1

loading...

Thursday, July 18, 2019

MAKALAH ETIKA DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN


MAKALAH ETIKA DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN 

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Etika memang bukanlah bagian dari Ilmu Pengetahuan . Tetapi etika lebih merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis yang berhadapan dengan moralitas atau perwujudan dalam bentuk perilaku yang baik (Akhlak mulia). Dengan demikian etika tetaplah berperan penting dalam Ilmu Pengetahuan. Penerapan Ilmu Pengetahuan dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari memerlukan adanya dimensi etis sebagai pertimbangan yang terkadang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan Ilmu Pengetahuan selanjutnya.
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut. Menurut Kuhn, ilmu dapat berkembang secara open-ended (sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan). Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu lebih cocok dengan situasi sejarah dengan demikian diharapkan filsafat ilmu lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya. Menurut Kuhn ilmu harus berkembang secara revolusioner bukan secara kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasionalis dan empiris klasik sehingga dalam teori Kuhn faktor sosiologis historis serta psikologis ikut berperan.
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.



B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pemakalah mengemukakan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1.         Bagaimana pengertian etika?
2.         Bagaimana pengertian paradigma?
3.         Bagaimana paradigma pengembangan ilmu pengetahuan?




BAB II
PEMBAHASAN
A.      PENGERTIAN ETIKA
Etika adalah salah satu cabang aksiologi yang banyak membahas masalah tentang nilai. Baik dan buruk adalah bidang etika. Etika mengandung tiga pengertian, yaitu:
1.         Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
2.         Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, misalnya kode etik.
3.         Etika merupakan ilmu tentang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.[1]
Pengertian etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika berkaitan erat dengan moral, yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu mos dalam bentuk jamaknya mores, yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan baik (kesusilaan). Objek material etika adalah tingkah atau perbuatan manusia, yaitu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas. Sedangkan objek formal etika adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku tersebut, dengan demikian perbuatan yang dilakukan secara tidak sadar dan tidak bebas, tidak dapat dikenai penilaian bernilai atau tidak bernilai.[2]




Sebagai ilmu, etika menyelidiki tentang tingkah laku moral yang dapat dihampiri melalui tiga macam pendekatan, yaitu:
1.         Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu, kebudayaan atau subkultur tertentu. Oleh karena itu, etika deskriptif tidak memberikan pemikiran apapun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral.[3]
Koetjaranigrat (1980)  mengatakan, etika deskriptiff tugasnya sebatas menggambarkan atau memperkenalkan dan sama sekali tidak memberikan penilaian moral. Pada masa sekarang objek kajian etika deskriptif lebih banyak dibicarakan oleh antropologi budaya, sejarah, atau sosiologi.[4]
2.         Etika Normatif
Etika normatif mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia juga bisa mempersoalkan apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksud untuk memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan ang menyangkut baik atau buruk.
Etika normatif dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a.         Etika umum.
b.        Etika Khusus.
Etika umum menekankan pada tema-tema umum, seperti: Apa yang di maksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana hubungan tanggung jawab dengan kebebasan? Sedangkan etika khusus adalah upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga dinamakan etika terapan.[5]



K. Bertens (2011) menjelaskan lebih jauh, etika normatif bertujuan merumuskan prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam perbuatan nyata. Berbeda dengan etika deskriptif, etika normatif tidak bersifat netral tetapi memberikan penilaian terhadap tingkah laku moral berdasar norma-norma tertentu. Etika normatif tidak sekedar mendeskripsikan atau menggambarkan, melainkan bersifat preskriptif atau memberi petunjuk mengenai baik atau tidak baik, boleh atau tidaknya suatu perbuatan, dan etika normatif merupakan bagian penting dari etika.[6]
3.         Metaetika
Metaetika yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan-ungkapan etis. Bahasa etis atau bahasa yang digunakan dalam bidang moral dikaji secara logis. Metaetika menganalisi logika perbuatan dalam kaitan dengan baik atau buruk. Pekembangan lebih lanjut dari metaetika adalah filsafat analitis.
Lorens Bagus dalam Kamus Filsafat (1996) memerinci pandangan beberapa filsuf mengenai teori etika, antara lain:
a.         Socrates beranggapan bahwa, menderita selalu lebih baik dari pada berbuat jahat.
b.         Plato memandang yang baik sebagai suatu forma eternal yang harus direalisasikan dalam kehidupan manusia.
c.         Aristoteles memandang bahwa tujuan manusia adalah kebahagian atau eudai monia (kesejahteraan, kesentosaan).
d.        Immanuel Kant membangun teori etikanya berdasarkan prinsip yang muncul dari ide hukum dan menuju imperatif kategoris dan praktis.
e.         Bentham memandang bahwa tujuan yang harus dicapai adalah kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar.
f.          Nietzsche beranggapan bahwa tujuan kehidupan adalah kehendak untuk berkuasa (wille zur macht), dan harus diterjemahkan ke dalam kesempurnaan yang melebihi dimensi biasa dari keburukan dan kebaikan.
Etika tidak hanya berkutat pada teori diatas, tetapi juga terkait dengan kehidupan yang konkret. Ada beberapa manfaat etika dalam keterkaitannya dengan kehidupan yang konkret, yaitu:
1.         Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik, sehingga menghadapkan manusia pada sekian banyak pandangan moral yang bermacam-macam sehingga diperlukan refleksi kritis dari bidang etika. Contohnya, etika medis tentang masalah aborsi, bayi tabung, kloning.
2.         Gelombang modernisasi yang melanda segala bidang kehidupan masyarakat mengakibatkan cara berpikir masyarakat ikut berubah, misalnya cara berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modern (fun, fashion, dan food), dan sebagainya.
3.         Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi asing yang memengaruhi kehidupan kita. Artinya, kita tidak boleh tergesa-gesa menerima pandangan yang belum jelas, namun tidak pula tergesa-gesa menolak karena lantaran belum terbiasa.
4.         Etika diperlukan oleh penganut agama manapun, untuk menemukan dasar kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan terhadap semua dimensi kehidupan yang selalu berubah.[7]

B.       PARADIGMA PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN
1.         Pengertian Paradigma
Paradigma menurut Thomas S. Kuhn adalah suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai), sehingga menjadi sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Thomas S. Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif. Revolusi ilmiah pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh prestasi atau praktik ilmiah konkret.
Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut. Pertama, paradigma membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan atau arahan aktivitas ilmiah dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan dengan paradigma yang dipakai. Kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuwan terhadap paradigma, dan menyebabkan paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Dan para ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu normal. Ketiga, para ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigmma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.[8]
2.         Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Dalam penggolongannya, ilmu pengetahuan sendiri dibedakan menjadi tiga golongan, antara lain:
a.         Ilmu Alam, merupakan ilmu-ilmu yang objeknya adalah benda-benda alam. Cabang-cabang dari ilmu alam ini antara lain: astronomi, fisika, biologi, ekologi, fisika, geologi, geografi, ilmu bumi, dan fisika.



b.        Ilmu Sosial, adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Cabang-cabang tersebut adalah antropologi, ekonomi, geografi, hukum, linguistik, pendidikan, politik, psikologi, sejarah, dan sosiologi.
c.         Ilmu Terapan, adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang-bidang. Contohnya, ilmu komputer dan informatika, serta ilmu rekayasa yang terdiri dari ilmu biomedik, ilmu pertanian, rekayasa listrik, dan rekayasa pertanian.
Di Indonesia, Sarana pengembangan ilmu pengetahuan adalah Pancasila. Menurut Kaelan (2000), dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabat manusia, Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika dalam pengembangan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), yakni sebagai berikut:
1.         Sila Ketuhanan yang Maha Esa, menerapkan atau melaksanakan ilmu pengetahuan, mencipta, pertimbangan antara rasional dengan irasonal, antara akal, rasa, dan kehendak. Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
2.         Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, memberikan dasar-dasar moralitas manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Pembangunan ilmu pengetahuan harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia.
3.         Sila Persatuan Indonesia, pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan demi kesejahteraan umat manusia, termasuk di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan ilmu pengetahuan hendaknya harus dapat mengembangkan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa, serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di Dunia.



4.         Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, para ilmuwan mendasari pengembangan ilmu pengetahuan secara demokratis. Artinya, setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Selain itu ilmuwan harus menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus memiliki sifat yang terbuka, artinya terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
5.         Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pengembangan ilmu pengetahuan haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yang menyangkut keseimbangan dirinya dengan Tuhan, dengan sesama manusia atau bangsa Indonesia, dan dengan alam lingkungannya.[9]



BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Etika berasal dari kata ethos yang berarti watak. Etika disini sama dengan moral, yang berasal dari kata mos dengan jamaknya mores yang berarti kebiasaan. Etika terbagi kepada tiga macam pendekatan, antara lain:
1.         Etika Deskriptif.
2.         Etika Normatif.
3.         Metaetika.
Paradigma menurut Thomas S. Kuhn adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum, sehingga menjadi sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dalam masalah yang populer istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi maupun dalam pendidikan.
Di Indonesia, pengembangan ilmu pengetahuan ialah berdasarkan kepada Pancasila, kepada Sila yang 5 (lima). Ilmu pengetahuan dibedakan menjadi tiga golongan, antara lain:
1.         Ilmu Alam, objeknya adalah benda-benda alam. Cabang-cabang dari ilmu alam ini antara lain: astronomi, fisika, biologi, ekologi, fisika, geologi, geografi, ilmu bumi, dan fisika.
2.         Ilmu Sosial, objeknya adalah manusia dan lingkungannya. Cabang-cabang tersebut adalah antropologi, ekonomi, geografi, hukum, linguistik, pendidikan, politik, psikologi, sejarah, dan sosiologi.
3.         Ilmu Terapan, adalah penerapan pengetahuan dari satu atau lebih bidang-bidang.



B.       SARAN
Semoga makalah yang kami tulis mengenai "Etika dan Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan" ini, dapat bermanfaat bagi pembaca yang haus akan ilmu pengetahuan terutama dalam berfilsafat dan berfikir kritis. Kritik dan saran selalu kami nanti untuk menyempurnakan makalah kami yang kurang sempurna ini.




[1]Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2013), hlm. 155.
[2] Dr. Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi..., hlm. 156
[3] Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi..., 156.
[4]Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), hlm. 278.
[5] Dr. Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi..., hlm.  157.
[6] Mukhtar Latif, Orientasi ke Arah Pemahaman Filsafat Ilmu..., hlm. 278-279.
[7] Nina W. Syam, , Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi...,  hlm. 158-159.
[8]Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 157-158.
[9] Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 161-162.

No comments:

Post a Comment