MAKALAH KONTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Konstitusi
merupakan seperangkat aturan kehidupan bernegara yang mengatur hak dan
kewajiban warga negara dan negara. Konstitusi negara biasa disebut dengan
Undang-Undang Dasar (UUD). Keberadaan konstitusi negara sangatlah penting dalam
pembangunan negara dan warga negara yang demokratis. Dengan kata lain,
konstitusi demokratis lahir dari negara demokratis. Namun demikian tak ada
jaminan konstitusi yang demokratis akan melahirkan sebuah negara yang
demokratis. Hal itu disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh
penyelenggara negara. Konstitusi
berkedudukan sebagai hukum dasar dan sekaligus hukum tertinggi dalam suatu
negara. Konstitusi menjadi dasar dan sumber bagi peraturan perundangan lain
yang ada dalam suatu negara. Konstitusi berkedudukan paling tinggi dalam tata
urutan peraturan perundangan satu negara.
2. Tujuan
Memahami konsep dasar konstitusi.
Memahami pentingnya konstitusi dalam
kehidupan bernegara.
Memahami pentingnya konstitusi dalam sebuah
negara.
Memahami sejarah dan perkembangan
konstitusi.
Menjelaskan tentang pola kerja lembaga
kenegaraan pasca amandemen UUD 1945.
Mengkritisi tata urutan perundangan
Indonesia dalam konteks konstitusi nasional.
3. Rumusan Masalah
Apa pengertian,tujuan dan fungsi konstitusi
bagi sebuah negara ?
Bagaimana sejarah lahir hingga
berkembangnya konstitusi di Indonesia ?
Apa saja lembaga kenegaraan setelah
amandemen UUD 1945 ?
Bagaimana urutan perundang-undangan
Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Konstitusi
Terdapat dua
istilah terkait dengan norma atau ketentuan dasar dalam kehidupan kenegaraan
dan kebangsaan. Kedua istilah ini adalah konstitusi dan Undang-Undang Dasar.
Konstitusi berasal dari bahasa Perancis, constituer, yang berarti membentuk.
Maksud dari istilah ini ialah pembentukan, penyusunan, atau pernyataan akan
suatu Negara. Dalam bahasa Latin, kata konstitusi merupakan gabungan dua kata,
yakni cume, berarti “bersama dengan…,” dan statuere, berarti “membuat sesuatu
agar berdiri” atau “mendirikan, menetapkan sesuatu”. Adapun Undang-Undang Dasar
merupakan terjemahan dari istilah Belanda, grondwet. Kata grond berarti tanah
atau dasar, dan wet berarti undang-undang. Di Jerman istilah konstitusi dikenal
dengan istilah Grundgesetz, yang juga berarti undang-undang dasar (grund=dasar
dan gesetz=undang-undang).
Istilah
konstitusi (constitution) dalam bahasa Inggris, memiliki makna yang lebih luas
dari pada Undang-Undang Dasar, yakni konstitusi adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang secara
mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat. Konstitusi menurut Miriam Budiardjo adalah suatu piagam yang
menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu
bangsa.
Dari pengertian diatas,
konstitusi dapat disimpulkan sebagai berikut:
Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan
kekuasaan kepada penguasa.
Dokumen tentang pembagian tugas dan
wewenangnya dari system politik yang diterapkan.
Deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi
manusia.
2. Tujuan dan Fungsi
Konstitusi
Secara garis
besar tujuan konstitusi adalah Membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah,
Menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan Menetapkan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat.
Menurut Bagir
Manan, hakikat dari konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi
atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu
pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak
lain. Sedangkan menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat steenbeck,
menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:
Jaminan hak-hak asasi manusia.
Susunan ketatanegaraan yang bersifat
mendasar.
Pembagian dan pembatasan kekuasaan
Dalam paham konstitusi demokratis
dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:
Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik)
tunduk pada hukum.
Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia
Peradilan yang bebas dan mandiri
Pertanggungjawaban kepada rakyat
(akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat.
Sedangkan fungsi
Konstitusi atau UUD terbagi atas 2, yaitu :
Menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa
Negara.
Penjaminan hak hak asasi manusia.
Melalui pembagian
kekuasaan negara, konstitusi menentukan dan membatasi kekuasaan penguasa,
sedangkan melalui aturan tentang hak asasi, konstitusi memberi perintah agar
penguasa negara melindungi hak-hak asasi manusia warga negara atau penduduknya.
3. Sejarah Perkembangan
Konstitusi
Konstitusi
sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal sejak zaman Yunani
yang memiliki beberapa kumpulan hukum. Sejalan dengan perjalanan waktu, pada
masa kekaisaran Roma pengertian konstitusi (constitutionnes) mengalami
perubahan makna; ia merupakan suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang
dibuat oleh para kaisar, pernyataan dan pendapat ahli hukum, negarawan, serta
adat kebiasaan setempat selain undang-undang. Konstitusi Roma memiliki pengaruh
cukup besar sampai abad pertengahan yang memberikan inspirasi bagi tumbuhnya
paham Demokrasi Perwakilan dan Nasionalisme. Dua paham inilah yang merupakan
cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern.
Selanjutnya pada
Abad VII (zaman klasik) lahirlah Piagam madinah atau Konstitusi Madinah. Piagam
Madinah yang dibentuk pada awal masa klasik islam (622 M) merupakan aturan
pokok tata kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh bermacam kelompok dan
golongan: Yahudi, Kristen, Islam, dan lainnya. Konstitusi Madinah merupakan
satu bentuk konstitusi di dunia yang telah memuat materi sebagaimana layaknya
konstitusi modern dan telah mendahului konstitusi-konstitusi lainnya di dalam
meletakkan dasar pengakuan terhadap hak asasi manusia.
4. Sejarah Lahir dan
Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Sebagai Negara
hukum, Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli
1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang
beranggotakan 62 orang, diketuai oleh Mr. Radjiman Wedyodiningrat.
Tugas pokok
badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya
berjalan berkepanjangan, khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara. Di
akhir sidang 1 BPUPKI berhasil membentuk panitia kecil yang di sebut dengan
panitia Sembilan. Panitia ini pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil mencapai
kompromi untuk menyetujui sebuah naskah Mukaddimah UUD. Hasil panitia Sembilan
ini kemudian diterima dalam sidang II BPUPKI pada tanggal 11 Juli 1945.
Setelah itu
Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 Juli 1945 yang diketuai oleh
Soepomo dengan tugas menyusun rancangan Undang-Undang Dasar dan membentuk panitia
untuk mempersiapkan kemerdekaan yaitu Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Keanggotaan PPKI
berjumlah 21 orang dengan ketua Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai wakilnya.
Para anggota PPKI antara lain Mr. Radjiman Wedyodinigrat, Ki Bagus Hadikusumo,
Otto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soejohamidjojo, Soetarjo
Kartohamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs Yap Tjwan Bing, Dr. Moh
Amir (sumatera), Mr. Abdul Abbas (sumatera), Dr. Ratulangi, Andi Pangerang
(keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (bali), AH. Hamidan
(Kalimantan), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan MR. Moh. Hassan (sumatera).
Dalam perjalanan
sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan, baik
nama maupun substansi materi yang dikandungnya. Perjalanan sejarah konstitusi
Indonesia yaitu: UUD 1945 (18 Agustus
1945 – 27 Desember 1949)
Saat Indonesia
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia yang baru ini belum
mempunyai UUD. Sehari kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Rancangan UUD
disahkan oleh PPKI sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia setelah
mengalami beberapa proses. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember
1949 – 17 Agustus 1950)
Perjalanan
negara baru Republik Indonesia ternyata tidak luput dari rongrongan pihak
Belanda yang menginginkan untuk kembali berkuasa di Indonesia. Akibatnya
Belanda mencoba untuk mendirikan negara-negara seperti negara Sumatera Timur,
negara Indonesia Timur, negara Jawa Timur, dan sebagainya. Sejalan dengan usaha
Belanda tersebut maka terjadilah agresi Belanda 1 pada tahun 1947 dan agresi 2
pada tahun 1948. Dan ini mengakibatkan diadakannya KMB yang melahirkan negara
Republik Indonesia Serikat. Sehingga UUD yang seharusnya berlaku untuk seluruh
negara Indonesia itu, hanya berlaku untuk negara Republik Indonesia Serikat
saja. Undang Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 (17 Agustus
1950 – 5 Juli 1959)
Periode federal
dari Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1949 merupakan perubahan
sementara, karena sesungguhnya bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945
menghendaki sifat kesatuan, maka negara Republik Indonesia Serikat tidak
bertahan lama karena terjadinya penggabungan dengan Republik Indonesia. Hal ini
mengakibatkan wibawa dari pemerintah Republik Indonesia Serikat menjadi
berkurang, akhirnya dicapailah kata sepakat untuk mendirikan kembali Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Bagi negara kesatuan yang akan didirikan jelas
perlu adanya suatu undang-undang dasar yang baru dan untuk itu dibentuklah
suatu panitia bersama yang menyusun suatu rancangan undang-undang dasar yang
kemudian disahkan pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite
nasional pusat dan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan senat Republik Indonesia
Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950 dan berlakulah undang-undang dasar baru
itu pada tanggal 17 Agustus 1950. UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959 –
sekarang)
Dengan dekrit
Presiden 5 Juli 1959 berlakulah kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama pada masa 1959-1965 menjadi
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Baru. Perubahan itu dilakukan
karena Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Orde Lama dianggap kurang
mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
5. Perubahan Konstitusi
di Indonesia
Dalam sistem
ketatanegaraan modern, terdapat dua model perubahan konstitusi yaitu:
a. Renewel (pembaruan)
adalah sistem perubahan
konstitusi dengan model perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang
diberlakukan adalah konstitusi yang baru.
b. Amandemen (perubahan)
adalah perubahan
konstitusi yang apabila suatu konstitusi dirubah, konstitusi yang asli tetap
berlaku.Menurut Budiarjo, ada empat prosedur dalam perubahan konstitusi baik
dalam model renewal dan amandemen, yaitu : Siding badan legislatif
dengan ditambah beberapa syarat. Misalnya dapat ditetapkan kourum untuk siding
yang mebicarakan usul perubahan UUD dan jumlah minimum anggota badan
legislative atau menerimanya.
Referendum, pengambilan
keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan perubahan undang-undang
Negara-negara bagian dalam Negara federal. Perubahan yang dilakukan dalam suatu
konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk hanya untuk
keperluan perubahan.
Dalam perubahan keempat
UUD 1945 diatur tentang cara perubahan undang-undang. Bersandar pada pasal 37
UUD 1945 menyatakan bahwa : Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan
dalam siding Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya
1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Setiap usul perubahan
pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan
jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
Untuk mengubah pasal-pasal
Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Putusan untuk mengubah
pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya
lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
Dalam sejarah
konstitusi Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan atas UUD 1945. Sejak
proklamasi 1945, telah terjadi perubahan-perubahan atas UUD 1945, yaitu :
Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 –
27 Desember 1949)
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27
Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
Undang-Undang Dasar Sementara Republik
Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Undang-Undang Dasar 1945 (5 Juli 1959 – 19
Oktober 1999)
Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I
(19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000)
Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I
dan Perubahan II (18 Agustus 2000 – 9 November 2001)
Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan
I,II,dan III (9 November 2001 – 10 Agustus 2002)
Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan
I,II,III, dan IV (10 Agustus 2002)
Konstitusi Sebagai
Peranti Kehidupan Kenegaraan Yang Demokratis
Sebagai sebuah
aturan dasar yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, maka sepatutnya
konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negara dan warga
negara, agar satu sama lain merasa bertanggung jawab serta tidak terjadi
penindasan yang kuat terhadap yang lemah.
Jika konstitusi
dipahami sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka
konstitusi memiliki kaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan
dalam sebuah negara. Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang
demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih
demokrasi sebagai sistem ketatanegaraannya, maka konstitusi merupakan aturan
yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di negara tersebut sehingga
melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang
demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai
demokrasi yang diperjuangkan tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara
dalam menyuarakan aspirasi perlu ditetapkan di dalam konstitusi untuk
berpartisipasi dalam proses-proses kehidupan bernegara.
Secara umum, konstitusi
yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam
kehidupan bernegara, yaitu:
Menempatkan warga negara sebagai sumber
utama kedaulatan
Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak
minoritas
Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak
induvidu warga negara dan penduduk negara
Pembatasan pemerintahan
Adanya jaminan terhadap
keutuhan negara nasional dan integritas wilayah
Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam
proses bernegara
Adanya jaminan berlakunya hukum dan
keadilan
Pembatasan dan pemisahan kekusaan negara
Dengan demikian,
bisa disimpulkan bahwa tatanan kehidupan kenegaraan mencerminkan suasana yang
demoratis apabila konstitusi atau UUD
negara tersebut memuat rumusan tentang pengelolaan kenegaraan secara demokratis
dan pengakuan hak asasi manusia. Dengan kata lain, konstitusi merupakan peranti
yang amat penting bagi sebuah negara demokrasi. Lembaga Kenegaraan Setelah
Amandemen UUD 1945.
Sistem
ketatanegaraan Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat mendasar
terutama sejak adanya amandemen
(perubahan) UUD 1945 yang dilakukan MPR pasca Orde Baru. Perubahan
tersebut dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang
demokratis, setara, dan seimbang diantara cabang-cabang kekuasaan, mewujudkan
suremsi hukum dan keadilan, serta menjamindan melindungi hak asasi manusia.
Dalam kelembagaan negara, salah satu tujuan utama amandemen UUD 1945 adalah
untuk menata keseimbangan antar lembaga negara. Pentingnya penataan hubungan
antar lembaga agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan dan kewenangan pada salah
satu institusi negara saja. Karena dengan pemusatan wewenang dan kekuasaan pada
satu institusi, maka kehidupan ketatanegaraan yang demokratis sulit diwujudkan.
Sebelum
perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga
Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen
secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara yang disebut
dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD,
Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Posisi masing-masing lembaga setara, yaitu
sebagai lembaga tingggi negara yang memiliki kolerasi satu sama lain dalam
menjalankan fungsi keseimbangan antar lembaga tinggi tersebut.
Reformasi
ketatanegaraan di Indonesia terkait dengan lembaga kenegaraan sebagai hasil
dari proses amandemen UUD 1945 dapat dilihat pada tugas pokok dan funsi lembaga
tersebut yang dikelompokkan sebagai berikut :
Lembaga Legislatif
Struktur lembaga
perwakilan rakyat secara umum terdiri dari dua model, yaitu: lembaga perwakilan
rakyat satu kamar (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat dua kamar
(bicameral).
Dalam
ketatanegaraan Negara Indonesia, lembaga legislative dipresentasikan pada tiga
lembaga, yakni DPR, DPD dan MPR. Dari ketiga lembaga tersebut MPR merupakan
lembaga yang besifat Khas Indonesia. Prinsip permusyawaratan tercermin dalam
lembaga MPR, sedangkan prinsip perwakilan tercermin dalam kelembagaan DPR. DPR
memiliki fungsi, legislasi , anggaran, dan pengawasan
a. MPR
Fungsi dan tugas pokok
MPR, antara lain:
Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya
dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
Menghilangkan kewenanagan menetapkan GBHN
Menghilangkan kewenangannya mengangkat
presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu)
Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD
Susunan keanggotaannya berubah yaitu
terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan DPD yang dipilih secara
langsung melalui pemilu
b. DPR
Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) adalah lembaga Negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia yang
merupakan lembaga perwakilan rakyat dan mmegang kekuasaan membentuk
undang-undang.Tugas dan wewenang DPR, antara lain:
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan
presiden untk mendapat persetujuan bersama
Membahas dan memberikan persetujuan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang
Menerima dan membahas RUU yang diajukan DPD
Menetapkan APBN bersama presiden
Melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan pemeritah.
Membahas dan menindaklanjuti hasil
pemeriksaan keuangan Negara yang disampaikan oleh BPK
Memberikan persetujuan kepada presiden
untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dll
Menyerap, menghimpun, menampungaspirai
masyarakat
Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.Dalam
menjalankan tugasnya, anggota DPR memilki hak-hak sebagai berikut:
Hak interpelasi, yaitu hakmeminta keterangan
kepada pemerntah mengenai kebijakan pemerintah
Hak angket (hak melakukan penyelidikan
terhaap kebijakan pemerintah
Hak menyatakan pendapat
Hak mengajukan RUU
Hak mengajukan pertanyaan
Hak membela diri
Hak imunitas
Hak protokoler
c. DPD
Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) adalah lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
wakil-wakil daerah provinsi dan dipilih melalui pemilihan umum dan memiliki
fungsi dan ciri-ciri sebagai berikut:
Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan
memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu.
Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.
Lembaga Eksekutif
Di negara-negara
demokratis, lembaga eksekutif terdiri dari kepala negara. Kekuasaan eksekutif
dimaknai sebagai kekuasaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kemauan Negara
dan pelaksanaan UU. Maka, tugas utama lembaga eksekutif adalah menjalankan
undang-undang. Kekuasaan eksekutif mencakup beberapa bidang :
Diplomatic, yakni menyelenggarakan hubungan
diplomatic dengan negara-negara lain.
Administratif, yakni melaksanakan undang –
undang serta peraturan-peraturan lain dan menyelenggarakan administrasi negara.
Militer, yakni mengatur angkatan
bersenjata, menyelenggarakan perang serta keamanan dan pertahanan negara.
Yudikatif, yakni memberi grasi, amnesti
,dans sebagainya.
Legislative, yakni membuat rancanan Undang
Undang yang diajukan ke lembaga legislative, dan membuat peraturan-peraturan.
Wewenang, kewajban, dan
hak presiden antara lain:
Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
Memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, laut, udara
Mengajukan RUU kepada DPR
Menetapkan peraturan pemerintah
Mengangkat dan mmberhentikan menteri-menteri
Membuat perjanjian internasional lainnya
dengan persetujuan DPR
Mengangkat duta dan konsul
Memberi grasi, rehabilitasi, amnesty, da
abolisi
Memberi gelar dan tanda lainnya yang diatur
dengan UU
Lembaga Yudikatif
Kekuasaan yudikatif
berpuncak pada kekuasaan kehakiman yang juga dipahami mempunyai dua pintu,
yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi merupakan
lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945. Salah satu
landasan yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi lembaga
tertinggi Negara. Maka itu bila terjadi persengketaan antar lembaga tinggi
Negara, diperlukan sebuah lembaga khusus yang menangani sengketa tersebut yang
disebut dengan Mahkamah Konstitusi.
a. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah
lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang
mnyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hUkum dan peradilan (pasal 24 ayat
1). Dibawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan militer dan
lingkungan peradilan Tata Usaha Negara. Menurut UUD 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundang undangan di bawah uu
Mengajukan 3 orang anggota hakim konstitusi
Memberikan pertimbagan dalam hal presiden
member grasi dan rehabilitasi
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Mahkamah konstitusi
merupakan lembaga baru yang diperkenalkan oleh perubahan ketiga UUD 1945. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga
kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution). Salah satu landasan
yang melahirkan lembaga ini karena sudah tidak ada lagi lembaga tertinggi
negara. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga
mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif,
legislatif, dan eksekutif.
Menurut UUD 1945, kewajiban
dan kewenangan MK adalah:
Mempunyai kewenangan Menguji UU terhadap
UUD
Memutus sengketa kewenangan antar lembaga
Negara
Memutus pembubaran partai politik
Memutus sengketa hasil pemilu dan
memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden
dan atau wakil presiden menurut UUD\
Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai
dugaan pelanggaran oleh presiden atau wakil presiden menurut UUD 1945.
Komisi Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah
lembaga Negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebes
dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Terbentuknya Komisi
Yudisial adalah agar warga masyarakat di luar struktur resmi lembaga parlemen
dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan penilaian kinerja, dan kemungkinan
pemberhentian hakim.Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Yudisial melakukan pengawasan terhadap:
Hakim agung di Mahkamah Agung
Hakim pada badan peradilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
Hakim Mahkamah Konstitusi
c. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
BPK adalah lembaga
negara Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. BPK memiliki tugas dan wewenang yang sangat strategis
karena menyangkut aspek yang berkaitan dengan sumber dan penggunaan anggaran
serta keuangan negara, yaitu:
Memeriksa tanggung jawab keuangan negara
dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada DPR,DPRD, DPD.
Memeriksa semua pelaksanaan APBN
Memeriksa tanggung jawab pemerintah tentang
keuangan Negara.
Dari tugas dan wewenang
tersebut diatas, BPK memiliki 3 fungsi pokok, yakni:
Fungsi operatif, yaitu melakukan
pemeriksaan atas penguasaan dan
pengurusan keuangan negara
Fungsi yudikatif, yaitu melakukan
perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri yang melanggar
hukum
Fungsi rekomendatif, yaitu memberikan
pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan keuangan negara.
Tata Urutan Perundang – Undangan Indonesia
Indonesia adalah negara
yang berdasarkan hukum (rechsstat), bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka
(matchsstat). Konsep hokum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Adanya perlindungan terhadap HAM.
Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan
pada lembaga Negara untuk menjamin perlindungan HAM.
Pemerintahan berdasarkan peraturan.
Adanya peradilan Administrasi.
Diawal tahun 1966,
melalui ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996 lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki
(tata urutan) peraturan perundang-undangan Indonesia adalah sebagai berikut:
UUD 1945.
Ketetapan MPR.
UU atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan-peraturan pelaksananya, seperti:
Peratuan Menteri
Instruksi Menteri
Selanjutnya berdasarkan
ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
UUD 1945.
Tap MPR.
Undang-undang.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang.
Peraturan Pemerintah.
Keputusan Presiden.
Peraturan Daerah.
Penyempurnaan
terhadap tata urutan perundangan-undangan Indonesia terjadi kembali pada
tanggal 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam UU NO. 10 Tahun 2004 yang berlaku secara efektif
bulan November 2004. Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 adalah sebagai berikut:
UUD 1945.
UU /Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang.
Peraturan Pemerintah.
Peraturan Presiden.
Peraturan Daerah, yang meliputi: Peraturan
Pemerintah Provinsi. Peraturan Pemerintah Kabupaten/Kota. Peraturan Desa.Dengan
dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam
hierarki yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa dilaksanakan
dan batal demi hukum.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Konstitusi merupakan kumpulan prinsip-prinsip
yang mengatur kekuasaan pemerintah, pihak yang diperintah (rakyat) , dan
hubungan di antara keduanya.
Tujuan konstitusi adalah Membatasi tindakan
sewenang-wenang pemerintah, Menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan
Menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Adapun fungsi konstitusi
adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk sistem politik dan
sistem hokum negaranya.
Konstitusi demokratis meliputi : (1) Anatomi
kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hokum; (2) Jaminan dan perlindungan
hak – hak asasi manusia; (3) peradilan yang bebas mandiri; dan (4)
Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai sendi utama
dari asas kedaulatan rakyat.
Sebelum
perubahan UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara dalam UUD 1945 adalah Lembaga
Kepresidenan, MPR, DPA, DPR, BPK, dan Kekuasaan Kehakiman. Setelah amandemen
secara keseluruhan terhadap UUD 1945, alat-alat kelengkapan negara yang disebut
dengan lembaga tinggi negara menjadi delapan lembaga, yakni MPR, DPR, DPD,
Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Posisi masing-masing lembaga setara, yaitu
sebagai lembaga tingggi negara yang memiliki kolerasi satu sama lain dalam
menjalankan fungsi keseimbangan antar lembaga tinggi tersebut
Dengan
dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam
hierarki yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, tidak bisa dilaksanakan
dan batal demi hukum.
DAFTAR
PUSTAKA
Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra.
Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan masyarakat Madani. Jakarta.
Kencana. 2008(cetakan ketiga)
Kamaruddin hidayat dan Azyumardi Azra.
Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan masyarakat Madani. Jakarta. 2000
(cetakan pertama)
No comments:
Post a Comment