1

loading...

Thursday, December 13, 2018

MAKALAH MATERI IBADAH KEMASYARAKATAN “THAHARAH”


MAKALAH  MATERI IBADAH KEMASYARAKATAN

“THAHARAH”


BAB 1
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam hukum islam terdapat suatu hal dimana segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang sangat penting yakni bersuci, atau dalam fiqih disebut dengan thaharah. Yang dimaksud dengan thaharah ini tidak hanya suci secara lahiriyah, namun dapat juga membersihkan secara batiniyah.
Thaharah lebih sering dimaknai sebagai suatu hal yang dilakukan sebelum beribadah kepada Allah SWT saja, ataupun suatu cara untuk menghilangkan hadas dan juga najis. Tetapi thaharah juga berkaitan erat dengan kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dan keindahan lingkungan. Sering kali kita sebagai manusia lalai dalam hal menjaga kebersihan.
Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah kehidupan, dimana dengan kebersihan hidup akan terasa nyaman dan aman. Kebersihan sendiri juga merupakan wujud nyata dari ibadah thaharah. Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai thaharah. Terlebih-lebih kita adalah sebagai orang muslim, dan di dalam agama kita dikatakan bahwa islam menuntut pemeluknya untuk senantiasa dalam keadaan suci, baik itu suci secara lahiriyah maupun suci secara batiniyah. Karena Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang memelihara kesucian dirinya
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian thaharah ?
2.      Bagaimana kaifiyat (cara) thaharah dari najis dan hadas ?
3.      Bagaimana penjelasan mengenai wudlu’, tayammum, dan mandi besar ?
4.      Bagaimana hikmah dan filosofi thaharah ?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian thaharah.
2.      Menjelaskan tentang thaharah dari najis dan hadas
3.      Menjelaskan tentang wudlu’, tayammum, dan mandi besar.
4.      Mengetahui hikmah dan filosofi thaharah.
BAB II
 PEMBAHASAN
A.    Pengertian Thaharah
Secara etimologi thaharah berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata, seperti aib dan dosa (Azzam dan Hawwas, 2009:3). Kata thatharah sendiri berasal dari kata thahara-yathhuru-thahuran-thaharatan yang berarti suci. Pengertian tersebut digambarkan dari firman Allah SWT:
Artinya:
“Jika kamu junub (berhadas besar), maka bersucilah.” (QS. Al Maidah [5]:6)
Kemudian secara terminologi ath thaharah adalah bersih atau suci dari najis baik najis faktual semisal tinja maupun najis secara hukmi, yaitu hadats. Dalam buku Fiqih Ibadah yang ditulis oleh Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas juga menyebutkan definis lain bahwa thaharah adalah sifat hukmiyyah yang diperbolehkan karenanya segala sesuatu yang dicegah oleh hadast atau yang mengandung hukum menjijikkan(Azzam dan Hawwas, 2009:3).
Menurut istilah fiqih, thaharah adalah menghilangkan hadast atau najis yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, atau menghilangkan hukumnya (hadast dan najis) dengan tanah. Dengan kata lain, thaharah adalah keadaan yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadats atau kotoran (Ritonga, 1997:17).
1.      Thaharah dari Najis dan Hadas
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya pada pengertian thaharah, yakni suci atau suatu kedaan dimana hadas dan kotoran sudah hilang. Selanjutnya adalah pemahaman mengenai najis najis dan hadas, dimana kedua hal tersebut merupakan hal yang menjadi penyebab wajibnya thaharah atau bersuci.
Najis adalah suatu kotoran seperti darah, tinja, atau kotoran hewan. Sedang hadas adalah keadaan yang menghalangi seseorang dalam melakukan sesuatu yang diwajibkan Allah, dan juga sunnah Rasul.
Secara garis besar najis dibagi menjadi dua macam, yaitu najis hakiki dan najis hukmi. Najis hakiki adalah kotoran yang menghalangi keabsahan sholat tanpa ada keringanan, seperti darah dan kotoran manusia. Sedangkan najis hukmi adalah hadas kecil yang harus dihilangkan dengan wudlu’ dan hadas besar dihilangkan dengan mandi (Ritonga, 1997:24).
Media atau alat yang digunakan untuk bersuci banyak sekali. Diantaranya adalah :
  1. air (al-ma’)
  2. alat untuk menyamak (ad dibqh)
  3. debu (at turab), menggosok (ad dalk)
  4. menggaruk (al fark)
  5. dan lain-lain
2 .Air (Al Ma’)
Air terbagi menjadi beberapa macam, yakni : air mutlak, air musta’mal, air yang berubah karena benda suci, dan air yang bertemu dengan najis (Azzam dan Hawwas, 2009:3).
  1. Air Mutlak
Air mutlak status hukumnya adalah suci mensucikan. Maksudnya adalah air tersebut suci di dalam dirinya sendiri dan mensucikan yang lain. Berikut adalah termasuk air mutlak:
  • Air hujan, air salju, dan air embun (firman Allah QS al furqan (25):48)

  • Air laut
  • Air zam-zam
  • Air yang berubah-ubah (Mutaghayyir)
Air yang terlalu lama mengendap atau dikarenakan lokasinya, atau karena tercampur sesuatu yang umumnya tidak dapat dipisahkan darinya, seperti eneng gondok dan daun pohon.
1.      Air Musta’mal
Merupakan air yang menetes atau terjatuh dari anggota tubuh orang yang berwudlu dan mandi. Status hukum air musta’mal adalah suci, sama halnya dengan air mutlak.
2.      Air yang Berubah Karena Benda Suci
     Adalah air yang tercampur dengan benda yang suci, misal sabun, minyak zaitun, dan air bunga mawar (Azzam dan Hawwas, 2009:7). Selama masih terjaga kemutlakannya dan tidak dikalahkan oleh benda suci yang mencampurinya maka air tersebut tetap suci mensucikan.
3.      Air yang Bertemu dengan Najis.
Air yang demikian mempunyai dua kondisi yaitu, pertama, benda najis tidak mengubah warna, rasa, dan bau air. Dan yang kedua air tetap dalam kemutlakannya.
4.      As Su’r (Sisa atau Bekas Air Minum Hewan)
Berarti air yang yang tersisa di dalam wadah setelah diminum hewan. Ada beberapa macam As Su’r, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Air bekas minum manusia
  • Air bekas hewan yang dimakan dagingnya
  • Air bekas hewan peranakan keleda dan kuda (al baghl), keledai, hewan buas dan burung-burung predator.
  • Air bekas minum kucing
  • Air bekas minum anjing dan babi (haram, wadahnya harus dicuci 7 kali
Bersuci ada dua bagian:
  1. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untyk badan seperti mandi, berwudlu’, dan tayammum.
  2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat (Rasjid, 1986:13).
Hadas dibagi menjadi dua yakni hadas besar dan hadas kecil. Hadas besar yaitu seperti keluarnya darah haid, nifas, junub, wiladah, dan sperma.kemudian hadas kecil seperti kencing, buang air besar, bersentuhan lawan jenis, dan lain lain.
 Cara thaharah dari hadas
  1. Hadas besar cara mensucikannya yaitu dengan mandi wajib
  2. Hadas kecil cara mensucikannya sukup dengan berwudlu’ atau tayammum
Najis berlaku pada pakaian, badan, dan tempat, untuk mencuci benda yang terkena najis, terlebih dahulu harus kita ketahui macam-macam najis:
  1. Najis mugallazah (tebal), yaitu najis anjing. Benda yang terkena najis ini hendaklah dibasuh tujuh kali, dan salah satu diantaranya hendaklah dibasuh dengan air yang dicampur dengan tanah (Rasjid, 1986:21)
  2. Najis mukhaffafah (ringan), misalnya kencing anak laki-laki yang belum makan makanan lain selain ASI. Cara mencucinyapun sukup memercikkan air pada benda yang terkena najis tersebut meskipun airnya tidak mengalir. Adapun kencingnya anak perempuan yang belum makan makanan lain selain ASI, cara mencucinya dibasuh dengan air yang mengalir di atas benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya.
  3. Najis mutawassitah (pertengahan), najis ini terbagi menjadi dua macam yaitu najis hukmiyah dan ainiyah.
  4. Najis hukmiyah: najis yang kita yakini adanya , meskipun zat, bau, rasa dan warnanya sudah hilang. Cara mencucinya cukup mengalirkan ir diatas benda tersebut.
  5. Najis ainiyah, najis yang masih ada zat, bau, rasa dan warnanya. Cara mencucinyapun dengan menghilangkan zat, bau, rasa, dan warnanya.
B.     Pengertian Istinja’
Istinja’ juga merupakan salah satu cara thaharah dari hadas kecil. Istinja’ berarti mencuci tempat keluar kotoran dari satu jalan, qubul (depan) dan dubur (belakang), atau mengusap dengan batu dan semisalnya (Azzam dan Hawwas, 2009:23). Menuru tiga imam, istinja’ wajib dilakukan sebelum melakukan sholat.
Menurut Rahman Ritonga,  dalam bukunya, beliau menyatakan bahwa istinja’ adalah membasuh dengan air atau menyapu dengan batu (Ritonga, 1997:26). Secara khusus membersihkan najis dengan batu atau benda-benda keras lainnya disebut dengan istijmar, dan hukum keduanya adalah wajib menurut jumhur ulama.
Tidak diperbolehkan membersihkan najis tinja maupun air kencing menggunakan media tulang, kotoran hewan yang sudah mengeras (membatu), dan batu yang dimuliakan (Azzam dan Hawwas, 2009:25)
Menurut Asy Syafi’i, tidak ada keharusan beristinja’ menggunakan batu atau air kecuali setelah dirinya keluar kotoran, baik dari jalan depan atau jalan belakang (Muchtar, 2014:18). Secara ringkasnya thaharah dari najis dapat dilakukan dengan istinja’, memercikkan air, mencuci atau membasuh dengan air dan menyamak (untuk najis berat). Untuk thaharah dari hadas dapat dilakukan dengan wudlu’ tayammum, dan mandi besar.
C.    Wudlu’, Tayammum, dan Mandi Besar
1.      Wudlu’
Perintah wajib wudlu’ bersamaan dengan perintah wajib shalat lima waktu. Secara etimologis berarti kebersihan (annadhofah). Kamil Musa mendefinisikan wudlu secara terminologi yakni sifat yang nyata (suatu perbuatan yang dilakukan dengan anggota-anggota badan yang tertentu) yang dapat menghilangkan hadas kecil yang ada hubungannya dengan shalat atau ibadah yang lain yang berhubungan dengan Allah (Ritonga, 1997:29).
Hukum beberapa wudlu menurut golongan Hanafiah :
  • Fardu, yaitu bagi orang-orang yang berhadas apabila hendak melaksanakan shalat, baik itu shalat fardu ataupun shalat sunat, dan bagi orang yang akan menyentuh Al Qur’an walaupun satu ayat yang tertulis pada selembar kertas.
  • Wajib, yaitu untuk tawaf disekeliling ka’bah.
  • Mandub (sunat), pertama, membaharui wudlu’ setiap akan melaksanakan shalat baik shalat fardhu maupun shalat sunat.
  • Makruh, seperti mengulabgi wudlu’ sebelum melaksanakan shalat dengan wudlu’ yang pertama.
  • Haram, seperti berwudlu’ dengan air yang dirampas atau berwudlu’ dengan air anak yatim.
Syarat-syarat Wudlu’
  • Islam
  • Mumayiz
  • Tidak berhadas besar
  • Air suci mensucikan
  • Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit
Rukun Wudlu’
  • Niat
  • Membasuh muka
  • Membasuh dua tangan sampai siku
  • Menyapa sebagian kepala
  • Membasuh dua telapak kaki
  • Tertib
Sunah Wudlu’
  • Membaca basmalah
  • Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan sebelum berkumur
  • Berkumur
  • Memasukkan air ke hidung
  • Menyapu seluruh kepala
  • Menyapu kedua telinga luar dan dalam
  • Menyela-nyela jari kedua tangan dan menyela-nyela jari kedua kaki
  • Mendahulukan anggota kanan
  • Membasuh setiap anggota tiga kali
  • Jangan bercakap-cakap
Hal-Hal yang Membatalkan Wudlu’
  • Keluar sesuatu dari dua jalan atau salah satunya
  • Hilang akal
  • Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan
  • Menyentuh kemaluan dngan telapak tangan.
  • Tidur (Mulkhan,1994:221)
2.      Tayammum
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa udzur:
  • Udzur karena sakit, kalau ia memakai air bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya menurut keterangan dokter
  • Karena dalam perjalanan
  • Karena tidak ada air
Syarat tayamum
  • Sudah masuk waktu shalat, tayamum disyariatkan untuk orang yang terpaksa, sebelum masuk waktu shalat maka belum terpaksa
  • Sudah berusaha mencari air tetapi tidak dapat sedangkan waktu shalat sudah masuk
  • Dengan tanah yang suci dan berdebu. Menurut imam syafi’i tidak sah tayamum selain dengan tanah akan tetapi menurut pendapat imam yang lain boleh (sah) tayamum dengan tanah pasir atau batu
Fardu ( tayamum)
  • Niat
Orang yang akan melaksanakan tayamum hendaknya berniat karena akan mengerjakan shalat dan sebagainya, bukan semata mata menghilangkan hadats sebab sifat tayamum tidak dapat menghilangkan hadats, hanya diperbolehkan untuk melakukan shalat karena darurat
  • Mengusap muka dengan tanah
  • Mengusap kedua tangan sampai siku dengan tangan
  • Menertibkan rukun rukun, artinya mendahulukan muka dengan tangan
Sunah tayamum
  • Membaca bismillah
  • Mengembus tanah dari dua telapak tangan supaya tanah yang diatas tangan menjadi tipis
  • Membaca dua kalimat syahadat sesudah tayamum

Hal hal yang membatalkan tayamum
  • Tiap hal yang membatalkan wudlu juga membatalkan tayamum
  • Ada air. Mendapatkan air sebelum shalat maka batal lah tayamum bagi yang tayamum karena tidak ada air bukan karena sakit
Menurut asy syafi’i dalam surat Al maidah [5]:6
Ketentuan hukum yang memperbolehkan tayamum adalah ketika dalam kondisi berikut :
  • Dalam perjalanan dan sulit mendapat air
  • Orang yang sedang sakit baik ditempat pemukiman atau dalam perjalanan
Waktu bertayamum
Perintah tayamum berlaku pada seorang yang hendak melaksanakan shalat tetapi tidak menemukan air. Maka jika bertayamum sebelum tiba waktu shalat shalatnya tidak sah.
Niat tayamum
Seseorang tidak boleh melakukan tayamuum kecuali telah didahului usaha mencari air dan tidak menemukannya. Disamping itu untuk mengerjakan tayamum harus disertai niat.
Cara bertayamum
Allah berfirman : maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu ( surat almaidah 5:6). Hadits riwayat ibnu shammah menjelaskan sesungguhnya Rasulullah bertayamum lalu menyapu mukanya dan kedua lengannya.
Asy syafi’i mengatakan bahwa seseorang tidak dinamakan bertayamum kecuali telah mengusap bagian wajah dan kedua lengan sampai dua siku dengan debu. Siku merupakan bagian yang wajib disapu. Apabila ia meninggalkan salah satunya baik yang ditinggalkan itu besar atau kecil lalu mengerjakan shalat, maka shalatnya tidak sah.
Bahan untuk bertayammum
Tanah (sho’idan) yang tidak bercampur dengan najis adalah tanah yang baik (sho’idan thayyiban) dan boleh dipakai untuk bertayammum. Sebaliknya, tanah yang tidak baik tidak diperbolehkan untuk dipakai bertayammum. Kata sho’idan digunakan hanya untuk tanah yang berdebu.
Apabila debu itu bercampur dengan kapur, jerami halus, tepung gandum, atau yang lainnya, maka diperbolehkan bertayammum dengan debu tersebut sampai debu itu benar-benar tidak tercampur dengan suatu apapun.Ababila batu, tembikar, atau marmer yang hancur ditumbuk halus menjadi debu tetap tidak sah digunakan bertayammum. Karena benda-benda tersebut mengandung bahan kimia yang dapat membahayakan kulit, dan sudah jelas dalam ayat Al qur’an juga diterangkan untuk bertayammum dengan debu dari tanah.
3.      Mandi Besar (Wajib)
Allah mewajibkan mandi disebabkan janabah. Menurut lisan arab bahwa janabah identik dengan bersetubuh (jima’) sekalipun dalam bersetubuh tidak disertai keluarnya sperma. Abu Musa Al Asy’ari bertanya kepada Aisyah tentang bertemunya kemaluan laki-laki dan perempuan, lalu Aisyah memberi jawaban berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Apabila kemaluan laki-laki dan perempuan bertemu maka wajib mandi.”
Beberapa hal yang dipandang wajib melakukan mandi besar menurut para ahli fiqih adalah sebagai berikut :
  • Jima’ (bersetubuh)
Allah mewajibkan mandi bagi seseorang yang sedang junub. Aisyah r.a berkata: bahwa apabila Rasulullah  mandi janabah, beliau membasuh kedua tangannya lalu berwudlu seperti wudlu untuk melaksanakan shalat. Kemudian beliau memasukkan jemari tangannya ke dalam air. Lalu menyela-nyela pangkal rambutnya dengan jemari itu. Kemudian beliau menuangkan ke atas kepalanya dua ember air dengan kedua tangannya lalu beliau meneteskan air ke seluruh kulitnya (Mulkhan,1994:225).
  • Keluar mani (sperma)
Para ahli fiqih dari golongan Hanabilah menetapkan bahwa kewajiban mandi itu semata-mata disebabkan keluarnya mani tanpa mempertimbangan apakah keluar karena persetubuhan atau dengan sendirinya (Ritonga,1997:65).
  • Bermimpi keluar mani
  • Darah haid atau nifas
  • Meninggal dunia seorang muslim

D.    Hikmah dan Filosofi Thaharah
Sejatinya semua perbuatan yang bernilai positif akan mendatangkan manfaat tersendiri, terlebih-lebih jika perbuatan tersebut adalah perintah Allah SWT yang pastinya bernilai ibadah, seperti thaharah. Allah berfirman dalam QS. Al Baqoroh 2:22 yang artinya “Dan Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan membersihkan diri”.
Thaharah merupakan salah satu syarat untuk melakukanibadah kepada Allah. Kesucian tidak hanya berarti suci dari haid, tetapi juga suci dari najis dan kotoran batin, seperti kesucian diri dari perbuatan keji dan kesucian dari akhlaq yang tercela. (Rasjid, 1986:17).
Thaharah juga memiliki hubungan dengan kebersihan, kesehatan, dan juga keindahan lingkungan. Kita sendiri terkadang sangat menginginkan kebersihan  disekitar kita, namun sering sekali lalai dalam menjaga kebersihan.
Kata bersih terkadang memberi pengertin suci, namun biasanya kata bersih digunakan untuk ungkapan sifat lahiriyah, sedangkan kata suci untuk ungkapan batiniyah. Dalam hukum Islam terdapat tiga ungkapan yang menyatakan kebersihan.
  1. Nazhafah atau nazhif, yaitu meliputi bersih dari kotoran dan noda secara lahiriyah.
  2. Thaharah, mengandung pengertian yang lebih luas meliputi kebersihan lahiriyah dan batiniyah.
  3. Tazkiyah, mengandung makna ganda yaitu membersihkan diri dari sifat atau perbuatan tercela dan menumbuhkanatau memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji (Ritonga, 1997:26).
Tidak asing lagi di telinga kita yang mengatakan bahwa “kebersihan sebagian dari iman” dan juga terdapat pepatah yakni “kebersihan pangkal kesehatan.” Thaharah yang dilakukan sesuai syara’ secara otomatis akan membawa kepada kebersihan lahir dan batin. Ini berarti seseorang yang bersih secara syara’ akan berasa dalam kondisi hidup yang sehat. Karena antara kesehatan dan kebersihan memiliki hubungan yang sangata erat.
Pensyari’atan dalam thaharah juga bermacam-macam, mulai dari istinja’, kumur-kumur, mencukur bulu ketiak, dan masih banyak lagi. Semua itu juga berkaitan dengan kebersihan dalam menjaga kesehatan diri dari segala macam penyakit.
Seperti halnya dengan wudlu’, wudlu’ tidak hanya semata-mata dilakukan untuk mensucikan diri dari hadas kecil sebelum melakukan ibadah kepada Allah. Disamping untuk mmbersihkan lahiriyah, wudlu’ juga dapat membersihkan secara batiniyah, karena sholat merupakan pendekatan diri kepada Allah SWT yang menuntut kebersihan lahir dan batin.Thaharah juga mempunyai hubungan terhadap keindahan lingkungan. Lingkungan tersebut mempengaruhi kehidupan manusia dan mencakup tiga bagian:
  1. Lingkungan Pisik (alam disekitar kita).
  2. Lingkungan manusia (interaksi langsung atau tidak langsung).
  3. Lingkungan keluarga.
Jika dihubungkan dengan islam, kebersihan dan keindahan lingkungan ini merupakan wujud nyata dari ajaran thaharah (Ritonga, 1997:26).







BAB 111
PEMBAHASAM
A.    Kesimpulan
Secara etimologi thaharah berarti bersih dan jauh dari kotoran-kotoran, baik yang kasat mata ataupun yang tidak kasat mata, seperti aib dan dosa. Kata thatharah sendiri berasal dari kata thahara-yathhuru-thahuran-thaharatan yang berarti suci. Secara terminologi ath thaharah adalah bersih atau suci dari najis baik najis faktual semisal tinja maupun najis secara hukmi, yaitu hadats. Dengan kata lain, thaharah adalah keadaan yang terjadi sebagai akibat hilangnya hadats atau kotoran.
Cara thaharah dari hadas
  1. Hadas besar cara mensucikannya yaitu dengan mandi wajib
  2. Hadas kecil cara mensucikannya sukup dengan berwudlu’ atau tayammum
Bersuci ada dua bagian:
  1. Bersuci dari hadas. Bagian ini khusus untyk badan seperti mandi, berwudlu’, dan tayammum.
  2. Bersuci dari najis. Bagian ini berlaku pada badan, pakaian, dan tempat.
Perintah wajib wudlu’ bersamaan dengan perintah wajib shalat lima waktu. Secara etimologis berarti kebersihan (annadhofah). Kamil Musa mendefinisikan wudlu secara terminologi yakni sifat yang nyata (suatu perbuatan yang dilakukan dengan anggota-anggota badan yang tertentu) yang dapat menghilangkan hadas kecil yang ada hubungannya dengan shalat atau ibadah yang lain yang berhubungan dengan Allah
Tayamum ialah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa udzur:
Mandi Wajib adalah mandi untuk menghilangkan hadast besar, baik karena junub, atau karena haid, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari atas kepala hingga ujung kaki.
Sejatinya semua perbuatan yang bernilai positif akan mendatangkan manfaat tersendiri, terlebih-lebih jika perbuatan tersebut adalah perintah Allah SWT yang pastinya bernilai ibadah, seperti thaharah.
Thaharah juga memiliki hubungan dengan kebersihan, kesehatan, dan juga keindahan lingkungan. Kita sendiri terkadang sangat menginginkan kebersihan  disekitar kita, namun sering sekali lalai dalam menjaga kebersihan.Jika dihubungkan dengan islam, kebersihan dan keindahan lingkungan ini merupakan wujud nyata dari ajaran thaharah.
B. Saran
Demikian makalah tentang “Thaharah” ini kami buat. Semoga makalah ini dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca, dan juga membawa manfaat barokah untuk kehidupan yang selanjutnya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini jauh dari kata sempurna, dan masih memerlukan kritik dan juga saran dari para pembaca. Maka dari itu kritik dan saran akan kami tunggu dan akan kita jadikan sebagai pelajaran dan juga bekal untuk kedepannya.


DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqih Ibadah. Jakarta: AMZAH.
Muchtar, Asmaji. 2014. Fatwa-Fatwa Imam Asy Syafi’i. Jakarta: AMZAH.
Rasjid, Sulaiman. 1986. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Ritonga, Rahman dan Zainuddin.1997. Fiqih Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama


No comments:

Post a Comment