1

loading...

Tuesday, November 6, 2018

MAKALAH PEMBELAJARAN MATEMTIKA SD/MI “Cooperative Learning”

MAKALAH PEMBELAJARAN MATEMTIKA SD/MI “Cooperative Learning”

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan pembelajaran cooperative telah memiliki sejarah yang panjang sejak zaman dahulukala, para guru telah mendorong siswa-siswa mereka untuk bekerja sama dlam tugas-tugas kelompok tertentu dalam diskusi, debat, atau pelajaaran tambahan. Menurut beberapa ahli bahwa cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, akan tetapi sangat berguna untuk menumbuhkan berfikir kritis.
Jadi, cooperativelearning adalah konsep yang lebih luas yang meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

B.     Rumusan Masalah.
a)      Apa Saja Metode-Metode Pembelajaran Cooperative Learning ?
b)      Apa Unsur-unsur dalam Proses Pembelajaran Cooperative Learning ?
c)      Apa Langkah-langkah dan Strategi didalam Cooperative Learning ?


C.    Tujuan Penulisan.
a)      Dapat Mengetahui Tentang Metode-Metode Pembelajaran Cooperative Learning.
b)      Dapat Mengetahui Tentang Unsur-Unsur Dalam Proses Pembelajaran Cooperative Learning.
c)      Dapat mengetahui tentang Langkah-langkah dan Strategi didalam Cooperative Learning.
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Metode-Metode Pembelajaran Cooperative.
1.    Pembelajaran Tim Siswa.
Metode student tim learning adalah teknik pembelajaran cooperative yang dikembangkan dan diteliti oleh John Hopkins University. Lebih dari separuh dari semua kajian praktis tentang metode pembelajaran cooperative menerapkan metode ini.
Semua metode pembelajaran cooperative menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap satu timnya mampu membuat diri mereka belajar sama baiknya. Metode ini menekankan penggunaan tujuan-tujuan tim dan sukses tim, yang hanya akan dapat dicapai apabila semua anggota tim bisa belajar mengenai pokok bahasan yang telah diajarkan. Oleh sebab itu, dalam metode PTS tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim. Tiga konsep penting bagi semua metode PTS penghargaan bagi tim, tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang sama. Tim akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan tim lainnya jika mereka berhasil mencapai kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
Tanggung jawab individual adalah bahwa kesuksesan tim bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota tim. Tanggung jawab difokuskan pada kegiatan anggota tim dalam membantu satu sama lain untuk belajar dan memastikan bahwa tiap orang dalam tim siap untuk mengerjakan kuis atau bentuk penilaian lainnya yang dilakukan siswa tanpa bantuan teman satu timnya.
Kesempatan sukses yang sama maksudnya adalah bahwa semua siswa memberi kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya. Dengan adanya penghargaan para siswa lebih termotivasi untuk berusaha menjadi lebih baik dari yang lain.
Lima prinsip dalam metode PTS telah dikembangkan dan diteliti secara ekstensif. Tiga diantaranya metode pembelajaran cooperative yang dapat di adaptasikan pada sebagian besar mata pelajaran dan tingkat kelas.

2.      Student team –Achievement Divion (STAD).
      Dalam STAD para siswa dibagi dalam Team belajar yang terdiri atas 4 orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belang etnik nya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam team mereka untuk memastikan bahwa semua anggota team telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak perbolehkan saling membantu.
      Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akandiberikan poin berdasarkan tingkat kemajuan yang diraih siswa diberikan hasil yang mereka capai sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lainnya. Seluruh rangkaian kegiatan, termasuk presentasi yang disampaikan guru, praktik tim dan kuis biasanya memerlukan waktu 3-5 periode kelas.
      STAD telah digunakan dalam berbagai matapelajaran yang ada, mulai dari matematika, bahasa, seni, sampai dengan ilmu pengetahuan ilmiah yang lain, dan telah mulai digunakan mulai dari siswa kelas dua sampai perguruan tinggi.
      Gagasan utama dari STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung satu sama lain dalam menguasai kemampuan yg diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Mereka harus mendukung teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik, menunjukkan norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Para siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran. Mereka boleh bekerja berpasangan dan membandingkan jawaban masing-masing, mendiskusikannya dari pendekatan penyelesaian masalah, atau mereka juga boleh saling memberikan kuis mengenai objek yang sedang mereka pelajari. Mereka bekerja sama menilai kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu mereka berhasil dalam kuis.
        STAD lebih merupakan metode umum dalam mengatur kelas ketimbang metode komprehensif dalam mengajarkan mata pelajaran tertentu; Guru menggunakan pelajaran mereka sendiri dan materi-materi lain.

3.      Teams Games-Tournament (TGP).
        TGP merupakan metode pembelajaran yang menggunakan pelajaran yang sama yang disampaikan guru dan timkerja seperti STAD, tetapi menggntikan kuis dengan turnamen mingguan, dimana siswa memainkan games akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Siswa memainkan game ini bersama tiga orang pada “meja-turnamen”, dimana ketiga peserta dalam satu meja turnamen ini adalah para siswa yang memiliki rekor nilai matematika terakhir yang sama. sebuah prosedur “menggeser kedudukan” membuat permainan ini cukup adil.

4.      Jigsaw II.
        Metode yang menggunakan adaptasi dari tekhnik teka-teki Elliot Aronsont. Dalam teknik ini, siswa bekerja dalam anggota kelompok yang sama yaitu 4 orang dengan latar belakang yang berbeda seperti dalam STAD dan TGT. Para siswa ditugaskan untuk membaca bab, buku kecil, atau materi lain, biasanya bidang studi sosial, biografi, atau materi-materi yang bersifat penjelasan terperinci lainnya. Tiap anggota tim ditugaskan secara acak untuk menjadi “ahli” dalam aspek tertentu dari tugas membaca tersebut.
     
5.      Team Accelerated Instruction (TAI).
      TAI menggabungkan pembelajaran kooperatif dengan pengajaran yang individual. TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika kepada siswa kelas 3-6 (atau siswa pada kelas lebih tinggi yang belum siap menerima materi aljabar lengkap). Dalam TAI, para siswa memasuki sekuen individual berdasarkan tes penempatan dan kemudian melanjutkannya dengan tingkat kemampuan mereka sendiri. Secara umum, anggota kelompok  bekerja pada unit pelajaran yang berbeda. Teman satu tim saling memeriksa hasil kerja masing-masing menggunakan lembar jawaban dan saling membantu dalam menyesaikan berbagai masalah, bedanya dengn STAD dan TGT metode ini dapat diaplikasikan pada semua pelajaran dan tingkat kelas.

6.      Cooperatif integrated Reading Composition (CIRC).
      CIRC adalah program konprensif untuk mengajarkan membaca dan menulis pada kelas sekolah dasar pada tingkat yang lebih tinggi dan juga pada sekolah menengah. Dalam CIRC, guru menggunakan atau bahan bacaan yang berisi latihan soal. Dalam kebanyakan kegiatan CIRC, para sisa mengikuti serengkaian pengajaran guru, prakti tim, pra penilaian tim, dan kuis. Para murid tidak mengerjakan kuis sampai teman satu timnya menyatakan bahwa mereka sudah siap. Penghargaan untuk tim dan sertifikat akan diberikan kepda tim berdasarkan kinerja rata-rata dari semua anggota tim. Dalam semua kegiatan membaca dan menulis. Karena siswa belajar dengan materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka, maka mereka punya kesempatan yang sama untuk sukses.
      Kontribusi siswa pada timnya berdasarkan pada skor kuisnya dan membuat karangan tertulis secara independen, yang memastikan adanya tanggung jawab individu.[1]
     
B.     Unsur-unsur dalam Proses Pembelajaran Cooperative Learning.
             Agar metode pembelajaran ini efektif, ada lima unsur yang harus dipenuhi dalam proses pembelajaran. Ini pula yang merupakan salah satu beda Cooperative Learning dengan belajar kelompok biasa.
a)    Saling ketergantungan yang positif.
                    Pada pembelajaran CL, pembagian tugas kelompok merupakan salah satu kunci kesuksesan tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam satu kelompok efektifnya antara 2 sampai 4 orang. Sebaiknya pembagian kelompok dilakukan oleh guru karena ada kaidah heterogenitas dalam keanggotaan kelompok yang harus dipenuhi, dan peta kemampuan siswa yang mengetahui adalah guru. Kalau ditanya tentang kenyamanan bekerja pastilah siswa ingin memilih sendiri anggota kelompoknya, tapi ini mengkhawatirkan karena bisa jadi dalam kelompok tersebut berkumpul siswa-siswa yang sama kemampuannya. Atau bahkan mungkin ada siswa yang tidak terdaftar dalam satu kelompokpun karena tidak diinginkan oleh teman-temannya.
                 Dalam kelompok yang sudah terbentuk ada pembagian kerja yang jelas. Kalau ini bisa diserahkan kepada siswa untuk membagi tugas sambil belajar memahami kemampuannya sendiri. Masing-masing tugas saling berkaitan, oleh karenanya ketika salah satu anggota tidak menyelesaikan tugasnya maka akan mengakibatkan tugas kelompok tidak sempurna. Untuk itu anggota kelompok yang lain dapat membantu agar nilai kelompoknya terangkat. Jadi ada saling ketergantungan positif antara anggotanya.

b)      Tanggung jawab perseorangan.
                         Pembagian kelompok dilakukan oleh guru, pembagian tugas dilakukan oleh siswa sendiri sehingga masing-masing siswa punya tanggung jawab pribadi untuk menyelesaikan tugasnya. Siswa memilih beban pekerjaan yang dianggapnya paling sesuai dengan kemampuannya. Hal ini tentu saja sesuai dengan. keputusan bersama dalam kelompok. Hasil akhir dari tugas ini guru dapat mengevaluasi kemampuan perseorangan.
                         Karena masing-masing siswa mempunyai tugas perseorangan, maka harus ada pembagian waktu yang tegas. Berapa lama waktu untuk menyelesaikan tugas perseorangan, berapa lama waktu untuk diskusi dan berapa lama waktu untuk menggabungkan hasil kerja tiap-tiap anggota menjadi sebuah presentasi. Ada pembelajaran untuk mengatur waktu dan bekerja cepat.
c)      Interaksi tatap muka.                                                                                     Hari ini dengan kemajuan teknologi komunikasi bekerja bersama-sama tidak selalu berarti bertemu muka, bisa jadi masing-masing anggota kelompok berada di tempat terpisah, mengerjakan tugas masing-masing tetapi tetap saling berkomunikasi, bisa dengan handphone atau internet. Tetapi dalam konteks CL, tatap muka tetap merupakan persyaratan penting karena sampai hari ini pembelajaran kita masih banyak bersifat klasikal.          Setting ruangan mungkin cukup penting dalam membangun interaksi dalam sebuah team. Jika pembelajaran dilakukan di kelas maka akan lebih nyaman suasananya jika meja diatur seperti suasana kafe, satu kelompok satu meja banyak kursi duduk melingkar dan berdiskusi.    
           Setelah pembagian tugas, masing-masing bekerja sesuai jobdesknya. Meski demikian suasana interaksi tetap terjalin dengan adanya diskusi saling bantu untuk menyelesaikan tugas masing-masing.
d)    Komunikasi antar anggota.   
           Kemampuan berfikir dan bekerja anggota tim yang berbeda akan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas perseorangan berbeda. Ketika ada anggota tim yang belum selesai maka bantuan anggota lainnya sangat dibutuhkan, oleh karenanya harus ada komunikasi antar anggota. Setiap anggota harus berani bicara, bertanya dan menyampaikan pendapat.            Apalagi ketika proses penggabungan hasil kerja perorangan. Semua anggota tim berargumen dan berkontribusi untuk menyempurnakan hasil. Masing-masing menyampaikan hasilnya, lainnya menyempurnakan sehingga hasil akhirnya maksimal.
e)      Evaluasi proses kelompok.   
          Ada sebuah penyakit dalam kerja kelompok, yaitu 'mengandalkan' teman. Ketika duduk dalam satu tim dengan siswa yang dianggap cerdas, maka yang lain akan santai dan menyerahkan tanggungjawabnya kepada si-cerdas. Sedangkan si cerdas berfikir "kelamaan nungguin temen, mending dikerjain sendiri dan hasilnyapun akan lebih baik". Hal yang perlu dicermati dalam Cooperative learning yaitu sharing, transfer pengetahuan antar sesama siswa dan tutor sebaya, karena kalau tidak dikontrol akan mengacaukan tujuan pembelajaran ini.
Tugas guru adalah memantau semua aktifitas kelompok sambil memberikan penilaian. Evaluasi proses kelompok akan tampak nyata ketika masing-masing kelompok menyampaikan presentasi. Bagaimana setiap anggota tim menjawab pertanyaan dari audience sesuai bagian masing-masing dan bagaimana anggota yang lain melengkapi jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan.
   Apabila 5 unsur ini terpenuhi, seharusnya proses pembelajaran akan sangat ideal dan efektif. Berbagai hal positif yang dapat diambil oleh siswa dengan menerapkan metode ini di antaranya:
a)      Belajar bekerjasama
b)      Belajar berbicara dan menyampaikan pendapat
c)      Belajar berargumen
d)     Belajar menghargai pendapat orang lain
e)      Belajar mengidentifikasi masalah
f)       Belajar menarik kesimpulan
g)      Belajar mempersentasikan sebuah masalah dan solusinya.
h)      Memungkinkan ditemukannya informasi baru oleh kelompok yang tidak didapatkan dari buku sekolah. Bahkan mungkin juga terjadi sang gurupun belum mengetahui.[2]
C.    Langkah-langkah dan Strategi didalam Cooperative Learning.
1)        Langkah-langkah didalam Cooperative Learning:
a)      Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana program pembelajaran. Guru mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Disamping itu, guru pun  menetapkan sikap dan keterampilan sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperlihatkan oleh murid selama berlangsungnya pembelajaran.
b)      Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran dikelas, guru merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasikan kegiatan murid dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam menyampaikan materi,
c)      Guru tidak lagi menyampaikan materi secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut nantinya akan dilakukan murid ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan murid mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan.
d)     Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan murid, guru mengarahkan dan membimbing murid baik secara individual maupun kelompok. Guru memberikan pujian dan kritik yang membangun, merupakan aspek penting yang harus dilakukan. Guru secara periodik memberikan layanan kepada murid, baik secara individual maupun secara klasik.
e)      Langkah ke empat, guru memberikan kesempatan kepada murid dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya, hal ini dimaksud untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman murid terhadap materi atau hasil kerja yang telah ditampilkannya.

2)   Strategi didalam pembelajaran Cooperative Learning.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah strategi pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan melalui riset ilmiah diberbagai negara di dunia, sehingga sitematikanya dapat diterapkan disemua tingkat pendidikan dan di semua mata pelajaran termasuk ilmu matematika. Strategi pembelajaran kooperatif telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di antaranya adalah Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya. Tipe pembelajaran tersebut memiliki penekanan yang berbeda tetapi semuanya masih dalam konsep regular dari pembelajaran kooperatif. Misalnya, Think-Pair-Share memiliki penekanan terhadap pengembangan kemampuan siswa menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Sedangkan Teams Games-Tournament menekankan pada tanggung jawab individu dalam berkonstribusi terhadap kesuksesan kelompok dalam suasana kompetitif.
Strategi Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Dalam kegiatan kooperatif peserta didik secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi pembelajaran kooperatif adalah, suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainya dalam kelompok tersebut.[3]



     





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran dikelas maupun tutorial. Model pembelajaran harus mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan dan pengelolahan kelas. Melalui pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir dan mengekpresikan ide. Juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran.
a)      Metode-Metode Pembelajaran Cooperative:
1.        Pembelajaran Tim Siswa.
2.        Student team –Achievement Divion (STAD).
3.      Teams Games-Tournament (TGP).
4.        Team Accelerated Instruction (TAI).
5.        Jigsaw II.
6.        Cooperatif integrated Reading Composition (CIRC).
b)      Unsur-unsur dalam Proses Pembelajaran Cooperative Learning:
1.        Saling ketergantungan yang positif.
2.        Tanggung jawab perseorangan.
3.        Komunikasi antar anggota.
4.        Interaksi tatap muka.
5.      Evaluasi proses kelompok.   
c)      Langkah-langkah dan Strategi didalam Cooperative Learning.:
- Langkah-langkah:
Guru merancang rencana program pembelajaran, merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasikan kegiatan murid dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil, melakukan observasi terhadap kegiatan murid, guru mengarahkan dan membimbing murid baik secara individual maupun kelompok, murid dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
-  Strategi:
Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah strategi pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan melalui riset ilmiah diberbagai negara di dunia, sehingga sitematikanya dapat diterapkan disemua tingkat pendidikan dan di semua mata pelajaran termasuk ilmu matematika. Strategi pembelajaran kooperatif telah dikembangkan dalam berbagai tipe variasi, di antaranya adalah Think-Pair-Share, Students Teams Achievement Devition, Teams Games-Turnament, Jigsaw, dan sebagainya
B.     Saran.
Untuk para pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik menggunakan strategi kooperatif dengan berbagai tipe seperti penjelasan di atas karena dapat membuat siswa lebih cepat menerima daripada menggunakan strategi yang konvensional.
Apabila menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu membimbing siswa dalam berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal setiap siswa harus aktif dalam berdiskusi dan harus saling menghargai setiap pendapat, ide, atau gagasan dari anggota yang lain.







[1]Robert E. Slavin, Cooperative Learning ( Bandung: Nusa Mulia, 2010), hlm.17.
[2] Agus Suprioso, Cooperative Learnig Teori dan Aplikasi PAIKEM (Jogyakarta: Pustaka pelajaran, 2009), hlm 47.
[3] Etin Solihatin dan Raharjo, Coopertive Learning, (Jakarta:Bumi Aksara, 2009) hlm 10

No comments:

Post a Comment