MAKALAH KAPITA SELETA PENDIDIKAN
“Mengenal Dan Memahami Karakteristik Siswa di
SD/MI”
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ada
beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui
keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Seorang guru harus dapat menerapkan metode
pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, maka sangat penting bagi
seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang
perlu diperhatikan juga adalah kebutuhan peserta didik. Pemahaman terhadap karakteristik
peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD/MI dapat dijadikan titik
awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD/MI, dan untuk menentukan waktu
yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan
anak itu sendiri. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri
siswa, sekolah dan guru seyogiyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai
kebutuhan siswanya dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa seperti
Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis, Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman, Pemenuhan
Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan, Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri,
Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri.Dengan memahami Karakteristik anak usia
MI tentunya juga terdapat implikasinya terhadap pembelajaran .Didalam pembahasan
akan diuraikan mengenal dan memahami karakter siswa di SD/MI
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian karakter dan
karakteristik?
2.
Bagaimana bentuk-bentuk karakteristik
anak usia SD/MI?
3.
Faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi karakteristik?
4.
Bagaimana implikasi karakteristik siswa
terhadap Pembelajaran SKI ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian karakter dan
karakteristik
2.
Mengetahui bentuk-bentuk karakteristik
anak usia SD/MI
3.
Mengetahui Factor-faktor yang
mempengaruhi karakteristik
4.
Mengetahui implikasi karakteristik siswa
terhadap Pembelajaran SKI
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
karakter dan karakteristik
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh
(UNY, 2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya
sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Karakter adalah
sifat pribadi yang relative stabil pada diri individu yang menjadi landasan
bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan norma yang tinggi .[1]Sedangkan
karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic,
yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari
sesuatu.
Dalam kamus lengkap psikologi karya Chaplin, dijelaskan bahwa karakteristik
merupakan sinonim dari kata karakter, watak, dan sifat yang memiliki pengertian
di antaranya:
1.
Suatu kualitas atau sifat yang tetap
terus-menerus dan kekal yang dapat dijadikan ciri untuk mengidentifikasikan
seorang pribadi, suatu objek, suatu kejadian.
2.
Intergrasi atau sintese dari sifat-sifat
individual dalam bentuk suatu untas atau kesatuan.
3.
Kepribadian seeorang, dipertimbangkan
dari titik pandangan etis atau moral.[2]
Jadi di antara pengertian-pengertian di atas sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh Chaplin, dapat disimpulkan bahwa karakteristik itu adalah
suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek.
B. Bentuk-bentuk
Karakteristik anak usia MI
1.
Karakteristik usia anak MI secara umum
Piaget memandang, bahwa anak memainkan
peran aktif dalam menyusun pengetahuan dan pemahamannya mengenai realitas. Anak
yang lebih berperan aktif dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh
melalui pengalaman. Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang
berdasarkan priode-priode yang terus bertambah kompleks. Menurut tahapan
piaget, setiap individu akan melalui serangkaian perubahan kualitatif.
Perubahan ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berfikir.
Perkembangan kognisi atau intelektual
anak berjalan secara gradual, bertahap dan berkelanjutan seiring
bertambahnya umur. Walaupun dalam perkembangankognisi pada usia-usia tertentu
memiliki pola umum, tetap ada peluang bahwasebagian anak menunjukkan
perkembangan lebih awal dari pola umum tersebut. Rata-rata umumnya
perkembangan kognisi anak usia MI berkisar antara 6-13 tahun mulai dari kelas
satu sampai kelas enam . Masa ini diidentifikasi oleh piaget sebagai period
ke-3 dari empat periode schemata kognisi. Keempat priode tersebut adalah:
Ø Periode sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Ø Periode praoperasional (usia 2-7 tahun)
Ø Periode operasional konkrit (usia 7-11 tahun)
Ø Periode operasional formal (usia 11 tahun smpai dewasa)
Periode inilah yang
dekat dan identik dengan usia MI. Pada usia ini siswa mampu menggunakan logika
yang memadai. Kemampuan logika yang mereka kuasai berupa pemikiran operasional
konkrit, yang meliputi:
Ø Pengurutan
Ø Klasifikasi
Ø Decentering (pelebaran perspektif)
Ø Reversibility (mengembalikan bentuk semula)
Ø Konservasi
Masa sekolah tingkat SD/MI bisa dibagi menjadi dua fase, yaitu:
Ø Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah sekitar enam
tahun sampai dengan usia sekitar delapan tahun.
Ø Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yaitu kira-kira sembilan sampai
kira-kira usia dua belas.
Pada masing-masing fase tersebut memiliki karakteristiknya masing-masing.
Masa-masa kelas rendah siswa memiliki sifat-sifat khas sebagai berikut:
Ø Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi
sekolah
Ø Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan-peraturan permainan
yang tradisional.
Ø Ada kecenderungan memuji diri sendiri dan masih ada sifat egosentris.
Ø Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain untuk untuk meremehkan
anak lain.
Ø Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak
penting.
Ø Pada masa ini anak menghendaki nilai dan angka rapor yang baik tanpa
mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ø Kemampuan mengingat dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan.
Ø Hal-hal yang bersifat konkrit lebih mudah dipahami daripada yang abstrak.
Ø Kehidupan adalah bermain.
karakteristik afektif umum anak pada fase kelas tinggi, dari kelas tiga
sampai kelas enam di sekolah dasar yaitu:
Ø Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit.
Ø Amat realistic, ingin tahu dan ingin belajar.
Ø Ada minat terhadap hal-hal atau mata pelajaran khusus.
Ø Anak membutuhkan guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan
tugasnya dan memenuhi keinginannya.
Ø Pada masa ini anak memandang nilai, terutama angka rapor sebagai
ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya.
Ø Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya.
Ø Peran manusia idola sangat penting.[3]
Adapun karakeristik
dan kebutuhan peserta didik sebagai berikut:
1)
Senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk
kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan
adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model
pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya
diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan
pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni
Budaya dan Keterampilan (SBK).
2)
Senang bergerak.
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam,
sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh
karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang
lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3) Anak senang bekerja dalam kelompok.
Dari pergaulannya
dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses
sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia
kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar
menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat
(sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar
dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa
implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk
membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau
menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.
4)
Senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung.
Ditunjau dari teori
perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa
yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan
konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentukkonsep-konsep
tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral,
dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan
lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi
contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angina,
dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung
setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui
secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup
.
C.
Karakteristik Belajar Anak usia MI
1.
Bentuk dasar belajar
Pembentukan pola – pola dasar belajar
terjadi pada proses pembelajaran anak – anak MI / sekolah dasar .Seperti halnya
belajar yang merupakan suatu proses memperoleh perilaku secara keseluruhan
.Proses perubahan itu menyangkut pola dasar yang meliputi : Generalisasi
,Diskriminasi ,pembentukan dan Penghapusan .Keempat bentuk dasar tersebut
sebenarnya telah diperoleh sebelum anak masuk ke sekolah dasar akan tetapi hal
itu diperkuat lagi setelah anak memasuki sekolah dasar .Dengan demikian maka
proses pembelajaran di Sekolah dasar seyogyanya mampu memberikan dasar – dasar
tersebutsebagai landasan bagi proses belajar selanjutnya .
Ø Dari Konkret ke Abstrak
Ø Dari keseluruhan ke bagian- bagian
Ø Dari Sederhana ke kompleks
Ø Lingkungan yang makin meluas
Ø Belajar dan Bermain
Ø Kelompok Sebaya
Ø Penguasaan keterampilan dasar
Ø Perkembangan Pembelajaran[4]
D. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Karakteristik Belajar Usia MI
1. Faktor Internal
Factor internal ini
dipengaruhi oleh unsur kognitif dan fisiologis otak. Kemampuan kognitif
merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Asfek
kognitif merupakan sisi internal yang bertanggungjawab atas proses
pembelajaran. Dengan kemampuan kognitif ini anak dipandang sebagai individu
yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia
Faktor internal lain
dari dalam diri siswa digambarkan oleh Teori Quantum Learning berakar dari
upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan
penelitian yang disebutnyasuggestology. Prinsipnya adalah bahwa
sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar. Teori yang
akhirnya dikembangkan oleh DePorter ini menunjukkan bahwa siswa
punya modal tinggi untuk mempelajari banyak hal dengan
mengandalkan apa yang ada di antara telinga kanan dan kiri, yaitu
otak.Teori ini juga mengidentifikasi kecenderungan belajar siswa
yang berbeda-beda. Perbedaan kecenderungan gaya belajar itu antara lain:
a.
Kinestetik/somatik : Belajar dengan
bergerak dan berbuat
b.
Auditori : Belajar dengan
berbicara dan mendengar
c.
Visual : Belajar dengan mengamati dan
menggambarkan
d.
VAK : Gabungan dari ketiga gaya belajar
di atas.
2.
Faktor Eksternal
Factor external ini bisa berupa stimuli
dari luar dirinya. “Menurut Bandura, anak usia tingkat MI cenderung belajar
dengan cara modeling, yaitu mencontoh perilaku orang lain. Melalui interaksi
social anak dapat belajar melalui pengamatan (observation learning).”Maka teori
ini dikenal dengan nama Operant Conditioning
Ada empat elemen penting yang menurut
Bandura perlu diperhatikan dalam pembelajaran melalui pengamatan yaitu:
Ø Atensi
Ø Retensi
Ø Reproduksi
Ø Motivasi
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Karakteristik umum
anak MI adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam
kelompok, serta senang merasakan/melakukan secara langsung. Oleh karena itu,
guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan,
memungkinkan siswa untuk bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok,
serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam
pembelajaran.
Karakteristik peserta didik beserta
dengan keseragaman dan keragaman baik ditinjau dari sisi psikologi,
sosial, dan neurofisik menuntut adanya pola baru dalampembelajaran.
Tuntutan itu mulai dari perubahan paradigma pendidikan dari teacher
centered ke learner centered, yaitu penempatan
peserta didik sebagai pusat orbit pembelajaran.Oleh karena itu, guru yang harus
proaktif dan kreatif menyesuaikan diri dengan anak
didiknya. Perubahan paradigma ini tidak mengurangi peran guru
dalampembelajaran. Bahkan peran guru bisa bertambah besar tanpa mengurangi
aktivitas peserta didik di kelas. Guru tidak lagi hanya menyampaikan
materi beserta maknanya kepada peserta didik tetapi dia meminta peserta
didik untuk terlibat aktif menentukan makna dari yang mereka pelajari
sesuai dengan perkembangan intelektual, emosional, dan sosial mereka.
Di samping itu,
karakteristik peserta didik yang begitu beragam dan berkembang menuntut adalah
model pembelajaran yang bisa menfasilitasi mereka mengembangkankan
pengetahuan dan kepribadiannya. Banyak model-model pembelajaran
yang dikembangkan akhir-akhir ini berdasarkan disiplin ilmu-ilmu
terrtentu. Untuk mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di tingkat
MadrasahIbtidaiyah, model pembelajaran yang tepat digunakan saat ini
adalah Contextual Teaching & Learning karena model ini bersifat
holistik. Artinya, model ini melihat peserta didik tidak hanya dari sisi
psikologi tetapi juga sosial dan neurofisik. Model ini juga mensyaratkan
adanya pembelajaran yang integral, menyatukan pengalaman belajar di kelas
dengan pengalaman sehari-hari peserta didik.
B.
SARAN
Dengan mengetahui dan memahami
karakteristik baik dari segi gaya belajar serta kebutuhan belajar peserta didik
khususnya anak usia MI ,hendaknya guru bisa memilih dan memilah dalam
menentukan strategi ,metode maupun model pembelajaran yang tepat agar proses
belajar mengajar menjadi efektif dan efesien serta menyenangkan bagi
siswa,khususnya dalam mata pelajaran SKI di MI ,karena setiap karakteristik
individu maupun peserta didik berpengaruh sangat besar terhadap tercapainya
tujuan suatu pembelajaran .
DAFTAR PUSTAKA
Surya,M.dkk.1997.Kapita
Selekta Pendidikan SD.Jakarta : Universitas Terbuka
Prayitno dan Manullang,Belferik,2011.Pendidikan
Karakter dalam Pembangunan Bangsa.Jakarta : PT.Grasindo
No comments:
Post a Comment