1

loading...

Thursday, November 1, 2018

MAKALAH KONSEP PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH KONSEP PENDIDIKAN ISLAM
 
BAB I
PENDAHULUAN

            Pendidikan pada umumnya merupakan masalah yang tidak pernah selesai (unfinished agenda), dimana pendidikan selalu menjadi pembicaraan yang hangat dan tidak pernah memuaskan baik bagi negara miskin, berkembang maupun negara yang sudah maju. Hal ini menurut Ahmad Tafsir didasari karena manusia secara fitrah menginginkan yang lebih baik, teori pendidikan selalu ketinggalan oleh kebutuhan masyarakat,dan berubahnya pengaruh pandangan hidup.
            Dengan dasar fitrah manusia ingin lebih baik, teori pendidikan mengikuti kebutuhan masyarakat dan pandangan hidup yang semakin berkembang, maka pendidikan tidak bisa melepaskan diri dari historis dan dasar yang menjadi pijakan kehidupan manusia pada saat itu. Begitu pula dengan pendidikan Islam sebagai bagian dari perkembangan agama Islam di dunia tidak melepaskan dari perkembangan umat Islam dari masyarakat yang relatif sederhana menjadi masyarakat Islam yang semakin komplek dan global.
            Pendidikan Islam pada hakikatnya  merupakan    aktivitas pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam. Pendidikan Islam di Indonesia dapat terwujud menjadi beberapa bentuk seperti pondok pesantren, madrasah, pelajaran agama Islam di sekolah, pendidikan Islam dalam keluarga dan masyarakat baik yang bersifat formal maupun non-formal.
            Pendidikan Islam di Indonesia terwujud dalam berbagai kegiatan institusi tersebut, tidak terlepas dari ajaran Islam itu sendiri sebagai ajaran agama yang rahmatan lil’alamin. Maka pendidikan Islam tidak bisa melepaskan diri dari historis, sosial, ekonomi, politik yang mempengaruhi umat Islam itu sendiri, semakin umat Islam melakukan kontak dengan dunia di sekitarnya, maka pendidikan juga semakin berkembang dan semakin kompleks. Begitu pula ketika dunia Islam masih terbatas pada masa Rasulullah, pendidikan Islam masih relatif sederhana, dan segala persoalan keislaman dapat ditanyakan langsung kepada Beliau atau mendapat jawaban dari al-Quran. Akan tetapi ketika Islam semakin berkembang dan meluas, maka pendidikan Islam pun semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat itu
            Dengan perkembangan historis pendidikan Islam sampai saat ini, yang menjadi permasalahan adalah apa yang menjadi dasar-dasar atau landasan yang kokoh dan kuat dalam pendidikan Islam? Bagaimana landasan tersebut secara operasional pendidikan ada dalam pendidikan Islam serta bagaimana hirarkis landasan tersebut dalam pendidikan Islam? Dengan ketiga permasalahan tersebut inilah makalah ini disusun dengan metode deskriptif analisis dengan kajian-kajian yang terbatas.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Prinsip-prinsip pendidikan dalam islam
a.     Prinsip Integrasi
            Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat di elakkan agar masa kehidupan dunia ini benar-benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Persiapan-persiapan merupakan kegiatan yang layak di dunia. Perilaku yang terdidik dan nikmat tuhan apapun yang didapat didalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan-kelayakan itu, terutama dengan mematuhi ketetapan Tuhan. Disinilah letak pentingnya kedewasaan diri secara utuh sehingga dapat mengendalikannya supaya setiap perilaku sesuai dengan keinginan Tuhan untuk kesejahteraan hidupnya sendiri, sesama manusia, dan lingkungannya.

“ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada mu ( kebahagiaan ) kampung akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan mu dari kenikmatan duniawi, “ (QS : Al-Qashash 77)
Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integrasi, dimana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan kepada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan. Keselamatan hanya dapat dicari dengan menumbuhkan diri sesuai dengan fitrahnya yang baik itu, sebaliknya kegagalan akan didapat jika fitrahnya di selewengkan kearah yang negatif.
b.     Prinsip Keseimbangan
            Prinsip keseimbangan merupakan keharusan dalam pengembangan dan pembinaan manusia sehingga tidak adanya kepincangan dan kesenjangan antara material, spiritual, maupun unsure jasmani, dan rohani. Didalam Al-Quran Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Iman adalah unsure yang menyangkut dengan hal spiritual, sedangkan amal adalah yang menyangkut dengan material, yaitu jasmani. Hal ini diperjelas dalam firman Allah swt.
 “maka barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, sedang ia beriman, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya”. (QS: Al-Anbiyaa’ 94)
c.      Prinsip Persamaan
            “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-menganal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”. (QS: Al-Hujuraat 13)
            Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, suku, ras, maupun warna kulit, sehingga siapapun orangnya tetap mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan.
d.     Prinsip Pendidikan Seumur Hidup
            Prinsip pendidikan seumur hidup bukanlah hal yang baru, di kalang umat islam ada ungkapan seperti, tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai keliang lahad. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan manusia mengenai kebutuhan dan keterbatasan didalam hidupnya yang selalu berhadapan dengan tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskan manusia itu sendiri kedalam jurang kehinaan. Dengan demikian, manusia dituntut untuk menjadi pendidik bagi dirinya sendiri agar dapat mempaerbaiki dan meningkatkan kualitas dirinya serta menyesali perbuatan yang menyimpang dari jalan lurus.
            Manusia berkewajiban mendidik dirinya sendiri dengan senantiasa mengabdi kepada Tuhannya denga penuh kesadaran serta berusaha untuk menambah ilmunya.

وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Dan apabila dikatakan: ‘Berdilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang –orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS: Al-Mujadilah 11).


e.     Prinsip Keutamaan
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ ۖ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS : Thaahaa 114).

            Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dangan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan pendidik tersebut. Penerapan prinsip keutamaan ini adalah tindakan nyata seperti, perlakuan dan keteladanan. karena itu prinsip keutamaan sebagai landasan penerapan konsep-konsep pendidikan sekaligus menjadi tujuan pendidikan itu sendiri.
B.    Dasar-dasar Pendidikan Islam
a.     Pengertian Dasar Ilmu Pendidikan Islam
Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foudation; Perancis:  Fondement;  Laitn: Fundamentum) secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu ( pendapat, ajaran, aturan). Dasar menurut Ramayulis, adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Maka fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Dasar mengandung pengertian sebagai berikut: Pertama,  sumber dan sebab adanya sesuatu. Umpamanya, alam rasional adalah dasar alam inderawi. Artinya, alam rasional merupakan sumber dan sebab adanya alam inderawi. Kedua, proposisi paling umum dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan, ajaran atau hukum. Umpamanya, dasar induksi adalah prinsip yang membolehkan pindah dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum. Dasar untuk pindah dari ragu kepada yaqin adalah kepercayaan kepada Tuhan bahwa Dia tidak mungkin menyesatkan hamba-hambaNya.
Dasar ilmu pendidikan Islam tentu saja didasarkan pada falsafah hidup umat Islam dan tidak didasarkan kepada falsafah hidup suatu negara, tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Ajaran itu bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu ( hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.
Pada dasarnya semua dasar agama Islam akan kembali kepada kedua sumber utama yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Hal ini sejalan dengan pesan Rasulullah agar umat Islam tidak tersesat dalam menjalani hidupnya, sebagaimana Sabdanya sebagai berikut:
تَرَكْتُ فِيْكًمْ أَمْرَيْنِ مَاإنْ تَمَسَّكُمْ بِهِمَا فَلَنْ تَضِلُّوْا بَعْدِى : كِتَابَ اللهِ وَسُنِّةَ نَبِيِّهِ
            “Aku telah meninggalkan padamu dua perkara, jika kamu berpegang teguh padanya kamu tidak akan sesat sesudahnya, yaitu kitabullah dan sunnah nabinya”.
b.     Macam-macam Dasar-dasar Pendidikan Islam
            Dasar-dasar pendidikan Islam, secara umum dibagi kepada dasar pokok, dasar tambahan dan dasar oprerasional. Dasar pokok adalah al-Quran dan as-Sunnah, dasar tambahan berupa perkataan dan perbuatan serta sikap para sahabat, ijtihad, mashlahah mursalah,urf. Sedangkan dasar operasional meliputi dasar historis, sosial, ekonomi, politik,psikologis dan fisikologis.


1)     Dasar Pokok  dan Tambahan
a)     Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad saw dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Terjemahan al-Qur`an kedalam bahasa lain dan tafsirannya bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.
Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah swt menjelaskan hal ini didalam firman-Nya:
إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
 “Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,” (Q.S. Al-Isra`: 9)
Petunjuk al-Qur`an sebagaimana di kemukakan Mahmud Syaltut di kelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai maksud-maksud al-Qur`an, yaitu: pertama, Petunjuk tentang aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan. Kedua, Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan. Ketiga, Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubugannya dengan tuhan dan sesamanya.
Pengelompokan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua, yaitu petunjuk tentang akidah dan petunjuk tentang syari`ah. Dalam menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur`an menggunakan metode-metode sebagai berikut: Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah, Menceritakan kisah umat terdahulu kepada orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupun yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang diberlakukan Allah terhadap mereka. Menghidupkan kepekaan bathin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berfikir tentang awal dan materi kejadiannya, kehidupannya dan kesudahannya,sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan, dan Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.
Menurut M. Quraish Shihab hubungan al-Qur`an dan ilmu tidak di lihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam al-Qur`an, tetapi adakah jiwa ayat-ayatnya. menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Qur`an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu. Dalam hal ini para ulama` sering mengemukakan perintah Allah SWT langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk berfikir, merenung, menalar dan sebagainya, banyak sekali seruan dalam al-Qur`an kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan,atau perintah supaya ia berfikir, merenung dan menalar.
Sedangkan menurut al-Syaibani, dalam al-Quran terdapat unsur-unsur perutusan Nabi Muhammad Saw baik berupa akidah, ibadah, dan perundang-undangan yang menjadi dasar tujuan pendidikan Islam. Seperti perutusan Nabi Muhammad Saw mendirikan masyarakat manusia yang bersih, bersih akidah, bersih hubungan dan bersih perasaan dan tingkah laku. Maka pendidikan yang didasari al-Quran adalah pendidikan yang mementingkan pembinaan pribadi dari segala seginya dan menekankan kesatuan manusia yang tidak ada perpisahan antara jasmani, akal dan perasaan.
b)     Sunnah 
Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah saw kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya.
Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya,dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah saw, yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT di bawah ini:  
…….dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir” (Q. S. al-Nahl, 44).
Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara bahasa al-Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah saw berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapannya
Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.
Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:
1)  Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya
2)  Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat di praktikkan.
Dengan adanya sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran, maka dalam pendidikan apa yang dijelaskan Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir akan menjadi sumber dasar dalam pendidikan baik sebagai simtem pendidikan maupun metodologi pendidikan Islam yang harus dijalani. Apalagi secara ilmiah, Rasulullah dengan al-Quran dan penjelasan Rasul berupa sunnah selama 23 tahun saja dapat sukses melakukan perubahan peradaban masyarakat Arab dari Jahiliyah menjadi peradaban madani. Padahal biasanya perdaban itu dibentuk minimal 100 tahun yang telah berjalan.
c)     Ra`yu
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya.
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pendidik muslim.
Dasar hukum yang memboleh ijtihad dengan penggunaan ra’yu adalah sebuah hadits percakapan Rasulullah dengan Muaz bin Jabal ketika akan diutus di Yaman.
Artinya,” Hai Muaz: Jika engkau diminta memutuskan perkara, dengan apakah engkau memutuskannya?”. Muaz menjawab; dengan Kitab Allah (al-Quran), maka Rasulullah bersabda; Kalau engkau tidak mendapati (dalam al-Quran itu)” kata Muaz: “dengan Sunnah Rasulullah”, Rasulullah bersabda kembali; Jika engkay tidak mendapati di situ?’ Muaz menjawab,” Saya berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan kembali”.
Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.
Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum syara’, yang dimaksud hukum syara’,menurut Ali Hasballah ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram, sunnat) yang di sandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun bathin. Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak menyakiti oang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya)   
Berdasarkan ra’yu sebagai dasar tambahan, sumber pendidikan Islam pada masa Khulafa ar-Rasyidin sudah mengalami perkembangan, dimana selain al-Quran dan as-Sunnah, perkataan, sikap dan perbuatan para sahabat dapat dijadikan pegangan dasar pendidikan Islam. Diantara beberapa perkataan, perbuatan dan sikap para sahabat, menurut para ahli sejarah Islam antara lain sebagai berikut:
1)     Abu Bakar melakukan kodifikasi al-Quran
2)     Umar bi Khattab sebagai bapak reaktutor terhadap ajaran Islam yang dapat dijadikan sebagai strategi pendidikan Islam
3)     Usman bin Affan sebagai bapak pemersatu sistematika penulisan ilmiah melalui upaya mempersatukan sistematika penuliasan al-Quran
4)     Ali bin Abi Thalib sebagai perumus konsep-konsep pendidikan.
Setelah Islam mengalami perkembangan wilayah sampai ke Afrika Utara bahkan Spanyol,maka pusat pendidikan Islam tersebar di kota-kota besar seperti Makkah dan Madinah ( Hijaz), Basrah dan Kuffah(Iran), Damsyik dan Palestina, dan Fustat (Mesir). Dengan meluasnya wilayah Islam, maka masalah pendidikan Islam mengalami perkembangan baru sebagai interaksi dengan nilai-nilai daerah kekusaan Islam pada saat itu, sehingga memerlukan pemikiran yang mendalam untuk mengatasi permasalahan tersebut, yang dikenal dengan proses ijtihad.
Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu, sebab ajaran Islam yang terdapat dalam al-Quran dan as-sunnah hanya berupa prinsip-prinsip pokok saja. Hal ini dilakukan para ulama dengan kompetensi yang mereka untuk memerinci hukum-hukum Islam, sebagaimana kita ketahui ulama di bidang fikih ( Fuqaha), seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menghasilkan beberapa produk hukum fikih hasil ijtihad yang mereka lakukan. Begitu pula di bidang tafsir, akhlak, dan pendidikan, Hal ini didasarkan sebuah hadits Rasulullah saw tentang anjuran melakukan ujtihad,
Artinya,” Apabila hakim telah menetapkan hukum, kemudian dia berijtihad dan ijtihadnya itu benar, maka baginya dua pahala, akan tetapi apabila ia berijtihad dan ternyata ijtihadnya salah, maka baginya satu pahala” ( HR. Bukhari Muslim dan Amr bin Ash).
Berikutnya dasar hasil pemikiran ra’yu adalah mashlahah mursalah (kemaslahatan umat) yaitu menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang yang tidak disebutkan dalam al-Quran dan as-Sunnah atas pertimbangan penarikan kebaikan dan menghindarkan kerusakan.Penarikan kebaikan dan menghindar kerusakan bisa diterima selama tidak menyalahi keberadaan-keberadaan al-Quran dan as-Sunnah,benar-benar membawa kemaslahatan.
Mashlahah mursalah ini, menurut Abdul Wahhab Khallaf dalam Ramayulis, diterima sebagai dasar pendidikan Islam selama tidak menyalahi keberadaan al-Quran dan as-Sunnah, benar-benar membawa kemaslahatan, menolak kemudaratan setelah melalui tahapan observasi, dan kemaslahatan yang bersifat universal untuk totalitas masyarakat.
Selain mashlahah mursalah yang dapat menjadi dasar pendidikan Islam hasil ra’yu adalah berupa ‘Urf, yaitu nilai-nilai dan istiadat masyarakat. Menurut Al Sahad al-Jundi dalam Ramayulis,’Urf diartikan sesuatu yang tertanam dalam jiwa berupa hal-hal yang berulang dilakukan secara rasional menurut tabiat yang sehat. Dasar pendidikan dengan mashlahah mursalah dan ‘urf ini dapat dijadikan asas pendidikan selama tidak bertentangan dengan al-Quran dan as-Sunnah.

C.    Tujuan Pendidikan Islam
                  Pendidikan Islam yang dahulu dilakukan Nabi bertujuan untuk membina pribadi muslim agar menjadi kader yang berjiwa kuat dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubalig, dan pendidik yang baik. Selain itu, pendidikan Islam juga untuk membina aspek-aspek kemanusiaan dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta.
            Secara umum, pendidikan Islam memiliki tujuan sebagai berikut:
1.     Mewujudkan manusia yang berkepribadian Islam
2.     Melatih dan membimbing agar peserta didik menguasai tsaqafah
3.     Melatih dan membimbing peserta didik agar dapat menguasai ilmu kehidupan (IPTEK).
4.     Melatih dan membimbing peserta didik agar memiliki ketrampilan yang memadai.
Menurut Hasan Langgulung, tujuan-tujuan pendidikan agama harus mampu mengakomodasikan tiga fungsi utama dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan akidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat. Hal tersebut menegaskan bahwa tujuan pendidikan Islam berpijak pada nilai-nilai Islam itu sendiri. Sementara itu, Ali Yafie menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam mempunyai kontribusi yang penting, karena pendidikan agama Islam dapat meningkatkan wawasan keislaman masyarakat, sehingga dapat memahami dan menghayati ajaran agama yang akan mengantarkan kepada pengamalan yang sempurna.
Al-Abrasyi berpendapat bahwa pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Al-Abrasyi menyertai argumennya tentang tujuan pendidikan Islam dengan dalil dari al-Qur’an dan hadits.
1.   Al-Qalam ayat 4:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
       Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam:4)

2.   Hadis Nabi

انما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
     Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti.
                 Secara ringkas, Hasan Langgulung merangkumi tujuan pendidikan menurut Al-Abrasyi menjadi lima tujuan umum yakni:
1.     Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia.
2.     Untuk persiapan kehidupan dunia dan akhirat.
3.     Untuk persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat, atau professional.
4.     Untuk menumbuhkan semangatilmiah pada pelajar.
5.     Untuk menyiapkan pelajar dari segi professional, teknikal, dan ketrampilan.

                 Adapun tujuan pendidikan agama Islam di SMU / sederajat bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah serta berakhlak mulia dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tujuan pendidikan agama Islam ini mendukung dan menjadi bagian dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 3 Bab II Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.







BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
     Pengertian pendidikan islam berarti sistem pendidikan yang memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Pendidikan islam masih dipengaruhi oleh kepentingan masyarakat daripada kepentingan individu.
Tujuan utama pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan hidup manusia dalam Islam, yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu taat dan bertakwa kepadaNya, serta dapat mencapai kehidupan yang berbahagia di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, dasar pendidikan Islam harus berpedoman pada dasar hukum Islam itu sendiri yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Dua hal itulah yang menjadi landasan utama dalam pendidikan Islam, dan tentu saja ditambah dengan hasil pemikiran manusia (ra’yu) sepanjang itu tidak menyalahi Al-Qur’an dan Hadits.

SARAN
Bagi seorang muslim, terutama mereka yang bergelut dibidang pendidikan Islam, disarankan untuk betul-betul mengetahui dan memahami dasar-dasar, norma atau etika serta harus mampu untuk mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar agar dapat menghasilkan intelektual muslim yang cerdas, berwawasan dan taat dalam beribadah, sehingga tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah serta menjadi khalifah dimuka bumi benar-benar dapat dijalankan.





DAFTAR PUSTAKA


Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013
Assegaf, Abd. Rachman. 2013. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad2001; Ilmu pendidikan dalam perseptif islam, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Dauly, Haidar Putra, 2009; Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesai, Rinekacipta; Jakarta.
Hasan, Langgulung, 1980, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Al-Ma’arif, Bandung,
Departemen Agama, Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum Tingkat Menengah dan Sekolah Luar Biasa, Jakarta:Depag, 2003

No comments:

Post a Comment