1

loading...

Wednesday, May 29, 2019

MAKALAH MUHKAM DAN MUTASYABIH


MAKALAH MUHKAM DAN MUTASYABIH


    A.     Latar Belakang
Al-Quran, kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam.Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam ulumul quran.Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang membahas tentang Muhkam Mutasyabbih ayat.

Muhkam Mutasyabbih ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam.Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Quran.Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat muhkam dan mutasyabbih.Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam mutasyabih) terdapat perbedaan-perbedaan.

    B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas mendasari proses untuk membuat pokok permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1.      Pengertian Muhkam dan Mutasyabih itu sendiri.
2.      Apa sebab-sebab adanya Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih
3.      Apa macam-macam  dari ayat-ayat Mutasyabih.
4.      Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih.
5.      Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih.


     C.    Tujuan
Tujuan Umum
            Untuk Memenuhi salah satu tugas perkuliahan, khususnya dalam mata kuliah Ulumul Qur`an.
Tujuan Khusus
            Untuk mengetahui pengertian, sebab, dan macam-macam Muhkam dan mutasyabih.

    D.    Manfaat
Bagi Pembaca
            Pembaca dapat mengetahui pengertian, sebab, dan macam-macam Muhkam dan mutasyabih.

Bagi Penulis
Penulis mendapatkan pengetahuan tentang Muhkam dan Mutasyabih.

 BAB II PEMBAHASAN 
     A.    Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai muhkam dan mutasyabih :
1.       As-Suyuthi, muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya.
2.      Menurut Imam Ar-Razi, muhkam adalah ayat-ayat yang dalalanya kuat baik maksud maupun lafaznya, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalalahnya lemah, masih bersifat muzmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami.
3.       Menurut Manna Al-Qatthan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung dan tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengamn menunjuk kepada ayat lain. 

Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam dan mutasyabih diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam adalah ayat-ayat yang sudah jelas baik, lafaz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkakn keraguan dan keliruan bagi orang yang memahaminya. Ayat yang muhkam ini tidak memerlukan takwil karena telah jelas. Lain hal nya dengan ayat-ayat mutasyabih. Ayat-ayat mutasyabbih ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat muzmal (gloobal) dia membutuhkan rincian lebih dalam. Selain bersifat muzmal ayat-ayat tersebut juga bersifat mu’awwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya setelah melakukan pentakwilan.
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud muhkamat adalah ayat-ayat yang telah jelas dengan sendirinya, tegas, dan terang maknanya dan tidak mengandung keraguan didalam lafaz dan maknanya. Sedangkan yang dimaksud mutasyabihat adalah ialah ayat-ayat yang mengandung banyak penafsiran karena serupa dengan ayat-ayat lainnya baik dari segi literalnya maupun dari segi maknanya.

1.      Pengertian Muhkam
Kata muhkam, secara etimologis, merupakan bentuk ubahan  dari kata ihkam yang artinya urusan itu baik atau pokok. Sedangkan muhkam ialah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih, indah dan membedakan antara yang hak dan yang bathil..
Sedangkan Menurut istilah Muhkam ialah lafal yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat secara berdiri sendiri tanpa dita’wilkan karena susunan terbitnya tepat, dan tidak musykil, karena pengertiannya masuk akal, sehingga dapat diamalkan karena tidak dinasakh. Muhkam dan Mutasyabih dalam Arti umum, Muhkam berarti sesuatu yang dikokohkan ihkam al kalam berarti mengokohkan perkataan dengan mengisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat.
Jadi, kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya.
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Qur’an bahwa seluruhnya adalah muhkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya di atas.
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain dan syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secaraq konkrit maupun abstak, dikatakan pula mutasyabi adalah mutasamil (sama) dalam perkataan keindahan, jadi tasyabuh al-kalam adalah kesamaan atau kesesuaian perkataan, karena sebagiaannya membetulkan sebagian yang lain. Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Quran bahwa seluruhnya adalah mutasyabih sebagaimana dijelaskan dalam surah 39:23 Dengan demikian, maka Al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabih, maksudnya Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan kkeindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lian serta sesuai pula maknanya, inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh al-‘amm atau mutsyabih dalam arti umum. 
Muhkam dan Mutasyabih dalah arti khusus Dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih dalm arti mkhusus.Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1.      Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabihhanyalah diketahui maksudnya oleh Allah
2.      Muhkam adalah ayat yang mengandung satu wajah, sedangkan mutasyabih mengandung banyak wajah.
3.      Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara lagsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabiih tidak demikian; ia memerlukan penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain. 

Contoh: Surat Al-Baqarah ayat 83, yang Artinya:
  اللَّهَ إِلا تَعْبُدُونَ إِلا تَعْبُدُونَ لا إِسْرَائِيلَ بَنِي مِيثَاقَ أَخَذْنَا وَإِذْ
   لِلنَّاسِ وَقُولُوا وَالْمَسَاكِينِ وَالْيَتَامَى الْقُرْبَى وَذِي إِحْسَانًا وَبِالْوَالِدَيْنِ
  وَأَنْتُمْ مِنْكُمْ قَلِيلا إِلا تَوَلَّيْتُمْ ثُمَّ الزَّكَاةَ وَآتُوا الصَّلاةَ وَأَقِيمُوا حُسْنًا
 (٨٣)  مُعْرِضُونَ
“Dan (ingatlah) tatkala Kami membuat janji dengan Bani Israil, supaya jangan mereka menyembah melainkan kepada Allah, dan terhadap kedua Ibu Bapak hendaklah berbuat baik, dan (juga) kepada kerabat dekat, dan anak-anak yatim dan orang orang miskin , dan hendaklah mengucapkan perkataan yang baik kepada manusia, dan dirikanlah sholat dan keluarkanlah zakat. Kemudian, berpaling kamu , kecuali sedikit, padahal kamu tidak memperdulikan.”
·         Pengertian Mutasyabih
Kata Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Tasyabaha, Isytabaha sama dengan Asybaha (mirip, serupa, sama) satu dengan yang lain sehingga menjadi kabur, tercampur. Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.
Contoh: Surat Thoha ayat 5:
(o:طه) اسْتَوَى الْعَرْشِ عَلَى الرّحْمنُ
yang Artinya: “(Allah) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arasy’”
            Mutasyabih terbagi menjadi tiga kategori: 
1.      Kategori mutasyabih yang sama sekali tidak ada jalan bagi manusia untuk mengetahuinya, seperti waktu kiamt, kelurnya binatang-binatang diatas muka bumi dan jenis binatang tersebut.
2.      Kategori mutasyabih yang manusia memiliki kemungkinan untuk mengetahhuinya seperti kata-kata yang asing dan hukum-hukum yang ambigu.
3.      Kategori mutasyabih yang berada diantara dua kategori tersebut yang hakikatnya hanya dapat diketahui oleh sebagian orang yang mendalam ilmunya, dan tidak dapat diketahui oleh selain mereka. Inilah kategori mutasyabih yang disyaratkan oleh sabda Nabi SAW:
“ ya Allah, berilah dia kefahaman didalam urusan agama, dan ajarilah dia takwil”
.
     B.     Sebab-Sebab Terjadinya Tasyabuh dalam Alquran
Penyebab terjadinya tasyabuh dalam Alquran adalah karena adanya:
a.       Ketersembunyian pada lafal,
b.      Ketersembunyian pada makna
c.       Ketersembunyian pada lafal dan makna sekaligus                          

    C.    Macam-macam Ayat Mutasyabih
Sesuai dengan sebab-sebab adanya ayat-ayat mutasyabihat dalam Al-Qur’an, maka ayat-ayat tersebut dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
1.      Ayat-ayat mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, atau kecuali Allah SWT. Contohnya seperti Dzat Allah SWT, hakikat sifat-sifatNya, waktu datangnya hari kiamat, dan hal-hal ghoib lainnya. Seperti keterangan surah Al-An’am ayat 59:
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghoib: tidak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri.”
2.      Ayat-ayat mutasyabihat yang dapat diketahui maksudnya oleh semua orang. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan pembahasan dan pengkajian/penelitian yang mendalam. Contohnya ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya.
Jadi, dalam menyikapi ayat-ayat ini adalah merinci yang mujmal, menentukan yang musytarak, menqayidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib, dan sebagainya. Seperti dalam firman Allah Q.S. An-Nisa ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلا تَعُولُوا
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita (lain).”
Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasannya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asalnya berbunyi:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka.”
3.      Ayat-ayat mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sain, bukan semua orang. Ahmad Syadzali dalam bukunya tipe yang ketiga ini lebih menspesifikkan lagi. Ia menyatakan maksudnya ayat-ayat tersebut hanya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Jadi bukan semua ulama apalagi orang awam yang dapat mengetahui maksudnya.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran  ayat 7:
Artinya: “Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya.”

Berikut adalah beberapa pengertian tentang ayat-ayat muhkam:
a.       Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gambalng, baik melalui takwil (metafora) ataupun tidak. Adapun ayat-ayat Mutasyabih adalah ayat-ayat yang dimaksudnya hanya dapat diketahui Allah
b.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang makna nya jelas, sedangkan mutasyabih  ayat-ayat sebaliknya.
c.       Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang tidak memunculkan kemungkinan sisi arti lain, sedangkan ayat-ayat mutasyabih mempunyai kemungkinan sisi arti banyak
d.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maknanya dapat dipahami,seperti bilangan rakat shalat, kekhususan bulan ramadhan untuk pelakasanaan puasa wajib, sedangkan ayat-ayat mutasyabih sebaliknya.
e.       Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang dapt berdiri sendiri (dalam pemaknanya), sedangkan ayat-ayat mutasyabih bergantung pada ayat lain.
f.       Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya segera dapat diketahui tanpa perwakilan, sendangkan ayat-ayat mutasyabih memerlukan perwakilan unutk mengetahui maksudnya.
g.      Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang berbicara tentang kefarduan, ancaman, dan janji, sedangkan mutasyabihberbicara tentang kisah-kisah dan perumpamaan-perumpamaan.
h.      Ibn Abi hatim mengeluarkan sebuah riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib dari ibn ‘Abbas yang mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang menghapus (nasikh), berbicara tentang halal-haram, ketentuan-ketentuan (Hudud), kefarduan, serta yang harus diimani dan diamalkan. Adapun ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang dihapus (manuskh), yang berbicara tentang perumpmaan-perumpamaan (amtsal), sumpah (aqsam) dan yang harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.

   D.    Hikmah Diturunkannya Ayat-ayat Mutasyabih
hikmahnya adalah sebagai berikut;
1.      Sebagai rahmat Allah SWT.
2.      Ujian dan cobaan terhadap kekuatan iman umat manusia.
3.      Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia.
4.      Mendorong umat untuk giat belajar, tekun menalar, dan rajin meneliti.
5.      Memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
6.      Memudahkan orang dalam memahami Al-Qur’an.
7.      Menambah pahala umat manusia, dengan bertambah sukarnya memahami ayat-ayat mutasyabihat.
8.      Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
9.      Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
10.  Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya
11.  Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
12.  Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain

     E.     Pendapat Ulama Tentang Ayat-ayat Mutasyabih

Sikap para ulama terhadap ayat-ayat mutasyabih terbagi dalam dua kelompok, yaitu :
1.      Madzhab salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah sendiri ( tafwidhilallah). Mereka menyucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir yang mustahil bagi Allah dan mengimaninya sebagimana yang diterangkan Al-Quran. Di antara ulama yang masuk ke dalam kelompok ini adalah imam Malik. Ketika ditanya tentang istiwa’, ia menjawab
Artinya :
istiwa’ itu maklum, sedangkan caranya tidak diketahui, dan mempelajarinya bida’ah. Aku mengira engkau adalah orang tidak baik, keluarkan dia dari tempatku”
Ibn Ash-Shalah menjelaskan bahwa madzhab salaf ini dianut oleh generasi dan para pemuka umat islam pertama. Madzhab ini pula yang yang dipilih imam-imam dan pemuka fiqh.Kepada madzhab ini pula, para imam dan pemuka hadis mengajak para pengikutnya.Tidak ada respon pun di antara para teolog dari kalangan kami yang menolak madzhab ini.
2.      Madzhab Khalaf, yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat Allah sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah. Mereka umumnya berasal dari kalangan ulama muta’akhirin. Imam Al-Haramain (W. 478 H. )” pada mulanya termasuk maaadzhab ini, tetapi kemudian menarik diri dari nya. Dalam Ar- Risalah An-Nizhamiyyah. Ia menuturkan bahwa prinsip yang dipegang dalam beragam adalah mengikuti madzhab salaf sebab mereka memperoleh deerajat dengan cara tidak menyinggung ayat-ayat mutasyabih. “
Berbeda dengan ulama salaf yang menyucikan Allah dari pengertian lahir ayat-ayat mutasyabih itu, mengimani hal-hal gaib sebagaimana dituturkan Al-Quran, dan menyerahkan bulat-bulat pengertian ayat itu kepada Allah, ulama khalaf memberikan penakwilan terhadap ayat-ayat mutasyabih. Istiwa’ ditakwilkan dengan “keluhuran” yang abstrak, berupa pengendalian Allah terhadap ala mini tanpa merasa kepayahan. “kedatangan Allah” ditakwilkan dengan kedatangan perintahnya. “Allah berada di atas hambanya”.Menunjukkan kemahatinggiannya, bukan menunjukkan bahwa dia menempati suatu tempat. “sisi Allah” ditakwilkan dengan hak Allah. “wajah dan mata Allah” ditakwilkan dengan pengawasnya. “ tangan” ditakwilan dengan kekuasaan nya, dan “diri” ditakwilan dengan siksa nya.
Berikut ini adalah beberapa contoh sifat-sifat mutasyabih yang menjadikan perbedaan pendapat antara mazhab Salaf dan mazhab Khalaf:
1.      Lafal “Ístawa” pada Al-Qur’an surah Thaha ayat 5. Allah berfirman:
(o:طه) اسْتَوَى الْعَرْشِ عَلَى الرّحْمنُ
Artinya: “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas ‘Ars.”
2.      Lafal “yadun”  pada Al-Qur’an surah Al-Fath ayat 10. Allah berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّهَ يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإِنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أَوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللَّهَ فَسَيُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا (١٠)

Artinya: ”Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah tangan Allah di atas tangan mereka.”
Pada ayat di atas terdapat lafal yadun yang secara bahasa berarti tangan.Para ulama salaf mengartikan sebagaimana adanya dan menyerahkan hakikat maknanya kepada Allah.Sedangkah ulama Khalaf memaknai lafal yadun dengan “kekuasaan” karena tidak mungkin Allah itu mempunyai tangan seperti halnya pada makhluk.
     F.     Fawatih As-Suwar
              Dilihat dari segi bahasa fawatih adalah jamak dari kata fatihah, yang artinya pembukaan. Sedangkan kata as-suwar adalah jamak dari kata as-surat, sekumpulan ayat-ayat  Al-qur’an yang mempunyai awalan dan akhiran. Jadi, Fawaatih Suwar berarti beberapa pembukaan dari surat-surat Al-Qur’an atau beberapa macam awalan dari surat-surat Al-Qur’an. Sebab seluruh surat Alqur’an yang berjumlah 114 buah surat itu dibuka dengan sepuluh macam pembukaan saja, tidak ada satu suratpun yang keluar dari sepuluh macam pembukaan itu. Dan tiap-tiap macam pembukaan itu mempunyai rahasia / hikmah untuk dipelajari. Istilah fawaatih al-suwar ini memang sering diartikan pula sebagai huruf al-muqoththo’ah (huruf terputus-putus yang terdapat dipermulaan beberapa surat Al-Qur’an).
Diantara mufassir yang mengartikan fawaatihus suwar sebagai huruf al-muqoththo’ah adalah Subhi Al-Salih dalam kitabnya Mabaahith fi ‘uluum al-Qur’an dan Jalaluddin Al-Suyuthi dalam Al-Itqaan fi ‘Uluum al-Qur’an. Sehingga perlu ditegaskan bahwa fawaatihus suwar itu berbeda dengan huruf al-muqotho’ah. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa huruf al-muqoththo’ah merupakan bagian dari permasalahan yang dibicarakan dalam ilmu fawaatih al-suwar. Apabila dibedakan, setidaknya ada sepuluh macam fawaatih al-suwar yang digunakan al-Qur’an dalam awalan surat. Dan dari 114 surat yang ada di dalam al-Qur’an, ditemukan 29 surat yang menggunakan huruf al-muqoththo’ah sebagai pembukaan.
Bentuk-bentuk fawatih as-suwar   
1.      Bentuk yang terdiri dari satu huruf. Bentuk ini terdapat pada tiga surat, yaitu surat Sad, Qaf, Wa Al-Qalam. Surat pertama dibuka dengan Sad, kedua dengan Qaf, dan ketiga dibuka dengan Nun.
2.       Bentuk yang terdiri dari dua huruf. Bentuk ini terdapat pada sepuluh surat. Tujuh diantaranya dengan hawamim yaitu surat-surat yang didahului dengan Ha dan Mim. Surat-suratnya adalah surat Gafir, Fusilat, Asy-Syura, Al-Zukhruf, Al-Dukhan, Al-Jatsiyah, dan Al-Ahqaf. Khusus pada surat Asy-Syura pembukaannya bergabung antara حم  dan عسق. Tiga surat lagi adalah surat   طس، طه  dan يس.
3.      Pembukaan surat yang terdiri dari tiga huruf terdapat tiga belas tempat. Enam diantaranya dengan huruf الم yaitu surat Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Ankabut, Ar-rum, Luqman dan Al-Sajadah. Lima huruf الر yaitu pada surat Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim dan Al-Hijr. Dua susunan hurufnya طسم terdapat peda pembukaan surat Asy-Syura dan Al-Qashash.
4.      Pembukaan surat yang terdiri dari empat huruf, yaitu المص pada surat Al-A’raf dan pada surat Al-Ra’d المر.
       1.      KESIMPULAN
Dari definisi-definisi tentang muhkam dan mutasyabih di atas, kami dapat menyimpulkan bahwa muhkam adalah suatu lafadz yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat berdiri sendiri serta mudah dipahami. Sedangkan mutasyabih adalah suatu lafadz yang artinya samar, maksudnya tidak jelas dan sulit bisa ditangkap karena mengandung penafsiran yang berbeda-beda dan bisa jadi mengandung pengertian arti yang bermacam-macam.
Adapun penyebab terjadinya tasyabuh dalam Al-Qur’an adalah ketersembunyian dalam makna dan lafal.Sedangkan macam-macam ayat mutasyabih ada tiga; ayat yang tidak dapat diketahui artinya kecuali oleh Allah, ayat yang dapat diketahui artinya dengan jalan pembahasan, dan ayat yang dapat diketahui artinya oleh ulama tertentu.

       2.      Kritik dan Saran
Semoga dengan adanya makalah ini para pembaca dan kami selaku pemateri, mendapatkan manfaatnya. Dan apabila terdapat kekhilafan dan kekurangan dalam penulisan atau penyajian makalah ini kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini lebih bermanfaat di masa yang akan datang.

No comments:

Post a Comment