MAKALAH TAFSIR IBADAH
"TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG PUASA SUNNAH"
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puasa sunnah sebagaimana yang di ketahui
adalah puasa yang dianjurkan bagi umat Islam setelah puasa wajib. Disebut “
dianjurkan” karena orang yang mengerjakan akan mendapat pahala dan tidak ada
dosa jika tidak dikerjakan. Definisi yang tepat yaitu “ jika dikerjakan
mendapat pahala, namun jika ditinggalkan rugi”. Mengapa rugi?Karena hidup di
dunia ibarat mempersiapkan bekal untuk kehidupan di akhirat.Lebih cerdas jika
mempersiapkan bekal semaksimal mungkin. Puasa sunnah adalah salah satu “pilihan
tepat” untuk menambah bekal dan dapat meningkatkan pahala. Oleh karena itu,
jika tidak ingin rugi di dunia ini maka hendaklah manfaatkan kebaikan puasa
sunnah itu. 1 Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa puasa sunnah itu tidak
wajib dilaksanakan akan tetapi sangat rugi jika tidak diamalkan karena amalan
puasa sunnah adalah suatu amalan yang jika dimanfaatkan dengan baik maka dapat
meningkatkan pahala, karena hidup di dunia ini butuh bekal untuk kehidupan di
akhirat kelak.
B.
Rumusan
Masalah
1) Apa
pengertian Puasa Sunnah?
2) Apa
saja rukun dan jenis-jenis puasa Sunnah?
3) Apa
saja hal-hal yang membatalkan puasa?
4) Apa
saja tafsir ayat-ayat yang berkaitan dengan puasa Sunnah?
1) Untuk
mengetahui pengertian puasa Sunnah.
2) Untuk
mengetahui rukun dan jenis-jenis puasa Sunnah.
3) Untuk
mengetahui hal-hal apa saja yang membatalkan puasa Sunnah.
4) Untuk
mengetahui tafsir ayat-ayat yang berkaitan dengan puasa Sunnah.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Puasa Sunnah
Puasa Sunnah adalah puasa
yang dalam pelaksanaannya tidak diwajibkan, akan tetapi sangat dianjurkan dan
waktu pelaksanaannya juga pada waktu-waktu yang tertentu. Namun ada juga puasa
sunnah yang dapat dilakukan pada waktu kapan saja.
Prinsip Puasa Sunnah, yaitu tidak boleh berpuasa secara
berturut-turut tanpa berbuka sama sekali. Selain itu, pahala puasa juga hanya
Allah SWT yang mengetahuinya. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda : “Allah berfirman, ‘setiap amal anak Adam itu untuknya sendiri
selain puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku’. (dalam satu riwayat, ‘Tiap-tiap
amalan memiliki kafarat. Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Aku yang membalasnya’)” (HR.
Bukhari dan Muslim).
B. Rukun Puasa
1.
Niat berpuasa:
2.
Menahan diri dari segala hal-hal yang dapat
membatalkan puasa.
C. Jenis-jenis Puasa Sunnah
1.
Puasa Sunnah
·
Arafah
·
Senin kamis
·
Tasu’a
·
Asyura
·
Syawal
·
Daud
·
Arafah
·
3 hari dari pertengahan bulan
D. Hal Membatalkan Puasa
1.
Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan
2.
Muntah dengan sengaja
3.
Hilang akal disebabkan karena Mabuk atau pingsan
4.
Bersetubuh atau mengeluarkan mani
5.
Kedatangan Haid, nifas atau wiladah
6.
Murtad ( keluar dari agama Islam)
7.
Hal-hal Yang Makruh Saat Berpuasa
8.
Berkumur-kumur bukan karena wudhu’
9.
Bersiwak/menggosok gigi saat tergelincir
matahari
10. Memakai wangi-wangian
11. Merasa makanan dengan
lidah
12. Mengulum sesuatu
13. Berbekam kecuali perlu
14. Amalan Sunnah Saat
Berpuasa
15. Mengerjakan sholat
tarawih
16. Bertadarus
17. Memperbanyak sholat
sunnah
18. Memperbanyak zikir
19. Mengutamakan berjama’ah
20. Disunnahkan untuk Tidur
saat berpuasa dari pada menonton tv, mengupat dan lain sebagainya
21. Menjauhi dari segala hal-hal
yang dapat mengurangi pahala puasa seperti menonton televisi dll.
E. Tafsir Ayat-ayat Puasa
1. Ayat Al-quran tentang puasa Sunnah
a)
Q.S At-Tahrim:5
“Jika
Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan
isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang
bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang
perawan.”
Tafsir ayat:
(Jika Nabi menceraikan kalian, boleh jadi
Rabbnya) maksudnya, jika nabi menceraikan istri-istrinya (akan memberi ganti
kepadanya) dapat dibaca yubdilahu dan yubaddilahu (dengan istri-istri yang
lebih baik daripada kalian) lafal azwaajan ini menjadi khabar dari lafal ‘asaa
sedangkan jumlah an yubdilahu dan seterusnya menjadi jawab syarath. Di sini
tidak ada badal karena apa yang disebutkan pada syarat tidak terjadi, yakni
perceraian itu tidak pernah terjadi (yang patuh) artinya mengakui Islam (yang
beriman) yakni ikhlas hatinya kepada Islam (yang taat) mereka taat (yang
bertobat, rajin beribadat, rajin berpuasa) yakni gemar melakukan puasa atau
yang berhijrah (yang janda dan yang perawan)
b)
Q.S Al-azhab 35:
“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki
dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,
laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar,
laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
Tafsir ayat:
Allah
berfirman memerintahkan Rasul-Nya saw. untuk memerintahkan kaum wanita
–khususnya istri-istri dan anak-anak perempuan beliau karena kemuliaan mereka-
untuk mengulurkan jilbab mereka, agar mereka berbeda dengan ciri-ciri wanita
jahiliyyah dan ciri-ciri wanita budak. Jilbab adalah ar-rida’ [kain penutup] di
atas kerudung. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, ‘Ubaidah, Qatadah,
al-Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, Ibrahim an-Nakha’i, ‘Atha’ al-Khurasani
dan selain mereka. Jilbab sama dengan izar [kain] saat ini. Al-Jauhari berkata:
“Jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh.”
‘Ali bin
Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas: “Allah memerintahkan wanita-wanita kaum
Mukminin, jika keluar dari rumah mereka untuk suatu keperluan agar menutup
wajah mereka dari atas kepala mereka dengan jilbab serta menampakkan satu
mata.”
Muhammad
bin Sirin berkata, aku bertanya kepada ‘Ubaidah as-Salmani tentang firman
Allah: yubdiina ‘alaiHinna min jalaabiibiHinna (“Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”) lalu dia menutup wajah dan kepalanya serta
menampakkan matanya yang kiri. ‘Ikrimah berkata: “Dia menutup bagian pipinya
dengan jilbabnya yang diulurkan di atasnya.”
Ibnu Abi
Hatim berkata, bahwa Ummu Salamah berkata: “Tatkala ayat ini turun, yubdiina
‘alaiHinna min jalaabiibiHinna (“Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.”) wanita-wanita Anshar keluar, seakan-akan di atas kepala
mereka ada burung gagak karena ketenangan jalannya. Di atas mereka terdapat
pakaian-pakaian hitam yang mereka pakai.
Ibnu Abi
Hatim berkata, ayahku bercerita kepadaku, dari Abu Shalih, dari al-Laits, bahwa
Yunus bin Zaid berkata: kami bertanya kepada az-Zuhri: “Apakah budak wanita
wajib memakai, baik dia sudah kawin atau belum kawin?” Beliau menjawab: “Wajib
baginya memakai kerudung, jika dia sudah kawin, dan dilarang berjilbab, karena
makruh menyamai mereka dengan wanita-wanita merdeka dan muhshan.”
As-Suddi
berkata tentang firman Allah: yaa ayyuHan nabiyyu qul li azwaajika wa banaatika
wa nisaa-il mu’miniina yudniina ‘alaiHinna min jalaabiibiHinna. Dzaalika adnaa
ay yu’rafna falaa yu’dzain (“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrmu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.”)
Dahulu orang-orang fasik penduduk Madinah keluar di waktu malam di saat kegelapan malam merasuk jalan-jalan Madinah. Lalu mereka mencari wanita-wanita. Dahulu rumah-rumah penduduk Madinah sangat sempit. Jika waktu malam tiba, wanita-wanita itu keluar ke jalan-jalan untuk menunaikan hajat mereka. Lalu orang-orang fasik itu mencari-cari mereka. Jika mereka melihat wanita-wanita memakai jilbab, mereka berkata: “Ini wanita merdeka, tahanlah diri dari mereka.” Dan jika mereka melihat wanita tidak berjilbab, mereka berkata: “Ini adalah budak wanita.” Maka mereka menggodanya.
Dahulu orang-orang fasik penduduk Madinah keluar di waktu malam di saat kegelapan malam merasuk jalan-jalan Madinah. Lalu mereka mencari wanita-wanita. Dahulu rumah-rumah penduduk Madinah sangat sempit. Jika waktu malam tiba, wanita-wanita itu keluar ke jalan-jalan untuk menunaikan hajat mereka. Lalu orang-orang fasik itu mencari-cari mereka. Jika mereka melihat wanita-wanita memakai jilbab, mereka berkata: “Ini wanita merdeka, tahanlah diri dari mereka.” Dan jika mereka melihat wanita tidak berjilbab, mereka berkata: “Ini adalah budak wanita.” Maka mereka menggodanya.
Mujahid
berkata: “Mereka berjilbab, sehingga mereka dikenal sebagai wanita-wanita
merdeka. Maka orang fasik tidak akan mengganggu dan menggoda mereka.”
2. Hadist-hadist tentang Puasa Sunnah
a)
Dari Abu Huraih, Rosulullah bersabda :“Semua
amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa , maka ia untukKu dan aku yang
akan membalasnya, puasa adalah perisai ( dari perbuatan maksiat ) dan apabila
seseorang darimu tengah berpuasa, maka janganlah dia berkata kotor , berteriak
dengan suara keras dan bila seorang mencelanya atau mengajaknya berkelahi,
hendaknya ia mengatakan ,’ sesungguhnya aku sedang berpusa’ Demi Dzat yang jiwa
muhammad di tangannya , sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi
disisi Allah dari minyak kasturi . Orang yang berpuasa meraih dua kesenangan;
bila ia berbuka ia merasa senang dan bila ia berjumpa dengan Rabbnya ia senang
dengan puasanya.”
b)
Dari Sahal bin Said dari Nabi beliau bersabda
:“Sesungguhya didalam surga ada sebuah pintu yang disebut dengan ar-Rayyan
yang kelak pada hari kiamat akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa dan
tidak ada orang lain selain mereka yang memasukinya . Dikatakan ,’ mana
orang-orang yang berpusa?’ mereka lalu bangun dan tak seorangpun yang masuk
selain mereka. Ketika mereka telah masuk, pintunya dikunci sehingga tidak ada
yang masuk selain mereka.”
c)
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah
bersabda:“Barang siapa menafkahkan dua harta kekayaannya di jalan Allah ,
maka ia akan di panggil dari pintu-pintu surga.’ Wahai hamba Allah ini adalah
kebaikan ! ‘ Barang siapa termasuk orang-orang yang melakukan shalat, maka ia
akan dipanggil dari pintu shalat, barang siapa termasuk orang-orang yang
berjihad , maka ia akan dipanggil dari pintu jihad, barang siapa ternasuk
orang-orang yang melakukan puasa, maka ia akan dipanggil dari pintu ar-Rayyan
dan barang siapa termasuk orang-orang yang bershadaqah , maka ia akan dipanggil
dari pintu shadaqah, lalu Abu Bakar berkata, bapakku dan ibuku sebagai
tebusanmu wahai Rasulullah. Tidak seorang pun yang butuh dipanggil dari semua
pintu – pintu itu.? ‘ Beliau menjawab ,’ ya ,ada dan aku berharap engkau
termasuk dari mereka”.
d) Dari Abu Said
al-Khudri ia berkata bahwa Rasulullah bersabda :“ Tidaklah seorang hamba
berpuasa satu hari di jalan Allah melainkan Allah akan menjaukan wajahnya
dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”.
e)
Dari Hudzaifah bin al-Yaman Rasulullah
bersabda :“ Fitnah( ujian ) yang menimpa seseorang pada istrinya , hartanya
dan tetangganya akan dihapus oleh shalat, puasa, dan shadaqahnya.”
f)
Dari Ibnu Mas’ud Rasulullah bersabda :“
Barang siapa mampu menikah, menikahlah, karena menikah lebih mampu menahan
pandangan dan menjaga kemaluan dan barang siapa tidak mampu , hendaknya ia
berpuasa, karena puasa akan lebih mampu menahan nafsu syahwat.
g)
Abu Umamah al-Bahili Rasulullah bersabda :“
Berpuasalah, karena puasa tidak ada tandinganya”.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Puasa Sunnah adalah puasa yang dalam pelaksanaannya tidak diwajibkan,
akan tetapi sangat dianjurkan dan waktu pelaksanaannya juga pada waktu-waktu
yang tertentu. Namun ada juga puasa sunnah yang dapat dilakukan pada waktu
kapan saja.
Prinsip Puasa Sunnah,
yaitu tidak boleh berpuasa secara berturut-turut tanpa berbuka sama sekali.
Selain itu, pahala puasa juga hanya Allah SWT yang mengetahuinya. Abu Hurairah
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Allah berfirman, ‘setiap amal anak
Adam itu untuknya sendiri selain puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku’.
(dalam satu riwayat, ‘Tiap-tiap amalan memiliki kafarat. Puasa itu adalah
untuk-Ku, dan Aku yang membalasnya’)” (HR. Bukhari dan Muslim).
No comments:
Post a Comment