MAKALAH KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan
pada umumnya merupakan masalah yang tidak pernah selesai (unfinished agenda),
dimana pendidikan selalu menjadi pembicaraan yang hangat dan tidak pernah
memuaskan baik bagi negara miskin, berkembang maupun negara yang sudah maju.
Hal ini menurut Ahmad Tafsir didasari karena manusia secara fitrah menginginkan
yang lebih baik, teori pendidikan selalu ketinggalan oleh kebutuhan
masyarakat,dan berubahnya pengaruh pandangan hidup.
Dengan
dasar fitrah manusia ingin lebih baik, teori pendidikan mengikuti kebutuhan
masyarakat dan pandangan hidup yang semakin berkembang, maka pendidikan tidak
bisa melepaskan diri dari historis dan dasar yang menjadi pijakan kehidupan
manusia pada saat itu. Begitu pula dengan pendidikan Islam sebagai bagian dari
perkembangan agama Islam di dunia tidak melepaskan dari perkembangan umat Islam
dari masyarakat yang relatif sederhana menjadi masyarakat Islam yang semakin
komplek dan global.
Pendidikan
Islam pada hakikatnya merupakan aktivitas pendidikan
yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk
mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam di
Indonesia dapat terwujud menjadi beberapa bentuk seperti pondok pesantren,
madrasah, pelajaran agama Islam di sekolah, pendidikan Islam dalam keluarga dan
masyarakat baik yang bersifat formal maupun non-formal.
Pendidikan Islam di Indonesia
terwujud dalam berbagai kegiatan institusi tersebut, tidak terlepas dari ajaran
Islam itu sendiri sebagai ajaran agama yang rahmatan lil’alamin. Maka pendidikan
Islam tidak bisa melepaskan diri dari historis, sosial, ekonomi, politik yang
mempengaruhi umat Islam itu sendiri, semakin umat Islam melakukan kontak dengan
dunia di sekitarnya, maka pendidikan juga semakin berkembang dan semakin
kompleks. Begitu pula ketika dunia Islam masih terbatas pada masa Rasulullah,
pendidikan Islam masih relatif sederhana, dan segala persoalan keislaman dapat
ditanyakan langsung kepada Beliau atau mendapat jawaban dari al-Quran. Akan
tetapi ketika Islam semakin berkembang dan meluas, maka pendidikan Islam pun
semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat itu
Dengan perkembangan historis
pendidikan Islam sampai saat ini, yang menjadi permasalahan adalah apa yang
menjadi dasar-dasar atau landasan yang kokoh dan kuat dalam pendidikan Islam?
Bagaimana landasan tersebut secara operasional pendidikan ada dalam pendidikan
Islam serta bagaimana hirarkis landasan tersebut dalam pendidikan Islam? Dengan
ketiga permasalahan tersebut inilah makalah ini disusun dengan metode
deskriptif analisis dengan kajian-kajian yang terbatas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-prinsip
pendidikan dalam islam
a. Prinsip
Integrasi
Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah
bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu,
mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat di elakkan agar
masa kehidupan dunia ini benar-benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke
akhirat. Persiapan-persiapan merupakan kegiatan yang layak di dunia. Perilaku
yang terdidik dan nikmat tuhan apapun yang didapat didalam kehidupan harus
diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu, terutama dengan mematuhi
ketetapan Tuhan. Disinilah letak pentingnya kedewasaan diri secara utuh
sehingga dapat mengendalikannya supaya setiap perilaku sesuai dengan keinginan
Tuhan untuk kesejahteraan hidupnya sendiri, sesama manusia, dan lingkungannya.
“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Allah kepada mu ( kebahagiaan ) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan
kebahagiaan mu dari kenikmatan duniawi, “ (QS : Al-Qashash 77)
Ayat ini menunjukkan kepada prinsip
integrasi, dimana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan kepada satu
arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Keselamatan hanya
dapat dicari dengan menumbuhkan diri sesuai dengan fitrahnya yang baik itu,
sebaliknya kegagalan akan didapat jika fitrahnya di selewengkan kearah yang
negatif.
b. Prinsip
Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan keharusan
dalam pengembangan dan pembinaan manusia sehingga tidak adanya kepincangan dan
kesenjangan antara material, spiritual, maupun unsure jasmani, dan rohani.
Didalam Al-Quran Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Iman adalah
unsure yang menyangkut dengan hal spiritual, sedangkan amal adalah yang
menyangkut dengan material, yaitu jasmani. Hal ini diperjelas dalam firman
Allah swt.
“maka barangsiapa yang mengerjakan
amal shaleh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya
itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya”. (QS: Al-Anbiyaa’
94)
c. Prinsip
Persamaan
“Hai
manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-menganal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal”. (QS: Al-Hujuraat 13)
Prinsip ini berakar dari konsep dasar
tentang yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara
jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, suku, ras, maupun warna kulit,
sehingga siapapun orangnya tetap mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
d. Prinsip
Pendidikan Seumur Hidup
Prinsip
pendidikan seumur hidup bukanlah hal yang baru, di kalang umat islam ada
ungkapan seperti, tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai keliang lahad.
Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan manusia mengenai kebutuhan
dan keterbatasan didalam hidupnya yang selalu berhadapan dengan tantangan dan
godaan yang dapat menjerumuskan manusia itu sendiri kedalam jurang kehinaan.
Dengan demikian, manusia dituntut untuk menjadi pendidik bagi dirinya sendiri agar
dapat mempaerbaiki dan meningkatkan kualitas dirinya serta menyesali perbuatan
yang menyimpang dari jalan lurus.
Manusia
berkewajiban mendidik dirinya sendiri dengan senantiasa mengabdi kepada
Tuhannya denga penuh kesadaran serta berusaha untuk menambah ilmunya.
وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Dan apabila dikatakan: ‘Berdilah kamu’,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang –orang yang beriman dan
orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS: Al-Mujadilah 11).
e. Prinsip
Keutamaan
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ وَلَا تَعْجَلْ
بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ ۖ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي
عِلْمًا
“Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah
kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS : Thaahaa 114).
Dengan
prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi
belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya
dangan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan pendidik tersebut. Penerapan
prinsip keutamaan ini adalah tindakan nyata seperti, perlakuan dan keteladanan.
karena itu prinsip keutamaan sebagai landasan penerapan konsep-konsep
pendidikan sekaligus menjadi tujuan pendidikan itu sendiri.
B.
Dasar-dasar
Pendidikan Islam
a.
Pengertian
Dasar Ilmu Pendidikan Islam
Dasar
(Arab: Asas; Inggris: Foudation; Perancis: Fondement; Laitn:
Fundamentum) secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala
sesuatu ( pendapat, ajaran, aturan). Dasar menurut
Ramayulis, adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Maka fungsi dasar ialah memberikan arah
kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya
sesuatu. Dasar mengandung pengertian sebagai berikut: Pertama, sumber dan
sebab adanya sesuatu. Umpamanya, alam rasional adalah dasar alam inderawi.
Artinya, alam rasional merupakan sumber dan sebab adanya alam inderawi. Kedua,
proposisi paling umum dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan,
ajaran atau hukum. Umpamanya, dasar induksi adalah prinsip yang membolehkan
pindah dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum. Dasar untuk pindah
dari ragu kepada yaqin adalah kepercayaan kepada Tuhan bahwa Dia tidak mungkin
menyesatkan hamba-hambaNya.
Dasar ilmu pendidikan Islam tentu saja
didasarkan pada falsafah hidup umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah
hidup suatu negara, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Ajaran itu bersumber
dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu (
hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis.
Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak
ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak
ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan
dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan
sunnah.
Pada dasarnya semua dasar agama Islam akan
kembali kepada kedua sumber utama yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Hal ini sejalan
dengan pesan Rasulullah agar umat Islam tidak tersesat dalam menjalani
hidupnya, sebagaimana Sabdanya sebagai berikut:
تَرَكْتُ
فِيْكًمْ أَمْرَيْنِ مَاإنْ تَمَسَّكُمْ بِهِمَا فَلَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِى :
كِتَابَ اللهِ وَسُنِّةَ نَبِيِّهِ
“Aku
telah meninggalkan padamu dua perkara, jika kamu berpegang teguh padanya kamu
tidak akan sesat sesudahnya, yaitu kitabullah dan sunnah nabinya”.
b.
Macam-macam
Dasar-dasar Pendidikan Islam
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara umum
dibagi kepada dasar pokok, dasar tambahan dan dasar oprerasional. Dasar pokok
adalah al-Quran dan as-Sunnah, dasar tambahan berupa perkataan dan perbuatan
serta sikap para sahabat, ijtihad, mashlahah mursalah,urf. Sedangkan dasar
operasional meliputi dasar historis, sosial, ekonomi, politik,psikologis dan
fisikologis.
1)
Dasar
Pokok dan Tambahan
a) Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang
diturunkan kepada Muhammad saw dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan
jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Terjemahan al-Qur`an kedalam bahasa lain dan tafsirannya bukanlah al-Qur`an,
dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah
dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.
Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab
petunjuk. Allah swt menjelaskan hal ini didalam firman-Nya:
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي
هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ
أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sesungguhnya
Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar
gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka
ada pahala yang besar,” (Q.S. Al-Isra`: 9)
Petunjuk al-Qur`an sebagaimana di kemukakan
Mahmud Syaltut di kelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai
maksud-maksud al-Qur`an, yaitu: pertama, Petunjuk tentang aqidah dan
kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan
keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. Kedua,
Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma
keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan. Ketiga,
Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum
yang harus diikuti oleh manusia dalam hubugannya dengan tuhan dan sesamanya.
Pengelompokan tersebut dapat disederhanakan
menjadi dua, yaitu petunjuk tentang akidah dan petunjuk tentang syari`ah. Dalam
menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur`an menggunakan metode-metode sebagai
berikut: Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan
Allah, Menceritakan kisah umat terdahulu kepada orang-orang yang mengerjakan
kebaikan maupun yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia
dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang diberlakukan Allah terhadap
mereka. Menghidupkan kepekaan bathin manusia yang mendorongnya untuk bertanya
dan berfikir tentang awal dan materi kejadiannya, kehidupannya dan
kesudahannya,sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan, dan
Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.
Menurut M. Quraish Shihab hubungan al-Qur`an
dan ilmu tidak di lihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam al-Qur`an,
tetapi adakah jiwa ayat-ayatnya. menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya,
serta adakah satu ayat al-Qur`an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah
yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang
dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur terciptanya suatu iklim
yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu. Dalam
hal ini para ulama` sering mengemukakan perintah Allah SWT langsung maupun
tidak langsung kepada manusia untuk berfikir, merenung, menalar dan sebagainya,
banyak sekali seruan dalam al-Qur`an kepada manusia untuk mencari dan menemukan
kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan,atau perintah supaya ia
berfikir, merenung dan menalar.
Sedangkan menurut al-Syaibani, dalam al-Quran
terdapat unsur-unsur perutusan Nabi Muhammad Saw baik berupa akidah, ibadah,
dan perundang-undangan yang menjadi dasar tujuan pendidikan Islam. Seperti
perutusan Nabi Muhammad Saw mendirikan masyarakat manusia yang bersih, bersih
akidah, bersih hubungan dan bersih perasaan dan tingkah laku. Maka pendidikan
yang didasari al-Quran adalah pendidikan yang mementingkan pembinaan pribadi
dari segala seginya dan menekankan kesatuan manusia yang tidak ada perpisahan
antara jasmani, akal dan perasaan.
b) Sunnah
Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah saw
kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun
dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya,
menerimanya dan kemudian mengamalkannya.
Sering kali manusia menemui kesulitan dalam
memahaminya,dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima
al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah saw, yang
memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam
firman Allah SWT di bawah ini:
…….dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al
Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka berfikir” (Q. S. al-Nahl, 44).
Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara
bahasa al-Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah saw
berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapannya
Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah
terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab
mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “
Akan datang suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam
al-Qur`an. Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena
orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan
dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:
1) Menjelaskan
sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan menerangkan
hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya
2) Menggariskan
metode-metode pendidikan yang dapat di praktikkan.
Dengan
adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran, maka dalam
pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan
maupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai simtem
pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus dijalani. Apalagi
secara ilmiah, Rasulullah dengan al-Quran dan penjelasan Rasul berupa sunnah
selama 23 tahun saja dapat sukses melakukan perubahan peradaban masyarakat Arab
dari Jahiliyah menjadi peradaban madani. Padahal biasanya perdaban itu dibentuk
minimal 100 tahun yang telah berjalan.
c) Ra`yu
Masyarakat
selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan
lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang dan sebagainya.
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut
mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita
tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun
yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi
memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah
diperlukan ijtihad dari pendidik muslim.
Dasar hukum yang memboleh ijtihad dengan
penggunaan ra’yu adalah sebuah hadits percakapan Rasulullah dengan Muaz bin
Jabal ketika akan diutus di Yaman.
Artinya,” Hai Muaz: Jika engkau diminta
memutuskan perkara, dengan apakah engkau memutuskannya?”. Muaz menjawab; dengan
Kitab Allah (al-Quran), maka Rasulullah bersabda; Kalau engkau tidak mendapati (dalam
al-Quran itu)” kata Muaz: “dengan Sunnah Rasulullah”, Rasulullah bersabda
kembali; Jika engkay tidak mendapati di situ?’ Muaz menjawab,” Saya berijtihad
dengan pendapatku dan tidak akan kembali”.
Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh-
sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk
itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah
tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk
menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.
Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman
shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa
ijtihad masih terpusat pada hukum syara’, yang dimaksud hukum syara’,menurut
Ali Hasballah ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat
(seperti wajib, haram, sunnat) yang di sandarkan pada perbuatan manusia, baik
lahir maupun bathin. Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia
ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan
perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada
fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan
ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan
tidak menyakiti oang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi
ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya)
Berdasarkan
ra’yu sebagai dasar tambahan, sumber pendidikan Islam pada masa Khulafa
ar-Rasyidin sudah mengalami perkembangan, dimana selain al-Quran dan as-Sunnah,
perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat dapat dijadikan pegangan dasar
pendidikan Islam. Diantara beberapa perkataan, perbuatan dan sikap para
sahabat, menurut para ahli sejarah Islam antara lain sebagai berikut:
1)
Abu Bakar melakukan kodifikasi al-Quran
2)
Umar bi Khattab sebagai bapak reaktutor
terhadap ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai strategi pendidikan Islam
3)
Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu
sistematika penulisan ilmiah melalui upaya mempersatukan sistematika penuliasan
al-Quran
4)
Ali bin Abi Thalib sebagai perumus
konsep-konsep pendidikan.
Setelah
Islam mengalami perkembangan wilayah sampai ke Afrika Utara bahkan Spanyol,maka
pusat pendidikan Islam tersebar di kota-kota besar seperti Makkah dan Madinah (
Hijaz), Basrah dan Kuffah(Iran), Damsyik dan Palestina, dan Fustat (Mesir).
Dengan meluasnya wilayah Islam, maka masalah pendidikan Islam mengalami
perkembangan baru sebagai interaksi dengan nilai-nilai daerah kekusaan Islam
pada saat itu, sehingga memerlukan pemikiran yang mendalam untuk mengatasi
permasalahan tersebut, yang dikenal dengan proses ijtihad.
Ijtihad
di bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang terdapat
dalam al-Quran dan as-sunnah hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja. Hal ini
dilakukan para ulama dengan kompetensi yang mereka untuk memerinci hukum-hukum
Islam, sebagaimana kita ketahui ulama di bidang fikih ( Fuqaha), seperti Imam
Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menghasilkan
beberapa produk hukum fikih hasil ijtihad yang mereka lakukan. Begitu pula di
bidang tafsir, akhlak, dan pendidikan, Hal ini didasarkan sebuah hadits
Rasulullah saw tentang anjuran melakukan ujtihad,
Artinya,”
Apabila hakim telah menetapkan hukum, kemudian dia berijtihad dan ijtihadnya
itu benar, maka baginya dua pahala, akan tetapi apabila ia berijtihad dan
ternyata ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala” ( HR. Bukhari Muslim dan
Amr bin Ash).
Berikutnya
dasar hasil pemikiran ra’yu adalah mashlahah mursalah (kemaslahatan umat) yaitu
menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak disebutkan dalam
al-Quran dan as-Sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan
kerusakan.Penarikan kebaikan dan menghindar kerusakan bisa diterima selama
tidak menyalahi keberadaan-keberadaan al-Quran dan as-Sunnah,benar-benar
membawa kemaslahatan.
Mashlahah
mursalah ini, menurut Abdul Wahhab Khallaf dalam Ramayulis, diterima sebagai
dasar pendidikan Islam selama tidak menyalahi keberadaan al-Quran dan
as-Sunnah, benar-benar membawa kemaslahatan, menolak kemudaratan setelah
melalui tahapan observasi, dan kemaslahatan yang bersifat universal untuk
totalitas masyarakat.
Selain
mashlahah mursalah yang dapat menjadi dasar pendidikan Islam hasil ra’yu adalah
berupa ‘Urf, yaitu nilai-nilai dan istiadat masyarakat. Menurut Al Sahad
al-Jundi dalam Ramayulis,’Urf diartikan sesuatu yang tertanam dalam jiwa berupa
hal-hal yang berulang dilakukan secara rasional menurut tabiat yang sehat. Dasar pendidikan dengan mashlahah mursalah dan ‘urf ini
dapat dijadikan asas pendidikan selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan
as-Sunnah.
C.
Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang dahulu dilakukan Nabi
bertujuan untuk membina pribadi muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan
dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubalig, dan pendidik yang baik. Selain
itu, pendidikan Islam juga untuk membina aspek-aspek kemanusiaan dalam
mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta.
Secara
umum, pendidikan Islam memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mewujudkan manusia yang berkepribadian
Islam
2. Melatih dan membimbing agar peserta didik
menguasai tsaqafah
3. Melatih dan membimbing peserta didik agar
dapat menguasai ilmu kehidupan (IPTEK).
4. Melatih dan membimbing peserta didik agar
memiliki ketrampilan yang memadai.
Menurut Hasan Langgulung, tujuan-tujuan pendidikan agama harus mampu
mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang
berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan
tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat
manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan
aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau
masyarakat. Hal tersebut menegaskan bahwa tujuan pendidikan Islam berpijak
pada nilai-nilai Islam itu sendiri. Sementara itu, Ali Yafie menyebutkan bahwa
pendidikan agama Islam mempunyai kontribusi yang penting, karena pendidikan
agama Islam dapat meningkatkan wawasan keislaman masyarakat, sehingga dapat memahami
dan menghayati ajaran agama yang akan mengantarkan kepada pengamalan yang
sempurna.
Al-Abrasyi berpendapat bahwa pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan
utama dari pendidikan Islam. Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari
pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa budi pekerti dan akhlak
adalah jiwa pendidikan Islam. Al-Abrasyi menyertai argumennya tentang tujuan
pendidikan Islam dengan dalil dari al-Qur’an dan hadits.
1. Al-Qalam ayat 4:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: Dan sesungguhnya
kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam:4)
2. Hadis Nabi
انما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya: Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan budi pekerti.
Secara
ringkas, Hasan Langgulung merangkumi tujuan pendidikan menurut Al-Abrasyi
menjadi lima tujuan umum yakni:
1. Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang
mulia.
2. Untuk persiapan kehidupan dunia dan
akhirat.
3. Untuk persiapan mencari rezeki dan
pemeliharaan segi manfaat, atau professional.
4. Untuk menumbuhkan semangatilmiah pada
pelajar.
5. Untuk menyiapkan pelajar dari segi
professional, teknikal, dan ketrampilan.
Adapun tujuan
pendidikan agama Islam di SMU / sederajat bertujuan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan,
penghayatan, pengamalan, serta berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya
kepada Allah serta berakhlak mulia dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Tujuan pendidikan agama Islam ini mendukung dan menjadi bagian dari tujuan
pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 3 Bab II Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian
pendidikan islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai islam yang
telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Pendidikan islam masih
dipengaruhi oleh kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu.
Tujuan utama pendidikan Islam tidak
terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan
pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu taat dan bertakwa kepadaNya, serta
dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
dasar pendidikan Islam harus berpedoman pada dasar hukum Islam itu sendiri
yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Dua hal itulah yang menjadi landasan utama dalam
pendidikan Islam, dan tentu saja ditambah dengan hasil pemikiran manusia
(ra’yu) sepanjang itu tidak menyalahi Al-Qur’an dan Hadits.
SARAN
Bagi seorang muslim, terutama mereka yang
bergelut dibidang pendidikan Islam, disarankan untuk betul-betul mengetahui dan
memahami dasar-dasar, norma atau etika serta harus mampu untuk
mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar agar dapat menghasilkan
intelektual muslim yang cerdas, berwawasan dan taat dalam beribadah, sehingga
tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah serta menjadi khalifah
dimuka bumi benar-benar dapat dijalankan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013
Assegaf, Abd. Rachman. 2013. Aliran
Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad. 2001; Ilmu
pendidikan dalam perseptif islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Dauly, Haidar Putra, 2009; Pemberdayaan
Pendidikan Islam di Indonesai, Rinekacipta; Jakarta.
Hasan, Langgulung, 1980, Beberapa
Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung,
Departemen Agama, Pendidikan
Agama Islam di Sekolah Umum Tingkat Menengah dan Sekolah Luar Biasa,
Jakarta:Depag, 2003
No comments:
Post a Comment