MAKALAH RISIKO KEPATUHAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Resiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak
mematuhi dan atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
ketentuan yang berlaku. Pada tahun 2005 BIS (Bank for international
settlements) mengeluarkan panduan tentang compliance and compliance
function in banks. BIS mendefinisikan risiko kepatuhan sebagai risiko hukum
atau regulatory sanction, kerugian financial yang material, atau kehilangan
reputasi bank sebagai akibat kegagalan bank dalam memmatuhi hukum, pengaturan,
aturan, standar oprasional atau kode etik.
Pada prakteknya resiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang
terkait dengan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, seperti
risiko kredit (KPMM, Kualitas Aktiva Produk, PPAP, BMPK) risiko yang lain
terkait. Dalam menilai risiko inheren atau risiko kepatuhan, indikator
yang digunakan adalah jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan atau
track record kepatuhan bank, perilaku yang mendasari pelanggaran terhadap ketentuan
atas transaksi keuangan tertentu.Kepatuhan manajemen risiko sering disatukan
sebagai satu konsep. Namun dalam kenyataannya, kepatuhan adalah bentuk
manajemen risiko bahwa sebuah perusahaan atau bisnis menganut dalam operasinya.
Umumnya, kepatuhan manajemen risiko terkait dengan industri keuangan dan
perbankan, yang sangat diatur oleh undang- undang dan
peraturan. Faktor-faktor yang perusahaan jasa keuangan, bank dan jenis
lainnya bahkan usaha harus mengelola risiko lain yang memerlukan manajemen. Ini
termasuk resiko pergantian karyawan, pertumbuhan perusahaan, ekonomi dan
teknologi. Masing-masing faktor dapat menempatkan perusahaan jasa keuangan,
bank atau jenis lain dari bisnis dan informasi dan produk beresiko.
Kepatuhan manajemen risiko sebenarnya adalah sebuah alat yang
digunakan bisnis. Kepatuhan adalah kepatuhan terhadap aturan dan peraturan
untuk bisnis atau industri di mana bisnis beroperasi. Sebagai contoh, auditor
datang ke bisnis jasa keuangan atau bank secara teratur untuk memastikan bahwa itu
beroperasi sesuai dengan aturan dan peraturan. Umumnya, kepatuhan manajemen
risiko dapat dipisahkan menjadi dua kategori utama. Kategori pertama adalah
kekuatan eksternal. Yang kedua adalah kekuatan internal. Faktor eksternal
terdiri dari orang-orang bahwa perusahaan tidak memiliki kontrol atas. Kekuatan
internal, bagaimanapun, adalah orang-orang bahwa perusahaan melakukan kontrol
dan dapat mengubah untuk memastikan kepatuhan manajemen risiko berlangsung.
Jenis manajemen risiko memerlukan manajer kepatuhan untuk pertama
menilai semua risiko internal perusahaan memiliki. Kemudian, manajer harus
menetapkan atau daftar keluar cara untuk meminimalkan risiko atau berurusan
dengan risiko karena setiap hadiah itu sendiri. Tentu saja, manajemen risiko
tersebut harus mematuhi hukum dan peraturan yang organisasi harus mengikuti
internal dan sebagai bagian dari industri tertentu. Salah satu cara terbaik
yang telah ditemukan perusahaan untuk tetap selaras dengan manajemen risiko
kepatuhan adalah untuk menempatkan program kepatuhan bersama-sama. Kedua, itu
adalah untuk menempatkan program ini secara tertulis.
Item baru harus ditambahkan ke program kepatuhan sebagai masalah
timbul atau perubahan undang-undang dan peraturan. Manajer risiko juga akan
perlu untuk secara teratur meninjau program kepatuhan untuk menentukan jika ada
perubahan, penambahan atau penghapusan diperlukan. Ketika menyusun dan
mengelola program, barang-barang seperti kebijakan, prosedur dan kontrol untuk
risiko atas harus menjadi fokus utama dari program ini. Program Kepatuhan juga
harus sedetail mungkin sehingga setiap orang dalam organisasi tahu persis
bagaimana menangani risiko dan situasi yang terjadi dalam bisnis.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian risiko kepatuhan ?
2.
Apa
saja prinsip manajemen risiko kepatuhan ?
3.
Bagaimana
proses risiko kepatuhan ?
4.
Bagaimana penerapan risiko kepatuhan ?
5.
Bagaimana
organisasi risiko kepatuhan ?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Risiko Kepatuhan
Bank Indonesia memberikan pengertian
bahwa risiko kepatuhan (compliance risk) adalah risiko akibat Bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksankan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku. Sementara, Basel Commiteeon Banking Supervision menjelaskan bahwa
fungsi kepatuhan sebuah bank dapat didefiniskan sebagai sebuah fungsi
independen untuk mengidentifikasi, mengukur, memberi saran, memonitor dan
melaporkan risiko kepatuhan bank, yaitu risiko hukum atau sanksi-sanksi
regulator, kerugian keuangan, atau kehilangan reputasi yang diderita bank sebagai
akibat dari kelalaian menjalankan kepatuhan untuk melaksanakan hukum, regulasi,
code of conduct dan norma-norma dari praktik terbaik.
Tujuan utama penerapan manajemen
risiko kepatuhan adalah untuk
memastikan bahwa proses manajemen risiko dapat meminimalkan kemungkinan dampak
negatif dari perilaku bank yang menyimpang atau melanggar standar yang berlaku
secara umum, ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Risiko yang disebabkan karena tidak
mematuhi atau tidak melaksanakan perturan perundang-undangan atau ketetapan
lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melakat pada risiko bank
yang terkait dengan peraturan perundang-undangan.Kepatuhan (compliance) sudah
menjadi suatu keharusan bagi bisnis perbankan. Bahkan, dapat dikatakan sudah
menjadi issue global saat ini.
Bank yang lalai menjalankan peran
dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal dengan
compliance risk yang didefinisikan oleh Basel Commitee on Banking Supervision
sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian keuangan/materi atau
tercermarnya reputasi bank sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum,
regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan dengan norma-norma organisasi
yang menjadi aturan internal suatu bank. Sementara Bank Indonesia (BI)
mendefiniskan risiko kepatuhan sebagai risiko yang timbul akibat bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
Namun demikian, yang perlu dipahami
betul adalah kepatuhan yang lahir dari sebuah tekanan yang semata-mata karena
regulasi akan menghasilkan kepatuhan semu. Kepatuhan semu adalah kepatuhan yang
terjadi dan berjalan tanpa pengertian, tanpa "ruh" dan akan sangat
mudah berubah berupa pencarian celah-celah untuk rekayasa (tidak patuh)
manakala tekanan dan pengawasan mengendur. Oleh karena itu, kepatuhan harus
dibangun menjadi sebuah budaya (culture) dan menjadi sebuah mekanisme kerja
individual dalam arti terinternalisasi dan terorganisasi secara instinktif.
Bank Indonesia menjelaskan bahwa budaya kepatuhan sebagai nilai, perilaku, dan
tindakan yang mendukung terciptanya kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi
bank umum syariah dan unit usaha syariah. Untuk itu, harus dibimbing oleh
sebuah perangkat aturan yang benar dan cukup. Benar dalam arti peraturan itu
dilandasi input-input yang representatip, diproses dan dilahirkan secara benar
serta cukup dalam arti telah mempertimbangkan segala segi termasuk sifat-sifat
futuristiknya.
Fakta empiris membuktikan bahwa
tidak ada satu bank pun di dunia ini yang mampu survive secara sustainable
dengan cara mengabaikan risiko kepatuhan ketika menjalankan usaha. Banyak
kerugian yang akan ditanggung oleh suatu bank ketika melanggar kepatuhan. Bahkan,
cepat atau lambat, bank-bank yang mengabaikan fungsi kepatuhan akan mengalami
kehancuran, tidak terkecuali yang terjadi di Indonesia. Kasus-kasus seperti
Bank Duta, Bank Global ataupun Bank Asiatic merupakan sedikit contoh dari
sejumlah kejadian yang menunjukan bahwa risiko kepatuhan bukan saja berdampak
pada risiko hukum melainkan juga pada risiko-risiko lain yang berujung pada
kehancuran lembaga itu. Secara lebih luas lagi, ketidakpatuhan perbankan,
ketidak patuhan perbankan nasional berpengaruh secara significant terhadap
stabilitas perekonomian nasional. Kisruh krisis multidimensi yang melanda
Indonesia mulai pertengahan tahun 1997 beberapa tahun lampau adalah bukti
nyata. Pakar perbankan menjelaskan bahwa kelalaian perbankan nasional dalam
menjalankan peran dan fungsi kepatuhan yang inheren dengan sistem perbankan
nasional saat itu, seperti :
a.
Pengawasan
Intern yang kurang memadai
b.
Pelanggaran
oleh pemilik/manajemen bank
c.
Kurangnya
ketaatan terhadap ketentuan kehati-hatian
d.
Kecerobohan
dalam mengelola bisnis
e.
Berbagai
penyimpangan yang disengaja; semua itu memberikan dampak yang sangat besar
terhadap kehancuran perekonomian nasional secara keseluruhan.
Sebaliknya,
dengan menjalankan peran dan fungsi kepatuhan secara efektif, suatu perusahaan
akan meraih banyak manfaat sehingga mampu meraih dan/atau menangkap
peluang-peluang bisnis dari pelaksanaan fungsi kepatuhan. Dengan ungkapan lain
dapat dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan yang mengoptimalkan peran dan
fungsi menajemen kepatuhan secara berkesinambungan dan secara terus menerus
akan mampu menjadi value driver bagi bisnis sebuah bank, bukan sekedar untuk
menggugurkan kewajiban dari regulator an sich.
Kepatuhan
manajemen risiko sering disatukan sebagai satu konsep. Namun dalam
kenyataannya, kepatuhan adalah bentuk manajemen risiko bahwa sebuah perusahaan
atau bisnis menganut dalam operasinya. Umumnya, kepatuhan manajemen risiko
terkait dengan industri keuangan dan perbankan, yang sangat diatur oleh undang-
undang dan peraturan. Faktor-faktor yang perusahaan jasa keuangan, bank dan
jenis lainnya bahkan usaha harus mengelola risiko lain
yang memerlukan manajemen. Ini termasuk resiko pergantian karyawan, pertumbuhan
perusahaan, ekonomi dan teknologi. Masing-masing faktor dapat menempatkan
perusahaan jasa keuangan, bank atau jenis lain dari bisnis dan informasi dan
produk beresiko. Kepatuhan manajemen risiko sebenarnya adalah sebuah alat yang
digunakan bisnis. Kepatuhan adalah kepatuhan terhadap aturan dan peraturan
untuk bisnis atau industri di mana bisnis beroperasi. Sebagai contoh, auditor
datang ke bisnis jasa keuangan atau bank secara teratur untuk memastikan bahwa
itu beroperasi sesuai dengan aturan dan peraturan.
Umumnya,
kepatuhan manajemen risiko dapat dipisahkan menjadi dua kategori utama.
Kategori pertama adalah kekuatan eksternal. Yang kedua adalah kekuatan
internal. Faktor eksternal terdiri dari orang-orang bahwa perusahaan tidak
memiliki kontrol atas. Kekuatan internal, bagaimanapun, adalah orang-orang
bahwa perusahaan melakukan kontrol dan dapat mengubah untuk memastikan
kepatuhan manajemen risiko berlangsung. Jenis manajemen risiko memerlukan
manajer kepatuhan untuk pertama menilai semua risiko internal perusahaan
memiliki. Kemudian, manajer harus menetapkan atau daftar keluar cara untuk
meminimalkan risiko atau berurusan dengan risiko karena setiap hadiah itu
sendiri. Tentu saja, manajemen risiko tersebut harus mematuhi hukum dan
peraturan yang organisasi harus mengikuti internal dan sebagai bagian dari
industri tertentu. Salah satu cara terbaik yang telah ditemukan perusahaan
untuk tetap selaras dengan manajemen risiko kepatuhan adalah untuk menempatkan
program kepatuhan bersama-sama. Kedua, itu adalah untuk menempatkan program ini
secara tertulis. Item baru harus ditambahkan ke program kepatuhan sebagai
masalah timbul atau perubahan undang-undang dan peraturan. Manajer risiko juga
akan perlu untuk secara teratur meninjau program kepatuhan untuk menentukan
jika ada perubahan, penambahan atau penghapusan diperlukan. Ketika menyusun dan
mengelola program, barang-barang seperti kebijakan, prosedur dan kontrol untuk
risiko atas harus menjadi fokus utama dari program ini. Program Kepatuhan juga
harus sedetail mungkin sehingga setiap orang dalam organisasi tahu persis
bagaimana menangani risiko dan situasi yang terjadi dalam bisnis.
B.
Prinsip
Manajemen Risiko Kepatuhan Basel
Untuk melaksanakan manajemen
risiko kepatuhan dengan baik maka
Basel Commitee on Banking Supervision telah merekomendasikan 10 (sepuluh)
prinsip, yang intinya dapat dijelaskan, sebagai berikut:
Tanggung Jawab Board of Director
(BoD), yang meliputi:
2.
Pejabat
Eksekutif bank bertanggungjawab terhadap pengelolaan risiko kepatuhan bank yang
efektif
3.
Pejabat
Eksekutif bank bertanggungjawab untuk mengembangkan dan mengkomunikasikan
kebijakan kepatuhan untuk memastikan bahwa hal tersebut sudah dipantau dan
dievaluasi serta dilaporkan kepada BoD sebagai suatu upaya untuk mengelola
risiko kepatuhan bank.
4.
Pejabat
eksekutif bank bertanggungjawab untuk membuat fungsi kepatuhan secara efektif
dan permanen sebagai bagian dari kebijakan kepatuhan bank.
5.
Fungsi
kepatuhan bank harus independen
6.
Fungsi
kepatuhan bank harus memiliki sumber daya yang memadai untuk menjalankan tugas
dan tanggungjawabnya secara efektif
7.
Tanggungjawab
fungsi kepatuhan bank harus dapat membantu pejabat eksekutif dalam mengelola
risiko kepatuhan secara efektif yang dihadapi oleh bank.
8.
Hubungan
antara internal audit yang
harus memperhatikan ruang lingkup yang luas dari aktifitas fungsi kepatuhan
sehingga harus menjadi subjek review secara periodik yang dilakukan oleh fungsi
internal audit
9.
Issue
lintas negara, dimana Bank harus patuh terhadap pelaksanaan hukum dan regulasi-regulasi
dalam semua area yuridiksi dimana bisnis dijalankan dan organisasi, struktur
fungsi kepatuhan, dan semua tanggung jawabnya haruslah konsisten dengan semua
hukum lokal dan persyaratan regulator
10.
Terkait
dengan outsourching maka fungsi kepatuhan harus selaras dengan aktivitas manajemen
risiko bank. Tugas spesifik dari
fungsi kepatuhan dapat dioutsourchingkan, tetapi harus berkenaan dengan hal-hal
yang dapat diawasi oleh kepala divisi kepatuhan.
Prinsip-prinsip tersebut telah dijadikan acuan dan/atau berlaku bagi perbankan
dunia secara global dan universal. Namun demikian, suatu hal yang sangat
penting untuk dipahami bersama adalah ke 10 prinsip kepatuhan itu merupakan
prinsip umum yang harus dijadikan acuan ketika melaksanakan peran dan fungsi
kepatuhan dalam bisnis perbankan. Namun demikian, harus disesuaikan dengan
situasi dan kondisi di suatu negara dan/atau pada suatu bank secara lebih
spesifik. Fungsi kepatuhan akan membutuhkan penyesuaian pada setiap institusi.
Proposal Basel Commitee lebih mudah diaplikasikan pada bank-bank internasional
yang besar, issue kepatuhan (seakan-akan) kurang relevan terhadap
institusi-institusi yang kecil, termasuk institusi yang paling kecil, harus
menyesuaikan dengan risiko kepatuhan, meskipun dengan cara masing-masing.
Kalangan perbankan haruslah memahaminya sebagai general application yang
diterapkan pada sebuah hukum yang spesifik dan kerangka kerja regulator.
C.
Penerapan
Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan Nasional
Dalam
konteks perbankan nasional, Bank Indonesia menjelaskan bahwa secara garis
besar, fungsi kepatuhan bank meliputi beberapa tindakan, sebagai berikut:
·
Mewujudkan
terlaksananya Budaya Kepatuhan pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan
usaha bank.
·
Mengelola
risiko kepatuhan yang dihadapi oleh bank
·
Memastikan
agar kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur serta kegiatan usaha yang
dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah
·
Memastikan
kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh bank kepada Bank Indonesia
dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.
D.
Pengawasan
Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Secara umum, pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi, meliputi
beberapa hal, sebagai berikut:
ü Dewan Komisaris dan direksi harus memastikan bahwa manajemen risiko
kepatuhan dilakukan secara terintegrasi dengan manajemen risiko lainnya yang
dapat berdampak pada profil risiko kepatuhan bank.
ü Dewan Komisaris dan direksi harus memastikan bahwa setiap
permasalahan kepatuhan yang timbul dapat diselesaikan secara efektif oleh
satuan kerja terkait dan dilakukan monitoring atas tindakan perbaikan oleh
satuan kerja kepatuhan.
ü Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan memiliki peranan penting
dalam manajemen risiko kepatuhan dengan tanggung jawab paling kurang, meliputi
berbagai hal, sebagai berikut:
ü Merumuskan strategi guna mendorong terciptanya budaya kepatuhan
ü Mengusulkan kebijakan kepatuhan atau prinsip-prinsip kepatuhan yang
akan ditetapkan oleh direksi
ü Menetapkan sistem dan prosedur kepatuhan yang akan digunakan untuk
menyusun ketentuan dan pedoman internal bank
ü Memastikan bahwa seluruh kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur,
serta kegiatan usaha yang dilakukan bank telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
ü Melakukan tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan
ü Direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan harus independen dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada Bank Indonesia sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia
E.
Organisasi
Manajemen Risiko Kepatuhan
Bank harus memiliki fungsi manajemen risiko kepatuhan yang memadai
dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk masing-masing satuan/unit
kerja yang melaksanakan fungsi manajemen risiko kepatuhan.
Selain itu, Bank harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang independen yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab paling kurang, sebagai berikut:
Selain itu, Bank harus memiliki satuan kerja kepatuhan yang independen yang memiliki tugas, kewenangan dan tanggung jawab paling kurang, sebagai berikut:
a)
Membuat
langkah-langkah dalam rangka mendukung terciptanya budaya kepatuhan pada
seluruh kegiatan usaha bank pada setiap jenjeng organisasi
b)
Memiliki
program kerja tertulis dan melakukan identifikasi, pengukuran, monitoring dan
pengendalian terkait dengan manajemen risiko kepatuhan
c)
Menilai
dan mengevaluasi efektivitas, kecukupan, dan keseuaian kebijakan, sistem, dan
prosedur yang dimiliki bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
d)
Melakukan
review dan/atau merekomendasikan pengkinian dan penyempurnaan kebijakan,
ketentuan, sistem, maupun prosedur yang dimiliki bank oleh bank agar sesuai
dengan ketentuan bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
e)
Melakukan
upaya-upaya untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur
serta kegiatan usaha bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f)
Melakukan
tugas-tugas lainnya yang terkait dengan fungsi kepatuhan.
F.
Alur
Proses Manajemen Risiko Kepatuhan
Organization for Economic Co-Opeation Development (OECD)
menggambarkan sebuah model yang menggambarkan proses Manajemen
Risiko Kepatuhan sebagaimana yang
dapat dilihat melalui ilustrasi gambar dibawah ini
gambar proses manajemen risiko kepatuhan
Model tersebut menjelaskan suatu proses menajamen risiko
kepatuhan yang dapat diterapkan oleh
suatu unit kerja di sebuah perusahaan. Model tersebut selaras dengan berbagai
literatur yang dipergunakan di berbagai negara dan juga sejalan dengan standar
pengelolaan risiko yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi internasional dan
juga digunakan oleh negara-negara anggota OECD. Tidak jauh berbeda dengan di
Indonesia, proses pengelolaan manajemen risiko kepatuhan perbankan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia juga selaras dengan model yang dibangun oleh
OECD dimaksud. Dalam pedoman Penerapan Manajemen
Risiko Bagi bank umum, Bank Indonesia
menjelaskan proses manajemen risiko kepatuhan, yang intinya adalah penerapan
manajemen risiko kepatuhan dapat dilakukan melalui proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta didukung sistem
informasi sebagai berikut:
1.
Identifikasi
Risiko Kepatuhan
Bank harus
melakukan identifikasi dan analisis terhadap beberapa faktor yang dapat
meningkatkan eksposur risiko kepatuhan, diantaranya:
Jenis dan
kompleksitas kegiatan usaha Bank, termasuk produk dan aktivitas baru
Jumlah (vulome)
dan materialitas ketidakpatuhan bank terhadap kebijakan dan prosedur intern,
peraturan perundang-udangan dan ketentuan yang berlaku, serta praktik dan
standar etika bisnis yang sehat.
Pada tahap identifikasi ini, Bank
harus memahami seluruh risiko yang sudah ada (inherent risk) yang terkait
dengan pelaksanaan fungsi kepatuhan, termasuk risiko yang bersumber dari
cabang-cabang dan perusahaan anak dengan memperhatikan beberapa faktor diatas
dengan melakukan identifikasi terhadap semua peraturan yang berkaitan dengan
kepatuhan. Karena, pada praktiknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank
yang terkait peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku,
diantaranya ketentuan kewajiban pemenuhan modal minimum (KPMM), kualitas Aktiva
produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK), risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa
Neto (PDN), risiko stratejik terkait dengan ketentuan rencana kerja anggaran
tahunan (RKAT) Bank, Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi bank
umum, dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu. Sebagai gambaran,
hasil identifikasi risiko kepatuhan tentang pelaksanaan GCG Bank Umum terkait
dengan kewajiban pelapornya, dapat dilihat melalui ilustrasi tabel, sebagai
berikut:
Compliance
Risk Event
|
Compliance
Risk Loss
|
Referensi
|
Bank tidak menyampaikan laporan
pelaksanaan GCG kepada pemegang saham dan kepada:
· Bank
Indonesia
· Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
· Lembaga
Pemeringkat di Indonesia
· Asosiasi-asosiasi
bank di Indonesia
· Lembaga
pengembangan perbankan indonesia (LPPI)
· 2
(dua) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan
· 2
(dua) majalah ekonomi dan keuangan
Peling lambat 5 (lima) bulan
setelah tahun buku berakhir
|
Sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan teguran tertulis oleh bank Indonesia
|
Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governace (GCG) Bagi Bank
Umum
|
2.
Pengukuran
Risiko Kepatuhan
Dalam mengukur ririko kepatuhan,
suatu bank dapat menggunakan indikator/parameter berupa jenis, signifikasi, dan
frekuensi pelanggaran terhadap standar yang berlaku secara umum, sebagaimana
yang dapat dilihat melalui tabel, sebagai berikut:
Risiko Inheren
|
Indikator
|
Keterangan
|
1. Jenis dan signifikansi
pelanggaran yang dilakukan
2. Frekuensi pelanggaran yang
dilakukan atau track record kepatuhan bank
3. Pelanggaran terhadap ketentuan
atas transaksi keuangan tertentu
|
1. Jumlah sanksi denda kewajiban
membayar yang dikenakan kepada bank dari otoritas
2. Jenis pelanggaran atau
ketidakpatuhan yang dilakukan Bank
1. Jenis dan frekuensi pelanggaran
yang sama yang ditemukan setiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir
2. Signifikasi tindaklanjut bank
atas temuan tersebut frekuensi pelanggaran atas ketentuan pada transaksi
keuangan tertentu karena tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku (best
practice)
|
Jenis dan signifikansi pelanggaran
merupakan jenis dari ketentuan yang dilanggar oleh bank yakni apakah
ketentuan yang tergolong prudensial atau hanya merupakan pedoman. Pada
prinsipnya sanksi yang dikenakan juga berbeda terhadap bank atas pelanggaran
yang dilakukannya tersebut
Frekuensi lebih bersifat
historical dengan melihat trend kepatuhan bank selama 3 tahun terakhir
periode penilaian untuk mengetahui jenis pelanggaran yang dilakukan apakah
berulang ataukah memang atas kesalahan tersebut tidak dilakukan perbaikan
signifikasi oleh bank
Dalam hal ini contohnya adalah
pelanggaran terhadap kode etik bisnis, ataupun standar-standar lainnya yang
umumnya digunakan di dunia keuangan.
|
Dalam praktiknya sebagai contoh, dengan memperhatikan
indikator/parameter dimaksud, sebuah bank dapat melakukan pengukuran denga
menggunakan check list kepatuhan dalam bentuk risk event yang disusun
berdasarkan job description dan standar operating preocedure dari setiap unit
kerja. Untuk melakukan pengukuran ini maka compliance officer akan menjawab
pertanyaan checklist dengan menggunakan metode observasi, dengan melakukan
berbagai aktivitas, seperti review pengalaman, interview dengan staff dan
manajemen unit kerja, inspeksi dokumen (bukti dasar) dan catatan ataupun dengan
cara mengamati aktifitas dan operasional pada masing-masing unit kerja. Hasil
jawaban checklist akan terkelompok sesuai bidang kerja dengan kriteria passing
grade sebagai berikut:
Range Skor
|
Peringkat
Risiko
|
Tingkat
Kepatuhan
|
Tren Kontrol
|
90% s/d 100%
80% s/d 90%
60% s/d 80%
30% s/d 60%
0% s/d
30%
|
Low
Low to
Moderate
Moderate
Moderate to
High
High
|
Baik
Cukup
Kurang
Sangat Kurang
Buruk
|
Membaik jika
skor meningkat
stabil (jika
skor tetap)
Memburuk
(jika skor menurun)
|
3.
Pemantauan
Risiko Kepatuhan
Dalam rangka
memastikan pelaksanaan fungsi kepatuhan dan/atau memastikan pelaksanaan
peraturan eksternal, termasuk peraturan internal, dapat terlaksana dengan baik
maka hasil identifikasi dan pengukuran risiko kepatuhan harus ditindaklanjuti
dengan melakukan aktifitas pemantauan.
4.
Pengendalian
Risiko Kepatuhan
Dalam hal bank
memiliki kantor cabang di luar negeri, bank harus memastikan bahwa bank
memiliki tingkat kepatuhan yang memadai terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku di negara mana kantor cabang bank tersebut berada.
5.
Sistem
Informasi Manajemen Risiko Kepatuhan
Pelaksanaan
sistem informasi manajemen risiko kepatuhan merupakan bagian dari sistem
informasi manajemen yang harus dimiliki sebuah bank dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan bank dalam rangka penerapan manajemen risikoyang efektif.
Sebagai bagian dari proses manajemen risiko, sistem informasi manajemen risiko
bank digunakan untuk mendukung pelaksanaan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko
6.
Sistem
Pengendalian Internal
Dalam melakukan penerapan manajemen
risiko untuk risiko kepatuhan, maka selain melaksanakan pengendalian intern
sebagaimana dimaksud diatas, bank perlu memiliki sistem pengendalian intern
untuk risiko kepatuhan antara lain untuk memastikan tingkat responsif bank
terhadappenyimpangan terhadap standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan
atau peraturan perundang-undangan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Risiko kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku.Kepatuhan terhadap hukum, norma-norma dan aturan-aturan membantu
memelihara reputasi bank-bank, sehingga sesuai dengan harapan dari para
nasabah, pasar dan masyarakat secara keseluruhan. Bank yang lalai menjalankan
peran dan fungsi kepatuhan akan berhadapan langsung dengan apa yang dikenal
dengan compliance risk yang didefiniska oleh Basel Commitee on Banking Supervision
sebagai risiko hukum atau sanksi-sanksi hukum, kerugian keuangan/materi atau
tercermarnya reputasi bank sebagai akibat dari pelanggaran terhadap hukum,
regulasi-regulasi, aturan-aturan, dihubungkan dengan norma-norma organisasi
yang menjadi aturan internal suatu bank. Sementara Bank Indonesia (BI)
mendefiniskan risiko kepatuhan sebagai risiko yang timbul akibat bank tidak
mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah.
Ada pula prinsip manajemen risiko kepatuhan yaitu :
1)
Tanggungjawab
Board of Director(BoD).
2)
Tanggungjawab
Pejabat Eksekutif.
3)
Tanggungjawab
Unit Fungsi Kepatuhan.
Proses risiko kepatuhan, meliputi :
1)
Identifikasi
risiko kepatuhan.
2)
Pengukuran
risiko kepatuhan.
3)
Pemantauan
Resiko Kepatuhan.
4)
Pengendalian
Resiko Kepatuhan.
5)
Sistem
Informasi Mnajemen Risiko Kepatuhan.
6)
Sistem
Pengendalian Internal.
Penerapan Manajemen Risiko Kepatuhan Perbankan Nasional
Dalam konteks perbankan nasional, Bank Indonesia menjelaskan bahwa
secara garis besar, fungsi kepatuhan bank meliputi beberapa tindakan, sebagai
berikut:
·
Mewujudkan
terlaksananya Budaya Kepatuhan pada semua tingkatan organisasi dan kegiatan
usaha bank.
·
Mengelola
risiko kepatuhan yang dihadapi oleh bank
·
Memastikan
agar kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur serta kegiatan usaha yang
dilakukan oleh bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
·
Memastikan
kepatuhan bank terhadap komitmen yang dibuat oleh bank kepada Bank Indonesia
dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta : Unit
Penerbit dan Percetakan (UPP).
Arifin,Zainul. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta
: Pustaka Alvabet.
No comments:
Post a Comment