1

loading...

Sunday, December 9, 2018

MAKALAH KAJIAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA "MORFOLOGI"


MAKALAH  KAJIAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA  "MORFOLOGI"


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Morfologi

  1.       Konsep Morfologi
Chaer (2008: 2) menjelaskan, secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harafiah morfologi berarti ilmu yang mempelajari bentuk. Dalam kajian biologi, mofologi merujuk pada ilmu yang mempelajari bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Namun dalam kajian linguistik, morfologi merujuk pada ilmu yang mempelajari bentuk bahasa.
Pengertian morfologi menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a)      J. W. M. Verhaar
Morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.
b)      Ramlan (1978: 2)
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.
c)      Nida (1974: 1)
Morfologi adalah suatu kajian tentang morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.
d)     Crystal (1980: 232-233)
Morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur kata atau bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem.
e)      Bauer (1983: 33)
Morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
f)       Rusmanji (1993: 2)
Morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya.
g)      O’Grady dan Dobrovolsky (1989: 89-90)
Morfologi adalah komponen kata bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata kompleks.[2]
Jadi, pengertian morfologi adalah ilmu yang mengkaji proses berubahnya morfem menjadi kata sesuai dengan penggunaannya dalam gramatika atau penuturan.
Morfologi tidak hanya membahas bentuk bahasa. Morfologi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata, beserta unsur pembentuk kata yaitu morfem. Proses pembentukan kata disebut dengan proses morfologis. Proses morfologis tersebut seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
  2.  Objek Kajian Morfologi
Objek kajian morfologi menurut Chaer (2008: 7) adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan alat-alat dalam proses morfologi itu.
Satuan-satuan morfologi adalah sebagai berikut:
1)      Morfem (akar atau afiks).
2)      Kata.
Lalu, proses morfologi meliputi:
1)      Dasar (bentuk dasar).
2)      Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi).
3)      Makna gramatikal.
3. Tujuan dan Manfaat Morfologi
Tujuan mempelajari morfologi adalah agar kita mampu menjelaskan bentuk-bentuk bahasa dan proses pembentukan bahasa yang dibentuk dari berbagai kondisi morfem..Adapun manfaat mempelajari morfologi adalah agar kita mampu memilih bentuk bahasa yang tepat untuk mengungkapkan pikiran secara tepat.
B.  Morfem dalam Pembentukan Kata
1.    Konsep Morfem
Menurut Chaer (2012: 146), morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. Artinya, morfem tidak bisa dipecah lagi. Kalaupun bisa dipecah, ia tidak akan memiliki makna. Morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem memiliki makna secara filosofis
Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam suatu proses morfologi.
 Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau proses pembubuhan afiks infleksi. Misalnya, dalam bahasa Inggris kata books pangkalnya adalah book. Dalam bahasa Indonesia, kata menangisi pangkalnya adalah tangisi. Akar atau (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi. Misalnya, kata Inggris untouchables akarnya adalah touch.

Definisi morfem menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a)      Ramlan (1983: 26)
Morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya.
b)      Alwasilah (1983: 10)
Morfem ialah satuan bentuk terkecil yang mempunyai arti.[3]
c)      Sitindoan (1984: 64)
Morfem ialah kesatuan gramatik yang terkecil yang mengandung arti, yang tidak mempunyai kesamaan baik dalam bentuk maupun dalam arti dengan bentuk-bentuk yang lain.
d)     Bloch danTrager dalam Prawira sumantri (1985: 127)
Morfem yaitu semua bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi kedalam bentuk terkecil yang mempunyai arti.
e)      Samsuri (1982: 170)
Morfem adalah komposit bentuk pengertian terkecil yang sama atau mirip yang berulang.
f)       Bloomfield (1933: 161)
A linguistic from wich bears no partial phonetic-semantic resemblance to any other form, is a simple form or morpheme. Artinya, satu bentuk lingual yang sebagiannya tidak mirip dengan bentuk lain mana pun secara bunyi maupun arti adalah bentuk tunggal atau morfem.

            Jadi, pengertian morfem adalah satuan gramatik terkecil dalam morfologi yang memiliki makna, dan nantinya akan menjadi bahan pembentuk kata. Untuk menentukan sebuah satuan bentuk adalah morfem atau tidak, kita harus membandingkan bentuk tersebut dengan kehadirannya dalam bentuk-bentuk lain. Kita juga harus benar-benar mengetahui [4]makna dari bentuk tersebut. Ciri atau identitas morfem adalah kesamaan arti atau kesamaan bentuk. Morfem yang dipakai berulang-ulang bisa memiliki arti yang sama. Dua atau beberapa morfem yang memiliki bentuk sama, bisa memiliki arti yang berbeda.
            Dalam studi morfologi, suatu satuan bentuk yang berstatus sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara kurung kurawal. Contohnya ({ke} + {dua}).


2.         Alomorf
            Robins (1992: 238) menjabarkan, agar kesejajaran dengan fonem dan alofon menjadi lebih jelas, beberapa linguis memakai istilah morfem hanya untuk mengacu pada kelas bentuk yang relevan secara gramatikal yang berada dalam distribusi komplementer atau dalam variasi bebas dalam lingkungan tertentu, dan menyebut bentuk-bentuk yang berbeda tersebut morf atau alomorf.
            Menurut Chaer (2012: 150), alomorf adalah bentuk-bentuk realisasi dari morfem yang sama, atau perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem.Singkatnya, alomorf adalah variasi dari suatu morfem. Alomorf  dan morf perlu dibedakan.Morf  adalah nama untuk suatu bentuk yang belum diketahui statusnya. Sedangkan alomorf  adalah nama untuk suatu bentuk yang sudah diketahui statusnya.
            Distribusi alomorf secara fonolologis dapat diramalkan, namun ada pula yang yang tidak dapat dijabarkan.

3.         Klasifikasi Morfem
            Chaer (2012: 151) mengklasifikasikan morfem sebagai berikut:
a)Morfem Bebas dan Morfem Terikat
              Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti tanpa harus dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas. Misalnya buku, pensil, meja, rumah dan sebagainya. Contoh-contoh di atas dikatakan morfem karena merupakan bentuk terkecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Apabila bentuk itu kita pecah lagi, sehingga menjadi bu- ku, me- ja, pen- sil, ru- mah, dan seterusnya, maka bentuk bu- dan bentuk ku tidak mempunyai arti. Dengan demikian bentuk buku, meja, pensil dan rumah tidak dapat dipecah lagi. Bentuk yang demikian itilah yang disebut morfem bebas.
               Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan tidak mempunyai arti. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu, unsur-unsur kecil seperti partikel –ku, -lah, -kah, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.[5]
               Morfem terikat apabila ditinjau dari segi tempat melekatnya dapat dibedakan menjadi:
a.       Prefiks (awalan)            :   me-, ber-, ter-, di-, ke-, pe-, per-
         , se
b.      Infiks (sisipan)              :   -em, -el, er-
c.       Sufiks (akhiran)             :  -an, -i, -kan, -nya, -man, -wati, -
wan, -nda
d.       Konfiks (gabungan)     :   ke+an, pe+an, per+an, me+kan,
   di+kan, me+per+kan, di+per+kan,   me+per+i, di+per+i,ber+kan, ber+an.

b)      Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
      Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimilikinya: apakah satu kesatuan yang utuh atau dua bagian yang terpisah karena disisipi morfem lain.
      Semua konfiks termasuk dalam morfem terbagi. Konfiks adalah imbuhan yang berada di awal dan di akhir morfem dasar. Infiks dapat mengubah morfem utuh menjadi morfem terbagi. Infiks adalah imbuhan yang berada di tengah morfem dasar.
      Morfem Utuh, yaitu morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh.Misalnya, meja, kursi, rumah, henti, juang, dan sebagainya.
 Morfem Terbagi, yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang terpisah atau terbagi. Misalnya, pada kata satuan (satu) merupakan morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam bahasa Indonesia termasuk morfem terbagi.
c)         Morfem Segmental dan Suprasegmental
     Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental. Yaitu semua morfem yang berwujud bunyi. Morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk dari unsur-unsur suprasegmental seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
     Morfem yang dibentuk dari unsur segmental dan suprasegmental disebut morfem segmental-suprasegmental. Morfem yang dinyatakan dengan unsur segmental yang sama, namun maknanya dibedakan oleh unsur suprasegmental.
d)        Morfem Beralomorf Zero
     Yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun suprasegmental, melainkan berupa kekosongan. Morfem beralomorf zero dilambangkan dengan 0. Morfem beralomorf zero merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dan penanda masa lampau, dalam bahasa Inggris.
e)         Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
     Morfem bermakna leksikal adalah morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses dengan morfem lain. Morfem ini memiliki kedudukan yang otonom dalam pertuturan.
     Morfem tak bermakna leksikal adalah morfem yang tidak memiliki makna apa-apa jika ia berdiri sendiri. Morfem ini harus melalui proses morfologi untuk memperoleh makna.
     Ada beberapa persoalan dalam menentukan morfem bermakna leksikal atau tidak. Contohnya seperti morfem {juang}, {henti}, dan {gaul}. Secara semantik morfem tersebut bermakna leksikal, namun secara gramatikal tidak.
Morfem-morfem yang dalam gramatika berkategori preposisi dan konjungsi (bukan afiks) juga memiliki makna. Namun kebebasannya dalam penuturan terbatas, meskipun tidak seketat morfem afiks. Kedua jenis morfem ini tidak terlibat dalam morfologi, yang terlibat adalah morfem afiks.

C. PROSES PERULANGAN BAHASA INDONESIA
1)      Pengertian
       Ada beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan, yaitu:[6]
a.    Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soedjito, 1995: 109)
b.   Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan, 1985: 57)
c.    Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Muslich, 1990: 48)
d.   Proses reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang, satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. (Solichi, 1996: 9)
            Jadi, kata ulang ialah kata hasil perulangan bentuk dasar baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soepeno, 1982: 20}



2)        Ciri-Ciri Kata Ulang
      Ciri-ciri kata ulang antara lain:
a.         Menimbulkan makna gramatis.
b.         Terdiri lebih dari satu morfem.
c.         Selalu memiliki bentuk dasar.
d.         Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya pun berkelas kata benda. Begitu juga, apabila kata ulang itu berkelas kata kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata kerja.
                                    Contoh:
Kata Ulang
Bentuk Dasar
Gedung-gedung (kata benda)
Gedung (kata benda)
Sayur-sayuran (kata benda)
Sayur (kata benda)
Membaca-baca (kata kerja)
Membaca (kata kerja)
Berlari-lari (kata kerja)
Berlari (kata kerja)
Pelan-pelan (kata sifat)
Pelan (kata sifat)
Besar-besar (kata sifat)
Besar (kata sifat)
Tiga-tiga (kata bilangan)
Tiga (kata bilangan)

e.    Bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah dapat dipakai dalam konteks kalimat.

                        Contoh:
Kata Ulang
Bentuk Dasar
Mengata-ngatakan
Mengatakan, bukan mengata
Menyatu-nyatukan
Menyatukan, bukan menyatu (sebab tidak sama dengan kelas kata ulangnya)
Melari-larikan
Melarikan, bukan melari
Mempertunjuk-tunjukan
Mempertunjukkan, bukan mempertunjuk
Bergerak-gerak
Bergerak, bukan gerak (sebab kelas katanya berbeda dengan kata ulangnya)
Berdesak-desakkan
Berdesakan, bukan berdesak

f.    Arti bentuk dasar kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini sebenarnya untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang, tetapi bukan merupakan hasil proses pengulangan.
Contoh:
a.       Bentuk alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.
b.      Bentuk undang bukan merupakan bentuk dasar dari kata undang-undang.



D.            Macam –Macam Kata Ulang
Ada beberapa jenis kata ulang, antara lain:
1.         Dwilingga/sempurna/sejati/murni/utuh
Kata ulang utuh yaitu kata ulang yang dibentuk dari pengulangan bentuk dasar secara utuh. Dan yang diulang dapat berupa kata dasar maupun kata berimbuhan.
Contoh:
Yang diulang berupa kata dasar,
1.Jalan jalan-jalan
2.Ciri ciri-ciri
3. Muda muda-muda
Yang diubah berupa kata berimbuhan,
1. Perumahan perumahan-perumahan
2. Perkebunan perkebunan-perkebunan
3. Kebaikan kebaikan-kebaikan
2.         Dwilingga salin suara
Kata ulang dwilingga salin suara yaitu kata yang dibentuk dari pengulangan bentuk dasar yang disertai perubahan salah satu fonemnya (bisa berupa fonem vokal maupun fonem konsonan),[8]
3.         Dwipurwa
Kata ulang dwipurwa yaitu kata yang dibentuk dari pengulangan suku pertama dari bentuk dasar,
Contoh:
a.                   Tamu tetamu
b.                   Tangga tetangga
c.                   Luhur leluhur
d.                  Jaka jejak
4.         Kata ulang berimbuhan

Yaitu kata ulang yang dibentuk dari pengulangan kata yang disertai penambahan imbuhan (afiks).
Contoh:
a)        Daun daun-dedaunan
                   Ganti ganti-berganti
       Merah kemerah-merahan
        Besar sebesar-besarnya
b)        Dwipurwa + kombinasi dengan imbuhan
       Pohon pepohonan
       Daun dedaunan
       Runtuh reruntuhan
       Rumput rerumputan

5.         Kata ulang sebagian
Kata ulang sebagian yaitu kata yang dibentuk dari pengulangan sebagian dari bentuk dasar.
Contoh:
a.    Berdesakan berdesak-desakan
b.    Berjalan berjalan-jalan
c.    Menulis menulis-nulis- tulis-menulis
d.   Tumbuhan tumbuh-tumbuhan

6.         Kata ulang semu
Kata ulang semu yaitu kata yang menurut bentuknya tergolong kata ulang, tetapi sebenarnya bukan kata ulang sebab tidak ada dasar yang diulang.
Contoh:
a. Kupu-kupu              b. Kura-Kura                           c. Anai-anai
d. Rawa-rawa              e. Paru-paru                             f. Alun-alun


DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, S. Takdir. 1980. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Muslich, Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.
Robin, R.H. 1992. Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
Sepeno.1982. Inti Bahasa Indonesia. Solo: Depdikbud.
Soedjito. 1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.



[1]Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia: Pendekatan Proses. Jakarta: Rineka Cipta.
[2] Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
[3] Soedjito. 1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.
[4] Robin, R.H. 1992. Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius.
[5] Muslich, Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Malang: YA 3 Malang.
[6] Sepeno.1982. Inti Bahasa Indonesia. Solo: Depdikbud
[7] Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
[8] Alisjahbana, S. Takdir. 1980. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.



No comments:

Post a Comment