1

loading...

Thursday, December 13, 2018

MAKALAH PEMEROLEHAN BAHASA


MAKALAH PEMEROLEHAN BAHASA

BAB II
PEMBAHASAN
A.      PEMEROLEHAN BAHASA
1.      Pengertian pemerolehan bahasa
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pemerolehan diartikan sebagai proses, cara atau perbuatan memperoleh . Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung didalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer, 2009:167). Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language). Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal yakni pada bahasa lisan atau bunyi ujaran dan bisa berupa isyarat. Manusia memiliki warisan biologi yang sudah dibawa sejak lahir berupa kesanggupannya untu berkomunikasi dengan bahasa khusus manusia dan itu tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasa hanya sedikit korelasinya terhadap IQ manusia. Kemampuan berbahasa anak yang normal sama dengan anak-anak yang cacat. Kemampuan berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari bahasa dan topografi korteks yang khusus untuk bahasa.[1]

2.      Tahap Pemerolehan bahasa
Sudah menjadi kepastian jika seorang anak yang lahir tidak dapat langsung berbahasa dengan merangkai kata menjadi kalimat sesuai kaidah bahasa tersebut. Selalu ada tahap untuk mendekati tata bahasa orang dewasa.
Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
1)      Tahap Pengocehan (babbling).
Tahap ini juga dikenal sebagai tahap vokalisasi. Anak menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti frikatif dan nasal. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti, Sedangkan kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak. Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing (Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
2)      Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang mana seorang anak mulai menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Mereka telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai menggunakan kata-kata pertama meski ucapan mereka mengacu pada benda-benda yang ditemui sehari-hari. Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti m, p, s, k dan vokal-vokal seperti a, i, u, e.[2]
3)      Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran anak harus ditafsirkan sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka mulai berpikir “subyek + predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata benda. Misalnya, kata “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
4)      Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga telah mampu membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuknya dengan benar. Pun kosakata anak berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.

Ada teori yang menyatakan bahwa anak memperoleh bahasa adalah dengan cara menirukan. Namun, Fromkin dan Rodman (1993: 403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Ada lagi teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), yakni apabila anak belajar ujaran yang benar akan mendapat pujian, begitupun sebaliknya. Namun teori ini belum disetujui seratus persen oleh para ahli psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang benar adalah anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri.

3.      Faktor pemerolehan bahasa
Anak dalam memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin berikut ini[3]:
1)      Faktor Alamiah.
Yang dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD). Anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu menerima apa yang terjadi di sekitarnya.
2)      Faktor Perkembangan Kognitif.
Perkembangan bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki hubungan yang komplementer. Piaget dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006) mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan gagasan. Termasuk, kegiatan kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi simbol, mengkategorikan atau mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan, dan berimajinasi. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang.
3)      Faktor Latar Belakang Sosial.
Latar belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status social ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit sesuai dengan keadaan keluarganya.
4)      Faktor Keturunan.
Faktor keturunan meliputi:
a.       Intelegensia.
Pemerolehan bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang dimiliki anak. Ini berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ yang berbeda antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin cepat memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat memperoleh bahasa. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh karena semuanya dikembalikan kepada si anak.
b.      Kepribadian dan Gaya/Cara Pemerolehan Bahasa.
Kreativitas seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan perolehan bahasa, daya bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian seseorang turut mempengaruhi sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa.

4.      Teori pemerolehan bahasa
Mengikuti penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti.
a. Nativist Theory (hipotesis nurani)
Nativist Theory adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa secara alamiteori ini kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopri oleh leneberg dan chomsky. Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa. Maka hipotesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus dari organisme manusia.[4]
b. Learning teory
Teori yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari. Sebagai penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana  seorang bayi mulai berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem sistem bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada didunia ini.akan tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang akhirnya dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.

B.     PEMBELAJARAN BAHASA
1)        Pengertian Belajar
Pengertian belajar sendiri bermacam-macam menurut para ahli. Al Khuli (1981) mengatakan, “al ta’liimmu iktisaabi suluuk jadiid au taqwiyah suluuk saabiq natiijatan li khubrah maa, zhahiiron kaana au kaaminan”. Artinya, bahwa belajar adalah terjadinya prilaku baru atau penguatan prilaku lama sebagai hasil dari pengalaman baik terjadi secara  eksplisit maupun implisit. McGeoch (1956) mengatakan, learning is a change in performance as a result of practice, yaitu perubahan dalam performance yang disebabkabkan oleh proses latihan. Witting (1981) berpendapat learning is relativity permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occure as a result of experience, artinya bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala tingkah laku dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Dari beberapa pendapat tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa belajar adalah proses terjadinya perubahan yang relatif menetap yang dihasilkan dari suatu pengalaman berupa latihan-latihan atau interaksi dengan lingkungan.

2)        Pengertian Pembelajaran
          Sedangkan kegiatan pembelajaran (ta’liim/ at tadris) adalah proses yang identik dengan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi kegiatan belajar. Dalam KBBI edisi V, pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Bahauddin (2007 : 116) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan, bahwa pembelajaran bahasa adalah prosses penguasaan bahasa, baik  pada bahasa pertama ataupun bahasa kedua. Proses penguasaan bahasa sendiri, meliputi penguasaan secara alamiah (acquisition) maupun secara formal (learning) (krashen, 1981 : 40).

3)        Tipe Pembelajaran Bahasa
          Menurut Ellis (986 : 215), tipe pembelajaran bahasa terbagi menjai dua, yaitu tipe naturalistik dan tipe formal.
1.      Tipe naturalistik
Hampir sama dengan pemerolehan bahasa pertama, tipe naturalistik berlangsung secara alami yakni di lingkungan. Hanya saja yang membedakannya adalah kesadaran atau kesengajaannya.
2.      Tipe Formal
Formal maksudnya adalah berlangsung dalam pendidikan dan memiliki sarana prasarana penunjang, seperti sekolah ataupun kursus.

4)        Faktor-Faktor Penentu dalam Pembelajaran Bahasa
          Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa terbagi menjadi 5[5], yaitu sebagai berikut :

a.       Faktor motivasi
          Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, motivasi mempunyai dua fungsi, yaitu (1) fungsi integratif dan (2) fungsi instrumental. Berfungsi integratif jika motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat. sedangkan motivasi berfungsi instrumental adalah jika motivasi itu mendorong pembelajar untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial pada masyarakat tersebut (gardner, 1972: 3.)
b.      Faktor usia
          Dalam hal kecepatan dan keberhasilan bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1) anak-anak lebih berhasil dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan dibandingkan orang dewasa; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada permulaan masa belajar; (3) kanak-kanak lebih berhasil dibandingkan orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘oyama, 1976; dulay, burt, dan krashen, 1982; asher dan gracia, 1969).
c.       Faktor peyajian formal
          Penyajian bahasa secara formal berpengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan dalam memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan variabel yang telah dipersiapkan dan diadakan dengan sengaja melalui berbagai perangkat formal pembelajarannya.
d.      Faktor lingkungan
          Lingkungan bahasa dapat dibedakan menjadi lingkungan formal seperti di kelas dalam proses belajar-megajar dan artifisial dan lingkungan informal atau natural (krshen, 1981: 40).

5)        Proses Pembelajaran
1.      Proses Belajar Bahasa Model Krashen (1976)
a.       Hipotesis Pemerolehan Dan Pembelajaran Bahasa
Yaitu hipotesis yang menyatakan bahwa anak kecil dalam meguasai bahasa pertama terjadi secara ambang sadar (sub-consiusness) dan bersifat alamiah. Proses ini disebut pemerolehan (acquisition). Orang dewasa dalam proses menguasai bahasa kedua atau bahasa asing terjadi secara sadar (consiusness) melalui bentuk-bentuk bahasa dan mewujudkannya dalam bentuk verbal. Orang dewasa mengusai bahasa melalui kaidah-kaidah formal bahasa. Proses ini disebut dengan belajar (learning). Adapun identifikasi proses penguasaan bahasa oleh kanak-kanak dan orang dewasa adalah sebagai berikut:
a.         Proses Penguasaan Bahasa Anak
Ø  Proses terjadi secara ambang sadar pada pemerolehan bahasa pertama
Ø  Komunikasi terjadi secara alamiah
Ø  Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak mungkin dihindari
Ø  Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata bahasa
Ø  Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang tatabahasa, dan tidak ada koreksi
Ø  Proses diatur oleh strategi universal yang disebut LAD (Language Acquisition Device)
b.        Proses Penguasaan Bahasa Orang Dewasa
Ø  Proses ini terjadi pada saat orang dewasa belajar bahasa kedua
Ø  Proses terjadi secara sadar dan terjadi secara internalisasi aturan tatabahasa
Ø  Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil dari pengajaran
Ø  Proses penguasaan bahasa tidak mungkin dihindari
Ø  Pembelajar memiliki rumusan-rumusan aturan tatabahasa
Berdasarkan pendapat krashen tersebut secara jelas dapat dilihat bahwa proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa benar-benar dipisahkan. Tapi dalam kenyataannya dalam proses belajar di sekolah pun sesungguhnya terjadi proses pemerolehan di sela-sela proses belajar.

b.      Hipotesis Urutan Alamiah
       Hipotesis yang menyatakan bahwa kemampuan berbahasa seseorang itu berjenjang secara alamiah dan bersifat universal.penjejahan alamiah menunjukkan bahwa bentuk-bentuk bahasa yang sederhana akan dikuasai terlebih dulu oleh anak sebelum menguasai bentuk-bentukyang lebih rumit.
c.       Hipotesis Monitor
       Bahwa kegiatan berbahasa melalui kaidah-kaidah kebahasaan yang dipelajari secara sadar hanya berfungsi sebagai monitor dan editor.proses moniyor hanya dapat berlangsung apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a)         Ada waktu yang cukup bagi pembelajar untuk memilih dan menerapkan kaidah yang dipelajarinya
b)        Difokuskan pada bentuk-bentuk bahasa yang benar menurut kaidah
c)         Pembelajar harus memahami dan menguasai kaidah bahasa yang dipelajarinya secara benar
d.      Hipotesis Input
       Menyatakan bahwa kemampuan berbahasa (out put) seseorang bergantung kepada masukannya. Jika masukannya benar, maka keluarannya pun juga akan benar.dalam proses penguasaan bahasa pada aspek menyimak  dan membaca pemahaman memiliki peranan penting dalam progam belajar bahasa, dan kemampuan berbicara dan menulis dalam bahasa kedua akan mengair dari kedua aspek tersebut.
e.       Hipotesis Filter Afektif
       Semakin besar saringan afektif pembelajar akan semakin sukar menguasai bahasa kedua.wujud dari saringan afektif yang semakin besar adalah berupa hambatan psikologis (inhibisi) seseorang, misalnya rasa malu, cemas, rasa takut.

2.        Proses Belajar Bahasa Model Bialystok
       Proses belajar bahasa model bialystok (1978) diorganisasikan dalam 3 tataran, yaitu input, knowladge dan out put.

a.         Tataran input
            berupa pengalaman berbahasa pembelajar yang telah dipajan (expouser) melalui belajar membaca dan berbicara.
b.        Tataran knowledge
            Berupa cara penyimpanan informasi.cara penyimpanannya meliputi penyimpanan implisit berupa pengetahuan intuitif.cara penyimpanan eksplisit berupa pengetahuan bahasa secara sadar dan cara penyimpanan informasi eksplisit berupa pengetahuan bahasa secara sadar.pengetahuan eksplisit mempunyai 3 fungsi, yaitu :
a)         Sebagai dasar informasi baru sebelum disimpan dalam pengetahuan implisit
b)        Sebagai gudang informasi
c)         Sebagai sistem artikulasi untuk pengethuan implisit yang mungkin dipakai secara eksplisit.
            Sedang oengetahuan implisit hanya mempunyai satu fungsi, yaitu untuk menyimpan semua informasi tentang bahasa target yang diperlukan untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.
c.         Tataran Out put
            Merupakan gambaran pemahaman dan pengungkapan bahasa.pengungkapan bahasa dibedakan dalam dua tipr yaitu pengungkapan spontan dan pengungkapan lamban.
            Adapun strategi yang disarankan oleh balystok ada 4  tipe, yaitu :
a)         Praktek formal yaitu pembelajar membaca untuk menambah pajanan bahasa
b)        Praktek informal yaitu pajanan bahasa yang diperoleh dalam komunikasi alamiah
c)         Strategi monitoring, yaitu pengetahuan sadar pemakaian bahasa oleh pembelajar untuk memperbaiki pengungkapan bahasa
d)        Inferensi (penyimpulan), yaitu proses pengujian hipotesis mengenai pengetahuan bahasa yang tidak dikenal sebelumnya.

3.        Proses Belajar Model Steviks
       Steviks (1980) mengikuti jejak krashen dan bialystok untuk menggeluti tori monitor.istilah steviks untuk menggambarkan prose penguasaan bahasa digambarkan dalam bentuk diagram Levertove Machine (mesin tenaga).
Diagram penguasaan bahasa yang digambarkan oleh Steviks menggambarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a)         Hasil belajar disimpan dalam gudang pemerolehan
b)        Belajar bahasa bisa menjadi bahan out put
c)         Peranan dan fungsi pemerolehan dan belajar tidak terlalu terpisah secara ketat
d)        Dalam situasi tertentu seseorang mungkin dapat berbicara sangat lancar, tetapi pada waktu lain mekn sangat lamban.hal ini terjadi jika proses monitor sedang berlangsung.

C.     PERBEDAAN PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa:
Ø  Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Ø  Pemerolehan secara bawah sadar dan alamiah, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
Ø  Pemerolehan bahasa lebih dominan makna proses mengetahui, sedangkan pembelajaran dominan kepada proses memahami setelah mengetahui.
Melihat dari pendapat krashen (1976), dapat disimpulkan juga perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa:
Pemerolehan bahasa:
Ø  Proses terjadi secara ambang sadar pada pemerolehan bahasa pertama
Ø  Komunikasi terjadi secara alamiah
Ø  Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak mungkin dihindari
Ø  Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata bahasa
Ø  Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang tatabahasa, dan tidak ada koreksi
Ø  Proses diatur oleh strategi universal yang disebut LAD (Language Acquisition Device)

Pembelajaran Bahasa:
Ø  Proses ini terjadi pada saat orang dewasa belajar bahasa kedua
Ø  Proses terjadi secara sadar dan terjadi secara internalisasi aturan tatabahasa
Ø  Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil dari pengajaran
Ø  Proses penguasaan bahasa tidak mungkin dihindari
Ø  Pembelajar memiliki rumusan-rumusan aturan tatabahasa

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa:
Ø  Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Ø  Pemerolehan secara bawah sadar dan alamiah, sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
Ø  Pemerolehan bahasa lebih dominan makna proses mengetahui, sedangkan pembelajaran dominan kepada proses memahami setelah mengetahui.
Melihat dari pendapat krashen (1976), dapat disimpulkan juga perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa:
Pemerolehan bahasa:
Ø  Proses terjadi secara ambang sadar pada pemerolehan bahasa pertama
Ø  Komunikasi terjadi secara alamiah
Ø  Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak mungkin dihindari
Ø  Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata bahasa
Ø  Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang tatabahasa, dan tidak ada koreksi
Ø  Proses diatur oleh strategi universal yang disebut LAD (Language Acquisition Device)

Pembelajaran Bahasa:
Ø  Proses ini terjadi pada saat orang dewasa belajar bahasa kedua
Ø  Proses terjadi secara sadar dan terjadi secara internalisasi aturan tatabahasa
Ø  Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil dari pengajaran
Ø  Proses penguasaan bahasa tidak mungkin dihindari
Ø  Pembelajar memiliki rumusan-rumusan aturan tatabahasa


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.
Victoria, Fromkin dan Robert, Rodman. 1993. An Introduction to Language. Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage.


No comments:

Post a Comment