1

loading...

Wednesday, December 12, 2018

MAKALAH FIQH MUNAKAHAT


MAKALAH FIQH MUNAKAHAT

A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
            Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki seorang perempuan yang bukan mahram. Allah berfirman (Q.S.An-nisa:3).
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ
وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ
أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Anwar Harjono (1987:220) mengatakan bahwa perkawinan adalah bahasa (Indonesia) yang umum di pakai dalam pengertian yang sama dengan nikah atau zawaj dalam istilah fiqh. Para fuqaha dan mahdzab emapat sepakat bahwa makna nikah atau zawaj adalah suatu akad atau suatu perjanjian yang mengandung arti tentang sahnya hubungan kelamin. Sedangkan perkawinan adalah suatu perjanjian untuk melegalkan hubungan kelamin dan untuk melanjutkan keturunan.
Kata "nikah" berasal dari bahasa Arab yang merupakan masdar atau asal dari kata kerja. Kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan perkawinan. Kata "nikah" telah di bakukan menjadi bahasa Indonesia. Oleh karena itu, secara sosial, kata pernikahan di pergunakan dalam berbagai upacara perkawinan. Di samping itu, kata "pernikahan" tampak lebih etis dan agamis di bandingkan dengan kata "perkawinan". Kata perkawinan lebih cocok untuk makhluk selain manusia. (Beni Ahmad Soebani,2009: 9)[1]
Berpasang-pasangan adalah salah satu sunah allah yang berlaku pada segenap makhluk dan ciptaan nya. Sunah ini bersifat umum dan merata,sehingga tidak ada yang terkecuali,baik manusia,binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Allah swt. Berfirman.(Q.S.Adz-Dzaryat:49)[2]
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.

B.TUJUAN PERNIKAHAN
            Faedah yang terbesar dalam pernikahan ialah menjaga dan memelihara perampuan yang bersifat lemah dari kebinasaan. Perkawinan adalah pranata yang menyebabkan seseorang perempuan mendapatkan perlindungan dari suaminya. keperluan hidupnya di tanggung suaminya.
       Tujuan pernikahan yang sejati dalam islam adalah pembinaan akhlak manusia, dan memanusiakan manusia sehingga hubunggan yang terjadi antara dua gender yang berbeda dapat membangun kehidupan baru secara sosial dan kultural. Secara material, sebagaimana di katakan oleh Sulaiman Rasyid (2004), tujuan pernikahan yang dipahami oleh kebanyakan pemuda  dari dahulu sampai sekarang, di antaranya:
1. mengharapkan harta benda,
2. mengharapkan kebangsawanannya,
3. ingin melihat kecantikannya,
4. agama yang budi pekertinya yang baik.
Tujuan subtansial  dari Pernikahan adalah sebagai berikut:
1.      Pernikahan bertujuan untuk menyalurkan kebutuhan seksualitas manusia dengan jalan yang dibenarkan Allah dan mengendalikan hawa nafsu dengan carang yang terbaik yang berkaitan dengan peningkatan moralitas manusia sebagai hamba Allah.
2.      Mengangkat harkat dan martabat perempuan
3.      Memproduksi keturunan agar manusia tidak punah dan hilang di telan sejarah.[3]
C. MACAM-MACAM PERNIKAHAN
Dilihat dari sifatnya jenis-jenis pernikahan terdiri dari beberapa macam:
1.      Nikah mut’ah
2.      Nikah muhallil
3.      Nikah sirri
4.      Nikah agama
5.      Nikah di bawah tangan
6.      Nikah gantung
7.      Nikah sesama jenis(homoseks dan lesbian)
8.       Poligami
9.      Poliandri
10.  Monogami
11.  Nikah paksa
12.  Isogami atau esogami.
Dilihat dari Segi pelaku pernikahan,terdiri atas:
1.      Nikah dengan Ahl Al-kitab
2.      Nikah dengan penganut majusi
3.      Nikah dengan orang musyrik
4.      Nikah dengan orang hindu atau budha
5.      Nikah sistem Biaya Masing-Masing(BMM) karena masih kuliah.[4]
D. RUKUN NIKAH
 pernikahan danggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah menurut Mahmud Yunus merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam pernikahan yang wajib terpenuhi. Kalau tidak terpenuhi pada saat berlangsung, pernikahan tersebut dianggap bata. Dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 14). 
   Rukun nikah terdiri atas lima macam, yaitu adanya:
1) Calon suami 
2) Calon istri
3) Wali nikah 
4) Dua orang saksi
5) Ijab dan qabul
     Sulaiman Rasyid (2003:382) menjelaskan perihal yang sama bahwa rukun nikah adalah sebagai berikut:
1.       sighat (akad), yaitu perkataan dari pihak perempuan, seperti kata wali, "Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama Surtini." Mempelai laki-laki menjawab, "Saya terima menikahi Surtini." Boleh juga di dahului oleh perkataan dari pihak mempelai, seperti, "Nikahkanlah saya dengan anakmu." Wali menjawab, " saya nikahkan engkau dengan anak saya ....," karena maksudnya sama. Tidak sah akad nikah, kecualidengan lafazh nikah, tazwij, atau terjemahkan keduanya.
2.      Adanya wali (wali si perempuan).
3.      Adanya dua orang saksi.[5]
E. SYARAT-SYARAT PERNIKAHAN
            Syarat-syarat pernikahan berhubungan dengan rukun-rukun nikah yang telah di kemukakan diatas. Jika dalam rukun nikah harus ada wali, orang yang memenuhi wali, orang yang menjadi wali harus memenuhi syarat-syarat yang di tentukan oleh Al-Qur'an, Al-Hadis, dan Undang-undang yang berlaku.
  Yang dianggap sah menjadi wali mempelai perempuan ialah menurut susunan di bawah ini:
1.       Bapaknya
  1. Kakeknya (bapak dari bapak mempelai perempuan)
  2. Saudara laki-laki yang seibu sebapaknya dengannya
  3. Saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
  4. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya
  5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
  6. Saudara bapak yang laki-laki(paman dari pihak bapak)
  7. Anak laki-laki pamannya dari pihak bapaknya
  8. Hakim.
   Wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh karena itu, tidak kecuali saksidari orang-orang yang memiliki beberapa sifat berikut:
1.       Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak sah menjadi wali atau saksi,
  1. Baligh (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
  2. Berakal
  3. Merdeka
  4. Laki-laki
  5. Adil.[6]
F. HIKMAH PERNIKAHAN
Nasarudin latif(2001:13-18)mengatakan bahwa pernikahan merupakan pintu gerbang kehidupan yang wajar atau bisa di lalui oleh umumnya umat manusia.
Pernikahan dapat dikatakan sebagai perjanjian pertalian antara manusia laiki-laki dan perempuan yang berisi persetujuan secara bersama-sama menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab menurut syarat-syarat dan hukum susila yang di benarkan Tuhan Pencipta Alam.[7]
Islam menganjurkan dan menggalakkan pernikahan dengan cara sepertiini karna banyak sekali dampak positif yang sanggat bermanfaat,baik bagi pelakunya sendiri maupun umat,bahkan manusia secara keseluruhan. Beberapa hikmah dari pernikahan:
1.       Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Apabila jalan keluar tidak dapat memuaskannya, maka akan terjadi kegoncangan dan kekacauan yang mengakibatkan kejahatan. Pernikahan merupakan jalan yang terbaik dalam manyalurkan hasrat seksual. Dengan pernikahan tubuh menjadi lebih segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan tenang menikmati barang yang halal.(Q.S.Ar-Rum:21).
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya:Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
2.       Meneruskan keturunan dan memeliharan nasab, karena dengan pernikahan akan diperoleh nasab secara halal dan terhormat. Ini merupakan kebanggaan bagi individu dan keluarga bersangkutan dan ini merupakan insting manusia untuk berketurunan dan melestarikan nasabnya.
3.       Meningkatkan rasa tanggungjawab, karena dengan pernikahan berarti masing-masing pihak dibebani tanggungjawab sesuai dengan fungsi masing-masing. Posisi Suami adalah sebagai kepala rumahtangga bertanggungjawab atas nafkah keluarganya, sedangkan posisi sang istri bertanggungjawab atas pemeliharaan anak dan pengkondisian rumah tangga menjadi lebih nyaman dan tentram.
4.       Membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antar keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan, masyarakat yang saling mencintai dan saling menunjang merupakan masyarakat yang kuat dan bahagia.[8]
                                                 
  
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq,Sayyid .2008.Fiqih Sunnah.Jakarta:Al-I’tisshom Cahaya Umat.

Saebani,Beni Ahmad.2009. Fikih Munakahat(buku1).Bandung:CV Pustaka Setia.



[1] Saebani,Beni Ahmad.Fikih Munakahat(buku1).Bandung:CV Pustaka Setia.Hal 5-6
[2] Sabiq,Sayyid .Fiqih Sunnah.Jakarta:Al-I’tisshom Cahaya Umat.Hal 151
                                                                                                     
[3] Saebani,Beni Ahmad.Fikih Munakahat(buku1).Bandung:CV Pustaka Setia.Hal 37
[4] Saebani,Beni Ahmad.Fikih Munakahat(buku1).Bandung:CV Pustaka Setia.Hal 54
[5] Saebani,Beni Ahmad.Fikih Munakahat(buku1).Bandung:CV Pustaka Setia.Hal 107-108
[6] Ibid hlm.109-110
[7] Saebani,Beni Ahmad.Fikih Munakahat(buku1).Bandung:CV Pustaka Setia.Hal 127

[8] Sabiq,Sayyid .Fiqih Sunnah.Jakarta:Al-I’tisshom Cahaya Umat.Hal 159-161

No comments:

Post a Comment