1

loading...

Thursday, December 6, 2018

MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA : "PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA ORANG DEWASA"


MAKALAH PSIKOLOGI AGAMA : "PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA ORANG DEWASA"


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang eksploratif dan potensial. Dikatakan  makhluk eksploratif, karena manusia memiliki ke mampuan untuk mengembangkan diri baik secara baik fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat di kembangkan. Manusia juga disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena untuk bertumbuh dan berkembang secara normal manusia memerlukan bantuan dari luar dirinya.
Bantuan di maksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan pengaarahan dari lingkungannya. Bimbingan dan pengaarahan diberikan dalam membantu perkembangan tersebut pada hakikatnya di harapkan sejalan dengan kebutuhan manusia itu sendiri, yang sudah tersimpan sebagai potensi bawaannya. Karena itu bimbingan yang tidak searahdengan potensi yang tidak dimiliki akan berdampak negatif bagi perkembangn mnusia.
Perkembangan yang negatif tersebut akan terlihat dalam berbagai sikap dan tingkah laku yang menyimpang. Bentuk tinkah laku menyimpang ini terlihat dalam kaitannya dengan kegagalan manusia untuk memenuhi kebutuhan baik yang bersifat fisik dan psikis. Para ahli psikologi membagi perkembangan manusia menjadi beberapa tahapan atau periode perkembangan. Secara garis besar periode perkembangan terbagi menjadi, Masa pre-natal, Masa bayi, Masa kanak-kanak, Masa pre-pubertas, Masa pubertas, Masa dewasa, Masa usia lanjut. Setiap masa perkembangan memiliki ciri-ciri sendiri, termasuk perkembangan jiwa keagamaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sikap Keberagamaa pada Orang Dewasa
          Charlotte Buchler melukiskan tiga masa perkembangan orang dewasa, yaitu periode prapubertas, periode pubertas, dan periode adolesenyang tercermin dalam semboyan ungkapan atau pernyataan batin mereka. Pada periode prapubertas, pernyataan tersebut di ungkapkan oleh Charlotte Buchler dengan kata-kata “Perasaan saya tak enak, tetapi tak  tahu apa sebabnya.” Untuk periode pubertas di lukiskannya sebagai berikut: “ Saya ingin sesuatu, tetapi tak tahu ingin apa.” Adapun dalam periode adolesen, ia mengemukakan dengan kata-kata: ” Saya hidup dan saya tahu untuk apa.”[1]
        Kata-kata yang digunakan  Charlotte Buchler tersebut mengungkapkan betapa masih labilnya kehidupan jiwa anak-anak ketika menginjak usia menjelang dan masa remaja mereka. Sebaliknya pada saat menginjak usia dewasa, kemantapan jiwa meraka terlihat dengan ungkapan semboyannya yang menyatakan:” Saya hidup dan saya tahu untuk apa.” Hal ini menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang di pilihnya. Orang yang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan keperibadian yang mantap.
       Menurut H. Carl Witherington, di periode adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Pada masa adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang abstrak. Di usia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat keperibadian yang stabil. Stabilisasi sifat-sifat keperibadian ini antara lain terlihat dari cara bertindak dan bertingkah laku yang agak bersifat tetap (tidak mudah berubah-ubah) dan selalu berulang kembali. Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya memberikangambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah meliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan.
       Berdasarkan sikap keagamaan seseorang di usia dewasa sulit untuk diubah, jika pun perubahan mungkin proses terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang. Sebaliknya, jika seorang dewaa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai nonagama, itu pun akan dipertahankan sebagai pandangan hidupnya. Sikap keberagamaan itu akan dipertahankan sebagai identitas dan keperibadian mereka. Sikap keberagamaan orang dewasa cenderung didasari atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan batin atas pertimbangan agal sehat.
B.     Ciri-ciri Keberagamaan pada Orang Dewasa
        Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasari atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut: [2]
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang  matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung besifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup
5.      Bersikap belih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih keritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasari atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.
C.    Faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan Orang Dewasa
1.      Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua, yaitu:
a.        Kapasitas Diri
Kapasitas diri ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Mereka yang mampu menerima dengan rasio akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, walaupun yang ia lakukan itu berbada dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya, orang yang kurang mampu menerima dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat yang ada.[3]
b.      Pengalaman
Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun, mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
2.      Faktor Luar
Yang dimaksud dengan faktor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Factor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
William James mengemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
1.       Faktor intern,
terdiri dari:
a.       Temperamen
b.      Gangguan jiwa
c.       Konflik dan keraguan
d.      Jauh dari Tuhan
2.      Faktor Ekstern,
terdiri dari:
a.       Musibah
b.      Kejahatan


D. Perkembangan Beragama pada Orang Dewasa
          Menurut Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut;[4]
1.      Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambildengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
2.      Masa dewasa tengah, masalah sentaral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
3.      Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini, minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.
E.     Macam-Macam Kebutuhan
        Dalam bukunya Pengantar Psikologi Kriminal Drs. Gerson W. Bawengan, S.H. mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang di kemukakan oleh J.P. Guilford sebagai berikut:
a.      Kebutuhan Individual terdiri dari:
a.       Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Dengan adanya perimbangan ini maka tubuh akan tetap berada dalam keadaan mantap, stabil dan harmonis. Kebutuhan ini merliputi kebutuhan tubuh akan zat; protein, air, garam, mineral, vitamin, oksigen dan lainnya.
b.      Regulasi temperatur, penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan perubahan temperatur badan. Pusat pengaturannya berada di bagian otak yang disebut Hypothalmus. Ganguan regulasi temperatur akan menyebabkan tubuh mengalami gangguan.
c.       Tidur, kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar gejala halusinasi.
d.      Lapar, kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi tubuh sebagai organis. Lapar akan menyebabkan gangguan pada fisik maupun mental.
e.       Seks, kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhan yang timbul dari dorongan mempertahankan jenis.
f.       Melarikan diri yaitu: kebutuhan manusia akan perlindungan dan keselamatan jasmani dan rohani.
g.      Pencegahan yaitu: kebutuahan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi melarikan diri.
h.      Ingin tahu (curiosity) yaitu: kebutuhan rohani manusia untuk ingin selalu mengetahui latar belakang kehidupannya.
i.        Humor yaitu: kebutuhan manusia untuk mengurangi rasa beban pertanggungjawaban yang dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.
b.      Kebutuhan Sosial
         Kebutuhan sosial manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari luar (stimulus) seperti layaknya pada binatang. Karena bentuk kebutuhan pada manusia berbentuk nilai. Jadi kebutuhan itu bukan sekedar semata-mata kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohani. Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya Peranan Agama dalam Kesehatan Mental membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu:[5]
a)      Kebutuhan Primer, yaitu kebutahan jasmaniah
b)      Kebutuhan Sekunder atau kebutuhan rohaniah: Jiwa dan sosial. Kebutuhan ini sudah dirasakan manusia sejak masih kecil.
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan sekunder yang pokok menjadi 6 macam, yaitu:
1)      Kebutuhan akan rasa kasih sayang. Kurangnya rasa kasih sayang pada diri seseorang terutama pada anak-anak akan menyebabkan tembok pemisah antara mereka dengan orang tuanya.
2)      Kebutuhan akan rasa aman . Tidak adanya rasa aman menyebabkan seseorang terganggu sikap integritas dirinya dengan masyarakat dan lingkungannya.
3)      Kebutuhan akan rasa harga diri. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang bersifat individual. Diabaikannya kebutuhan akan rasa harga diri ini cenderung menimbulkan sikap menyombongkan diri, ngambek, dan sebagainya.
4)      Kebutuhan akan rasa bebas. Penyakuran rasa bebas ini merupakan upaya agar tercapai perasaan lega. Kehilangan rasa bebas akan menyebabkan seseorang menjadi gelisah, tertekan baik fisik maupun mental.
5)      Kebutuhan akan rasa sukses. Penyaluran kebutuhan ini akan menambah rasa harga diri. Pemberian tugas yang sesuai dengan kemampuan dan pengganjaran batin (remneration) merupakan usaha untuk menyalurkan rasa sukses.
6)      Kebutuhan akan rasa ingin tahu. Kebutuhan akan rasa ingin tahu akan memenuhi kepuasan dalam pembinaan pribadi seseorang. Kebutuhan ini jika tidak disalurkan akan terarah kepada tindakan-tindakan negatif yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c.       Kebutuhan Manusia Akan Agama
         Selain berbagai macam kebutuhan yang disebutkan diatas masih ada lagi kebutuhan manusia yang sangat perlu diperhatikan yaitu kebutahan terhadap agama. Karena manusia disebut sebagai makhluk yang beragama (homo religious).Manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada masyrakat moderen, maupun masyarakat primitif. Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa adolesen, walaupun ada juga yang merumuskan masa adolesen ini kepada masa dewasa, namun demikian dapat disebut bahwa masa adolesen adalah menginjak dewasa yang mereka mempunyai sikap pada umumnya yaitu:
a.       Dapat menentukan pribadinya.
b.      Dapat menggariskan jalan hidupnya.
c.       Bertanggung jawab.
d.      Menghimpun norma-norma sendiri.
       Menurut H. Carl Witherington, diperiode adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berfikir tentang tanggung jawab social moral, ekonomis, dan keagamaan. Pada masa adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang abstrak. Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memliki sifat kepribadian yang stabil. Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
         Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun
2. Masa dewasa madya (middle adulthood)
             Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
         Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf dan perubahan penampilan. Dan kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia ini.







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Usia dewasa adalah usia ketenangan jiwa, ketetapan hati dan keimanan yang tegas.Usia dewasa dibagi kedalam tiga tahap,yaitu masa dewasa dini ,masa dewasa madya,dan masa dewasa akhir (lansia). Masa dewasa menurut konsep Islam adalah fase dimana seseorang telah memiliki tingkat kesadaran dan kecerdasan emosional,moral,spiritual dan agama secara mendalam.Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari pada periode terdahulu. Pada masa usia lanjut timbul rasa takut kepada kematian yang berdampak pada peningkatan pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi (akhirat).
Manusia di sebut makhluk potensial karena pada manusia tesimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat di kembangkan. Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu dengan melalui tahap-tahap perkembangan. Hurlock menyebutkan tahap perkembangan tersebut adalah periode pranatal, bayi, masa bayi, masa awal kanak-kanak, masa akhir kanak-kanak, masa remaja awal, masa remaja, masa dewasa awal, masa dewasa madya, dan masa Usia lansia. Masing-masing tahapan tersebut mempunyai tugas perkembangan dan karakteristik yang berbeda-beda. Melalui tahap-tahap perkembangan tersebut, Hurlock ingin menjelaskan bahwa menjadi tua pada manusia adalah suatu hal yang pasti terjadi dan tidak dapat dihindari. 


[1] Jalaludin.Psikologi Agama.( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001). Hlm: 101
[2] Bambang Syamsul Arifin.Psikologi Agama.(Cv Pustaka Setia,2008).hlm.118-119.
[5] Ibid.hlm.88-97.

No comments:

Post a Comment