MAKALAH SENI BERCERITA BAGI AUD
(
Persiapan Sebelum Bercerita dan Teknik Penyajian
Cerita )
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Taman Kanak-kanak bercerita
adalah salah satu metode pengembangan bahasa yang dapat mengembangkan beberapa
aspek fisik maupun psikis anak TK sesuai dengan tahap perkembangannya.
Sedangkan metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi
pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita dari guru kepada anak.
Perkembangan bahasa pada dasarnya
dimulai sejak tangis pertama bayi, sebab tangis bayi dapat dianggap sebagai
bahasa anak. Menangis bagi anak merupakan sarana mengekspresikan kehendak
jiwanya. Dan inilah yang disebut dengan bahasa eksperif dimana tangisan bayi
adalah merupakan bahasa dalam mengekpresikan keinginannya dan perasaannya
melalui tangisan tersebut.
Bahasa merupakan alat komunikasi
sebagai wujud dari kontak social dalam menyatakan gagasan atau ide-ide dan
perasaan-perasaan oleh setiap individu sehingga dalam mengembangkan bahasa yang
bersifat ekspresif, seorang anak memerlukan cara yang sesuai dengan tingkat
perkembangan usia taman kanak-kanak dengan memperhatikan factor-faktor yang
mempengaruhi pribadi anak tersebut. Melalui bercerita, dapat membantu mereka
dalam mengembangkan dan melatih kemampuan bahasa yang anak-anak miliki dan
dengan melalui cerita anak lebih dituntut aktif dalam mengembangkan bahasanya
khususnya bahasa ekspresif dibantu oleh arahan dan bimbingan guru.
Metode bercerita memang sesuatu yang
sangat menarik, Karena metode tersebut sangat digemari anak-anak, apalagi jika
metode yang digunakan ditunjang dengan penggunaan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami anak-anak, sehingga anak lebih berpotensi dalam mengembangkan
bahasa yang sifatnya ekspresif.
Untuk itu,
kali ini kita akan membahas tentang persiapan sebelum bercerita dan teknik apa
saja yang dapat kita lakukan dalam penyajian cerita.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada pembahasan kali ini adalah :
1.
Apa saja yang harus kita lakukan sebelum bercerita ?
2.
Teknik apa sajakah yang dapat digunakan dalam penyajian cerita ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui persiapan yang dilakukan sebelum bercerita.
2.
Untuk mengetahui teknik dalam penyajian cerita .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persiapan Sebelum Bercerita
Sebelum melaksanakan kegiatan
bercerita, guru harus terlebih dahulu menetapkan rancangan
prosedur/langkah-langkah yang harus dilalui dalam bercerita. Hal ini diperlukan
agar penerapan pembelajaran melalui berceritadapat berjalan dengan baik, sesuai
dengan yang diharapkan. Berikut ini akan disampaikan langkah-langkah yang harus
ditempuh guru dalam menerapkan kegiatan bercerita di kelas. Adapun yang
harus disiapkan sebelum bercerita adalah:
1.
Pemilihan
tema dan judul.
Tema dipilih berdasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan serta
berdasarkan pada kehdupan anak di dalam keluarga, disekolah, atau di
masyarakat. Untuk
mendapatkan tema bercerita yang tepat disesuaikan dengan usia anak. Anak
berusia di bawah 4 tahun, menyukai cerita horor dan fabel, seperti: Si Wortel,
Tomat yang Hebat, Anak Ayam yang Manja, dan lain-lain. Umur 4-8 tahun, anak
menyukai dongeng jenaka, seperti: kepahlawanan, Perjalanan ke Planet Biru, dan
lain-lain. Anak usia 8-12 tahun menyukai dongeng petualangan fantastis rasional
(sage), seperti: Persahabatan Si Pintar dan Si Pikun, Karni Juara Menyanyi, dan
lain-lain. [1]
2. Menetapkan
tujua cerita.
Tujuan kegiatan bercerita ada dua yaitu: memberikan
informasi tentang nilai-nilai sosial, moral atau keagamaan.
3. Menetapkan
bentuk bercerita yang dipilih
Bentuk-bentuk yng bisa dipilih, misalnya bercerit dengan
membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi gambar, menggunkan
papan flannel, menceritakan dongeng
dan sebagainya.
4. Menetapkan
bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita.
Bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiataan bercerita
sangat tergaantung pada bentuk bercerita yang dipilih guru.
5. Waktu penyajian.
Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang
konsentrasi dan daya tangkap anak. Anak umur di bawah 4 tahun waktu yang
efektif maksimal 7 menit, 4-8 tahun 10-15 menit, dan 8-12 tahun 25 menit. Namun
apabila cara penyajian menarik waktu bisa lebih panjang.
6. Suasana (situasi dan kondisi).
Suasana disesuaikan dengan acara atau peristiwa yang sedang
atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional,
dan lain-lain. Oleh sebab itu, seorang pendongeng harus memperkaya materi
cerita supaya bisa menyesuaikan suasana dengan tema bercerita. [2]
7. Menetapkan
rancanga langkah-langkah kegiatan bercerita
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Mengomunikasikan
tujuan dan tema cerita
Mengomunikasikan tujuan dan tema
merupakan pemberian informasi tentang tujuan yang ingin dicapai melalui
kegiatan bercerita serta tema yang dipilih.
b.
Pengaturan Tempat Dan Suasana
Cerita dapat disampaikan dengan
duduk mengelilingi meja, di atas lantai/tikar, atau berkerumun di dekat api
unggun. Yang penting pastikan bahwa anak-anak merasa nyaman sebelum cerita
dimulai dan bahwa setiap anak memiliki pandangan yang jelas (tidak terhalang)
pada guru yang akan menyampaikan cerita. Pendengar anak-anak cenderung untuk
mendekat pada orang yang bercerita selama cerita berlangsung, khususnya jika
ada alat bantu yang menarik, seperti: orang-orangan, boneka maupun wayang.
Jadi, buatlah aturan tertentu sebelum cerita disampaikan.
Hubungan yang akrab dapat dibangun
antara guru dan anak-anak dengan kontak mata dan interaksi. Untuk memelihara
hubungan ini usahakan kelas terdiri dari sekelompok kecil anak, dan anak yang
memiliki fisik paling kecil dapat duduk di bagian depan.
Bila cerita harus disampaikan dalam
kelompok besar, maka posisikan guru-guru yang lain untuk duduk di tengah
anak-anak, supaya dapat menjaga dan memberikan contoh pada anak bagaimana sikap
mendengarkan yang baik. [3]
B.
Teknik Penyajian Cerita
Dalam menyajikan sebuah cerita, terdapat beberapa
teknik yang dapat dikembangkang, yaitu :
1.
Teknik
bercerita.
Pendidik perlu mengasah
keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan
komunikasi, serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai mengembangkan
berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis
besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara
proporsional adalah (1) Narasi, (2) Dialog, (3) Ekspresi (terutama mimik muka),
(4) Visualisasi gerak/peragaan (acting), (5) Ilustrasi suara, baik suara lazim
maupun suara tak lazim, (6) Media/alat peraga (bila ada), dan (7) Teknis
ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan
sebagainya.
2.
Mengkondisikan
anak tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan
bercerita.
Suasana tertib harus diciptakan
sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Misalnya dengan menggunakan
aneka tepuk, tepuk satu, tepuk tenang, lomba duduk tenang, dan lain-lain. Ikrar
sebelum cerita dimulai, contoh: tidak akan berjalan-jalan selama cerita
berlangsung, tidak akan menebak dan mengomentari cerita, tidak akan mengobrol,
dan tidak akan membuat gaduh.
3.
Teknik
membuka cerita ”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya terserah Anda”.
Kalimat yang mengingatkan kita pada
iklan salah satu produk. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka
suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat?
Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan
teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat. [4]
4.
Menutup
cerita dan evaluasi.
Ini dapat dilakukan dengan
menanyakan tokoh dalam cerita tersebut dan nilai yang dapat dicontoh.
5.
Penanganan
keadaan darurat.
Apabila saat bercerita terjadi
keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan
melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang
buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Contoh kejadian yang sering
terjadi: anak menebak cerita, apabila hal ini terjadi, pendongeng bisa mengubah
alur cerita.
6.
Media dan
alat bercerita berdasarkan cara penyajiannya.
Bercerita dapat disampaikan dengan
alat peraga maupun tanpa alat peraga (direct story). Sedangkan bercerita dengan
alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh
langsung: kucing, dan lain-lain) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar,
wayang, dan lain-lain). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan,
pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita. Adakalanya mendongeng
secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan
cerita, dan sebagainya sehingga kegiatan bercerita tidak membosankan. [5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Sebelum bercerita guru hendaknya melakukan persiapan yang maksimal agar
hasilnya maksimal. Misalnya dengan menentukan judul dan tema, tujuan, hingga
menyiapkan alat peraga yang dibutuhkan dalam bercerita.
2.
Teknik penyajian cerita dilakukan dengan teknik mengkondisikan anak,
membuka cerita, menutup cerita, dan penanganan keadaan darurat.
B.
Saran
Makalah
ini membahas tentang persiapan dan teknik bercerita, apabila kita melakukan
persiapan yang baik, maka ketika kita menyajikan dengan teknik yang baik,
hasilnya akan baik. Namun, pada makalah ini masih kurang dalam hal isi maupun
penulisan. Maka kritik dan saran dari teman-teman yang membangun kami terima.
[3]
Http://buddhazine.com/tips-mendongeng-pada-anak-sekolah-minggu-ala-kak-bimo/ diakses pada
tanggal 4-10-2017 jam 14.20 wib
No comments:
Post a Comment