MAKALAH
RELASI ETNIS DAN INTEGRITAS BANGSA
“ Etnis Tionghoa di Asia Tenggara dan Indonesia”
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Etnis
Tionghoa di Asia Tenggara
Etnis Tionghoa
di Asia Tenggara,yang mengkaji berbagai konsep nation atau bangsa yang dianut
negara serta kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Dalam hal ini bisa dilihat
bahwa banyak negara yang memiliki konsep bangsa yang sempit, sering menimbulkan
masalah terhadap etnis Tionghoa. Terbaur atau tidaknya etnis Tionghoa di Asia
Tenggara sebagian tergantung pada konsep bangsa yang dianut oleh negara
tersebut. Etnis tionghoa di Asia tenggara memainkan peran penting,bukan saja
dibidang ekonomi tetapi juga di bidang-bidang sosial, budaya dan politik.
1.
Etnis
tionghoa di Asia Tenggara pada zaman
kolonial
Etnis
tionghoa,yang dulu sering disebut chines overseas
atau Tionghoa perantauan,tesebar dimana-mana.jumlahnya kira-kira 23 juta
jiwa,lebih dari 80 persen di antaranya berada di Asia Tenggara. Salah satu
sebab mereka bermungkim disana,karena
asia tenggara dekat dengan daratan Tionkok dan selain,pada waktu itu,
perdagangan di Asia Tenggara juga banyak dipengaruhi oleh orang Tionghoa. Pada
awalnya jumlah orang Tionghoa yang bermukiman di Asia Tenggara tidak banyak.
Eksodus Tionghoa ke wilaya ini merupakan penomena abad ke-19 dan ke-20 ketika di Tiongkok dan
Asia Tenggara mengalami perubahan.
Ada
dua faktor,yaitu faktor pendorongan dan
faktor penarik,yang berperanan atas hadirnya dalam jumlah besar orang Tionghoa di wilaya ini. Kekacauan kemiskinan
dan kepadatan penduduk di daratan Tiongkok mendorong mereka meninggalkan negeri
luluhurnya, sedangkan kolonialisasi barat
di asia. tenggara dan pembukaan
wilaya ini membutuhkan banyak tenaga
kerja. Lowongan kerja dan kesempatan baru
ini menarik etnis Tionghoa ke
daerah yang dulu dikenal sebagai Nanyang. Nanyang adalah istilah
Tionghoa yang berarti Samudra
Selatan.Istilah ini digunakan oleh orang Tionhoa untuk menyebut Asia tenggara
pada masa lalu, terutama pada masa sebelum perang Dunia kedua (PD II).
Asia
tenggara sebelum PD II, kecuali muangthai, adalah negara- negara jajahan. Orang
Tionghoa yang datang dan bermukim di
wilaya ini sebelum penjajahan,secara alamiah telah membaur. Ini disebabkan
jumlah etnis Tionghoa sedikit dan sebagian besar dari mereka adalah
laki-laki.mereka yang sudah beristeri umumnya juga tidak membawa
keluarga,sehingga banyak yang kawin dengan wanita pribumi dan berkeluarga
dinayang. Akhirnya muncula disebuah masyarakat baru. Namun dibeberapa negara,
komunitas campuran ini langsung terserap
ke dalam masyarakat setempat tetapi ada
pula yang masih terpisah, tergantung
pada keadaan setempat.Misalnya filifins, Mestizo Tionghoa ( campuran antara
pribumi Filifina dan Tionghoa) menjadi orang filipina.
Namun
setelah akhir abad ke 19 dan awal ke 20 jumlah imigran baru ke Asia Tenggara
bertambah secara signifikan. Jadi, etnis tionghoa bertendensi mengelompok
sendiri. Disamping itu, pemerintah kolonial menjalankan politik divilid and
rule. Mereka kwatir bahwa orang Tionghoa yang bermukim dimuangthai yang masih
terus meleburkan diri kedalam masyarakat lokal dan menjadi Thai sejati. Bangkitnya nasionalisme Tionghoa
di daratan Tiongkok dan Asia Tenggara menyebabkan pembaharuan ini terhenti
sementara. Dinegra Thailand misalnya, pada awal abd ke 20, raja munghtai juga
melancarkan kampanye anti Nasionalisme Tionghoa. Koran Tionghoa dibredel.
Perkumpulan yang berorientasi nasionalisme Tionghoa diberangus.imigrasi dari
daratan tiongkok dibatasi dan sekolah Tionghoa diawasi.jika dulu,orang Tionghoa
secara mudah menjadi kaula muangthai, kini peraturan kekawlaan
(kewanarganegaraan) diperketat. Akan tetapi peraturan ini akan diperlonggar lagi.
Di muangthai,tidak terdapat kampanye anti-Tionghoa yang mengejutkan atau
berkepanjangan. Mungkin ini ada hubungannya dengan kedekatan budaya, antara
orang Thai dan orang Tionghoa, dan juga negara Thai merupakan negara merdeka.
Menurut beberapa studi, minoritas
pendatang lebih cendrung berbaur
dengan kelompok atas ketimbang kelompok bawah. Namun keektan kebudayaan bukanla satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya pembauran.
Pada zaman kolonial,identitas nasional tidak
diutamakan,bahkan diabaika oleh pemerintah kolonial.penguasa kolonial takut,
jika nasionalisme Asia Tenggara akan memperlemah kekuasaan kolonial dan
akhirnya akan mengulingkan pemerintah kolonial. Namun setelah negara-negara
Asia Tenggara mencapai kemerdekaan,identitas nasional menjadi
penting.pemerintah baru diasia tenggara menyadari bahwa negaranya berupa negara
yang multietnis ( multi-ethnic) untuk
bertahan mencapai stabilitas politik,identitas kebangsaan patut dibangun dan
dipupuk. Tanpa rasa kebangaan atau nation,
negara baru akan mengalami kekacauan.
2.
Konsep
Bangsa (Nation) di Asia Tenggara
Konsep
Nation atau kebangsaan dalam negara igran berbeda dengan negara pribumi. Dalam
negara imigran,bangsa tidak didasarkan pada model pribumi. Akan tetapi dalam
bangsa pribumi,bangsa mengambil model penduduk pribumi, ini sudah barang
tentumembawa dampak yang besar pada etnis tionghoa yang dianggap bukan pribumi.
Meskipun
konsep bangsa berbeda antara negara imigran dan negara pribumi, diantara bangsa
– bangsa pribumi juga terdiri atas dua jenis,yaitu bangsa etnis (bangsa yang
berdasarkan pada sebuah kelompok
etnis),dan bangsa sosial (bangsa yang berdasarkan pada banyak etnis), jika kita
memeriksa nama-nam negara di Asia Tenggara,kita bisa lihat bahwa banyak
negara yang mengambil nama dari sebuah
kelompok etnis dari sebagian nama negara tersebut. Sebetulnya ini tidak berarti
bahwa negara itu hanya memiliki satu kelompok etnis,melainkan etnis yang
ditonjolkan itu yang doiminan.
Misalnya Burma, negara i i dikuasai
oleh etnis Bhama, Muangthai ( Thailand) dikuasai oleh Melayu, dan Brunai
Darusalam adalah kerajaan Melayu Islam. Laos dikuasai oleh etnis Lao. Jadi
konsep bangsa di negara-negara ini
berbau kelompok etnis, baik dalam lambang bahasa dan bangsa nasioal,
maupun dalam hal kebudayaan nasional. Negara –negara seperti Filipina dan
Indonesia dari segi nama tidak mencerminkan dari kelompok etnis yang dominan.
Namun mudah dilihat di Filipina bahwa penglompokan lebih berdasarkan agama daripada etnis, sedangkan di Indonesia,Etnis jawa masih
dianggap masih dominan. Namun situasi di Indonesia lebih kompleks, karena
unsur-unsur kejawaannya kurang kentara.
3.
Kebijakan Pemerintah Terhadap Orang Tionghoa
Kebijakan
pemerintah di Asia Tenggara yang termasuk
negara pribumi dipengaruhi konsep bangsa masing-masing. Tetapi, ini
bukan satu-stunya faktor dalam pembuatan kebijakan.presentase etnis Tionghoa
dalam sebuah negara dan sistem politiknya juga penting. Kalau etnis Tionghoa
berjumlah sedikit dan sistem politik negara tersebut tidak demokratis,maka kebijakan
asimilasi sering diberlakukan. Kalau jumlahnya sedikit,tetapi sistem sistem
politiknya dmokratis,maka kebijakan yang pluralislah yang dipakai, tetapi kalau
jumlah presentase etnisya besar,sistem politik rupanya kurang berpengaruh.
Jumlah Etnis Tionghoa di Asia
Tenggara,1999.
negara
|
Jumlah
Sseluruh penduduk
|
Jumlah
Penduduk Tionghoa
|
Presentase Penduduk Tionghoa
|
Brunei
|
321.000
|
51.000
|
16,0
|
Kambodia
|
10.946.000
|
109.000
|
1,0
|
Indonesia
|
209.255.000
|
6.278.000
|
3,0
|
Laos
|
5.297.000
|
212.000
|
0,4
|
Malaysia
|
22.180.000
|
5.515.000
|
24,8
|
Myanmar
|
45.059.000
|
631.000
|
1,4
|
Filipina
|
74.454.000
|
968.000
|
1,3
|
Singapura
|
3.522.000
|
2.719.00
|
77,2
|
Thailand
|
60.856.000
|
5.234.000
|
8,6
|
Vietnam
|
78.705.000
|
1.181.000
|
1,5
|
total
|
510.595.000
|
22.898.000
|
4,5
|
Kebijakan
para pemerintah di Asia tenggara tidk selalu konsisten,namun kita bisa melihat
pada priode-priode tertentu, suatu kebijakan telah diberlakukan. Kadang-kadang
kita bisa melihat kombinasi dari beberapa kebijakan,namun yang tampak nyata
bahwa salah satu kebijakan selalu menonjol. Misalnya Indonesia Muangthai dan
Filipina, masing-masing pemerintah pernah memberlakukan kebijakan asimilasiterhadap kaum minoritas
Tionghoa,sedangkan yang alin memilih kebijakan akomodasi,pluralis maupun
kebijakan pengusiran. Di filipina, Ferdinand marcos mengeluarkan kebijakan meliberalisasikan undang-undang
kewarganegaraan Filipina pada tahun 1975. Ini memungkinkan orang Tionghoa di
Filipina menjadi warga negara tanpa banyak kesulitan.pemerintah juga telah
menggunakan pendidikan nasional untuk mengintegrasi orang Tionghoa dengan warga
Filipina. Sejak tahun 1976,sekolah Tionghoa Filpina diubah menjadi sekolah
nasional yang dikelolah oleh warga
negara Filipina, kurikulum juga difilipinakan
dan bahasa pengantar yang digunakan juga diubah menjadi bahasa Inggris
dan bahasa Tagalog. Bahasa Tionghoa hanya boleh diajarkan sebagai mata
pelajaran.
Filipina
mendefinisikan bangsa mereka berdasarkan
kebudayaan,bukan ras. Orang Tionghoa mestizo dianggap orang Filifina sejati,demikian
pula hanya bagi orang Tionghoa totok Filipina yang telah berakulturasi. Sebagai contoh, Jamie Cardinal
Sin, Uskup Agung manila yang berpengaruh,dan mending Jaie Ongpin, Mentri
keuangan pemerintah Aquino sendiri, yang nama gadisnya cory Cojuangco,
kononmemiliki nama keluarga Tionghos Koh
(Xu dalam bahasa mandarin). Adalah satu fakta bahwa Aquino kembali ke kampung
halaman nenek moyangnya dicina selatan tak lama setelah ia diangkat jadi
presiden. Tampaknya ,akulturasi Tionghoa di filipina jauh lebih mulus
dibandingkan Indonesia,Namun ini tidak berarti bahwa smua orang Tionghoa telah
berbuar.
Pemerintah
Thai juga mengambil kebijakan asimilasi terhadap etnis Tionghoa,dan bahkan tingkat asimilasi orang
Tionghoa relatif tinggi. Bagaimanapun proses ini membutuhkan waktu. William
skinner menemukakan bahwa untuk menjadi warga Thai dan ia mencatat bahwa pada
generasi keempat,proses ini telah selesai.Orang Tionghoa di Thailand saat ini
sebagian besar merupakan imigran atau
keturunan imigran baru.
B.
Etnis
Tionghoa di Indonesia
Indonesia yang hingga zaman soeharto, menganut
konsep bangsa sangat ketat dan sempit menyebabkan sukarnya etnis Tionghoa
menjadi bagian integral’bangsa
Indonesia”, Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang
berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup
nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia keadaan mereka berbeda ada,yang berbaur dan
menggalami banyak masalah. Membahas keadaan etnis tiongoha di indonesia.
Sebetulnya etnis di Indonesia bukan merupakan suatu
kelompok yang homogen. Dari latar kebudayaan dan sejarah, penduduk Thionghoa di
Indonesia bisa dibagi atas beberapa kelompok. Kelompok yang paling umum ialah
kaum peranakan yang kebudayaanya sudah mengindonesia dan kaum totok yang masih
tebal ketionghoanya. Lambat laut jumlah kaum peranakan makin bertambah,
sedangkan kaum totok makin bekurang,jika tidak bisandikatakan sudah lenyap sama
sekali. Kelompok etnis Tionghoa yang berbeda ini juga memiliki pikiran politik yang berlainan.
Namun yang mempengaruhi pikiran politik
Tionghoa adalah kebijakan negarah. Zaman
negara kolonial, karena dasar politiknya berdasarkan ras, maka pikiran politik etnis Tionghoa
berkisar pada ras. Setelah indonesia merdeka, karena aliran asimilatif
mulai menonjol, bahkan dominan, fikiran politik masyarakt thionghoa juga
mengarah kesana. Namun perbedaan pikiran politik tidak perna lenyap. Dengan
timbulnya demokrasi,pikiran politik
etnis Tionghoa pun mulai lebih beraneka ragam.
1.
Kebijakan
Pemerintah Indonesia
Sejak
awal indonesia tidak memberlakukan asimilasi,pada zaman demokrasi liberal,
kebijakan pluralisme diberlakukan. Pada zaman demokrasi pemimpin,kebijakan
integrasi dan asimilasi dilaksanakan secara bertahap. Mula-mula warga
negara Indonesia keturunan Tionghoa
tidak diperbolehkan mendirikan sekolah Tionghoa, aktivitas orang tionghoa asing
pun mulai dibatasi. Namun kebijakan asimilasi secara total baru diberlakukan
sejak lahirnya Orde Baru. Warga negara Indonesia keturunan Tionghoa dihimbau menggati nama
Tionghoanya menjadi nama yang baru “Indonesia”,
Apakah nama yang berbau Indoesia? Yaitu asal bukan nama Tionghoa!
Dalam
bidang budaya, pemerintah Orde baru rupanya ingin menagis habis kebudayaanya
Tionghoa, bukan saja tidak mengizinkan orang mengamalkan tradisi dan adat istiadatnya secara publik,misalnya tidak boleh merayakan tahun
baru Imlek dan cap gome,tidak boleh main brogsai, semua kelenteng harus diubah
menjadi wihara,agama konghucu tidak diakui, belajar bahasa Tionghoa tidak
diperbolehkan,koran dan publikasi bahsa tionghoa tidak di izinkan terbit,dan
koran dikenal dikalangan masyarakat Tionghoa sebagai koran iklan.ketionghoaan
dianggap sebagai semacamkeburukan,jika bukan kejahatan.prasangka rasial
dipupuk. Isilah Tiongkok dan tionghoa diganti mennjadi cina sejak tahun 1966 atas ajuran seminar Angkatan
darat. Alasanya ialah untuk menghilangkan rasa
inferior pada bangsa kita (baca:pribumi),sebaliknya menghilangkan rasa
superior pada golongan yang bersangkutan (baca: etnis Tionghoa) didalm negara
kita. Dengan kata lain, perubahan
istilah merupakan pelampiasan ketidak
sukaan pribumi kepada tiongkok yang komunis dan menghina etnis Tionghoa.
Pribumi
dilawankan dengan non pribumi ( yaitu Tionghoa) dan bangsa indonesia adalah
bangsa pribumi.Etnis Tionghoa baru bisa diterima sebagai nation atau
bangsa Indonesia kalau ia berasimilasi
secara total dengan pribumi. Akan tetapi tidak semua kebijakan bersifat
asimilasi (tepatnya,absorpsi). Peraturan diskriminatif terus dijalankan
segingga minoritas tionghoa merasa
dirinya berbeda dengan kelompok pribumi. Misalnya nomor KTP etnis
Tionghoa dibedakan, jumlah Tionghoan yang boleh masuk universitas dibatasi,
perbedaan pribumi dengan non pribumi dalam kehidupan sosial dan ekonomi
diamalkan. Pemerintah Orde Baru tidak menggalangkan orang Tionghoa masuk ke pemerintahan dan membatasinya pada
bidang ekonomi. Aktivitas Orang ationghoa di bidang ini makin kentara dan
pemisahan dengan pribumi pun makin mencolok. Yang ironis adalah keberadaan ideologi pancasila. Ideologi ini
sesungguhnya tidak membantu asimilasi masalah merintangi asimilasi. Jadi, dalam
keadaan ini,kebijakan asimilasi total tidak mungkin berhasil.
2.
Minoritas Tionghoa dan “ Masalah Tionghoa”di
Indonesia
Masyarakat tionghoa di Indonesia bukan merupakan
minoritas homogen. Dari sudut kebudayaan, orang Tionghoa terbagi atas peranakan
dan totok. Peranakan adalah orang Tionghoa
yang sudah lama tinggal di Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan
bertingkah laku seperti pribumi. Totok adalah pedatang baru, umumnya baru satu
sampai dua generasi dan masih berbahasa tionghoa. Naun dengan terhentinya
imigrasi dari daratan Tiongkok, jumlah totok sudah menurun dan keturunan
totokpun telah mengalami peranakanisasi. Karena itu generasi muda Tionghoa di
Indonesia sebetulnya sudah menjadi
peranakan,apalagi yang di pulau jawa.
Dalam
hal agama, sebagian besar orang Tioghoa menganut agama Budha, Tridharma dan
agama kongkhucu. Namun banyak pula yang beragama katolik dan kristen.
Belakangan ini jumlah etnis tionghoa yang memeluk agama islam pun bertambah.
Dalam hal orientasi politi, ada yang pro- bejing atau pro-Tapei,tetapi yang
terbesar adalah kelompok yang pro-Jakarta. Dal hal kewarganegaraan, ada yang
berwarga negara RRT atau taiwan, tetapi
yang terbanyak adalah Warga Negara
Indonesia. Namun sbagai minoritas diperkotaan , orang Tionghoa tergolong kelas
menegah di Indonesia. Dalam bidang usaha,yang paling sukses dalah mereka yang
masih belum berbaur karea mereka mash memiliki etos emigran dan wiraswasta,
berbahasa Tionghoa dan mampu mengunakan jaringan perdagangan etnis yang umumnya
di tangan orang Tionghoa. Minoritas yang hetrogen ini sering dianggap sebagai
minoritas yang homogen, baik dari pemerintah Indonesia maupun oleh Masyarakat
Pribumi. Sejak merdeka minoritas ini dianggap
senantiasa menimbulkan “masalahnya’ tidak selalu sama. Mula-mula mereka
dianggap pro Belanda dan anti Nasionalisme Indonesia.kemudian mereka dianggap
eksklusif dan kerjanya hanya mencari
keuntungan dikalangan pribumi yang menderita. Kemudian mereka dianggap komunis atau
simpatisan komunis. Akhir-akhir ini meeka dianggap sebagai kapitalis
dan konglomerat yang mengeruk
kekayaan negara tanpa patriotisme.
Persepsi yang selalu negatif ini masih
melekat pada golongan etnis Tionghoa di Idonesia. Kerusuhan-kerusuhan belakangan
ini ditunjukan pada warga keturunan Tionghoa,tidak terlepas dari persepsi yang
negatif ini. Indonesia sudah merdeka setengah abad lebih, tetapi masalah
Tionghoatidak kunjung selesai. Ada berpendapat bahwa ini karena orang Tionghoa masih memperthankan kebudayaan
asing,tidak memiliki identitas Indonesia. Ada juga yang mengatakan bahwa orang Tioghoa setengah berbaur, belum
seratus persen yaitu mereka masih belum
menjadi pribumi. Dalam pandangan banyak pribumi, orang Tionghoa harus menjadi
Pribumi baru bisa diterima sebagai orang Indonesia. Seakan-akan persoalan
identitas itu merupakan kunci dari masalah Tionghoa itu.
Sebetulnya,masalah
tionghoa sangat kompleks.hal ini bukan saja masalah identitas,tetapi juga
masalah politik,ekonomi, dan hubungan luar negri. Namun identitas memang
penting, dan soal ini merupakan sebagian dari pemecahan “maslah Tionghoa” di
Indonesia. Kerusuhan bulan mei 1998 yang menggemparkan dunia itu memang membawa penderitaan yang luar biasa kepada pribumi,tetapi juga
kelompok Tionghoa. Banyak orang Tionghoa yang merasa bahwa mereka menjadi sasaran di pribumi.
3.
Posisi
Etnis Tionghoa dalam Sejarah Nasional Indonesia
Kajian
sejarah pemikiran politik minoritas Tionghoa di Indonesia menunjukan bahwa
persepsi orang Tionghoa tentang posisi mereka di Indonesia pun berubah-rubah
sesuai dengan perubahan masyarakat Tionghoa dan tuntutan zaman.
Pada
masa kolonial di Idonesia terdapat tiga orientasi sosiopolitik yang besar
diantara para Tionghoa lokal,yaitu yang beriorintasi ke tiongkok (kelompok sin
po) yang percaya bahwa orang Tionghoa lokal adalah anggota bangsa cina; mereka
yang berorientasi ke Hindia Belanda, yang memahami posisi mereka sebagai kauwla belanda sambil melanjutkan kehidupan
sebagai tionghoa peranakan’ dan mereka
yang meyebut diri sendiri sebagai anggota bangsa Indonesia yang akan datang (Partai Tionghoa Indonesia). Sebagian besar para
pemimpin Tionghoa dimasa kolonial
Indonesia, khususnya para imigran baru (totok). Beriorintasi ke Tiongkok,tetapi
kelompok yang kedua dan ketiga kebanyakan terdiri dari orang Tionghoa
peranakan.
Masalah
orientasi dan sikap politik terhadap kolonialisme- lah yang dominan dalam
pemikiran masyarakat Tioghoa sebelum PD II, dan isu tentang
“Integrasi”lawan”asimilasi” tidak tampak soal persoalan besar. Walupun
demikian, setelah Indonesia merdeka
masyarakat Tionghoa muali dihadapkan dengan masalah “ integrasi
nasional”. Orang tionghoa totok pada umumnya tetap menggangap dirinya sebagai
bagian dari bangsa cina, sedagkan Tionghoa perankan terbagi menjadi golongan “integrasionis”
(Baperki) dan “asimilasionis” ( LPKB). Kelompok pertama lebih suka bila identias
tionghoa perankan tetap dipertahankan dalam bangsa Indonesia, sedagkan kyang
kedua menginginkan peleburan kaum minoritas Tionghoa ke dalam masyarakat etnis pribumi. Sebagian besar “
integrasionis” berpendapat bahwa asimilasi total dari Tionghoa perankan ke dalam bangsa Indonesia haya dapat terjadi kalau Indonesian menjadi
negara sosialis dimana “ tak ada penghisapan manusia atas manusia’. Kalau
masyarakat semacam itu belu terwujud, mereka ingin tetap menjadi Tionghoa
tetapi berintegrasi dalam partai-partai politik yang revolusioner serta
organisasi massa. Lengsernya soeharto dan naiknya Habibie memberiakn kesempatan
kepada pelbagi kekuatan etnis. Diantara
orang-orang Tionghoa,masalh identitas timbul kembali, diantaranya melalui
pendekatan pendirian partai politik
Tionghoa (misalnya Partai Reformasi Tionghoa Indonesia) namun rupanya sebagian
besar toko tionghoa perankan ingin mengambil jalan asimilasi dengan partai dan grub pribumi.
Selama Orde baru masyarakat Tionghoa di Indonesia telah mengalami peroses
peranakanisasi dan Indonesia karena kebijakan
asimilasi yang diambil oleh Soeharto.dengan kata lain,walaupun identitas
tionghoa masih bertahan,komponen totok-nya makin berkurang.
4.
Konsep
Bangsa( Nation) Indonesia dan ‘ Masalah
Tionghoa”
Konsep
bangsa nation Idonesia Yang ketat
(rigid),yaitu konsep bangsa pribumi, merupakan suatu rintangan yang besar untuk masukan orang
Tionghoa,terutama peranakan Tionghoa ke dalam wadah bangsa Indonesia. Indonesia
termasuk golongan negara pribumi dan model bangsa Indonesia menitikberatkan keperibumianya, teutama pada
zaman Orde baru. Dalam arti ini , konsep bangsa Indonesia lebih berdasarkan
pada ras atau etnis ketimbang budaya. Orang Tionghoa harus terlebur ke dalam tubuh
pribumi Indonesia , yaitu menjadi pribumi,( atau salah satu suku bumi) barulah orang itu menjadi bangsa Indonesia yang lengkap. Seseorang yang masih
memiliki unsur-unsur itu sangat sedikit, masih dianggap sebagai orang asing.
Jadi orang Tionghoa yang peranakan dan
sudah menjadi warga Indonesia (WNI) masih belum menjadi bangsa
Indonesia yang lengkap. Konsep warga
negara dibedakan dengan konsep bangsa.
Demikain pula hak-hak mereka. Slogan Bhineka Tunggal Ika hanya berlaku untuk Indonesia Pribumi, tetapi tidak untuk
orang Tionghoa.
Sebetulnya konsep
bangsa Indonesia lahir sebelum PD II. Sejak bangkitnya pergerakan nasional
Indonesia, konsep bangsa indonesia
didominasikan oleh konsep yang berbau ras. Konsep bangsa indonesia yang
berdasarkan pada budaya politik yang
timbul sebelum PD II yaitu yang dicetuskan oleh Dr.Tjipto Mangunkusumo, Dr.
Raden Sutomo dan Mr.Amir Sjafruddin. Merupakan pendapat minoritas dikalangan
pribumi. Sesudah indonesia merdeka, konsep bangsa yang lebih moderen ini pun
dianut oleh segelintir tokoh politik
Indonesian. Drs Mohammad Hatta misalnya memberi batsan bangsa indonesia dalam arti politik; seorang demokrat
sejati yang berwrga negara Indonesia tanpa melihat keturunanya.
Sepanjang sejarah Repoblik Idonesia,
tidak dapat disangkal bawa dikalangan etnis
Tionghoa ( seperti juga etnis yang lain) juga terdapat oknum-oknum yang
tercela. Dengan kata lain bukan setiap orang Tionghoa itu malaikat, tetapi juga
bukan semua setan. Namun dalam zaman Orde Baru, citraOrang Tionghoa di indonesia merupakan citran yang sangat
negatif. Segala sesuatu ada hubungan
dengan cina, tidak ada yang baik.”keperibumian” lah yang dijunjung
tinggi dan etnis Tionghoa mesti dipisahkan dari pribumi karena mereka “ berbahaya”.
Tidaklah mengherankan kalau sepanjang sejarah Indonesia , tidak ada etnis
Tionghoa yang pernah dianugrahi pahlawan
nasional, padahal keturunan belanda ( Douwe Dekker alias setia budi) dan keturunan arab ( Baswedan
yang tidak ganti nama). Sudah masuk dalam dafar tersebut.
5.
Etnis
Tionghoa Pasca Orde Baru
Istilah
Tionghoa digunakan kembali, dua dari tiga
pilar kebudayaan Tionghoa ( yaitu
media Tionghoa dan organisasi etnis Tionghoa) telah diperbolehkan untuk
dibangun kembali. Tetapi prasangka yang mendalam dan citra etnis Tionghoa yang buruk tetap ada
dan masih kelihatan ketidak sedianya
masyarakat pribumi menerima peranakan Tionghoa sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Misalnya
diantara empat korban Universitas
Trisakti, yang kemudian diberikan pebnghargaan sebagai “pahlawan Reformasi”
seorang yang bernama Hendriawan Lesmana
sebetulnya adalah keturunan Tionghoa
yang bernama keluarga Sie. Setelah jatuhnya soeharto, banyak
perkembangan positif mengenai kebijakan
pemerintah. Misalnya dihapuskan instruksi Presiden RI No.14/ 1967 yang
membatasi perayaan dan adat istiadat etnis Tionghoa, di akuinya kembali agama
konghucu dan konsep bangsa Idonesia yang
baru yang diusulkan Presiden Abdurahman
wahid(Gus Dur).
Konsep bangsa Indoesia yang baru
ini menurut Gus dur bangsa Indonesia
terdidi dari tiga ras: ras Melayu, ras
Tionghoa dan ras Austro-Melanesia. Dengan kata lain keturunan Tionghoa
adalah bagian Integral dari bangsa Indonesia yang tidak bisa dipisahkan lagi,
konsep ini dilontarkan pada tahun 1998 olehnya
sebelum ia menjadi presiden.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etnis
atau Kelompok etnik atau juga suku bangsa merupakan golongan manusia yang
kelompoknya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, umumnya dengan dasar
garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari
orang lain dan ciri dari kelompok itu sendiri contohnya kesamaan budaya, agama,
bahasa, prilaku, serta ciri dari biologis.
Suku Tionghoa-Indonesia adalah
salah satu etnis di Indonesia yang asal
usul leluhur mereka berasal dari Tiongkok(China).Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau
"orang Tang") atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tradisional ; Hanzi Sederhana ). Disebut Tangren dikarenakan sesuai
dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok
selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Tiongkok
utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: Hanyu Pinyin: Hanren,
"orang Han").
Leluhur orang Tionghoa-Indonesia
berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan
perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia,
bahkan sebelum Republik
Indonesia dideklarasikan dan terbentuk.
Catatan-catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah
berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah
yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia
dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Suryadinata, Leo. 1997.ed. Ethic Chinese as Southeast Asians.
Singapore: Institute of southeast Asian Studies,
Suryadinata, Leo. 1997.chinesa and
Nation-Bilding in southeast Asia. Singapore society of Asian Studies,
Suryadinata, Leo , june 29-july 1,2000 The Chinese Minority in Indonesia:
State-Policy and Ethnic Relations
Suryadinata,Leo. 2001. Negara dan Etnis
Tionghoa, jakarta: pustaka LP3ES
No comments:
Post a Comment