MAKALAH SEJARAH PEMBENTUKAN TAKAFUL DALAM MENENTUKAN ASURANSI SYARIAH
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pembentukan Takaful
Pada dasarnya Hukum
Ekonomi adalah hukum yang mengatur upaya manusia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmurannya. maka program peningkatan
kesejahteraan sesuai orientasi Hukum Ekonomi tersebut sangat terkait dengan
intervensi pemerintah. Hukum Ekonomi mulai dikembangkan akhir abad ke-19,
tepatnya sekitar abad ke-20, sebagai kilas balik kegagalan asas kebebasan
berkontrak yang mengecam keras keterlibatan pemerintah di bidang ekonomi di Eropa.
Praktek kebebasan berkontrak telah melahirkan penderitaan dan kemiskinan yang
hebat, yang lcuat semakin memanfaatkan yang lemah. Dalam kondisi seperti
demikian diharapkan keterlibatan pemerintah untuk memulihkan keadaan ekonomi.
Sejak itu kepentingan umum mulai diperhatikan oleh negara. Intervensi
pemerintah tersebut melahirkan kebijaksanaan dibidang ekonomi, sebagai produk
hukum administrasi negara. Kebijaksanaan pemerintah di bidang ekonomi tersebut,
itulah yang disebut dengan Hukum
Ekonomi.
Apabila kriteria
Hulcum Ekonomi yang bertujuan untuk mensejahterahkan manusia melalui
keterlibatan pemerintah, konselcuensinya hampir semua bidang kehidupan tidak
lepas intervensi pemerintah (pasal 33 UUD 45, pasal 27 ayat 2 UUD 45), maka
dalam Hulcum Ekonomi dikenal dua macam kaidah. Pertama kaedah yang bersifat
administratif, kedua kaedah substantif. Yang termasuk dalam kaedah yang
bersifat administratif meliputi prosedural dari aktifitas dan transaksi
ekonomi, kaedah hulcum ini bersifat memaksa. Sedangkan kaedah hulcum
substansial menyangkut aspek-aspek material dari aktifitas transaksi ekonomi,
umumnya kaedah seperti ini hanya mengatur atau sebagai pedoman bagi para pelaku
ekonomi.
Sehubungan
keberadaan Hukum Ekonomi tersebut dikaitkan dengan perasuransian di Indonesia,
keterlibatan pemerintah sangat jauh, baik dalam arti penentuan kaedah yang
administratif maupun yang bersifat substansial. Kenyataannya pemerintah
terlibat langsung dalam pengaturan dan pengelolaan asuransi, seperti adanya
sejumlah Perusahaan Asuransi milik pemerintah antara lain, Jasa Raharja,
Jiwasraya dan lain sebagainya. Dengan demikian asuransi yang telah diatur
tersebut juga merupakan kajian Hukum Ekonomi.
Bentuk asuransi
yang telah dikenal selama ini di Indonesia yaitu jenis asuransi kerugian dan
jenis asuransi jiwa, kesemua jenis tersebut juga tidak terlepas dari intervensi
pemerintah terutama segi pengaturannya. Bagi perusahaan asuransi milik swasta
juga diadakan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Selanjutnya, mengenai
Asuransi Islam Takaful yang baru dikenal di dunia Islam terutama bagi
negara-negara Islam seperti Sudan baru mengenalnya tahun 1979, menyusul negara
muslim lainnya, sementara di Indonesia dimulai sejak tahun 1993, namun pengembangannya ke seluruh
wilayah Indonesia dimulai pada tahun 1994, di bawah naungan Yayasan Abdi Bangsa
ICMI.
Secara umum
Asuransi Islam Takaful(AIT) kelihatannya masih ada kemiripan dengan Asuransi
Umum, keduanya masih menempatkan asas pertanggungan sebagai dasar pendiriannya.
Meskipun demikian AIT memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya
dengan asuransi umum. Kalau demikian, bagaimana dengan pengaturan pelaksanaan
asuransi di Indonesia, apakah dimungkinkan diadakannya asuransi yang memiliki
sistem kerja lain dari asuransi pada umumnya? Berikut dikemukakan dasar hukum
asuransi di Indonesia. Dasar pendirian asuransi dapat dilihat dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) pasal 1774, yaitu: Suatu persetujuan
untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya. mengenai untung-untungan.
baik bagi semua pihak. maupun bagi sementara pihak. bergantung pada suatu
kejadian yang belum tentu. Demikian
adalah: Persetujuan penanggungan; bunga cakap hidup; perjudian dan penaruhan.
Persetujuan penama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Pasa1 itulah
yang dijadikan dasar utama pendirian asuransi di Indonesia, meskipun oleh para
pakar hukum tidak semua unsur yang disebutkan dalam pasal 1774 tersebut cocok
untuk dilakukan seperti perjudian dan pertaruhan, tidak sesuai dengan alam
Indonesia.
Sedangkan
pengertian asuransi dapat dil ihat dapat dalam Pasal 246 KUHD, yaitu: Asuransi
atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang penanggung
mengikatkan diri kepada seseorang penanggung dengan menerima suatu premi. untuk
memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian. kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan
yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.
Pasal 246 KUUD
tersebut cukup tegas menentukan asuransi itu sebagai bentuk perjanjian antara
pihak tertanggung dengan pihak penanggung. Dan selain pasal dalam KUHD tersebut
masih banyak pasal lainnya yang juga menyinggung langsung asuransi.
B.
Asuransi Takaful Indonesia
Dunia Islam saat ini tengah dihadapkan suatu
permasalahan yang mendasar yakni bagaimana menciptakan sistem perekonomian yang
islami, di tengah semaraknya sistem perekonomian barat yang mewarnai kehidupan umat
manusia, bahkan umat Islam itu sendiri.
Dalam Islam dinyatakan dengan tegas dalam surat AI-Imran ayat: Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman konsumsilah olehmu dari bahan yang baik dan
halal yang Allah telah rezkikan kepadamu". Kata yang baik (thayyibah) dan
halal merupakan standar baku dalam ekonomi Islam, baik dan halal dapat
dipandang dari beberapa sisi, pertama; baik dan halal dari sisi cara mendapatkannya, tidak melalui penipuan, riba. Kedua; baik dan halal
dari segi fisiknya (zatnya), bukan usaha minuman keras, ketiga; baik dan halal
pada waktu pemanfaatannya.
Kriteria baik dan
halal tersebut pada saat ini tidak lagi dijadikan patokan, melainkan sejauhmana
kesempatan untuk mengkonsumsi sebanyak mungkin, tanpa memperhatikan nilai-nilai
yang ada, inilah gejala yang mewarnai kehidupan ekonomi modern. Oleh karena itu
dunia Islam prihatin dengan kondisi tersebut,
meskipun hams diakui oleh Islam sendiri, kalau memang Islam memiliki
sistem ekonomi yang baku, mengapa tidak dikembangkan. Untuk mengantisipasi
keterlambatan tersebut, dunia Islam mulai membangun sistem ekonomi, seperti
pend irian Bank Islam tanpa bunga, Di Indonesia Bank Muamalat, BPR Syariah,
menyusul Asuransi Islam Takaful dan usaha-usaha keuangan lainnya seperti Modal
Ventura, Leasing dan Factoring. Sekarang Asuransi Takaful mulai merangkak,
dengan dihadapkan setumpuk tantangan dan
rintangan di tengah kompetisi yang
ketat, menuntut perhatian dan tanggung
jawab semua pihak untuk tetap membuat asuransi takaful eksis. Kehadiran
Asuransi Takaful di Indonesia sebagai model ekonomi baru. Makna 'baru' menu rut
penulis yang baru hanyalah mekanisme kerjanya yang Islami, lahir pada bulan
Agustus 1993, yang diprakarsai oleh Yayasan Abdi Banga bersama Bank Muamalat
Indonesia dibantu oleh Depanemen Keuangan, Asuransi Tugu Mandiri dan perorangan
telah membentuk Team Pembentukan Asuransi TakafuI Indonesia sekarang telah
mengalami perkembangan yang cukup meyakinkan.
C. Mekanisme dan Produk Asuransi TakafuI
Asuransi Takaful
didirikan berdasarkan syariat Islam, dasar pendiriannya dapat dilihat dalam
Surat Al-Maaidah ayat 2: Artinya: "Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan
dan janganlah kamu tolong menolong dalam
hal dosa". Sedangkan dalam KUHD Pasal 268 dapat dijadikan dasar pendirian
asuransi takaful ini, yaitu: "Suatu penanggungan dapat mengenai segala
kepentingan yang dapat dinilaikan, dengan uang, dapat diancam dengan sesuatu
bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang".
Munculnya asuransi
Islam ini dilatar belakangi adanya keragu-raguan terhadap mekanisme asuransi
yang berkembang disebut sebagai asuransi konvensional. Asuransi Konvensional
dalam operasionalisasinya banyak yang harus dinilai berdasarkan syariat
Islam. Untuk Jelasnya dikemukakan apa
yang membedakan asuransi Islam Takaful dengan Asuransi KonvensionaI yang
mengandung keragu-raguan itu, antara lain sebagai berikut:
1.
Asuransi Takaful bukanlah asuransi untung-untungan,
tetapi merupakan pertanggungan yang saling tolong menolong, Asuransi Takaful
tidak mengalihkan tanggung jawab atas risiko yang terjadi. Melainkan apabila risiko
tersebut terwujud semua anggota ikut memikul beban yang dideritanya. Sedangkan pada Asuransi Konvensional tanggung
jawab atas risiko yang terjadi diambil alih perusahaan asuransi. Berbeda halnya
dengan Asuransi Islam Takaful kalau si A tadi mengasuransikan jiwanya 10 tahun
sejumlah 10 juta. maka tiap tahun si A menyetor 1 juta, setiap setoran itu telah ditetapkan (terserah kesepakatan) 30%, untuk didermakan
dan itulah yang akan digunakan membayar kerugian manakala risiko terjadi di
antara salah satu anggota, sedangkan sisanya 70% adalah tetap milik si A. Jadi
kaIau si A meninggal pada tahun ke-7, maka si A (perwarisnya) akan tetap
memperoleh 10 juta, tujuh juta diperoleh berdasarkan setoran (premi) tiap tahun
selama tujuh tahun, sedangkan 3 juta itulah akumulasi jumlah uang yang
didermakan sebanyak 30%, digabungkan dengan seluruh setoran anggota. Jadi,
semua uang yang diterima anggota asuransi yang mengalami risiko, jelas
asal-usulnya.
2.
Asuransi Takaful Tidak mengalihkan tanggung jawab atas
risiko yang terjadi. Pihak Asuransi Takaful
bertanggung jawab secara bersama di antara seluruh anggota terhadap risiko yang
terjadi pada salah satu anggota.
Asuransi takaful mewadahi kelompok yang
saling tanggung menanggung. Bebeda halnya
dengan asuransi konvensional, jelas mengandung unsur
untung-untungan, dan mengalihkan tanggung jawab risiko yang terjadi. A
mengasuransikan kendaraannya, selama sepuluh tahun, kalau terjadi kecelakaan
pada kendaraannya, maka A tidak menanggung risiko, tetapi akan ditanggung pihak
Asuransi. Jadi, A lepas tanggung jawab, ini menyalahi takdir Tuhan. Lain halnya
dengan Takaful, kerugian itu ditanggung bersama bukan hanya oleh Asuransi
Takaful send irian, kalaupun misalnya tidak terjadi risiko selama kontrak, maka
uang yang disetorkan tetap milik peserta. Sedangkan pada Asuransi Konvensional,
menjadi milik perusahaan asuransi.
3.
Asuransi Islam Takaful tidak mengandung unsur riba dan
tidak memberikan peluang riba. Semua premi yang disetorkan anggota dengan
persentase tertentu, adalah tetap milik anggota bersangkutan yang akan
diterimanya diakhir kontrak nanti. Misalnya uang premi perbulan 100 ribu, maka
dikeluarkan 30% untuk derma dan biaya operasional. Sisa 70% tetap milik
peserta, maka pihak asuransi takaful akan mengelola premi tersebut, dan
keuntungannya dibagi bersama antara pihak asuransi dan peserta, dengan prinsip
mudharabah (bagi hasil). Malaysia menetapkan bagi hasil 30% untuk Pihak
Asuransi Takaful dan 70% untuk peserta. Jadi, pada akhirnya uang yang diterima
oleh peserta akan bertambah, selain uang premi juga ada keuntungan. Pihak
Asuransi Takaful menginvestasikan setoran di bank Islam (Muamalah), tidak pada
bank umum lainnya, sebab kalau pada bank lainnya, berarti memberi peluang riba,
semua Bank non-Islam menggunakan bunga (interest). Pada asuransi konvensional
jumJah premi yang disetorkan dalam jumlah tertentu, itulah yang akan diterima
peserta, kalau tidak terjadi risiko. Sementara pihak asuransi mengelola uang
tersebut selama perjanjian, maka baik bunga dan keuntungannya menjadi hak
perusahaan. Berarti asuransi konvensional menggunakan uang peserta secara
sepihak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada prinsipnya Asuransi Takaful didirikan
berdasarkan pada tiga asas yaitu:
Pertama, asas prinsip saling bertanggung jawab. Kedua, asas prinsip saling
kerjasama dan bantu membantu. Ketiga, asas prinsip saling melindungi dari berbagai kesusahan. Prinsip saling
bertanggung jawab antara penanggung dan tertanggung merupakan sebuah keluarga
besar, sekaligus sebagai satu kesatuan yang utuh, dalam membangun umat dan
perusahaan. Mekanisme Asuransi Islam Takaful terdapat perbedaan yang mendasar. Asuransi
Takaful tidak mengenal untungan-untungan, tidak mengenal bunga, dan tidak
mengalihkan tanggung jawab atas risiko.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Manan, 2012. Hukum Ekonomi Syariah dalam Perspektif kewenangan Peradilan Agama,
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group) .
Iqbal muhaimin,
2006 Asuransi umum Syariah dalam Praktik
Jakarta: Gema Insani
No comments:
Post a Comment