MAKALAH PEMEROLEHAN BAHASA
BAB II
PEMBAHASAN
A. PEMEROLEHAN BAHASA
1. Pengertian pemerolehan bahasa
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia pemerolehan diartikan sebagai proses, cara atau
perbuatan memperoleh . Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung
didalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya (Chaer, 2009:167). Istilah pemerolehan dipakai untuk padanan istilah
inggris acquisition, yakni proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak
secara natural pada waktu dia belajar bahasa ibunya (native language).
Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal yakni pada bahasa lisan atau bunyi
ujaran dan bisa berupa isyarat. Manusia memiliki warisan biologi yang sudah
dibawa sejak lahir berupa kesanggupannya untu berkomunikasi dengan bahasa khusus
manusia dan itu tidak ada hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran.
Kemampuan berbahasa hanya sedikit korelasinya terhadap IQ manusia. Kemampuan
berbahasa anak yang normal sama dengan anak-anak yang cacat. Kemampuan
berbahasa sangat erat hubungannya dengan bagian-bagian anatomi dan fisiologi
manusia, seperti bagian otak tertentu yang mendasari bahasa dan topografi
korteks yang khusus untuk bahasa.[1]
2. Tahap Pemerolehan bahasa
Sudah menjadi
kepastian jika seorang anak yang lahir tidak dapat langsung berbahasa dengan
merangkai kata menjadi kalimat sesuai kaidah bahasa tersebut. Selalu ada tahap
untuk mendekati tata bahasa orang dewasa.
Ada sementara
ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik
dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang
berkata bahwa tahap pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang
permulaan karena bunyi-bunyi seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh
rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan
lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu,
tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap
linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap Pengocehan (babbling).
Tahap ini juga
dikenal sebagai tahap vokalisasi. Anak menghasilkan vokal dan konsonan yang
berbeda seperti frikatif dan nasal. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti, Sedangkan kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak. Begitu anak melewati periode mengoceh,
mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang dipergunakan untuk
mengucapkan perkataan. Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of
segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai
segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori hypothesis-testing
(Clark & Clark dalam Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji
coba berbagai hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
2) Tahap Satu-Kata atau Holofrastis
Tahap ini
berlangsung ketika anak berumur 12-18 bulan yang mana seorang anak mulai
menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. Mereka
telah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai menggunakan
kata-kata pertama meski ucapan mereka mengacu pada benda-benda yang ditemui
sehari-hari. Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam
tahap ini mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan
perilaku anak itu sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk
mengungkapkan suatu perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam
bentuknya, kata-kata yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang
mudah dilafalkan seperti m, p, s, k dan vokal-vokal seperti a, i, u, e.[2]
3) Tahap Dua-Kata, Satu Frase
Tahap ini
berlangsung pada umur 18-20 bulan. Di usia ini, ujaran anak harus ditafsirkan
sesuai dengan konteksnya. Pada tahap ini mereka mulai berpikir “subyek +
predikat” sederhana biasanya terdiri dari kata-kata benda. Misalnya, kata “Ani
mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata
benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
4) Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan
3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word utterances)
atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga telah mampu membentuk kalimat
dan mengurutkan bentuk-bentuknya dengan benar. Pun kosakata anak berkembang
dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan kata-kata semakin
mirip dengan bahasa orang dewasa.
Ada teori yang
menyatakan bahwa anak memperoleh bahasa adalah dengan cara menirukan. Namun,
Fromkin dan Rodman (1993: 403) menyebutkan hasil peniruan yang dilakukan oleh
si anak tidak akan sama seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Ada lagi
teori yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement),
yakni apabila anak belajar ujaran yang benar akan mendapat pujian, begitupun
sebaliknya. Namun teori ini belum disetujui seratus persen oleh para ahli
psikologi dan ahli psikolinguistik. Yang benar adalah anak membentuk
aturan-aturan dan menyusun tata bahasa sendiri.
3. Faktor pemerolehan bahasa
Anak dalam
memperoleh bahasa pertama bervariasi, ada yang lambat, sedang, bahkan ada yang
cepat. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang
dikemukakan oleh Chomsky, Piaget, Lenneberg dan Slobin berikut ini[3]:
1)
Faktor Alamiah.
Yang
dimaksudkan di sini adalah setiap anak lahir dengan seperangkat prosedur dan
aturan bahasa yang dinamakan oleh Chomsky Language Acquisition Divice (LAD).
Anak tidak dirangsang untuk mendapatkan bahasa, anak tersebut akan mampu
menerima apa yang terjadi di sekitarnya.
2)
Faktor
Perkembangan Kognitif.
Perkembangan
bahasa seseorang seiring dengan perkembangan kognitifnya. Keduanya memiliki
hubungan yang komplementer. Piaget dalam Brainerd seperti dikutip Ginn (2006)
mengartikan kognitif sebagai sesuatu yang berkaitan dengan pengenalan
berdasarkan intelektual dan merupakan sarana pengungkapan pikiran, ide, dan
gagasan. Termasuk, kegiatan kognitif; aktivitas mental, mengingat, memberi
simbol, mengkategorikan atau mengelompokkan, memecahkan masalah, menciptakan,
dan berimajinasi. Hubungannnya dengan mempelajari bahasa, kognitif memiliki
keterkaitan dengan pemerolehan bahasa seseorang.
3)
Faktor Latar
Belakang Sosial.
Latar
belakang sosial mencakup struktur keluarga, afiliasi kelompok sosial, dan
lingkungan budaya memungkinkan terjadinya perbedaan serius dalam pemerolehan
bahasa anak (Vygotsky, 1978). Semakin tinggi tingkat interaksi sosial sebuah
keluarga, semakin besar peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa.
Sebaliknya semakin rendah tingkat interaksi sosial sebuah keluarga, semakin
kecil pula peluang anggota keluarga (anak) memperoleh bahasa. Hal lain yang
turut berpengaruh adalah status sosial. Anak yang berasal dari golongan status
social ekonomi rendah rnenunjukkan perkembangan kosakatanya lebih sedikit
sesuai dengan keadaan keluarganya.
4)
Faktor Keturunan.
Faktor
keturunan meliputi:
a. Intelegensia.
Pemerolehan
bahasa anak turut juga dipengaruhi oleh intelegensia yang dimiliki anak. Ini
berkaitan dengan kapasitas yang dimiliki anak dalam mencerna sesuatu melalui
pikirannya. Setiap anak memiliki struktur otak yang mencakup IQ yang berbeda
antara satu dengan yang lain. Semakin tinggi IQ seseorang, semakin cepat
memperoleh bahasa, sebaliknya semakin rendah IQ-nya, semakin lambat memperoleh
bahasa. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh karena semuanya dikembalikan
kepada si anak.
b.
Kepribadian dan
Gaya/Cara Pemerolehan Bahasa.
Kreativitas
seseorang dalam merespon sesuatu sangat menentukan perolehan bahasa, daya
bertutur dan bertingkah laku yang menjadi kepribadian seseorang turut mempengaruhi
sedikit banyaknya variasi-variasi tutur bahasa.
4. Teori pemerolehan bahasa
Mengikuti
penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia
memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti.
a. Nativist Theory (hipotesis nurani)
Nativist Theory
adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa secara
alamiteori ini kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopri oleh
leneberg dan chomsky. Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan
warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa. Maka
hipotesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi yang menyatakan bahwa sebagian
atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi
ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus dari organisme manusia.[4]
b. Learning teory
Teori yang
menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari. Sebagai
penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana
seorang bayi mulai berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem sistem
bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua
bahasa yang ada didunia ini.akan tetapi karena lingkungan telah memberikan
contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan
dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang akhirnya
dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.
B.
PEMBELAJARAN
BAHASA
1) Pengertian
Belajar
Pengertian
belajar sendiri bermacam-macam menurut para ahli. Al Khuli (1981) mengatakan, “al
ta’liimmu iktisaabi suluuk jadiid au taqwiyah suluuk saabiq natiijatan li
khubrah maa, zhahiiron kaana au kaaminan”. Artinya, bahwa belajar adalah
terjadinya prilaku baru atau penguatan prilaku lama sebagai hasil dari
pengalaman baik terjadi secara eksplisit maupun implisit. McGeoch (1956)
mengatakan, learning is a change in performance as a result of practice,
yaitu perubahan dalam performance yang disebabkabkan oleh proses latihan.
Witting (1981) berpendapat learning is relativity permanent change in an
organism’s behavioral repertoire that occure as a result of experience,
artinya bahwa belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam
segala tingkah laku dalam suatu organisme sebagai hasil pengalaman. Dari
beberapa pendapat tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa belajar adalah
proses terjadinya perubahan yang relatif menetap yang dihasilkan dari suatu
pengalaman berupa latihan-latihan atau interaksi dengan lingkungan.
2) Pengertian
Pembelajaran
Sedangkan kegiatan pembelajaran (ta’liim/ at tadris) adalah proses yang
identik dengan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi
kegiatan belajar. Dalam KBBI edisi V, pembelajaran berarti proses, cara,
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Bahauddin (2007 : 116)
menjelaskan bahwa pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan, bahwa
pembelajaran bahasa adalah prosses penguasaan bahasa, baik pada bahasa
pertama ataupun bahasa kedua. Proses penguasaan bahasa sendiri, meliputi penguasaan
secara alamiah (acquisition) maupun secara formal (learning)
(krashen, 1981 : 40).
3) Tipe
Pembelajaran Bahasa
Menurut Ellis (986 : 215), tipe pembelajaran bahasa terbagi menjai dua, yaitu
tipe naturalistik dan tipe formal.
1. Tipe naturalistik
Hampir sama dengan pemerolehan bahasa pertama,
tipe naturalistik berlangsung secara alami yakni di lingkungan. Hanya saja yang
membedakannya adalah kesadaran atau kesengajaannya.
2. Tipe Formal
Formal maksudnya adalah berlangsung dalam
pendidikan dan memiliki sarana prasarana penunjang, seperti sekolah ataupun
kursus.
4) Faktor-Faktor
Penentu dalam Pembelajaran Bahasa
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran bahasa terbagi menjadi 5[5],
yaitu sebagai berikut :
a. Faktor motivasi
Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa kedua, motivasi mempunyai dua
fungsi, yaitu (1) fungsi integratif dan (2) fungsi instrumental. Berfungsi
integratif jika motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa
karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat. sedangkan
motivasi berfungsi instrumental adalah jika motivasi itu mendorong pembelajar
untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahasa kedua itu karena tujuan yang
bermanfaat atau karena ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial
pada masyarakat tersebut (gardner, 1972: 3.)
b. Faktor usia
Dalam hal kecepatan dan keberhasilan bahasa kedua, dapat disimpulkan: (1)
anak-anak lebih berhasil dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan
dibandingkan orang dewasa; (2) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada
kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada permulaan
masa belajar; (3) kanak-kanak lebih berhasil dibandingkan orang dewasa, tetapi
tidak selalu lebih cepat (‘oyama, 1976; dulay, burt, dan krashen, 1982; asher
dan gracia, 1969).
c. Faktor peyajian formal
Penyajian bahasa secara formal berpengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan
dalam memperoleh bahasa kedua karena berbagai faktor dan variabel yang telah
dipersiapkan dan diadakan dengan sengaja melalui berbagai perangkat formal
pembelajarannya.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan bahasa dapat dibedakan menjadi lingkungan formal seperti di kelas
dalam proses belajar-megajar dan artifisial dan lingkungan informal atau
natural (krshen, 1981: 40).
5) Proses
Pembelajaran
1. Proses Belajar Bahasa Model Krashen (1976)
a. Hipotesis Pemerolehan Dan Pembelajaran Bahasa
Yaitu hipotesis
yang menyatakan bahwa anak kecil dalam meguasai bahasa pertama terjadi secara
ambang sadar (sub-consiusness) dan bersifat alamiah. Proses ini disebut
pemerolehan (acquisition). Orang dewasa dalam proses menguasai bahasa
kedua atau bahasa asing terjadi secara sadar (consiusness) melalui
bentuk-bentuk bahasa dan mewujudkannya dalam bentuk verbal. Orang dewasa
mengusai bahasa melalui kaidah-kaidah formal bahasa. Proses ini disebut dengan
belajar (learning). Adapun identifikasi proses penguasaan bahasa oleh
kanak-kanak dan orang dewasa adalah sebagai berikut:
a. Proses
Penguasaan Bahasa Anak
Ø Proses terjadi secara ambang sadar pada
pemerolehan bahasa pertama
Ø Komunikasi terjadi secara alamiah
Ø Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak
mungkin dihindari
Ø Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata
bahasa
Ø Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang
tatabahasa, dan tidak ada koreksi
Ø Proses diatur oleh strategi universal yang
disebut LAD (Language Acquisition Device)
b. Proses
Penguasaan Bahasa Orang Dewasa
Ø Proses ini terjadi pada saat orang dewasa
belajar bahasa kedua
Ø Proses terjadi secara sadar dan terjadi secara
internalisasi aturan tatabahasa
Ø Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil dari
pengajaran
Ø Proses penguasaan bahasa tidak mungkin
dihindari
Ø Pembelajar memiliki rumusan-rumusan aturan
tatabahasa
Berdasarkan pendapat krashen tersebut secara
jelas dapat dilihat bahwa proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa
benar-benar dipisahkan. Tapi dalam kenyataannya dalam proses belajar di sekolah
pun sesungguhnya terjadi proses pemerolehan di sela-sela proses belajar.
b. Hipotesis Urutan Alamiah
Hipotesis yang menyatakan bahwa kemampuan berbahasa seseorang itu berjenjang
secara alamiah dan bersifat universal.penjejahan alamiah menunjukkan bahwa
bentuk-bentuk bahasa yang sederhana akan dikuasai terlebih dulu oleh anak
sebelum menguasai bentuk-bentukyang lebih rumit.
c. Hipotesis Monitor
Bahwa kegiatan berbahasa melalui kaidah-kaidah kebahasaan yang dipelajari
secara sadar hanya berfungsi sebagai monitor dan editor.proses moniyor hanya
dapat berlangsung apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a) Ada waktu yang
cukup bagi pembelajar untuk memilih dan menerapkan kaidah yang dipelajarinya
b) Difokuskan pada
bentuk-bentuk bahasa yang benar menurut kaidah
c) Pembelajar harus
memahami dan menguasai kaidah bahasa yang dipelajarinya secara benar
d. Hipotesis Input
Menyatakan bahwa kemampuan berbahasa (out put) seseorang bergantung kepada
masukannya. Jika masukannya benar, maka keluarannya pun juga akan benar.dalam proses
penguasaan bahasa pada aspek menyimak dan membaca pemahaman memiliki
peranan penting dalam progam belajar bahasa, dan kemampuan berbicara dan
menulis dalam bahasa kedua akan mengair dari kedua aspek tersebut.
e. Hipotesis Filter Afektif
Semakin besar saringan afektif pembelajar akan semakin sukar menguasai bahasa
kedua.wujud dari saringan afektif yang semakin besar adalah berupa hambatan
psikologis (inhibisi) seseorang, misalnya rasa malu, cemas, rasa takut.
2. Proses Belajar
Bahasa Model Bialystok
Proses belajar bahasa model bialystok (1978) diorganisasikan dalam 3 tataran,
yaitu input, knowladge dan out put.
a. Tataran input
berupa pengalaman berbahasa pembelajar yang telah dipajan (expouser) melalui
belajar membaca dan berbicara.
b. Tataran
knowledge
Berupa cara penyimpanan informasi.cara penyimpanannya meliputi penyimpanan
implisit berupa pengetahuan intuitif.cara penyimpanan eksplisit berupa
pengetahuan bahasa secara sadar dan cara penyimpanan informasi eksplisit berupa
pengetahuan bahasa secara sadar.pengetahuan eksplisit mempunyai 3 fungsi, yaitu
:
a) Sebagai dasar
informasi baru sebelum disimpan dalam pengetahuan implisit
b) Sebagai gudang
informasi
c) Sebagai sistem
artikulasi untuk pengethuan implisit yang mungkin dipakai secara eksplisit.
Sedang oengetahuan implisit hanya mempunyai satu fungsi, yaitu untuk menyimpan
semua informasi tentang bahasa target yang diperlukan untuk mengungkapkan dan
memahami bahasa.
c. Tataran Out put
Merupakan gambaran pemahaman dan pengungkapan bahasa.pengungkapan bahasa
dibedakan dalam dua tipr yaitu pengungkapan spontan dan pengungkapan lamban.
Adapun strategi yang disarankan oleh balystok ada 4 tipe, yaitu :
a) Praktek formal
yaitu pembelajar membaca untuk menambah pajanan bahasa
b) Praktek
informal yaitu pajanan bahasa yang diperoleh dalam komunikasi alamiah
c) Strategi
monitoring, yaitu pengetahuan sadar pemakaian bahasa oleh pembelajar untuk
memperbaiki pengungkapan bahasa
d) Inferensi
(penyimpulan), yaitu proses pengujian hipotesis mengenai pengetahuan bahasa
yang tidak dikenal sebelumnya.
3. Proses Belajar
Model Steviks
Steviks (1980) mengikuti jejak krashen dan bialystok untuk menggeluti tori
monitor.istilah steviks untuk menggambarkan prose penguasaan bahasa digambarkan
dalam bentuk diagram Levertove Machine (mesin tenaga).
Diagram penguasaan bahasa yang digambarkan oleh
Steviks menggambarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Hasil belajar
disimpan dalam gudang pemerolehan
b) Belajar bahasa
bisa menjadi bahan out put
c) Peranan dan
fungsi pemerolehan dan belajar tidak terlalu terpisah secara ketat
d) Dalam situasi
tertentu seseorang mungkin dapat berbicara sangat lancar, tetapi pada waktu
lain mekn sangat lamban.hal ini terjadi jika proses monitor sedang berlangsung.
C.
PERBEDAAN
PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan
pembelajaran bahasa:
Ø Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua.
Ø Pemerolehan secara bawah sadar dan alamiah,
sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
Ø Pemerolehan bahasa lebih dominan makna proses
mengetahui, sedangkan pembelajaran dominan kepada proses memahami setelah
mengetahui.
Melihat dari pendapat krashen (1976), dapat
disimpulkan juga perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa:
Pemerolehan bahasa:
Ø Proses terjadi secara ambang sadar pada
pemerolehan bahasa pertama
Ø Komunikasi terjadi secara alamiah
Ø Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak
mungkin dihindari
Ø Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata
bahasa
Ø Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang
tatabahasa, dan tidak ada koreksi
Ø Proses diatur oleh strategi universal yang
disebut LAD (Language Acquisition Device)
Pembelajaran Bahasa:
Ø Proses ini terjadi pada saat orang dewasa
belajar bahasa kedua
Ø Proses terjadi secara sadar dan terjadi secara
internalisasi aturan tatabahasa
Ø Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil dari
pengajaran
Ø Proses penguasaan bahasa tidak mungkin
dihindari
Ø Pembelajar memiliki rumusan-rumusan aturan
tatabahasa
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan
pembelajaran bahasa:
Ø Pembelajaran bahasa berkaitan dengan
proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa
kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua.
Ø Pemerolehan secara bawah sadar dan alamiah,
sedangkan pembelajaran sadar dan disengaja.
Ø Pemerolehan bahasa lebih dominan makna proses
mengetahui, sedangkan pembelajaran dominan kepada proses memahami setelah
mengetahui.
Melihat dari pendapat krashen (1976), dapat
disimpulkan juga perbedaan pemerolehan dan pembelajaran bahasa:
Pemerolehan bahasa:
Ø Proses terjadi secara ambang sadar pada
pemerolehan bahasa pertama
Ø Komunikasi terjadi secara alamiah
Ø Keberhasilan belajar bahasa bagi anak tidak
mungkin dihindari
Ø Pembelajar tidak dapat menyebut aturan tata
bahasa
Ø Tidak diperkuat oleh pengajaran, uraian tentang
tatabahasa, dan tidak ada koreksi
Ø Proses diatur oleh strategi universal yang
disebut LAD (Language Acquisition Device)
Pembelajaran Bahasa:
Ø Proses ini terjadi pada saat orang dewasa
belajar bahasa kedua
Ø Proses terjadi secara sadar dan terjadi secara
internalisasi aturan tatabahasa
Ø Kemampuan yang dimiliki merupakan hasil dari
pengajaran
Ø Proses penguasaan bahasa tidak mungkin
dihindari
Ø Pembelajar memiliki rumusan-rumusan aturan
tatabahasa
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika
Aditama.
Victoria,
Fromkin dan Robert, Rodman. 1993. An Introduction to Language. Florida:
Harcourt Brace Jovanovich Collage.
No comments:
Post a Comment