1

loading...

Sunday, November 18, 2018

MMAKALAH PEMBELAJARAN PAI UNTUK DIFABLE



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji dan syukur penyusun ucapkan  kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanmakalah pada mata kuliah Pembelajaran PAI untuk Difabel yang berjudul “Pendidikan dan Bimbingan bagi Anak Difable (Disleksia)””
            Dalam penyusunan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penyusunan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung  maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih  dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Bengkulu, 13 November 2018



                                                                                                Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 
DAFTAR ISI .....

BAB I PENDAHULUAN ..
A.    Latar Belakang ........
B.     Rumusan Masalah ...
C.     Tujuan ..............

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia ....
B.     Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia.....
C.     Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Disleksia.....
D.    Faktor Penyebab Disleksia.......
E.     Pelayanan Pendidikan  Bagi Anak Disleksia....
F.      Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar...
G.    Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia........

BAB III PENUTUP ..........................
A.    Kesimpulan .....................
B.     Saran ..........

DAFTAR PUSTAKA









  


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dewasa ini sering kita lihat banyak anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkemampuan tinggi. selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan. Dalam referensi lain juga dijelaskan mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental ), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan prilaku siswa seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, megusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah.Menurut para ahli pendidikan, hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri peserta didik itu sendiri yang disebut faktor internal, dan yang terdapat diluar diri peserta didik yang disebut dengan eksternal.
Jaman dahulu, anak tak bisa membaca adalah anak bodoh. Jaman dulu anak yang suka berhayal adalah anak ngawur. Hari ini manusia kian pandai memilah mana yang bodoh karena tak belajar, atau pintar tapi tak bisa mengungkapkan secara verbal ataupun lisan. Namun ada kalanya kita  menemukan gejala “disleksia”, istilah dari ketidakmampuan membaca, dalam diri anak. Misal Anak tersebut sering “membaca” buku dalam waktu lama, tapi tidak membaca huruf. Hanya detail gambar hingga proses kerja dari setiap aktor di gambar itu. Ia membaca “b” menjadi “d”, angka “2″ menjadi “5″ jika diurut bersama. Ia juga suka bingung antara kiri dan kanan. Ia bisa mengeja semua huruf, tapi harus melihat posisi lidah, gigi dan bibir saya kita mengucap suku kata seperti “ba” atau “da”. Sementara itu, daya rekam atas semua detail peristiwa dan pengetahuan anak sangatlah tinggi.

B.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini ialah:
1.    Apa Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia?
2.    Apa saja Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia?
3.    Bagaimana Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Tanda-tanda Disleksia?
4.    Apa saja Faktor Penyebab Disleksia?
5.    Bagaimana Pelayanan Pendidikan  Bagi Anak Disleksia?
6.    Bagaimana Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar?
7.    Bagaimana Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia?

C.  Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia
2.    Untuk mengetahui Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia
3.    Untuk mengetahui Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Tanda-tanda Disleksia
4.    Untuk mengetahui Faktor Penyebab Disleksia
5.    Untuk mengetahui Pelayanan Pendidikan  Bagi Anak Disleksia
6.    Untuk mengetahui Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar
7.    Untuk mengetahui Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia























BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Kesulitan Belajar dan Disleksia
Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresi didalam proses pembelajaran. Kendatipun gangguan ini bisa terjadi didalam tingkatan kecerdasan normal atau bahkan diatas normal. Anak-anak yang berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang bisa menghambat alur belajar yang normal, menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan perseptual-motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Umumnya masalah ini tampak ketika anak mulai mempelajari mata-mata pelajaran dasar seperti menulis, membaca, berhitung, dan mengeja.
Keragaman jenis kesulitan belajar yang mungkin dialami seseorang anak memang menghendaki adanya klasifikasi yang cermat tentang kesulitan belajar ini. Oleh karena muncul berbagai istilah sebutan bagi kesulitan belajar. Gangguan belajara muncul dalam berbagai bentuk dan memengaruhi berbagai aspek pembelajaran. Secara umum mereka mereka memengaruhi kemampuan membaca, menulis, dan mengeja (Disleksia), mengerjakan soal matematika (Diskalkulia), dan menulis (Disgrafia).[1]
Gangguan belajar yang paling terkenal adalah Disleksia. Kata ini berasal dari gabungan kata awalan “dis”, yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti bahasa atau kata-kata.[2] Dapat diartikan bahwa Disleksia adalah gangguan belajar berdasarkan bahasa yang menghalangi kemampuan sesorang untuk membaca. Disleksia tidak menunjukkan kurangnya kecerdasan, kenyataanya banyak pengidap disleksia menunjukkan kecerdasan diatas rata-rata.
Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang memengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.
Disleksia biasanya terjadi pada anak-anak dengan daya penglihatan dan kecerdasan yang normal. Anak-anak dengan dyslexia biasanya dapat berbicara dengan normal, tetapi memiliki kesulitan dalam menginterpretasikan “spoken language” dan tulisan.
Disleksia cenderung diturunkan dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Disleksia terutama disebabkan oleh kelainan otak yang mempengaruhi proses pengolahan bunyi dan bahasa yang diucapkan. Kelainan ini merupakan kelainan bawaan, yang bisa memengaruhi penguraian kata serta gangguan mengeja dan menulis.[3]
                                                
B.  Klasifikasi Kesulitan Belajar dan Disleksia
Membuat klasifikasi kesulitan belajar tidak mudah karena kesulitan belajar merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Tidak seperti tunarungu, tunanetra, atau tunagrahita yang bersifat homogen. Kesulitan belajar memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan remediasi yang berbeda-beda. Betapapun sulitnya membuat klasifikasi kesulitan belajar, klasifikasi tempatnya memegang diperlukan karena bermanfaat untuk menentukan strategi pelajaran yang tepat.
Secara garis besar kesulitan belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok:
1.    Kesulitan Belajar yang Berhubungan dengan Perkembangan (Developmental Learning Disabilities), kesulitan belajar yang berguna dengan perkembangan ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi dan kesulitan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial.
2.    Kesulitan belajar akademik (Akademik Learning Disabilities), kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan atau matematika.[4]
Kesulitan belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orangtua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik. Sebaliknya kesulitan belajar bersifat perkembangan umumnya sukar diketahui baik oleh orangtua maupun guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang isistematik seperti halnya dalam bidang akademik. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar yang disebabkan oleh tidak dikuasainya keterampilan persyaratan yaitu keterampilan yang harus dikuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk keterampilan berikutnya.
Gangguan belajar juga dapat diklasifikasikan dengan berbagai jenis gangguan belajar diantaranya:
1.    Gangguan Bahasa (Language Disorder)
Merupakan salah satu contoh paling lazim gangguan belajar, dan mencakup serangkaian kesulitan, baik dalam pemahaman maupun menyatakan gagasan. Sementara beberapa siswa mungkin tidak bisa mengerti arti kata-kata yang berdiri sendiri siswa yang lain mungkin kesulitan mengerti utuh yang diucapkan orang lain dan bisa menjadi bingung terutama oleh kalimat-kalimat yang panjang dan rumit atau untuk menyusun pikiran mereka sendiri menjadi kalimat. Seorang siswa penginapan gangguan bahasa mungkin berjuang keras untuk menyusun pikirannya menjadi kalimat. Gangguan bahasa secara negatif berdampak pada pemikiran, bacaan, pengerjaan, penulisan, dan bahkan matematika.[5]

2.    Gangguan Membaca
Disleksia adalah gangguan belajar berdasarkan bahasa yang menghalangi kemampuan seseorang untuk membaca. Disleksia tidak menunjukkan kurangnya kecerdasan: kenyataannya banyak penginapan disleksia menunjukkan kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata. Anak-anak penginapan disleksia mempunyai kesulitan untuk memahami arti kata-kata yang mereka baca: mereka melewatkan banyak kata dan mereka membalikkan posisi beberapa huruf dikata-kata tertentu. [6]

3.    Gangguan Matematika
Sebagian besar anak pengidap gangguan matematika juga mengadakan gangguan membaca. Anak-anak pengidap ini mempunyai kesulitan besar dalam berhitung. Penambahan dan pengurangan yang sederhana terasa sangat sulit bagi mereka, dan mereka sering tidak mampu menciptakan citra diluar kepala dari serangkaian objek. Berkali-kali mereka juga tidak mampu untuk membedakan kanan dan kiri, atas dan bawah, atau Timur dan barat. Mereka mungkin kesulitan untuk menurunkan sesuatu menurut aturan tertentu. [7]

4.    Gangguan Pernyataan Tertulis
Anak-anak pengidap gangguan ini juga akan mengikat gangguan membaca, dan kebanyakan anak pengidap gangguan membaca juga mengucap gangguan menulis. Mereka akan bermasalah dengan pengerjaan tata bahasa, dan tanda baca. Membuat kalimat dan paragraf akan sulit disuruh maju kedepan untuk mengerjakan soal matematika dilapangan tulis mungkin merupakan pengalaman menakutkan bagi mereka. Dan mereka cenderun.g menulis lambat dan sulit dibaca. Mereka mungkin juga mengadakan ketidakmampuan motor yang menyulitkan mereka koordinasi gerak halus ditangan mereka, yang bahkan semakin mempersulit mereka untuk menulis yang rapi. Tugas-tugas sekolah mereka cenderung bapak coretan dan tanda hapuskan. Mereka memungkinkan menulis huruf-huruf dari belakang, atau menulis seluruh kata atau kalimat dengan urutan terbalik. Walaupun semua anak mengalami kesulitan ini ketika belajar menulis, anak pengidap gangguan belajar ini akan terus mengalami masalah ini bahkan setelah anak-anak lain seusianya telah berhasil menguasai keterampilan yang dibutuhkan untuk menulis. [8]

Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr. Kristiantini Dewi, Sp.A, menjelaskan disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
1.    Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan.
2.    Acquired Dyslexia didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca.

C.  Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dan Tanda-tanda Disleksia
1.    Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
Tidak ada seperangkat karakteristik atau perilaku yang akan ditemukan pada seluruh anak yang diidentifikasi sebagai anak berkesulitan belajar. Sebagian anak mungkin menunjukan kesulitanyya dalam aspek kognitif, dengan masalah-masalah khusus seperti membaca, berhitung dan bahkan berfikir. Masalah lain mungkin dalam aspek sosial, seperti hubungan dengan orang lain, konsep diri, dan perilaku-perilaku yang tak layak. Sementara lainnya mungkin bermasalah pada aspek bahasa, baik berupa kesulitan mengekspresikan diri secara lisan maupun tertulis. Ada kemungkinan lain, dimana anak yang berkesulitan belajar bermasalah dalam aspek motorik.
Bertolak dari pemikiran tersebut maka pembahasan aspek-aspek perkembangan berikut ini bisa jadi tidak berlaku universal bagi semua anak berkesulitan belajar.

a.    Aspek Kognitif
Berbagai definisi kesulitan belajar lebih berorientasi kepada aspek akademik atau kognitif. Masalah-masalah kemampuan bicara, membaca, menulis, mendengar, berfikir dan matematis. Semuanya merupakan penekanan terhadap aspek kognitif atau akademik.
Kasus kesulitan membaca yang sering ditemukan disekolah merupakan contoh klasik dari ketidakberfungsian aspek kognitif anak berkesulitan belajar.

b.   Aspek Bahasa
Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif merupakan kecakapan menerima dan memahami bahasa. Bahasa ekspresif adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal.

c.    Aspek Motorik
Aspek motorik merupakan masalah yang umumnya dikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan meniru rancangan atau pola.

d.   Aspek Sosial dan Emosi
Dua karakteristik yang sering diangkat sebagai karakteristik sosial-emosional adalah kelabilan emosional. Kelabilan emosional ditunjukkan oleh sering berubahnya suasana hati dan tempramen.
Seperti diungkapkan di atas bahwa karakteristik anak berkesulitan belajar tidak akan berlaku universal bagi seluruh anak tersebut, karena setiap kesulitan belajar yang spesifik memiliki gejala dan karakteristik sendiri.

2.    Tanda-tanda Disleksia
Menurut Hargio tanda tanda disleksia yang mungkin dapat dikenali oleh orang tua atau guru adalah sebagai berikut:
1.       Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya.
2.       Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya essay.
3.       Huruf tertukar tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, ’s’ tertukar ’z’.
4.       Membaca lambat-lambat dan terputus-putus dan tidak tepat misalnya:
a.     Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
b.     Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
c.     Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai.
5.       Tertukar tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama)
6.       Daya ingat jangka pendek yang buruk.
7.       Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar.
8.       Tulisan tangan yang buruk.
9.       Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung.
10.    Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
11.    Kesulitan dalam mengingat kata-kata
12.    Kesulitan dalam diskriminasi visual
13.    Kesulitan dalam persepsi spatial
14.    Kesulitan mengingat nama-nama
15.    Kesulitan / lambat mengerjakan PR
16.    Kesulitan memahami konsep waktu
17.    Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
18.    Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
19.    Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari hari
20.    Kesulitan membedakan kanan kiri [9]


D.  Faktor Penyebab Disleksia
Faktor belajar dipengaruhi oleh dua faktor, internal dan eksternal. Penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya difungsi neurolis sedangkan penyebab utama kesulitan belajar adalah faktor eksternal yaitu antara berupa strategi pembelajaran yang keliru pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat.
Disfungsi neurologis sering tidak hanya menyebabkan kesulitan belajar tetapi juga dapat menyebabkan tinaghira dan gangguan emosional. Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesulitan belajar:
1.    Faktor genetik
2.    Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen.
3.    Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang digunakan untuk memfungsikan syaraf)
4.    Biokimia yang dapat merusak otak(misalnya zat pewarna pada makanan)
5.    Pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam).
6.    Gizi yang tidak memadai.
7.    Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan perkembangan anak. [10]

Kephar mengelompkkan penyebab kesulitan belajar ini kedalam tiga kategori utama yaitu:
1.    Kerusakan otak, berarti terjadinya kerusakan syaraf seperti kasus-kasus enchephalitis, meningitis, dan toksin. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan gangguan fungsi otak yang diperlukan untuk proses pembelajaran pada anak dan remaja. Demikian pula pada anak-anak yang mengalami Disfungsi minimal otak pada saat lahir akan menjadi masalah besar pada saat anak mengalami proses belajar.
2.    Faktor gangguan emosional, yang menimbulkan kesulitan belajar terjadi karena adanya trauma emosional yang berkepanjangan yang mengganggu hubungan fungsional sistem Utara syaraf. Dalam kondisi seperti ini perilaku-perilaku yang terjadi seringkali sperti perilaku pada otak. Namun demikian tidak semua gangguan emosional dapat mengakibatkan gangguan belajar.
3.    Faktor pengalaman, yang dapat menimbulkan kesulitan belajar mencakup Faktor-faktor seperti kesenjangan perkembangan atau kemiskinan pengalaman lingkungan. Kondisi ini biasanya dialami oleh anak-anak yang terbatas memperoleh rangsangan lingkungan yang layak, atau tidak pernah memperoleh kesempatan menangani peralatan dan mainan tertentu, dimana kesempatan semacam itu dapat mempermudah anak dalam.  Mengembangkan keterampilan menipulatif dalam penggunaan alat tulis seperti pensil dan ballpoint. Biasanya kemiskinan pengalaman ini berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi orangtua sehingga seringkali berkaitan erat dengan masalah kekurangan gizi yang pada akhirnya dapat mengganggu optimalisasi perkembangan dan keberfungsian otak. [11]

E.  Pelayanan Pendidikan  bagi Anak Disleksia
Dalam memberikan  pelayanan pendidikan kepada anak berkesulitan belajar ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan. Berbagai faktor tersebut adalah tingkat kesulitan, kebutuhan anak untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dan keterampilan sosial dan akademik anak. Yang menangani anak berkesulitan belajar biasanya menganjurkan untuk memilih suatu sistem pemberian pelayanan yang menggabungkan beberapa tipe pelayanan.
Menurut leher ada tiga sistem penempatan yang banyak dipilih oleh sekolah, yaitu kelas khusus, ruang sumber, dan kelas reguler. Menurut leher, 20% anak berkesulitan belajar diamerika Serikat memperoleh pelayanan dikelas khusus, 62% diruang sumber, dan 15% dikelas reguler. Berikut ini secara berturut-turut akan dibahas pemberian pelayanan pendidikan anak disleksia:


1.    Kelas khusus
Sekolah yang menyediakan kelas khusus biasanya menempatkan 10 atau 20 guru anak berkesulitan belajar dalam satu kelas. Pengelompokan dapat didasarkan  atas taraf kesulitan atau Faktor-faktor lain. Ada dua macam kelas khusus yang biasa digunakan yaitu kelas khusus sepanjang hari belajar dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu.  Dalam kelas khusus sepanjang hari belajar anak berkesulitan belajar diajarkan oleh guru khusus. Mereka berinteraksi dengan anak yang tidak berkesulitan belajar hanya pada saat istrahat. Jenis pelayanan ini adalah yang paling bersifat membatasi pergaulan anak berkesulitan belajar dengan anak yang tidak berkesulitan belajar dalam sistem integratif.
Dalam kelas khusus untuk bidang studi tertentu anak-anak belajar bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti dikelas reguler. Untuk bidang-bidang studi seperti olahraga, musik kerajinan tangan, dan lain-lain. yang dapat dilakukan bersama yang tidak berkesulitan belajar, mereka melakukan bersama. Sebagian besar dari waktu yang digunakan didalam kelas khusus jenis ini umumnya untuk pelajaran membaca, menulis, berhitung, dan kadang-kadamg juga tentang keterampilan sosial atau aspek-aspek khusus dari bahasa.
Sistem pemberian pelayanan dalam kelas khusus ini tidak hanya memiliki keuntungan namun juga memiliki kekurangan. Keuntungan yang diperoleh sistem pemberi pelayanan ini adalah:
a.    Pembelajran nya menjadi lebih efisien karena pengelompokannya homogeny.
b.    Anak berkesulitan belajar lebih banyak memperoleh pelayanan yang bersifat individual dari guru.

Adapun kekurangan  dari sistem pemberian pelayanan ini adalah:
a.    Anak berkesulitan belajar sering memperoleh cap negatif yang dapat mengganggu kepercayaan diri, penolakan dari teman, perolehan pekerjaan dimasa depan, sikap negatif dari keluarga, dan harapan untuk berhasil rendah dari guru.
b.    Angka berkesulitan belajar cenderung hanya berimitasi dengan sesama mereka. [12]

2.    Ruang sumber
Merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang membutuhkan, terutama tergolong berkesulitan belajar. Didalam ruang tersebut terdapat guru remedial dan berbagai media belajar. Aktifitas didalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada upaya memperbaiki keterampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung. Guru sumber atau guru remedial dituntut untuk menguasai bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan bagi anak yang berkesulitan belajar. Guru sumber juga diharapkan menjadi guru pengganti guru kelas dan menjadi konsultan bagi guru reguler. Anak belajar diruang sumber dengan jadwal yang sudah ditentukan. Guru diruang sumber biasanya menangani 15-20 anak setiap hari.
Pemberian pelayanan ruang sumber memiliki kelebihan juga kekurangan. Kelebihannya adalah:
a.    Anak yang memerlukan bantuan khusus dibilang akademik dan sosial memperoleh kemampuan guru yang terlatih.
b.    Anak berkesulitan belajar tetap didalam kelas reguler sehingga mereka dapat bergaul dengan anak yang tidak memiliki berkesulitan belajar.

Adapun kekurangannya adalah:
a.    Meningkatkan jumlah waktu terbuang untuk pindah dari kelas reguler ke ruang sumber.
b.    Mengurangi kemacetan. Puas guru kelas atau guru reguler untuk menangani anak secara individual.
c.    Meningkatkan kemungkinan adanya inkonsistensi pendekatan pembelajaran.
d.   Meningkatkan jumlah spesialis yang bekerja untuk anak yang dapat penimbulkan pelayanan yang terpecah-pecah
e.    Dapat meningkatkan konflik antara kebutuhan kelompok dan kebutuhan individual. [13]

3.    Kelas reguler
Jenis pelayanan dalam kelas reguler dimaksudkan untuk mengubah citra tentang adanya dua tipe anak, yaitu anak berkesulitan belajar dan anak yang tidak berkesulitan belajar. Dalam kelas ini yang dirancang untuk membantu anak berkesulitan belajar diciptakan suasana belajar koperatif sehingga memungkinkan semua anak, baik yang berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar, dapat menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan belajar. Suasana belajar koperatif diciptakan untuk menghindari terjadinya kompetisi antara anak berkesulitan belajar dengan anak yang tidak berkesulitan belajar dan untuk menghindari terjadinya duplikasi pemberian pelayanan. Program pelayanan pendidikan individual diberikan kepada semua anak yang membutuhkan, baik berkesulitan belajar maupun tidak, dan bahkan juga diberikan kepada anak berbakat. Dalam kelas reguler semacam ini berbagai metode untuk kedua jenis anak digunakan bersama.
Sistem ini memiliki banyak kekurangan namun juga memiliki kelebihan berikut ulasan dari kelemahan dan kelebihan pelayanan ini:
Kelebihan:
a.    Anak berkesulitan belajar akan menggunakan anak yang tidak berkesulitan belajar sebagai model perilaku mereka.
b.    Mengelola anak berkesulitan belajar dikelas reguler lebih mudah dari pada menyediakan mereka pelayanan da  situasi khusus.
c.    Anak yang tidak berkesulitan  belajar dapat menjadi lebih memahami adanya perbedaan antara individual.
d.   Guru reguler dimungkinkan untuk menjadi lebih menyesuaikan pembelajaran mereka dengan karakteristik individual semua anak.
                                                                      
Kelemahan:
a.    Anak berkesulitan belajar kurang memperoleh pelayanan individual.
b.    Anak berkesulitan belajar masih mungkin akan sering gagal karena sulitnya bahan tugas.
c.    Anak berkesulitan belajar masih mungkin memperoleh cap negatif dari anak yang tidak berkesulitan belajar.
d.   Anak berkesulitan belajar akan dirugikan karena tidak memperoleh pelayanan PLB yang sisitematis dan latihan keterampilan dasar yang cukup.
e.    Semangat jurang guru kelas atau guru reguler mungkin akan terpengaruh secara negatif karena banyak diantara mereka yang tidak dipersiapkan untuk menangani anak berkesulitan belajar. [14]

F.   Peran Guru Khusus untuk Anak Berkesulitan Belajar
Di negara kita guru khusus bagi anak berkesulitan belajat masih sangat langka. Meskipun jurusan pendidikan luar biasa FIP IKIP Jakarta telah menyelenggarakan pendidikan guru khusus bagi anak berskesulitan belajar sejak tahun 1970-an, penempetan lulusan ke dalam sistem persekolahan masih mengalami kesulitan.
Ada sembilan peranan guru khusus bagi anak berkesulitan belajar di sekolah. Kesembilan peranan tersebut adalah:
a.    Menyusun rancangan program identifikasi, asesmen, dan pembelajaran anak berkesulitan belajar.
b.    Berpartisipasi dalam penjaringan, asesmen, dan evaluasi anak berkesulitan belajar.
c.    Berkonsultasi dengan para ahli yang terkait dan menginterprestasikan laporan mereka.
d.   Melakukan tes, baik dengan tes formal maupun informal.
e.    Berpartisipasi dalam penyusunan program pendidikan yang diindividualkan (individualized education programs).
f.     Mengimplementasikan program pendidikan yang diindividualkan.
g.    Menyelenggarakan pertemuan dan wawancara dengan orang tua.
h.    Bekerja sama dengan guru reguler atau guru kelas untuk memahami anak dan menyediaka pembelajaran yang efektif.
i.      Membantu anak dalam mengembangkan pemahaman diri dan memperoleh harapan untuk berhasil serta keyakinan kesanggupan mengatasi kesulitan belajar.
Ada dua kompetensi yang perlu dikuasi oleh guru bagi anak berkesulitan belajar, yaitu kompetensi teknis (technical competencies) dan kompetensi konsultasi kolaboratif (collaborative consultation competencies). Kompetensi teknis mencakup (1) memahami berbagai teori tentang kesulitan belajar, (2) memahami berbagai tes yang terkait dengan kesulitan belajar, (3) terampilan dalam melaksanakan asesmen  dan evaluasi, dan (4) terampil dalam mengajarkan bahasa lisan, bahasa tulis, membaca, matematika, mengelola perilaku, dan terampil dalam memberikan pelajaran prevokasional dan vokasional. Kompetensi konsultasi kolaboratif mencakup kemampuan untk menjalin hubungan kerjasama dengan semua orang yang terkait dengan upaya memberikan bantuan kepada anak berkesulitan belajar. Orang-orang yang terkait dengan upaya kepada anak tersebut terutama adalah guru reguler, administrator sekolah, tim ahli, dan orang tua.
Bagi penderita disleksia anak-anak, jenis intervensi yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan baca dan tulis adalah intervensi yang berfokus pada kemampuan fonologi. Intervensi ini biasanya disebut fonik. Penderita disleksia akan diajari elemen-elemen dasar seperti belajar mengenali fonem atau satuan bunyi terkecil dalam kata-kata, memahami huruf dan susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut, memahami apa yang dibaca, membaca bersuara, dan membangun kosakata. Selain melalui intervensi edukasi, orang tua juga memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan anak. Langkah sederhana yang bisa dilakukan antara lain:
a.    Bacakan buku untuk anak-anak. Waktu yang paling baik untuk membacakan buku adalah saat anak berusia 6 bulan, atau bahkan lebih muda. Saat anak sudah berusia lebih besar, cobalah membaca bersama-sama dengan anak.
b.    Bekerja sama dengan sekolah anak. Bicarakan kondisi anak dengan guru atau kepala sekolah, dan diskusikan cara yang paling tepat untuk membantu anak supaya berhasil dalam pelajaran.
c.    Perbanyak waktu membaca di rumah. Kita mungkin bosan membacakan cerita yang sama dan berulang-ulang pada anak, namun pengulangan ini akan emakin meningkatkan kemampuan anak untuk memahami cerita sehingga mereka menjadi tidak begitu asing lagi dengan tulisan dan cerita. Berikan juga waktu untuk anak membaca sendiri tanpa bantuan.
d.   Buatlah membaca menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Kita dapat memilih topik bacaan ringan yang menyenangkan, atau suasana membaca di tempat lain misalnya di taman.

Strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru yaitu:
a.    Dalam proses pembelajaran anak disleksia disamakan dengan anak normal lainnya.
b.    Memberikan dampingan khusus didalam kelas yang dilakukan oleh guru kelas.
c.    Menggunakan media pembelajaran yang menarik setiap pelajaran berlangsung walaupun bukan menggunakan media khusus untuk anak disleksia.
d.   Menempatkan posisi duduk anak disleksia berada pada barisan paling depan di kelas.
e.    Memberikan pembelajaran remedial sebagai penunjang prestasi anak.
f.     Menjalin kerjasama antara orang tua dan guru serta antar sesama guru.[15]

G. Sistem Pembelajaran PAI untuk Anak Disleksia
Ada tiga model strategi pembelajaran yg bisa diterapkan terhadap anak-anak disleksia. Ketiga model tersebut antara lain Metode Multisensori, Metode Fonik (Bunyi), dan Metode Linguistik. Metode Multisensori mendayagunakan kemampuan visual (kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik (kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak. Sementara itu, Metode Fonik atau Bunyi memanfaatkan kemampuan auditori dan visual anak dgn cara menamai huruf sesuai dengan bunyinya. Misalnya, huruf B dibunyikan eb, huruf C dibunyikan dgn ec. Karena anak disleksia akan berpikir, jika kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k, kurang huruf e.
Metode Multisensori yaitu memaksimalkan kemampuan visual (kemampuan penglihatan), auditori (kemampuan pendengaran), kinestetik (kesadaran pada gerak), serta taktil (perabaan) pada anak.  
Metode multisensori anak akan diajarkan mengeja tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya lalu diucapkan kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual (penglihatan) serta taktil (sentuhan). Dalam prakteknya, mereka diminta menuliskan huruf-huruf di udara dan di lantai, membentuk huruf dengan lilin (plastisin), atau dengan menuliskannya besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf. Disleksia menyerang kemampuan otak untuk menterjemahkan tulisan yang diterima oleh mata menjadi bahasa yang bermakna, sehingga juga disebut ketidakmampuan membaca. Disleksia dapat dialami oleh semua jenis umur, namun sering terjadi pada anak-anak karena faktor keturunan.

Metode Linguistik adalah mengajarkan anak mengenal kata secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yg bermiripan. Penekanan ini diharapkan dapat membuat anak mampu menyimpulkan sendiri pola hubungan antara huruf dan bunyinya. Pada dasarnya ada berbagai variasi tipe disleksia. Penemuan para ahli memperlihatkan bahwa perbedaan variasi itu begitu nyata, hingga tidak ada satu pola baku atau kriteria yang betul-betul cocok semuanya terhadap ciri-ciri seorang anak disleksia.
Metode Linguistik mengajarkan anak mengenal kata secara utuh. Cara ini menekankan pada kata-kata yang memiliki kemiripan. Penekanan ini diharapkan dapat membuat anak mampu menyimpulkan sendiri pola hubungan antara huruf dan bunyinya. Akomodasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk anak disleksia diantaranya:
1.    menggunakan pulpen atau pensil berwarna agar tulisan lebih terlihat. Tandai dengan stabillo kata penting dalam satu kalimat atau paragraf yang panjang.
2.    Hindari penggunaan kalimat yang terlalu panjang.
3.    Jika ada buku teks yang memiliki paragraf panjang, ringkaskan menjadi pokok bahasan dalam format “bullet” atau urutan 123.
4.    Padukan pembelajaran dengan video, agar anak mengerti lebih baik.
5.    Jika anak terlihat jenuh atau pusing, berikan waktu untuk mereka beristirahat dengan menggambar atau mendengarkan lagu atau berlari-lari bersama teman.
6.    Anak disleksia suka eksplorasi. Berikan satu topik yang anak sukai, lalu biarkan anak melakukan riset sesuka hati mengenai topik tersebut.[16]

Metode Fonik memanfaatkan kemampuan auditori dan visual anak dengan cara menamai huruf sesuai dengan bunyinya. Misalnya, huruf B dibunyikan eb, huruf C dibunyikan dengan ec. Hal ini untuk mendukung cara berpikir anak yang jika mengeja kata becak, maka terdiri dari b-c-a-k kurwng huruf e.

Pembelajaran PAI adalah seperangkat kejadian yang mempengaruhi peserta didik dalam situasi belajar mata pelajaran PAI ,yaitu mata pelajaran yang meliputi aspek Akidah Akhlak, Quran Hadits, Fiqih dan Sejarah Kebudayaan Islam.
Berdasarkan penjelasan diatas, kami akan fokus membahas pembelajaran PAI mata pelajaran fiqih sub bahasan fiqih ibadah materi sholat  untuk anak disleksia.
Proses pembelajaran PAI merupakan transformasi dalam mengolah input, yaitu peserta didik dalam dengan melibatkan sejumlah komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Komponen-komponen tersebut antara lain:
1.      Metode pembelajaran Fiqih materi sholat bagi anak Disleksia
Materi Fiqih Ibadah merupakan materi yang berisikan hubungannya dengan sang maha pencipta Allah SWT. ada beberapak sub bahasan dalam fiqih ibadah yaitu sholat, puasa, zakat, haji dan umroh. Pada kesempatan kali ini yang akan di bahas adalah materi sholat. Adapun metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran fiqih materi sholat ialah sebagai berikut:
a.      Metode Ceramah
Ceramah adalah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik dalam hal ini anak Disleksia. Dalam mengajarkan materi sholat seorang guru dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan teori melalui metode ceramah ini. Sebab, pada anak Disleksia tingkat pemahaman mereka terhadap materi dalam bentuk ucapan masih cukup baik.

b.      Metode Demonstrasi atau Praktek
Pada materi Sholat, guru dapat menggunakan metode Demonstrasi dan Praktek dalam pembelajaran. Sebab pada metode ini anak Disleksia anak diajarkan dan dibimbing secara langsung melalui peragaan mengenai tata cara sholat yang baik dan benar.

c.       Metode Hafalan
Metode Hafalan merupakan salah satu metode yang cocok digunakan dalam mengajarkan materi sholat pada anak disleksia. Sebab pada metode ini anak akan ditunutun untuk dapat menghafal baik bacaan sholat maupun urutan kegiatan sholat.
Metode tersebut dipilih karena anak disleksia hanya memiliki kesulitan dalam memahami rangkaian kata dan daya ingatnya hanya dalam jangka pendek. Akan tetapi tidak dengan indera penglihatan, pendengaran dan kemampuan komunikasi cukup baik. Oleh sebab itu metode diatas sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran Fiqih Ibadah materi Sholat untuk anak disleksia. Karena dalam materi sholat anak disleksia dapat menggunakan metode hafalan untuk membantu hafalan bacaan sholatnya, dan metode ceramah dan demonstrasi dapat membantu anak dalam memahami gerakan sholat, sehingga tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dapat berjalan dengan efektif dan efisien.


2.      Media Pembelajaran untuk anak Disleksia
Kelancaran pembelajaran  sangat didukung oleh penggunakan alat peraga sebagai medianya. Selain mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lain dari media adalah membantu dan mempermudah pemahaman anak Disleksia terhadap materi yang disajikan. Adapun media yang dapat digunakan dalam mengajarkan materi sholat pada anak Disleksia adalah sebagai berikut:
a.      Media Visual
Media visual merupakan media yang dapat membantu pemahaman peserta didik melalui indera penglihatan. Pada media visual yang dapat digunakan dalam pembelajaran materi sholat berupa video atau gambar. Video atau gambar ini bisa berisikan tata cara pelaksanaa sholat. Sehingga anak lebih mudah dalam memahami melalui video ini.
b.      Media Audio
Medi audio merupakan media yang dapat membantu proses pembelajaran melalui indera pendengaran. Pada anak disleksia media audio ini dapat digunakan untuk mempermudah anak disleksia dalam menghafal bacaan sholat.






  

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.   Disleksia adalah ketidakmampuan belajar yang terutama mengenai dasar berbahasa tertentu, yang mempengaruhi kemampuan mempelajari kata-kata dan membaca meskipun anak memiliki tingkat kecerdasan rata-rata atau diatas rata-rata, motivasi dan kesempatan pendidikan yang cukup serta penglihatan dan pendengaran yang normal.
2.   Gejala disleksia mungkin sulit disadari sebelum anak masuk sekolah, tetapi beberapa gejala awal dapat mengidentifikasi masalah tersebut. Ketika anak mencapai usia sekolah, guru dari anak mungkin menjadi yang pertama menyadari masalah tersebut.
3.   Anak dengan disleksia membutuhkan pengajaran secara individu dan pengobatan untuk disleksia sering melibatkan program pendidikan multisensor. Dukungan moril dari orang tua juga menjadi bagian yang penting.

B.  Saran
Makalah ini merupakan resume berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi makalah dapat di baca dalam daftar sumber yang tercantum dalam daftar pustaka.
Selanjutnya penulis menyampaikan permohonan maaf jika terdapat kesalahan atau pun kekeliruan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritikan dari pembaca sangat di harapka demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan pengetahuan kita terutama mengenai Pembelajaran PAI untuk anak disleksia.


















DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman  Mulyuno. 2007. Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Bandung: PT Refika Aditama

Brikerhoff Shirley. 2009. Mengapa Aku Tidak Bisa Belajar Seperti Orang Lain? Pemuda Dengan Kesulitan Dalam Proses Belajar. Sleman: PT Intan Sejati Klaten

Rofiah Hidayati Nurul. Metode Pembelajaran Untuk Anak Berkesulitan Belajar Spesifik Tipe Disleksia Untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca(http://etheses.uin-malang.ac.id/9638/1/13140068.pdf)diakses pada tanggal 13 November 2018 jam 10:00 WIB.

Somantri Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama

Tammasse dan Jumraini. 2015. Disleksia: Sebuah Perkenalan Awal.   Malaysia:Makalah Asbam IV Langkawi


[1]Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h. 95.
[2]Shirley Brikerhoff, Mengapa Aku Tidak Bisa Belajar Seperti Orang Lain? Pemuda Dengan Kesulitan Dalam Proses Belajar(Sleman: PT Intan Sejati Klaten, 2009) h. 17.
                [3]Ibid.,,, h. 43.
[4]Mulyuno Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar(Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007) h. 11.
[5]Shirley Brikerhoff, Mengapa Aku Tidak Bisa Belajar Seperti Orang Lain? Pemuda Dengan Kesulitan Dalam Proses Belajar(Sleman: PT Intan Sejati Klaten, 2009) h. 38.
[6]Ibid.,, 43.
[7]Ibid.,, 45.
[8]Ibid.,, 46.
[9]Tammasse dan Jumraini T, Disleksia: Sebuah Perkenalan Awal(Malaysia:Makalah Asbam IV Langkawi, 2015) h. 5-6.
[10]Mulyuno Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h. 13.
     [11]Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa(Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h. 197   
[12]Mulyuno Abdurrahman, Pendidikan bagi anak berkesulitan belajar(Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2007) h. 99.
[13]Ibid.,, h. 100.
[14]Ibid.,, h. 101.
[15] Ibid.,, h. 125
[16] Nurul Hidayati Rofiah, metode pembelajaran untuk anak berkesulitan belajar spesifik tipe disleksia untuk meningkatkan keterampilan membaca(http://etheses.uin-malang.ac.id/9638/1/13140068.pdf) diakses pada tanggal 13 November 2018 jam 10:00 WIB.

No comments:

Post a Comment