutfah sangat
penting dalam upaya memperbaiki
jenis-jenis tanaman budidaya.
Dalam upaya
menjaga kelestarian jenis-jenis tanaman local yang memiliki keunggulan tertentu
diperlukan upaya konservasi ex-situ yang diperlukan para pemulia sebagai bahan
sumber genetik dalam upaya menemukan jenis yang mempunyai keunggulan. Walaupun
demikian para ilmuwan ahli genetika dan ahli pemulia masih tetap memerlukan usaha
in-situ jenis dan kultivar-kultivar lokal sebagai sumber genetic dalam rekayasa
genetika untuk memeperbaiki jenis tanaman budidaya.
Dalam rangka
konservasi in-situ keanekaragaman jenis tanaman budidaya, masyarakat lokal
memiliki peran sangat penting terutama dalam mengembangkan dan mengelola
keanekaragaman plasma nutfah jenis-jenis tanaman budidaya tersebut. Walaupun
strategi konservasi ex-situ mendominasi upaya kenservasi sumber ddaya genetik,
tetapi pada decade terakhir banyak ilmuwan pertanian khususnya para pemulia
tanaman telah menggunakan pula strategi konservasi in-situ kultivar-kultivar
lokal atau jenis lokal yang memiliki keunggulan spesifik sebagai sumber genetic
pemuliaan tanaman dimasa depan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Aplikasi bioteknologi dalam industri pertanian memungkinkan pemanfaatan
gen-gen dari plasma nutfah yang sebelumnya tidak dapat dimanfaatkan melalui
pemuliaan tanaman secara konvensional. Gen-gen dari tanaman yang tidak dapat di
pindah silangkan telah disisipkan pada tanaman budi daya dan menjadi sumber
ketahanan untuk berbagai hama dan penyakit serta cekaman lingkungan seperti
kekeringan dan salinitas.
Plasma nutfah seharusnya dikaji lebih dan dikoleksi dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian seperti tanaman padi dan penyediaan pangan. Hal
ini dilakukan karena plasma nutfah merupakan sumber gen yang berguna bagi
perbaikan tanaman seperti gen untuk ketahanan terhadap penyakit, serangga,
gulma, dan juga gen untuk ketahanan terhadap cekaman lingkungan abiotik yang
kurang menguntungkan seperti kekeringan. Selain dari itu plasma nutfah juga
merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas hasil
tanaman seperti kandungan nutrisi yang lebih baik.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif
senangtiasa kami nantikan dari teman-teman demi kesempurnaan makalah ini
kedepanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah kelompok
lain khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bioteknologi Untuk Pelestarian Plasma Nutfah. ANEKAPLANTASIA.htm
Ronny Yuniar Galingging. 2006. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan
Teknologi Pertanian Vol. 10, No. 1
Sastrapradja, Didin S., S.Adisoemarto, K. Kartawinata,Setijadi
Sastrapradja & Mien A.Rifai.(1989).Keanekaragaman Hayati untuk
Kelangsungan Hiduup Bangsa.Bogor:Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI
[1] Sastrapradja, Didin S., S.Adisoemarto, K.
Kartawinata,Setijadi Sastrapradja & Mien A.Rifai.(1989).Keanekaragaman
Hayati untuk Kelangsungan Hiduup Bangsa.Bogor:Pusat
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi-LIPI
Ronny Yuniar Galingging. 2006. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan
Teknologi Pertanian Vol. 10, No. 1
No comments:
Post a Comment