MAKALAH KAJIAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA "MORFOLOGI"
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Morfologi
1.
Konsep
Morfologi
Chaer (2008: 2) menjelaskan, secara
etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan logi
yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harafiah morfologi berarti ilmu yang
mempelajari bentuk. Dalam kajian biologi, mofologi merujuk pada ilmu yang
mempelajari bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Namun dalam kajian
linguistik, morfologi merujuk pada ilmu yang mempelajari bentuk bahasa.
Pengertian morfologi menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
a) J.
W. M. Verhaar
Morfologi adalah
bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara
gramatikal.
b) Ramlan
(1978: 2)
Morfologi adalah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur
kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan
arti kata.
c) Nida
(1974: 1)
Morfologi adalah
suatu kajian tentang morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka
pembentukan kata.
d) Crystal
(1980: 232-233)
Morfologi adalah
cabang tata bahasa yang menelaah struktur kata atau bentuk kata, utamanya
melalui penggunaan morfem.
e) Bauer
(1983: 33)
Morfologi
membahas struktur internal bentuk kata.
f) Rusmanji
(1993: 2)
Morfologi
mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya.
g) O’Grady
dan Dobrovolsky (1989: 89-90)
Morfologi adalah komponen kata
bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur
internal kata, khususnya kata kompleks.[2]
Jadi, pengertian morfologi adalah
ilmu yang mengkaji proses berubahnya morfem menjadi kata sesuai dengan
penggunaannya dalam gramatika atau penuturan.
Morfologi tidak hanya membahas
bentuk bahasa. Morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan
kata, beserta unsur pembentuk kata yaitu morfem. Proses pembentukan kata
disebut dengan proses morfologis. Proses morfologis tersebut seperti afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi.
2.
Objek
Kajian Morfologi
Objek kajian morfologi menurut
Chaer (2008: 7) adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan
alat-alat dalam proses morfologi itu.
Satuan-satuan morfologi adalah
sebagai berikut:
1) Morfem
(akar atau afiks).
2) Kata.
Lalu, proses morfologi meliputi:
1) Dasar
(bentuk dasar).
2) Alat
pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi).
3) Makna
gramatikal.
3. Tujuan dan Manfaat Morfologi
Tujuan mempelajari morfologi adalah
agar kita mampu menjelaskan bentuk-bentuk bahasa dan proses pembentukan bahasa
yang dibentuk dari berbagai kondisi morfem..Adapun manfaat mempelajari
morfologi adalah agar kita mampu memilih bentuk bahasa yang tepat untuk
mengungkapkan pikiran secara tepat.
B.
Morfem
dalam Pembentukan Kata
1.
Konsep
Morfem
Menurut
Chaer (2012: 146), morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai
makna. Artinya, morfem tidak bisa dipecah lagi. Kalaupun bisa dipecah, ia tidak
akan memiliki makna. Morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua
morfem memiliki makna secara filosofis
Sebuah morfem dasar
dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses
morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa
diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain
dalam suatu proses morfologi.
Istilah
pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi,
atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris
kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa
Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau (root)
digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.
Definisi morfem
menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a) Ramlan (1983: 26)
Morfem ialah satuan gramatik
yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya.
b) Alwasilah (1983: 10)
Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti.[3]
c) Sitindoan (1984: 64)
Morfem ialah kesatuan
gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik
dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain.
d) Bloch danTrager dalam Prawira sumantri (1985: 127)
Morfem yaitu semua bentuk
baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi kedalam bentuk terkecil yang
mempunyai arti.
e) Samsuri (1982: 170)
Morfem adalah komposit
bentuk pengertian terkecil yang sama atau mirip yang berulang.
f) Bloomfield (1933: 161)
A linguistic from
wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a
simple form or morpheme. Artinya, satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip
dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau
morfem.
Jadi, pengertian morfem adalah satuan
gramatik terkecil dalam morfologi yang memiliki makna, dan nantinya akan menjadi
bahan pembentuk kata. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau
tidak, kita harus membandingkan bentuk tersebut dengan kehadirannya dalam
bentuk-bentuk lain. Kita juga harus benar-benar mengetahui [4]makna
dari bentuk tersebut. Ciri atau identitas morfem adalah kesamaan arti atau
kesamaan bentuk. Morfem yang dipakai berulang-ulang bisa memiliki arti yang
sama. Dua atau beberapa morfem yang memiliki bentuk sama, bisa memiliki arti
yang berbeda.
Dalam studi morfologi, suatu satuan
bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya
di antara kurung kurawal. Contohnya ({ke} + {dua}).
2.
Alomorf
Robins (1992: 238) menjabarkan, agar
kesejajaran dengan fonem dan alofon menjadi lebih jelas, beberapa linguis
memakai istilah morfem hanya untuk mengacu pada kelas bentuk yang relevan
secara gramatikal yang berada dalam distribusi komplementer atau dalam variasi
bebas dalam lingkungan tertentu, dan menyebut bentuk-bentuk yang berbeda
tersebut morf atau alomorf.
Menurut Chaer (2012: 150), alomorf
adalah bentuk-bentuk realisasi dari morfem yang sama, atau perwujudan konkret
(di dalam penuturan) dari sebuah morfem.Singkatnya, alomorf adalah variasi dari
suatu morfem. Alomorf dan morf perlu
dibedakan.Morf adalah nama untuk suatu bentuk yang belum diketahui
statusnya. Sedangkan alomorf adalah nama untuk suatu bentuk yang sudah
diketahui statusnya.
Distribusi alomorf secara
fonolologis dapat diramalkan, namun ada pula yang yang tidak dapat dijabarkan.
3.
Klasifikasi Morfem
Chaer (2012: 151) mengklasifikasikan
morfem sebagai berikut:
a)Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem bebas adalah morfem yang dapat
berdiri sendiri dan mempunyai arti tanpa harus dihubungkan dengan morfem lain.
Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas. Misalnya buku, pensil, meja,
rumah dan sebagainya. Contoh-contoh di atas dikatakan morfem karena merupakan
bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Apabila bentuk
itu kita pecah lagi, sehingga menjadi bu- ku, me- ja, pen- sil, ru- mah, dan
seterusnya, maka bentuk bu- dan bentuk ku tidak mempunyai arti. Dengan demikian
bentuk buku, meja, pensil dan rumah tidak dapat dipecah lagi. Bentuk yang
demikian itilah yang disebut morfem bebas.
Morfem
terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak mempunyai
arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan
morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi
awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur
kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang
tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.[5]
Morfem
terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi:
a.
Prefiks (awalan) : me-, ber-, ter-, di-,
ke-, pe-, per-
, se
b.
Infiks
(sisipan) : -em,
-el, er-
c.
Sufiks (akhiran) : -an, -i, -kan, -nya, -man,
-wati, -
wan, -nda
d. Konfiks
(gabungan) : ke+an, pe+an,
per+an, me+kan,
di+kan, me+per+kan, di+per+kan, me+per+i, di+per+i,ber+kan, ber+an.
b) Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan
bentuk formal yang dimilikinya: apakah satu kesatuan yang utuh atau dua bagian
yang terpisah karena disisipi morfem lain.
Semua konfiks termasuk dalam morfem
terbagi. Konfiks adalah imbuhan yang berada di awal dan di akhir morfem dasar. Infiks
dapat mengubah morfem utuh menjadi morfem terbagi. Infiks adalah imbuhan yang
berada di tengah morfem dasar.
Morfem Utuh, yaitu
morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh.Misalnya, meja, kursi,
rumah, henti, juang, dan sebagainya.
Morfem Terbagi, yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang
terpisah atau terbagi. Misalnya, pada kata satuan (satu)
merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam
bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi.
c)
Morfem Segmental dan
Suprasegmental
Morfem segmental adalah morfem yang
dibentuk oleh fonem-fonem segmental. Yaitu semua morfem yang berwujud bunyi. Morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk dari unsur-unsur suprasegmental
seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
Morfem yang dibentuk dari unsur segmental
dan suprasegmental disebut morfem segmental-suprasegmental. Morfem yang
dinyatakan dengan unsur segmental yang sama, namun maknanya dibedakan oleh
unsur suprasegmental.
d)
Morfem Beralomorf Zero
Yaitu morfem yang salah satu alomorfnya
tidak berwujud bunyi segmental maupun suprasegmental, melainkan berupa
kekosongan. Morfem beralomorf zero dilambangkan dengan 0. Morfem beralomorf
zero merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dan penanda masa
lampau, dalam bahasa Inggris.
e)
Morfem Bermakna Leksikal dan
Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang
secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses
dengan morfem lain. Morfem ini memiliki kedudukan yang otonom dalam pertuturan.
Morfem tak bermakna leksikal adalah morfem
yang tidak memiliki makna apa-apa jika ia berdiri sendiri. Morfem ini harus
melalui proses morfologi untuk memperoleh makna.
Ada beberapa persoalan dalam menentukan
morfem bermakna leksikal atau tidak. Contohnya seperti morfem {juang}, {henti},
dan {gaul}. Secara semantik morfem tersebut bermakna leksikal, namun secara
gramatikal tidak.
Morfem-morfem
yang dalam gramatika berkategori preposisi dan konjungsi (bukan afiks) juga
memiliki makna. Namun kebebasannya dalam penuturan terbatas, meskipun tidak
seketat morfem afiks. Kedua jenis morfem ini tidak terlibat dalam morfologi,
yang terlibat adalah morfem afiks.
C.
PROSES PERULANGAN BAHASA
INDONESIA
1)
Pengertian
Ada beberapa pengertian reduplikasi menurut
berbagai pakar kebahasaan, yaitu:[6]
a. Pengulangan
adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh
maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soedjito, 1995: 109)
b. Proses
pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya
maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan, 1985: 57)
c. Proses
pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk
dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak,
baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Muslich, 1990: 48)
d. Proses
reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun
sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut
kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. (Solichi, 1996: 9)
Jadi,
kata ulang ialah kata hasil perulangan bentuk dasar baik seluruhnya maupun
sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soepeno, 1982: 20}
2)
Ciri-Ciri
Kata Ulang
Ciri-ciri kata ulang antara lain:
a.
Menimbulkan makna gramatis.
b.
Terdiri lebih dari satu morfem.
c.
Selalu memiliki bentuk dasar.
d.
Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata
atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya
pun berkelas kata benda. Begitu juga, apabila kata ulang itu berkelas kata
kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata kerja.
Contoh:
Kata Ulang
|
Bentuk Dasar
|
Gedung-gedung (kata benda)
|
Gedung (kata benda)
|
Sayur-sayuran (kata benda)
|
Sayur (kata benda)
|
Membaca-baca (kata kerja)
|
Membaca (kata kerja)
|
Berlari-lari (kata kerja)
|
Berlari (kata kerja)
|
Pelan-pelan (kata sifat)
|
Pelan (kata sifat)
|
Besar-besar (kata sifat)
|
Besar (kata sifat)
|
Tiga-tiga (kata bilangan)
|
Tiga (kata bilangan)
|
e.
Bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian
bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah dapat dipakai dalam konteks
kalimat.
Contoh:
Kata Ulang
|
Bentuk Dasar
|
Mengata-ngatakan
|
Mengatakan,
bukan mengata
|
Menyatu-nyatukan
|
Menyatukan,
bukan menyatu (sebab tidak sama dengan kelas kata ulangnya)
|
Melari-larikan
|
Melarikan,
bukan melari
|
Mempertunjuk-tunjukan
|
Mempertunjukkan,
bukan mempertunjuk
|
Bergerak-gerak
|
Bergerak,
bukan gerak (sebab kelas katanya berbeda dengan kata ulangnya)
|
Berdesak-desakkan
|
Berdesakan, bukan
berdesak
|
f. Arti bentuk dasar
kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya
untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan
merupakan hasil proses pengulangan.
Contoh:
a.
Bentuk alun bukan merupakan bentuk dasar
dari kata alun-alun.
b.
Bentuk undang bukan
merupakan bentuk dasar dari kata undang-undang.
D.
Macam –Macam Kata Ulang
Ada beberapa jenis kata ulang, antara lain:
1.
Dwilingga/sempurna/sejati/murni/utuh
Kata ulang utuh yaitu kata ulang yang dibentuk dari
pengulangan bentuk dasar secara utuh. Dan yang diulang dapat berupa kata dasar
maupun kata berimbuhan.
Contoh:
Yang diulang berupa
kata dasar,
1.Jalan jalan-jalan
2.Ciri ciri-ciri
3. Muda muda-muda
Yang diubah berupa
kata berimbuhan,
1. Perumahan
perumahan-perumahan
2. Perkebunan
perkebunan-perkebunan
3. Kebaikan kebaikan-kebaikan
2.
Dwilingga salin suara
Kata ulang dwilingga salin suara yaitu kata yang dibentuk
dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya (bisa
berupa fonem vokal maupun fonem konsonan),[8]
3.
Dwipurwa
Kata ulang dwipurwa yaitu kata yang dibentuk dari
pengulangan suku pertama dari bentuk dasar,
Contoh:
a.
Tamu tetamu
b.
Tangga tetangga
c.
Luhur leluhur
d.
Jaka jejak
4.
Kata ulang
berimbuhan
Yaitu kata ulang yang dibentuk dari pengulangan kata yang
disertai penambahan imbuhan (afiks).
Contoh:
a)
Daun daun-dedaunan
Ganti ganti-berganti
Merah kemerah-merahan
Besar
sebesar-besarnya
b)
Dwipurwa + kombinasi dengan
imbuhan
Pohon
pepohonan
Daun dedaunan
Runtuh reruntuhan
Rumput rerumputan
5.
Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian yaitu kata yang dibentuk dari
pengulangan sebagian dari bentuk dasar.
Contoh:
a.
Berdesakan berdesak-desakan
b.
Berjalan berjalan-jalan
c.
Menulis menulis-nulis- tulis-menulis
d.
Tumbuhan tumbuh-tumbuhan
6.
Kata ulang semu
Kata ulang semu yaitu kata yang menurut bentuknya
tergolong kata ulang, tetapi sebenarnya bukan kata ulang sebab tidak ada dasar
yang diulang.
Contoh:
a. Kupu-kupu b. Kura-Kura c. Anai-anai
d. Rawa-rawa e. Paru-paru f. Alun-alun
DAFTAR
PUSTAKA
Alisjahbana,
S. Takdir. 1980. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat.
Chaer,
Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia:
Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2012. Linguistik Umum.
Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf,
Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Muslich,
Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa
Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.
Robin,
R.H. 1992. Linguistik Umum: Sebuah
Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Sepeno.1982. Inti
Bahasa Indonesia. Solo: Depdikbud.
Soedjito.
1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.
[5]
Muslich,
Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa
Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.
[7]
Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
No comments:
Post a Comment